Malam itu di sebuah desa yang terpencil dan terpelosok terlihat banyak cahaya remang-remang bersinar bagaikan ribuan kunang-kunang.
Desa itu masih sangat kental akan adat istiadat serta ritual yang sakral serta desa yang jauh dari keramaian kota, dimana pada saat itu sedang berlangsung pernikahan seorang gadis muda belia yang cantik dan pria muda tampan.
Mereka menjadi pasangan yang serasi dengan balutan gaun serta setelen jas yang senada.
Magdalena, gadis cantik yang hidup bersama sang nenek akhirnya mau menikah atas dasar perjodohan, Magdalena adalah gadis yang baik dan patuh, ia pekerja keras selalu membantu di ladang, dan juga mandiri, namun sayangnya Magdalena harus menikah ketika usianya masih 18 tahun.
Para penduduk desa dan para tetua meyakini,dan meramalkan jika pernikahan Magdalena dengan pemuda pilihan yang ada di desa mereka akan membawa keberuntungan untuk hasil panen berikutnya.
Magdalena sendiri diasuh oleh sang nenek karena orang tuanya telah lama meninggal, hingga suatu hari Magdalena yang yatim piatu baru saja pulang dari sekolahnya dan dia di kejutkan oleh para tetua yang datang ke rumahnya.
Para tetua dan salah satu pemuda itu sudah duduk di ruang tamu bersama sang nenek.
Keputusan para tetua adalah mutlak dan tidak dapat di bantah karena semua penduduk meyakini ramalan dari para tetua.
Namun, Magdalena berbeda.
Tidak sedikit pria yang sudah mengincar Magdaleni, bahkan kecantikan Magdalena telah di dengar dimana-mana hingga ke luar kota namun hati Magdalena teguh dan tetap menjaga kesuciannya hingga ia benar-benar akan menemukan tambatan hatinya.
Tak sedikit juga gadis-gadis muda di desa itu yang memilih putus sekolah dan melangsungkan pernikahan. Namun, sekali lagi Magdalena berbeda.
"Seiring berjalannya waktu kalian pasti akan saling mencintai, ramalan tetua tidak akan pernah salah, kalian harus menikah demi kelangsungan desa kita, panen tahun depan pasti akan melimpah." Itulah kalimat para tetua yang meyakinkan Magdalena agar mau menikah.
"Kalau tidak mau, desa akan mendapatkan kesialan terus menerus. Kau mau di salahkan atas semua itu? Kalau kau tidak mau menikag maka nenek mu yang harus menjadi persembahan untuk para dewa pertanian. Dia harus di korbankan dan di kubur hidup-hidup." Kalimat para tetua yang tak bermoral dan tak manusiawi saat itu membuat Magdalena mencengkram tangannya, dadanya sesak dan air matanya pun mengalir.
Meski pria yang akan menikahi Magdalena terbilang pria yang baik dan sopan, dia adalah seorang pria tampan pendatang baru yang tinggal di desa Magdalena dan bekerja sebagai keamanan di kota, layaknya seperti polisi kota, namun tetap saja Magdalena tidak tertarik, ia adalah gadis dengan wawasan yang luas.
Tidak ada yang bisa Magdalena lakukan, ia tidak ingin kehilangan sang nenek, akhirnya Magdalena setuju menikah namun dengan mengajukan 2 syarat.
"Saya mau menikah namun dengan 2 syarat. Pertama, pernikahan ini harus di rahasiakan dari siapapun. Kedua saya tetap harus bersekolah, dan saya tidak ingin berhubungan badan sebelum saya lulus dari sekolah." Kata Magdalena kala itu.
Akhirnya pesta pernikahan di gelar sederhana saat usia Magdalena genap menginjak 18 tahun, Magdalena yang masih muda, cantik, dan energik.
Meski pesta terbilang sederhana namun karena banyaknya tamu yang datang membuat semuanya menjadi meriah penuh canda gelak tawa, pesta itu di hadiri oleh seluruh desa. Semua di persiapkan dengan suka cita dan rasa syukur.
Banyak lampu-lampu bulat berwarna-warni menggantung di atas kepala mereka, lalu berjejer di sepanjang jalan obor api, semua juga memasang obor api yang ada di sekitar rumah mereka, nuansa remang-remang dan cahaya oranye berpendar menjadi pelita yang romantis dan hangat.
Semua acara dari pagi hingga malam berjalan lancar, hingga malam pun pesta masih berlanjut, semua orang tenggelam dalam minum-minuman yang memabukkan.
Namun, kesenangan para penduduk desa di malam pernikahan itu tak sampai hingga pagi, tengah malam, ketika semua orang masih asyik berpesta dengan minuman-minuman yang ada di tangan mereka.
Sebuah ledakan tiba-tiba saja mengguncang seisi desa.
"DUAAARRRR!!!"
Malam itu pasangan pengantin sedang berada di dalam kamar pun terkejut, karena rumah mereka bergetar hebat.
Pasangan pengantin saling menatap, hingga kemudian si pria hendak memeriksa apa yang sedang terjadi di luar, namun sebelum beranjak turun dari ranjang, seseorang lebih dulu mendobrak pintu kamar mereka.
"BRRAAAKKK!!!"
"Aaaa!!!" Magdalena yang kala itu berdiri di dekat jendela kamar berteriak histeris ketika seorang pria berkulit hitam memiliki tubuh besar dan kekar memegang senapan laras panjang di tangannya.
Magdalena masih memakai gaun pengantinnya yang berwarna putih, sedangkan pria yang ada di atas ranjang yang baru beberapa jam menjadi suaminya telah bertelanjang dada, naas peluru menembus kepalanya.
"DOOORRR!!!"
Darah pun muncrat hingga mengenai gaun pengantin Magdalena, leher Magdalena pun juga berwarna merah karena percikan darah suaminya.
Tubuh Magdalena mendadak kaku, ia hanya bisa berdiri terpaku melihat jasad suaminya yang membuka mata lebar dengan kepala berlubang.
Tanpa terasa pipi Magdalena basah karena air mata yang keluar, ia berharap semua ini hanyalah mimpi buruk belaka, namun ketika si pria penembak mencengkram rahang dan pipi Magdalena, ia pun merasakan sakit dan ngilu, membuat Magdalena sadar bahwa ini bukan mimpi.
Pernikahan yang seharusnya menjadi sesuatu yang membahagiakan sepanjang hidup Magdalena, kini justru menjadikan kenangan buruk seumur hidupnya.
Desa yang sedang dipenuhi pesta meriah, suka cita dan penuh doa berkat dari para tamu lalu makanan yang enak, serta gelak tawa dari sang mempelai dan para tamu pun menjadi lautan berdarah yang mengerikan.
Magdalena yang masih terkejut dan syock melihat kondisi suaminya hanya bisa terpaku seperti patung, ia tidak dapat berfikir dengan akal sehatnya lagi, dan air matanya mengalir tanpa celah di pipi.
Si pria bongsor berotot kemudian menggendong Magdalena yang masih syock dengan satu tangan lalu menaikkannya di atas pundaknya dengan posisi tubuh Magdalena menggantung.
Rambut Magdalena yang panjang menjuntai kebawah, dalam keadaan syock Magdalena hanya bisa pasrah, entah apa yang akan terjadi kepadanya.
"Kumpulkan semua orang yang masih hidup!" Perintah si pria hitam bertubuh kekar yang menggendong Magdalena di pundaknya.
Kemudian si pria hitam menaruh Magdalena di dekat orang-orang desa yang masih hidup namun dalam keadaan ketakutan, mata Magdalena kosong, seperti tanpa jiwa.
Ketika ia melihat kesekeliling halaman rumahnya, sudah banyak jasad mati berlumuran darah berserakan bagaikan sampah tak berharga.
"Kumpulkan semua uang dan barang berharga yang mereka punya!" Teriak si pria hitam lagi dengan meminum beberapa botol alkohol.
"Tuan kami telah mengumpulkan semua perhiasan, lalu apa selanjutnya."
"Bawa semua bahan makanan ke dalam truk dan kita pergi." Kata Si pria hitam.
"Baik Tuan."
Beberapa orang telah selesai mengerjakan apa yang di perintahkan, truk-truk besar telah terisi penuh bahan makanan, entah itu mentah atau matang, tak lupa juga harta benda milik para warga desa.
"Sayangnya aku lebih suka harta dan makanan daripada tubuh wanita." Kata si pria hitam melihat Magdalena.
"Tuan semua sudah siap." Kata salah seorang pria.
"Kita pergi sekarang." Perintah si pria hitam.
Kemudian si pria hitam melewati Magdalena yang gemetaran.
"Tuan mengapa anda tidak membawa gadis itu, dia bahkan belum menyelesaikan malam pertama, artinya dia janda perawan." Kata bawahan yang lain.
"Bukan janda perawan bodoh, tapi janda kembang!" Sahut bawahan yang lain lagi.
"Semua wanita merepotkan!" Kata si pria hitam.
"Kalau begitu bagaimana jika saya menikmatinya sebentar Tuan?" Tanya salah satu bawahannya lagi.
"Kita merampok harta dan makanan, kita membunuh dan membantai, tapi kita tidak memperkosa wanita! Apa kau mau kehilangan leher dan benda kerasmu itu!" Kata si Pria hitam menodongkan senapannya di antara ************ si bawahan.
"Aa... Aampunn Tuan... Saya tidak berani!" Kata si bawahan lagi.
Kemudian para perompak itu masuk ke dalam truk-truk mereka, total mereka ada sekitar belasan orang, Magdalena hanya sekilas mengira-ngira karena pikirannya masih tidak stabil.
Setelah para perompak pergi, semua orang menangis histeris mencari keluarga mereka masing-masing.
Magdalena tanpa alas kaki menuju sebuah jasad yang paling ia kenali, tubuh gemuk, dengan rambut yang seluruhnya telah beruban, dan kulit putih yang keriput.
"Neennneekkk....!!!!" Magdalena berteriak sembari menangis menahan dadanya yang sesak.
Tubuh nenek tua itu, telah berlumuran darah, bahkan kulitnya telah sedingin es.
"Neneeeekkkk....!!! Bangunlaahhh....!!!" Teriak Magdalena lagi.
"Aku hanya memiliki dirimu!!! Apa yang telah mereka semua perbuat pada kita!!! Mereka semua peenjahat!!! Biadaaapp!!!!"
Magdalena menangis tergugu di atas jasad sang nenek yang mulai membiru karena kehabisan darah.
Bersambung
Beberapa hari kemudian setelah pembantaian~
Serangkaian acara dan upacara ritual telah di siapkan oleh para penduduk desa, setelah pembantaian dan perompakan besar-besaran di desa itu.
Magdalena, janda yang masih perawan. Dia adalah pengantin yang di tinggal mati suaminya sebelum malam pertama.
Dalam aturan adat istiadat di desa itu yang telah berlangsung sejak jaman nenek moyang, seorang pengantin yang di tinggal mati suaminya sebelum malam pertama di percaya akan menjadi pertanda buruk dan kesialan bagi seluruh penduduk.
Maka, telah menjadi warisan turun temurun si pengantin wanita akan di kubur hidup-hidup atau di bakar hidup-hidup.
Jika kematian sang suami siang hari, maka pengantin wanitanya akan di bakar hidup-hidup, jika itu malam hari maka pengantin wanitanya akan di kubur hidup-hidup.
Magdalena sudah tahu itu, sejak awal Magdalena adalah gadis yang paling kuat menentang hal yang tak manusiawi dan tak masuk akal itu, namun para tetua desa justru mendiskriminasikannya dan menghukumnya.
Magdalena pernah di penjara tanpa makan dan hanya di berikan minum selama 2hari karena keteguhannya menolak berbagai macam ritual yang tak logis.
Beberapa hari sebelum Ritual utama, Magdalena harus memakai pakaian merah dan di haruskan mengurung diri di dalam rumah tanpa boleh menginjakkan kaki di tanah, akhirnya kini sampailah pada ritual utama. Magdalena akan di kubur hidup-hidup.
Di saat para penduduk masih berkabung kehilangan keluarga mereka dan harta benda, kini seolah mereka pun melampiaskan semua amarah dan kekesalannya pada ritual Magdalena.
Seolah Magdalena lah yang telah membawa segala tragedi itu. Para tetua meyakini, Magdalena yang selalu menentang ritual-ritual mereka membuat para dewa marah dan mengirimkan para penjahat untuk membantai mereka.
"Itu adalah pembalasan yang keji dari para dewa karena mereka telah murtad, karena Magdalena telah menentang para dewa." Kata salah satu tetua yang saat itu sangat membenci Magdalena.
Hari ini seluruh penduduk memakai pakaian serba merah dengan penutup wajah kain transparan yang merah pula.
Dua wanita paruh baya yang menggunakan gaun merah memegangi kedua lengan Magdalena yang juga menggunakan pakaian serba merah, semua wanita memakai penutup kepala kain transparan merah, bahkan sebelumnya para wanita paruh baya itu juga telah mengecat semua kuku Magdalena dengan warna merah.
Tanpa alas kaki Magdelan di tuntun, tubuh Magdalena yang beberapa hari tidak di perbolehkan makan dan minum terhuyung-huyung karena pusing dan lemas.
Seorang pendeta tua, yang memiliki kekuasaan sebagai tetua di desa tersebut kemudian membentangkan kain merah yang besar lalu menutupi tubuh Magdalena.
Perlakuan itu, sebagai simbol bahwa Magdalena adalah sesuatu yang di anggap sebagai pembawa sial dan harus di tutupi dengan kain merah untuk melawan dan agar tidak dapat menyebarkan kesialannya di desa.
"Semua ini karena dia selalu menentang ritual para tetua, dia juga yang paling pandai bicara saat berdebat dengan para tetua, dia bilang segala ritual yang di lakukan tidak masuk akal, bahkan dia menyelamatkan gadis perawan yang akan di bakar hidup-hidup karena ditinggal mati suaminya sebelum malam pertama. Sekarang dimana gadis yang pernah ia selamatkan itu? Cih! Dasar! Seandainya dia tidak menyinggung para dewa desa ini pasti tidak akan di bantai habis-habisan!!! Aku kehilangan suami dan anak-anakku juga!!" Kata salah satu wanita dengan tatapan kebencian dan uraian air mata.
"Sekarang bukan hanya dia yang harus menanggung amarah para dewa, tapi kita semua juga ikut menanggung!! Dasar, dia harus secepatnya di kubur, agar kita semua terhindar dari kesialan yang berlanjut!" Lanjut wanita lain nya lagi.
"Artinya Magdalena telah di kutuk bahkan sebelum dia menjadi janda dan membuat kita semua menanggung juga kesialan yang telah ia perbuat."
"Magdalena akan merasakan hukuman yang lebih berat dari dewa setelah di kubur!!!"
Semua omongan menyakitkan itu sampai di telinga Magdalena, bahkan ketika itu dia melihat janda perawan yang pernah ia selamatkan saat akan di bakar hidup-hidup. Magdalena melirik janda perawan itu, namun ternyata janda perawan itu lebih memilih untuk pergi meninggalkan Magdalena.
"Aku jijik padanya!! Magdalena yang sok pintar!!!" Kata salah satu wanita lainnya menatap nanar.
Magdalena mendengar semua cacian itu, namun ia hanya diam dan menerimanya begitu saja, ia pasrah dan tak dapat berbuat apapun.
Sang tetua kemudian maju dan berdoa.
"Ya Dewa... Terimalah jiwa pendosa yang kami kirimkan padamu, dia yang telah murtad dan menghakimimu, dia yang membuatmu marah, hukumlah dia dan jangan hukum kami, bebaskan kami dari segala kesialan dan keburukan, berikan kami kejayaan kembali!!!"
Kemudian Tetua melihat kearah pengiring Magdalena dan mengangguk bahwa Magdalena siap untuk di masukkan ke dalam tanah.
Saat para pengiring memapah Magdalena agar Magdalena masuk ke dalam galian tanah yang sudah di buat, terlihat dari kejauhan mobil-mobil mewah saling berurutan dan menuju desa mereka.
Mobil-mobil itu kemudian terparkir rapi, seorang pria kemudian keluar dari salah satu mobil yang berukuran lebih panjang.
Para pengawal juga sudah bersiap dan saling menjaga situasi.
Pria yang keluar lebih dulu kemudian membuka pintu mobil yang panjang, lalu sebuah kaki yang jenjang dan memakai sepatu mengkilat terlihat keluar dan menapak di tanah yang sedikit basah, sedikit demi sedikit tubuh besar yang kuat akhirnya menyembul keluar dari mobil.
Para wanita berdecak setelah si pria benar-benar keluar dari mobil dan berdiri tegak.
Pria tampan dengan setelan jas mahal dan rapi berwarna merah hati laksana warna darah, serta mantel hitam yang besar menggantung di bahu. Pria itu menyembunyikan kedua tangannya di dalam saku celana.
Rambut berwarna hitam tertata rapi, dengan hidung yang mancung dan garis rahang yang kuat, lalu pria itu juga memiliki mata yang tajam dan kejam.
"Si... Siapa mereka..." Kata salah satu wanita.
"Apa mereka juga akan merampok kita..." Kata salah satu pria yang ketakutan.
Seorang tetua pun juga merasa tubuhnya gemetar, aura pria yang baru saja datang itu memang sungguh luar biasa.
Hanya dengan tatapan mata yang jauh, dan terlihat dingin, membuat semua orang dapat paham dan mengerti jika pria yang baru saja keluar dari mobil itu bukanlah orang sembarangan.
Pria itu berjalan perlahan, mantel yang menggantung tertiup oleh angin yang sepoi-sepoi datang dari persawahan yang luas.
Seorang tetua yang telah uzur berjalan tertatih di dampingi sang cucu pria.
Meski telah memegang tangan cucunya, namun tetua yang telah uzur itu masih saja gemetaran, entah karena ia telah berumur ataukah karena ia ketakutan dengan pria yang ada di hadapannya.
"Tu... Tuan... Reid Armond..." Kata Tetua itu berusaha menundukkan kepala sebaik mungkin.
Semua orang langsung terkejut dan seperti terkena serangan panik berjamaah.
Pasalnya Reid Armond adalah pria penguasa yang sangat kejam dan dingin, bahkan ia adalah pria yang tidak suka turun ke daerah pelosok atau pun daerah kotor.
Reid Armond si penguasa wilayah, pemilik lahan paling besar, dan konglomerat paling di takuti.
"Ku dengar ada pesta pernikahan di sini, aku ingin menyapa mempelai nya, kenapa tidak ada yang mengundangku?" Kata Reid Armond dingin, wajahnya datar tanpa ekspresi apapun.
Para penduduk merasa takut dan ngeri, belum lagi rumor yang mengatakan bahwa siapapun yang tidak sengaja menyinggung Reid Armond maka di pastikan mereka langsung terpenggal dan keluarganya hancur, bahkan para bangsawan di wilayah kota pun ketakutan.
"Aaa.. Aa.. Apaa... Yang dia cari di desa pelosok ini...." Kata wanita pengiring dengan ketakutan.
Bersambung
"Bukankah dia si bangsawan gila yang selalu menyuruh para pengawalnya untuk membunuh orang yang bermasalah dengannya?"
"Bukankah dia adalah pria kasar yang pernah menginjak wanita saat wanita itu menyentuh dirinya?"
"Dia si pria kaya yang di takuti, karena hanya dengan menjentikkan jarinya, titahnya yang mutlak akan di laksanakan oleh para pengawalnya."
"Apakah dia tidak takut tinggal sendirian di kastil yang sangat besar itu?"
"Kalau kalian tak mau mati maka jaga mulut kalian dan diamlah!" Hardik seorang pria paruh baya yang ada di belakang mereka yang bergosip.
Semua orang kasak kusuk saling bertanya dan saling melempar pertanyaan mereka, tanpa ada yang bisa menjawab.
"Apa ini Pernikahan atau masa berkabung." Kata Reid.
"Tuan... Mereka sedang melakukan ritual." Kata pengawal sekaligus sekretaris pribadi yang ada di belakangnya.
"Aaa... Ritual? Ada yang bisa menjelaskannya, kenapa pernikahan bisa menjadi ritual." Kata Reid.
"Begini, kami sedang melakukan ritual untuk janda yang masih perawan karena di tinggal mati suaminya sebelum malam pertama Tuan Reid." Kata Tetua.
"Astaga... Seharusnya ada yang memberitahu jika acaranya berubah menjadi pemakaman." Kata Reid.
"Tuan, kabarnya desa baru saja di serang para perompak bandiit, mereka menjarah seluruh harta dan membunuh para penduduk." Kata sekretaris Reid.
"Maafkan kami tuan Reid... Karena beberapa hari ini kami sedang berkabung, selain harta benda dan persediaan makanan kami di rampas banyak keluarga kami yang meninggal jadi kami sangat sibuk mengurus pemakaman. Selain itu, atas permintaan pribadi Magdalena, bahwa pernikahannya harus di rahasiakan, karena dia masih ingin melanjutkan sekolah. Jadi, apa yang membuat Tuan Reid datang ke desa terpencil kami?" Kata cucu dari tetua.
Reid melangkah kan kaki dan menundukkan kepalanya karena pria yang berbicara lebih pendek darinya.
Wajah Reid gelap dan juga dingin. Menatap nanar wajah sang cucu tetua.
"Siapa kau berani mengatur kaki ku mau pergi kemana."
"Maa.. Maafkan saya..." Kata cucu tetua tertunduk.
Orang-orang seketika ngeri dengan tatapan buas Reid.
"Qartel, beri tahu kan alasan kedatangan kita."
"Baik Tuan." Kata pengawal serta sekretaris pribadi Reid.
"Tetua, Kedatangan Tuan Reid ke sini selain menghadiri pesta pernikahan juga ingin bertemu dengan Tuan Morriz."
"Morriz?" Kata salah satu orang.
"Morriz?" Kata orang-orang lagi.
Mendengar nama Morriz, semua orang mendadak saling menyebutkan nama Morriz, dan semakin gaduh.
"Morriz adalah suami gadis itu Tuan, dan dia sudah meninggal dalam pembantaian malam perampokan, sebelum malam pertama, perompak itu menembak kepala Morriz." Kata cucu Tetua.
"Tuan Reid..." Kata Qartel meminta perintah.
"Hm... Bagaimana ini, dia memiliki hutang padaku siapa yang harus bertanggung jawab." Kata Reid santai dengan memasukkan kedua tangannya ke dalam saku celana.
Semua mendengar apa yang di katakan Reid, jika Morriz memiliki hutang. Bahkan Magdalena yang mendengarnya mendadak menjadi tak tenang, ia ingin melihat namun nyalinya tak cukup kuat, ia hanya bisa melirik dari balik kain hitamnya, sesekali ia mencoba tak peduli karena suaminya telah mati, namun ia sangat penasaran apa yang telah membuat suaminya berhutang.
"Berapa banyak Tuan?" Tanya tetua.
"Jika ku sebutkan angkanya apakah kalian mau melunasinya?" Tanya Reid dingin.
Semua orang diam dan menunduk, kemudian Qartel yang menjelaskannya.
"Tuan Morriz memiliki hutang pada Tuan Reid sebanyak 2 Milyar, awalnya kami tidak tahu untuk apa, dia hanya mengatakan akan memberikannya pada kedua orang tuanya yang ada di kota, tapi pengawal kami telah menyelidiki jika uang itu di gunakan untuk berjudi, dan ternyata Morriz pindah ke desa ini." Kata Qartel.
Seketika tubuh Magdalena lemas, ia terjatuh dan terduduk di atas tanah, air matanya kembali mengalir, tubuhnya sudah kian lemas, ia belum makan dan minum selama beberapa hari, dan kini panas terik semakin menyengat ke dalam tubuhnya yang semakin kurus dan lemah.
Reid melirik bagaimana Magdalena ambruk tak berdaya di atas tanah yang basah.
"Tapi saat Morriz baru saja pindah di desa kami, dia mengatakan bahwa dirinya yatim piatu." Kata Tetua.
"Aah... Qartel tunjukkan cek dan buktinya." Perintah Reid sudah muak.
Kemudjan Qartel menunjukkan bukti-bukti jika Morriz memang meminjam uang sebezar 2 milyar untuk berjudi, parahnya dia menggunakan uang judi itu di kasino milik Reid, kasino termewah dan terbesar.
"Tuan Morriz juga mengatakan jika rumah yang berada di bagian ujung akan menjadi jaminan jika dia tidak dapat melunasi hutangnya, dia mengatakan setelah pernikahannya akan memdapatkan rumah itu. Rumah bagian ujung desa, apa ada yang tahu?" Kata Qartel.
Keringat bercucuran di tubuh Magdalena, hingga dadanya terasa sakit dan sesak bahkan ia tak sanggup lagi menangis, seolah air matanya telah kering dan habis. Mendadak Magdalena justru ingin segera di kubur hidup-hidup karena mendengar bahwa rumah neneknya di gadaikan oleh Morriz.
Pikiran Magdalena kemudian mempertanyakan tentang ramalan para tetua. Apakah semua itu Morriz yang telah mengaturnya.
"Itu... Rumah nenek Magdalena." Kata Tetua.
Semua orang memandang ke arah Magdalena yang sudah terduduk lesu di tanah, dengam tudung kain merah menutupi seluruh tubuhnya.
"Jadi... Siapa yang akan bertanggung jawab." Kata Reid dingin.
"Periksa rumanya Qartel apakah sebanding dengan hutang Morriz." Perintah Reid.
"Baik Tuan." Qartel pun pergi.
Setelah beberapa menit, Qartel kembali.
"Tuan, rumahnya... Sangat..." Qartel berhenti, ia tak ingin menyinggung gadis lemah yang sedang duduk di tanah dengan tubuh lemah.
"Baik aku mengerti." Jawab Reid.
Semua diam membisu dan tak ada yang berani mengatakan apapun.
"Kalau begitu aku punya ide." Kata Reid, pria itu berjalan mendekati Magdalena yang terduduk di tanah.
Kemudian Reid membuka tudung kain hitam dan membuangnya.
"WUUSSHHH!!!" Tudung kain berwarna merah pun melayang di udara dan kemudian jatuh di tanah.
"Tuan, anda tidak boleh membukanya, dia pembawa kesialan." Kata salah satu pengiring.
"Ohya? Aku penasaran kesialan apa yang akan dia bawa padaku." Kata Reid.
"Tuan, apa yang sebenarnya anda inginkan." Tanya Tetua gemetar.
"Sudah ku putuskan, aku akan menikahi janda ini, karena Morriz tidak bisa melunasi hutangnya maka istrinya yang akan menjadi jaminan." Kata Reid.
Seketika keputusan Reid membuat gempar para penduduk desa, bagaimana mungkin Reid akan menikahi janda yang akan membawa kesialan.
"Tapi Tuan, janda ini sudah di kutuk karena ditinggal mati suaminya, apalagi jika dia tetap hidup, dia hanya akan membawa kesialan bagi anda dan bagi sekitarnya." Kata Tetua.
"Aku justru penasaran, dan ingin melihat, kesialan apa yang akan dia bawa padaku. Aku bosan." Kata Reid dingin.
Semua orang terpaku dan tidak percaya dengan kalimat Reid, apakah Reid benar-benar manusia, apakah dia sedang menantang dewa? Ketika bangsawan lainnya ingin menghilangkan kesialan dengan cara apapun, bahkan dengan cara membunuh, Reid justru ingin menemui kesialan itu, Reid justru mendatangi kesialan itu. Reid justru menjemput kesialan itu dan membawanya pulang.
"Tunggu apa lagi, nikah kan kami sekarang juga." Perintah Reid.
Magdalena mendongak melihat wajah angkuh Reid, setelan jas yang mewah, serta kedua tangannya berada di kedua saku celana, lalu dagu pria itu yang kuat semakin memperlihatkan bahwa pria itu sangat dominan.
Posisi yang tidak sebanding dengan Magdalena, bahkan ketika Reid melihat, Magdalena merasa seperti Reid sedang melihat dirinya yang ada di dasar kakinya.
Pandangan merendahkan.
Magdalena seketika bergetar, nafasnya semakin memburu, mata yang basah dan lembab, serta tubuhnya yang kotor karena terkena tanah, semakin merasa bahwa ada sesuatu yang tidak beres, mengapa Reid yang hidup melajang selama ini tiba-tiba memutuskan untuk menikahinya.
Magdalena yakin, semua itu bukan hanya sekedar hutang yang di miliki Morriz, pria waras tidak akan menikahi janda yang di kutuk dalam kesialan karena di tinggal suaminya mati.
Magdalena meremas tanah-tanah dengan cengkraman tangannya, tubuhnya bergidik, ia merasa di kubur hidup-hidup baginya adalah hal yang lebih baik.
Bersambung
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!