Menikah bersama pria yang kita cintai merupakan impian bagi banyak orang. Namun apa jadinya jika pernikahan tersebut tidak seperti yang kita impikan?
Tidak pernah terbayangkan sebelumnya, semua itu bermula dari Dinar yang rela mendonorkan ginjalnya untuk seorang wanita yang ternyata itu adalah ibu dari pria yang selama ini ia cintai.
Awalnya, Dinar mendonorkan ginjal karena keluarga itu akan memberikan sejumlah uang untuk siapa saja yang berani mendonorkan ginjalnya. Kebetulan sekali ia sedang butuh uanakbanyak demi pengobatan sang ayah yang harus berobat jalan setiap minggu. Ibu sambungnya meminta dirinya untuk bekerja keras dan ia di tuntut untuk bisa mendapatkan uang sebanyak lima juta dalam satu minggu. Ia rasa donor ginjal adalah satu-satunya jalan untuk masalah yang tidak berujung. Dan kebetulan sekali, ginjalnya cocok dengan wanita paruh baya itu.
Dinar tidak hanya di berikan uang sebagai bentuk rasa terima kasih keluarga itu karena sudah menyelamatkan nyawa yang sudah di ujung tanduk, Dinar juga di minta untuk menikahi putranya, Kala. Pria yang dua tahun terakhir ini ia cintai.
Tentu saja Dinar tidak menolak permintaan tersebut. Ia justru bahagia sekali. Impiannya untuk menikah bersama pria yang ia cintai sebentar lagi akan terwujud. Dan ia bisa terlepas dari ibu sambung dan ayah kandungnya yang tidak pernah menyanyanginya bahkan sejak ibu kandungnya masih ada. Ia terpaksa ikut bersama mereka lantaran ibu kandungnya meninggal usai mendengar berita jika suaminya itu selingkuh bersama wanita yang saat ini menjadi ibu sambung Dinar.
Pada saat itu usia Dinar masih sangat kecil. Ia masih kelas lima sekolah dasar. Dan ia belum begitu paham tentang masalah keluarga. Ia juga masih bergantung terhadap ayahnya. Jadi, mau tidak mau ia ikut bersama mereka. Hingga saat ini, usianya sudah mulai menginjak dua puluh tahun.
Setelah itu, Dinar merasa menjadi orang paling bahagia di dunia, lantaran orang yang selama ini ia cintai dalam diam, mau menikah dengannya. Ia tidak begitu memperdulikan apa alasan mau menikahinya, yang terpenting ia akan hidup bersama pria yang ia cintai.
***
Satu minggu setelah pernikahan. Ketika Kala memutuskan untuk tidak lagi tinggal di rumah mama papanya, dan memilih membawa Dinar untuk tinggal di rumah yang ia beli tiga bulan lalu.
Ini pagi pertama Dinar berada di rumah suaminya, mereka pindah semalam. Dinar berinisiatif membuatkan sarapan untuk suami tercintanya. Kebetulan pria itu sudah bangun dan berjalan menghampiri meja makan.
"Selamat pagi, mas. Bagaimana tidurnya semalam? Nyenyak?"
Kala tidak menggubris pertanyaan Dinar, ia menarik salah satu kursi makan dan duduk di sana.
Dinar mengatupkan bibirnya lantaran suaminya tidak menjawab pertanyaannya. Mungkin karena dia baru saja bangun tidur, sehingga mood nya masih belum stabil.
"Ah iya, mas. Aku buatkan sandwich telur ceplok buat kamu." Dinar mengambil satu potong utuh sandwich berisi telur ceplok ke dalam piring kecil dan memberikan pada suaminya.
Tanpa mengatakan apapun, Kala langsung mengambil sandwich tersebut dan mulai memakannya. Bibir Dinar mengembang dengan sempurna, karena ia masih tidak menyangka, impiannya selama ini berubah menjadi kenyataan.
"Hoeekkkss .."
Tiba-tiba saja kebahagiaan wanita itu berubah menjadi sebuah kekhawatiran. Pada saat suaminya memuntahkan sandwich yang baru saja di makan dalam dua gigitan.
"Mas .. Mas Kala .. Kamu kenapa, mas?"
Kala beranjak menuju wastafel cuci piring di pantry terdekat. Ia mual dan muntah-muntah.
Dinar bergegas menghampiri suaminya dan menanyakan apa yang terjadi.
"Mas, kamu kenapa, mas? Kamu baik-baik saja bukan?"
"Hoekk .. Hoekkss .." Kala terus muntah.
Dinar tidak tahu apa yang harus ia lakukan. Ia merasa tidak ada yang salah dari sandwich nya. Apa suaminya memang sedang tidak enak badan, oleh karena itu tidak menjawab pertanyaannya tadi.
"Ini, mas. Minum dulu, ini air hangat. Siapa tahu bisa menghilangkan mualnya."
Dinar memberikan segelas air putih hangat yang baru saja di ambilnya. Kala mematikan keran air usai muntah nya berhenti. Ia menoleh ke arah Dinar dan menatap gelas berisi air putih hangat tersebut.
PRANGG ..
"Aaaaaa .." Dinar sontak berteriak dan reflek menutup kedua telinganya pada saat Kala menepis gelas berisi air hangat tersebut.
"Kau hampir membunuhku, sialan!" ucap Kala penuh penekanan dengan menunjuk wajah Dinar, setelah itu dia pergi.
Sekujur tubuh Dinar bergetar hebat mendapati sikap suaminya yang berubah tiga ratus enam puluh derajat. Pelupuk matanya mulai memupuk cairan putih bening yang siap turun kapan saja. Ia merosot jatuh ke lantai saking syok dan lemas nya lutut miliknya usai mendapat seruan lirih namun terasa jleb ke hati.
_Bersambung_
Dinar terisak seraya memunguti serpicah gelas kaca di lantai. Ia masih tidak percaya dengan apa yang terjadi barusan.
"Apa yang sudah aku lakukan terhadapnya sehingga menciptakan kemarahan besar?"
Dinar terus memikirkan dimana letak kesalahannya. Seketika pandangannya tertuju pada sandwich bekas gigitan suaminya yang tergeletak di lantai mengeluarkan cairan kuning yang berasal dari telur ceplok setengah matang.
Dinar terdiam sejenak seraya berpikir.
"Apa mungkin dia tidak menyukai telur setengah matang?" pikirnya.
Dinar mengingat-ingat pada saat ia masih tinggal di rumah mertuanya. Kala terlihat baik-baik saja bahkan menikmati sandwich telur ceplok buatan asisten rumah tangga di sana. Tapi telur ceplok nya memang sedikit berbeda, di sana tekstur kematangan kuning telurnya over, sementara dirinya membuat yang setengah matang. Karena kebetula ia memang lebih menyukai yang setengah matang.
Akan tetapi, ia tidak tahu jika semuanya akan berakhir seperti ini. Sandwich telur ceplok setengah matang kesukaannya ternyata mengundang kemarahan pria yang di cintainya. Dan ia sangat sedih untuk itu.
Usai membersihkan ruangan yang penuh serpihan gelas kaca, Dinar menghampiri suaminya yang tampak berbaring di atas tempat tidur dengan posisi membelakangi. Ia berjalan beberapa langkah dari pintu menuju ranjang tempat tidur dan berdiri di sana.
"Mas .. aku minta maaf."
Dinar berusaha menyusun kalimat yang tepat agar tidak menciptakan kemarahan lagi.
"Aku tidak tahu jika kamu tidak menyukai telur ceplok setengah matang. Aku juga tidak menyangka jika itu membuatmu marah."
Dinar menghela napas sebelum melanjutkan kalimatnya.
"Aku akan melakukan apa saja demi mendapatkan maaf darimu, mas," imbuh wanita itu.
Kala tidak juga merespon. Pria itu tidak juga mengubah posisi tidurnya. Mungkin dia masih marah. Dinar berpikir untuk terus mendapatkan maaf dari suaminya.
"Mas .. Aku-" Dinar seketika menghentikan kalimatnya pada saat mendengar senyuman lirih suaminya.
"Mas .." panggil Dinar seraya mendekat ke arah ranjang kosong sisi suaminya.
Dinar berpikir apa mungkin suaminya sedang mengetes keseriusannya. Ia pun duduk di sisi kosong tersebut.
"Mas Kala .." panggil Dinar lagi namun Kala terdengar masih senyum.
Lantaran penasaran, Dinar mendekat dan melihat sedang apa suaminya. Sedetik kemudian perasaannya kembali hancur melihat sedang chatting mesra bersama wanita yang mengirim foto sekksii.
See you tomorrow, baby.
Iris mata Dinar membulat sempurna melihat ketikan yang di kirim oleh suaminya untuk wanita yang tidak ia kenal.
Kala menoleh begitu menyadari keberadaan Dinar yang tengah mengintip layar ponselnya. Ia sontak mundur dan sedikit menjauh.
"Sedang apa kau?" Kala segera mematikan ponsel di genggaman tangannya.
"Kamu chatingan sama siapa, mas?"
"Bukan urusanmu!"
Kala turun dari tempat tidur dan hendak beranjak dari sana.
"Mas!" panggil Dinar berusaha menghentikan suaminya. "Aku benar-benar minta maaf soal menu sarapan tadi. Aku tidak tahu jika kamu tidak menyukai telur setengah matang."
Kala sama sekali tidak memperdulikan Dinar. Ia terus melanjutkan langkah untuk keluar dari kamar.
"Mas Kala! Kenapa sikap kamu berubah sejak kita pindah ke rumah ini, mas?"
Langkah Kala terhenti di ambang pintu. Ia menoleh ke belakang memandang wanita yang masih duduk di atas tempat tidur.
"Aku tidak berubah. Aku hanya berusaha menunjukkan sifat asli ku. Jika bukan karena permintaan mama, mungkin aku tidak akan pernah menikahi wanita sepertimu! Jadi, jangan pernah berharap lebih dari pernikahan ini!"
Air mata yang sedari tadi berusaha Dinar tahan kini terjun bebas membasahi pipinya.
"Tapi sebelum kita pindah ke sini, kamu memperlakukan aku layaknya istri kamu, mas!"
"Itulah alasan kenapa aku tidak mau tinggal bersama mereka. Aku tidak mau tertekan karena harus berpura-pura menjadi suami yang seolah-olah aku pun menginginkan pernikahan ini."
Kala membalikan badannya hendak melanjutkan langkah pergi dari sana. Tapi satu kalimat Dinar membuatnya lagi-lagi terhenti.
"Jika yang kamu lakukan di depan mereka hanyalah pura-pura, maka bagaimana dengan yang sudah kita lakukan di belakang mereka saat kita berdua di kamar layaknya suami istri pada umumnya?"
Kala terdiam. Dinar sudah tidak sabar menunggu jawaban suaminya.
Pria itu membalikan badan. Sebelah sudut bibirnya terangkat membentuk senyum seraya memandang Dinar remeh.
"Kau lupa, jika seorang pria bisa melakukan hal itu karena naffsuu, bukan karena perasaan."
Usai mengatakan hal itu barulah Kala pergi. Meninggalkan sayatan luka dalam di hati Dinar. Wanita itu menangis sejadi-jadinya. Air matanya terus mengalir tanpa henti dan berrumpah ruah. Rasanya sakit sekali mendengar kalimat itu bisa keluar dari mulut orang yang ia cintai.
_Bersambung_
Nyonya Rose sontak khawatir mendengar menantunya bercerita jika dia telah menghidangkan sarapan sandwich dengan telur yang masih setengah matang untuk putra sulungnya. Pasalnya, dulu Kala sampai meminta dirinya untuk memecat asisten rumah hanya karena alasan yang sama.
"Lalu bagaimana, apa Kala marah padamu?" tanya nyonya Rose memastikan.
"Iya, ma. Mas Kala marah. Aku sungguh tidak tahu jika dia tidak menyukai telur setengah matang. Aku pikir semuanya akan baik-baik saja," ujar Dinar dari sebrang telepon.
"Sekarang kalian bagaimana, apa Kala masih marah atau sudah berbaikan?"
Dinar diam sejenak mendapat pertanyaan itu dari mama mertunya. Sebab ia tidak mungkin mengatakan apa yang sebenarnya terjadi tadi pagi.
"Dinar .. Kenapa diam? Apa Kala masih marah padamu?" ulang nyonya Rose.
"Ki-kita sudah berbaikan, ma. Mas Kala meminta aku agar tidak mengulanginya lagi. Dan mulai hari ini, aku akan lebih hati-hati lagi dan mencari tahu apa saja yang di sukai dan tidak di sukai olehnya."
Nyonya Rose menghela napas lega. Padahal Dinar berkata bohong supaya mama mertuanya tidak mengkhawatirkannya.
"Kala benci bau amis pada telur setengah matang sejak kecil. Jadi dia akan marah pada siapapun yang menghidangkan telur setengah untuknya," jelas nyonya Rose kemudian.
"Aku pikir mas Kala menyukainya, ma."
"Mulai sekarang jangan pernah hidangkan menu itu pada Kala. Mama tidak mau sesuatu buruk terjadi pada pernikahan kalian, Dinar," nyonya Rose memberi sebuah peringatan.
"Iya, ma," jawab Dinar sekaligus menjadi penutup sambungan telepon.
Dinar meletakan ponselnya di atas nakas. Ia memandang ke arah perginya suaminya.
"Bahkan hal buruk sudah terjadi sebelum aku menghidangkan menu itu untuk yang kedua kalinya." ucap Dinar dalam hati.
Ia turun dari ranjang tempat tidur. Berniat untuk memeriksa ruangan lainnya di rumah ini untuk memastikan apa ada yang perlu di bersihkan. Akan tetapi ia jatuh ambruk terduduk di tepi ranjang begitu bagian perut bekas operasi translasi ginjal terasa sakit.
"Aaww .." Dinar merintih kesakitan.
Entah kenapa, ia merasa tiba-tiba lelah. Apa mungkin karena saat ini ia hanya memiliki satu ginjal saja. Padahal sebelumnya ia merasa baik-baik saja.
Dinar menoleh ke arah pintu begitu mendengar suara derap langkah yang datang. Akhirnya Kala kembali ke kamar.
"Mas .." sapa Dinar seraya mengulas senyum tipis sambil menahan sakit.
Dinar pikir Kala kembali ke kamar untuk minta maaf karena sudah mengatakan hal yang menyakitkan baginya. Akan tetapi dugaannya salah, pria itu justru seakan tidak menganggap kehadirannya.
Dinar melihat Kala mengambil sweater dari dalam koper. Karena kebetulan ia belum sempat memindahkan pakaian ke dalam lemari.
"Mas, kamu mau kemana?"
Usai memakai sweater tersebut Kala pergi lagi dari sana. Namun, ia melihat sekilas ke arah Dinar yang sedang memegangi perut.
"Mas, kamu mau kemana, mas?" teriak Dinar lantaran Kala pergi berlalu begitu saja.
Dinar hendak menyusul langkah suaminya, akan tetapi rasa sakit itu terus mendera.
"Aawww .." Lagi-lagi Dinar merintih.
Wanita itu mulai mengkhawatirkan suaminya.
"Aku harap kamu tidak pergi untuk menemui wanita yang tadi chatingan sama kamu, mas. Dan siapa wanita itu sebenarnya? Apa dia sudah ada sejak kita belum menikah?"
"Aaagghhh .." Dinar merasa tidak kuat lagi menahan sakitnya. Tidak ada lagi yang bisa ia lakukan selain berbaring sambil berharap sakitnya segera mereda.
_Bersambung_
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!