Cekiiiiiiiiitt!
Suara rem motor berderit menghentikan lajunya.
"Aw!" ringis seorang wanita yang terjatuh karena terserempet motor tersebut.
"Woy, bisa bawa motor gak sih?" wanita tersebut bangkit lalu menghampiri motor yang tadi menyerempetnya dengan kesal.
"Heh, kamu bisa bawa motor gak sih?" bentak si wanita di hadapan pengendara motor.
"Ckk," si pengendara motor tersebut membuka visor helmnya.
"Yang harusnya marah tuh, gue. Lo jalannya ketengahan sampe ngalangin jalan." ucap si pengendara motor yang tidak lain adalah Galang.
"Ish, jalanan masih luas gitu. Emang dasar kamu nya aja yang gak bisa bawa motor!" si wanita tadi masih kesal.
..."Dasar gak jelas!" Galang tampak malas mengajari wanita itu. Alih-alih minta maaf, Galang langsung melajukan motornya lagi ke arah parkiran sekolah. ...
"Heh jangan kabur kamu! Tanggungjawab ini. Wooyyyy!" teriak si wanita penuh emosi.
"Sialan. Awas saja kalo nanti ketemu lagi!" umpat si wanita.
Di kelas...
"Wow tumben banget jam segini udah datang?!" ledek Amir, teman Galang.
"Iya nih, biasanya juga si Galang datangnya 5 menit sebelum masuk!" timpal Kevin.
"Rese banget sih lu pada!" Galang duduk dibangku paling pojok.
Galang memang seorang ketua OSIS tapi dalam hal belajar Galang lebih suka duduk di pojok agar sesekali bisa tidur.
"Eh eh bebeb Tiara datang tuh!" tunjuk Kevin ke arah pintu yang tampak seorang wanita cantik sedang berjalan anggun.
"Widiiihhh, makin bijak aja tuh si Tiara. Mau banget gue jadi cowoknya." puji Amir.
"Tapi sayang si Tiara gak mau sama lo!" ledek Kevin disertai tawanya.
"Sebenarnya kalo gak ada Galang, gue yakin si Tiara mau sama gue!" ucap Amir dengan penuh percaya diri.
"Najong. Narsis banget lo!" cibir Kevin.
Dari bangkitnya disana Tiara tampak curi-curi pandang ke arah Galang yang sedang berbincang dengan Amir juga Kevin.
Bel tanda masuk nyaring berbunyi. Beberapa saat kemudian datang Bu Sinta, guru Matematika bersama dengan seorang gadis cantik.
Kedatangan gadis tersebut seakan-akan menghipnotis para lelaki di kelas Galang tapi tidak dengan Galang.
"Selamat pagi!" Sapa bu Sinta.
"Pagi, bu!" sahut mereka serempak.
"Hari ini kita kedatangan siswi baru, ya. Silakan memperkenalkan diri!" Kata bu Sinta.
"Hallo teman-teman. Perkenalkan saya Shabita Putri Yudha atau biasa dipanggil Abit. Saya pindahan dari Bandung." Shabita memperkenalkan diri dengan senyum ramahnya.
"Wow mojang priyangan!" sahut Gery, ketua kelas.
"Neng, udah punya pacar belum?" celetuk yang lain serta masih banyak lagi. Tidak ada satu pun yang dijawab oleh Shabita. Dia hanya menampilkan senyumnya.
Shabita duduk di bangku samping Galang, yang kebetulan kosong.
"Hai, nama gue Kevin!" Kevin menyodorkan tangannya.
Karena tidak enak, Shabita pun menjabatnya. Sejujurnya Shabita bukanlah gadis yang lemah lembut. Dia adalah gadis Bar Bar yang tidak takut apapun. Untuk saat ini jiwa Bar-bar nya disimpen dulu. Kemudian mereka melanjutkan pelajaran.
Jam istirahat tiba.
Shabita yang merupakan anak baru masih bingung dengan tata letak sekolah ini.
"Hey, lu mau kemana?" tanya siswi yang penampilannya tomboy karena rambutnya pendek.
"Aku mau ke kantin tapi masih bingung, hehe." ungkap Shabita jujur.
"Ayo bareng gue aja. Oh iya, kenalkan nama gue Hanin. Kita satu kelas!" mereka berjabat tangan.
Mata jeli Hanin menangkap lutut Abit yang lecet.
"Itu kenapa lututnya?" tanya Hanin.
"Oh ini tadi keserempet motor di depan."
"Astoge, siapa yang udah nyerempet lu? bilang sama gue." Hanin terlihat menggulung lengan seragamnya.
"Aku gak tau cowok resep itu siapa, karena dia pake helm." ungkap Abit masih sedikit kesal kalau mengingat itu.
Mereka berjalan ke arah kantin melewati parkiran.
"Nah itu dia motor di cowok rese!" Shabita menunjuk sebuah motor yang terparkir cantik.
"Hah? Itu kan motor Galang?"
"Serius itu motor yang tadi nyerempet lu?" tanya Hanin.
"Iya itu. Aku inget banget, tuh liat ada stikernya!" mereka berdua memicingkan mata untuk melihat sticker yang terpenting di motor.
"Kamu tau itu motor siapa?" tanya Shabita.
"Itu motor Galang." jawab Hanin.
"Galang?" Shabita mengerutkan dahinya. Nama yang disebut tampak tidak asing.
"Iya itu punya Galang. Dia itu ketua OSIS disini, sekelas juga sama kita." jelas Hanin.
"Demi apa? Serius dia sekelas sama kita?"
"Ya kali gue bohong." sahut Hanin.
Shabita mengepalkan tangannya. Oke, sekarang dia tahu siapa cowok resek yang sudah nyerempet tapi tidak mau minta maaf, malah kabur.
"Noh, dia orangnya!" Hanin menunjuk pada salah satu meja kantin.
"Yang mana?" Shabita masih bingung yang mana orangnya.
"Itu noh, di meja nomor 8 yang duduknya ditengah!" Hanin menunjuk lagi meja Galang serta temannya.
"Oh jadi dia?!" tanpa menunggu lagi Shabita langsung menghampiri meja Galang.
Brakkk!
Shabita menggebrak meja Galang.
"What the hell! Apa-apaan ini?" sungut Galang karena bajunya terkena tumpahan minuman saking kencangnya Shabita menggebrak meja.
BtW, Shabita juga jago bela diri. Pemegang sabuk hitam karate. Wajar saja tenaganya kuat.
"Kamu kan yang tadi pagi nyerempet aku?" tunjuk Shabita tepat di depan wajah tampan Galang.
Galang dibuat geram juga karena sikap Shabita.
"Kalo iya kenapa?" tantang Galang.
"Dasar resek, bukannya minta maaf malah kabur gitu aja." ucap Shabita.
Perdebatan keduanya menarik atensi murid lain yang ada di kantin. Hanin buru-buru menenangkan Shabita.
"Sabar, Abit!" Hanin mengelus punggung Shabita.
"Terus mau lu apa?" tantang Galang lagi.
"Ya kamu harus minta maaf lah, udah salah nyolot lagi?!"
"Lang, udah lu minta maaf aja biar perkara selesai. Malu banyak yang liat!" nasehat Amir.
Galang menarik napas perlahan.
"Oke, gue minta maaf!" ucap Galang.
"Apa-apaan ini minta maaf kayak gak ikhlas gitu?!" Shabita bersidakep dada.
"Heeehhhh," dengkus Galang kesal.
"Yang ikhlas minta maafnya. Noh liat lutut ku jadi lecet!" Shabita memperlihatkan lututnya yang lecet.
Galang, juga kedua temannya melirik ke arah lutut. Namun tatapan mereka para lelaki malah terfokus pada paha Shabita karena roknya tersingkap sedikit. Shabita menyadari itu.
"Heh liat apa kalian? Macem-macem ya!" Shabita segera membenarkan roknya lalu mengacungkan tinju pada mereka.
"Lagian mau lu apa sih? Tadi gue udah minta maaf, lagian itu bukan sepenuhnya salah gue. Lu nya aja jalan sampe ketengah jalan!" ucap Galang.
"Udah, Abit. Si Galang juga kan udah minta maaf." kata Hanin.
"Ish tapi dia minta maafnya gak ikhlas." sindir Shabita.
"Mau ikhlas atau pun enggak, yang penting udah minta maaf kan?"
"Hmmm oke deh! Aku Maafin kamu." ucap Shabita.
Galang tersenyum tipis.
"Oke sekarang giliran gue." Galang malah tersenyum jahil, tangannya membuka kancing satu per satu baju seragamnya. Mereka semua melotot dan menunggu apa yang akan dilakukan oleh Galang.
"Cuci seragam gue!" Galang melemparkan baju seragamnya tepat ke wajah Shabita.
"Heh apa-apaan ini?" Shabita hendak mengembalikan seragam Galang tapi segera ditepis oleh Galang.
"Seragam gue kotor kena minuman gara-gara lu gebrak ini meja. Sekarang lu cuci sampe bersih, sampe gak ada bedanya sedikit pun. Gue tunggu sampe pulang sekolah!" Galang berlalu setelah memerintah Shabita.
Kedua teman Galang juga Hanin bengong dibuatnya. Baru kali ini mereka menyaksikan Galang seperti itu. Galang tuh tipikel orang yang anti banget barangnya disentuh orang lain kendati kotor atau rusak sekalipun, berbeda sekali dengan keadaan saat ini.
"Ish dasar resek, bisa-bisanya orang kayak gitu jadi ketua OSIS." gerutu Shabita seraya mencuci seragam Galang di wastafel.
"Ganteng juga enggak, apalagi keren. Enggak banget! Ish kenapa susah banget sih hilangnya?" Shabita kembali mengucek-ngucek noda yang ada di seragam Galang namun belum bersih.
"Pake sabun, Abit!" Hanin masuk ke toilet dengan membawa satu sachet sabun cuci.
"Oh, aku kira pake air doang bersih. Hehe!" sahut Shabita.
"Ya ampun, mana ada kayak gitu!" Hanin menuangkan sedikit sabun liquid pada area yang ada nodanya.
"Aku belum pernah nyuci baju soalnya!" ungkap Shabita jujur.
"Ciusan? Lu anak sultan deh ya kayanya." tebak Hanin.
"Bukan kok." sahut Shabita.
Lalu Hanin memberikan tutorial mencuci baju yang baik dan bersih.
...****************...
"Abit, kamu di kamar?" tanya Sandra, mama Shabita.
Tanpa menunggu jawaban Sandra membuka pintu kamar anak gadisnya, ternyata Shabita sedang mandi, terdengar dari suara shower yang menyala.
Beberapa menit kemudian Shabita selesai mandi dan melihat Sandra sedang duduk di kasur.
"Eh mama!" Shabita segera menghampiri lalu mengecup pipi mamanya.
"Kok baru mandi sih? Bukannya pulang sekolah dari tadi ya?" tanya Sandra.
"Hehee tadi mager, ma!" Shabita tanpa malu memakai pakaian di depan Sandra.
"Abit, hari ini ikut papa sama mama ya." pinta Sandra.
"Kemana, ma?" tanya Shabita sambil menyisir rambutnya yang panjang.
"Hanya makan malam biasa sama temen papa." Sandra tersenyum melihat anak gadisnya yang begitu cantik.
"Hmmm, tapi pasti nanti akan membosankan, ma. Enggak mau ikut ah!" tolak Shabita.
"Enggak akan bosan, sayang. Nanti ada anak teman papa juga." jelas Sandra.
Shabita merebahkan kepalanya dipangkuan Sandra. Dilihatnya wajah yang selalu terlihat pucat itu dari bawah.
"Mama, baik-baik aja?" tanya Shabita tiba-tiba.
"Mama, baik, sayang. Jauh lebih baik!" Sandra mengulas senyumnya.
Shabita ini sosok putri yang manja sama kedua orangtuanya, kendati diluar bisa dikatakan bar-bar.
"Kamu, mau kan ikut papa sama mama?" tanya Sandra lagi.
Shabita masih tampak berpikir. Sejujurnya malas cuma ketika melihat wajah Sandra yang pucat Shabita tidak tega menolak lagi. Toh ini hanya makan malam biasa.
"Iya, ma." Shabita mengangguk setuju.
"Nanti dandan yang cantik ya, jam 7 kita berangkat." Sandra mengelus-elus rambut panjang Shabita.
Singkat cerita, keluarga Shabita sampai terlebih dahulu ke resto yang sudah ditentukan.
"Teman papa nya mana?" Shabita mengedarkan pandangannya.
"Kita tunggu sebentar, mereka masih dijalan." sahut Yudha.
10 menit kemudian...
"Nah itu dia!" keluarga Shabita berdiri untuk menyambut teman papa nya.
"Apa kabar, Yudha?" tanya Bagas. Mereka lalu berpelukan.
"Baik sekali, Gas." sahut papa Shabita.
"Silahkan duduk!" tambah Yudha.
Mereka sudah menempati kursi masing-masing.
"Ini anak kamu, Yud?" Bagas melihat ke arah Shabita.
"Iya ini anakku, putri ku satu-satunya namanya Shabita." ucap Yudha.
"Halo, om!" sapa Shabita lalu menjabat tangan Bagas.
"Cantik sekali putri mu!" puji Bagas.
"Siapa dulu bibitnya!" sahut Yudha penuh bangga.
Shabita tampak kikuk dan sudah merasa bosan padahal belum apa-apa.
"Eh, iya anak mu mana? Katanya tadi mau ikut." tanya Yudha.
"Masih di jalan. Tadi kita naik kendaraan masing-masing." jawab Bagas.
Suara HP Bagas terdengar.
"Nah panjang umur, ini anakku nelpon." Bagas lalu mengangkat telponnya.
"Iya masuk aja kesini. Papa tunggu!" ucap Bagas pada si penelpon.
"Itu kan anak mu?" Yudha melihat sosok pria tampan berjalan ke arah meja mereka. Bagas menjawab dengan anggukan.
"Maaf telat!" ucap si pria.
Suara khas si pria itu tidak asing ditelinga Shabita. Karena penasaran Shabita segera melihat ke arah sumber suara.
"Kamu?"
"Elo?"
Ucap mereka berbarengan.
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!