Gerimis tipis di sore itu selalu bisa membuat perasaan menjadi tidak menentu. Seribu bayangan dan seribu luka selalu hadir disaat saat seperti ini. Bukan lagi perasaan rindu yang semakin menggebu, namun rasa sakit karena kehilangan itu masih terasa hingga sekarang.
Gerimis tipis dan desiran angin dingin mengiringi langkah Arya menuju kesebuah tempat yang selalu dia datangi sejak lima tahun terakhir.
Meski sudah begitu lama, tapi rasanya masih sama.
Rasa sakit yang sama.
Rasa rindu yang sama dan rasa cinta yang sama.
Belum ada yang berbeda.
Arya berlutut didepan sebuah mahkam berumput hijau yang begitu segar. Meletakkan beberapa tangkai bunga tulip putih diatas sana dengan senyum tipis. Seolah sedang menyapa seseorang yang kini sudah terbaring tenang di dalam sana.
Dia mengusap batu nisan hitam itu dengan begitu lembut dan penuh perasaan. Gadis yang sangat dia cintai, tapi takdir dengan begitu kejam merenggutnya begitu saja dari Arya.
Arya Bagaskara, pria dewasa yang sudah berusia 34 tahun itu masih tenggelam dalam perasaan cintanya pada sang kekasih. Kekasih yang sudah pergi meninggalkannya dengan sejuta luka yang tidak bisa dia obati. Lima tahun berlalu, tapi rasa sakit karena kehilangan itu masih begitu terasa, hingga membuat Arya benar benar tidak bisa membuka hatinya untuk siapapun.
Pernikahan sudah didepan mata, gaun pengantin sudah terpajang dengan indah, dan tempat pernikahan juga sudah menanti. Tapi kekasihnya malah pergi begitu cepat. Meninggalkan dia dalam luka yang tidak berkesudahan.
Zelina Adiputra.
Gadis cantik nan ceria pemilik hati Arya.
Senyumnya, tawanya dan semangatnya. Semua masih bisa Arya rasakan.
"Ze..."
"Sudah lima tahun kamu pergi. Tapi luka itu masih terasa sampai saat ini,"
"Tapi tidak apa apa. Aku masih bisa menahannya meski disetiap detik rasa rindu dan bayang bayang kamu masih selalu menghantui,"
"Tenanglah disana sayang. Tunggu aku datang."
Ungkapan hati Arya terdengar begitu lirih dan penuh luka. Dia sudah ikhlas, tapi sungguh, Zelina pergi dengan membawa seluruh kebahagiaan dan nyawanya. Hingga kini membuat Arya seperti hidup, tapi terasa mati.
Arya mendongak keatas, dia tertegun saat melihat pelangi ada diatas sana, berada diantara awan yang sedang merinyai. Dan tanpa sadar pemandangan itu membuat Arya tersenyum tipis. Dia yang memejamkan mata, menikmati desiran angin dingin dan juga rinyai gerimis yang menerpa wajahnya. Terasa tenang dan damai, apalagi ketika senyuman Zelina terlintas dibenaknya.
Kehilanganmu meninggalkan sejuta luka yang tidak bisa terobati.
Merindukan mu yang tidak bisa lagi aku lihat.
Kamu pergi terlalu jauh, bahkan sangat jauh.
Hingga langit kita tak lagi sama.
Adakah kebahagiaan selain dirimu Ze?
Ketika seluruh hati dan nyawaku rasanya sudah terpaut hanya untuk dirimu.
....
Keesokan harinya.
Seperti hari hari sebelumnya yang tidak pernah terlewatkan, Arya sudah berada diperusahaan Polie. Bekerja sebagai direktur utama diperusahaan itu membuat Arya sedikit bisa melupakan beban dihati yang selama ini dia tanggung. Bekerja keras siang dan malam hanya untuk memajukan perusahaan milik seseorang yang kini telah dipercayakan kepadanya.
Semua terbukti, dalam waktu lima tahun, perusahaan Polie sudah berkembang dengan pesat. Bahkan karena kerja keras Arya, perusahaan Polie sudah mempunyai cabang di kota lain.
Pria dengan rambut gondrongnya itu terlihat bekerja dengan begitu serius, bahkan suara ketukan di pintu tidak membuat dia beralih.
"Selamat siang, pak Arya." sapa Nina, sekretaris cantik sekaligus asisten Arya yang masih betah melajang diusianya yang sudah menginjak tiga puluh tahun.
Arya hanya meliriknya sekilas dan kembali bekerja seperti biasa.
"Ada office girl yang ingin membersihkan ruangan ini, pak," ujar Nina seraya dia yang meletakkan berkas yang dia bawa ke atas meja Arya.
Arya menghela nafas dan langsung menoleh pada Nina yang tersenyum secerah mentari.
"Kenapa kamu kebiasaan, disaat saya bekerja kamu malah meminta orang untuk membersihkan ruangan ini," Arya menggerutu seraya memandang Nina dengan kesal.
"Maaf pak, malam tadi bapak lembur dan tidak bisa diganggu. Pagi tadi juga kita kedatangan nona kecil, dan sekarang ruangan ini begitu berantakan. Dua jam lagi kita kedatangan klien untuk membahas kerja sama proyek baru kita," ungkap Nina
"Terserah!" sahut Arya dengan pasrah.
Nina hanya tersenyum masam melihat Arya. Dia masih memandangi Arya yang begitu keren disaat bekerja. Sudah bertahun tahun bersama Arya membuat Nina menjadi jatuh cinta pada lelaki berambut gondrong ini. Padahal sudah berbagai cara Nina lakukan untuk menarik perhatian Arya, tapi tetap saja, Arya bagai batu yang sama sekali tidak ingin melihatnya.
"Kenapa kamu masih disini?" pertanyaan Arya langsung mengejutkan lamunan Nina.
"Ah maaf pak. Saya permisi keluar. Oh iya, office girl kita baru masuk hari ini, pak. Desi yang biasa membersihkan ruangan bapak sedang cuti," ungkap Nina
"Terserah!" jawab Arya tanpa ingin perduli.
Nina langsung mengerucutkan bibirnya dengan kesal. Dasar menyebalkan sekali memang. Untung cinta, jika tidak, sudah Nina buat sapu rambut gondrongnya itu.
Benar saja, tidak lama setelah kepergian Nina, seorang office girl masuk kedalam ruangan itu dengan peralatan bersih bersihnya.
Seorang gadis yang masih terlihat begitu muda dengan rambut panjang yang dia kepang kebelakang.
"Selamat siang, pak." sapanya
Arya hanya melirik dengan wajah datar seperti biasa.
"Saya izin untuk membersihkan ruangan ini ya, pak," ucap gadis itu lagi.
"Hmm," gumam Arya, dia masih begitu fokus dalam pekerjaannya. Membuat gadis itu jadi bingung harus bersikap apa. Tapi sesekali dia melirik ke arah Arya dengan senyum simpul. Karena akhirnya, setelah sekian lama dia bisa melihat Arya dari dekat. Masuk keperusahaan dan bertemu dengan pria manis yang menjadi idamannya selama ini.
Tidak sia sia perjuangannya.
Akhirnya gadis itu dengan telaten dan cekatan membersihkan seluruh ruangan Arya. Apalagi dibagian sofa, sangat berserakan dengan bekas makanan dan noda noda yang berceceran dilantai. Kata sekretaris cantik itu, pagi tadi Arya kedatangan keponakannya yang selalu saja membuat kegaduhan jika sudah berada diperusahaan ini. Pantas saja ruangan ini begitu kotor dan berantakan.
Arya hanya fokus pada pekerjaannya, tanpa ingin melihat gadis office girl itu. Hingga satu jam kemudian ruangan itu sudah hampir bersih dan harum kembali.
Namun tiba tiba,
prang
Arya terkejut ketika mendengar suara benda terjatuh dan pecah. Dia langsung menoleh pada gadis itu yang nampak takut dan berjongkok didekat pecahan vas bunga tulip yang tidak sengaja dia senggol. Bahkan bunga tulip itu terlihat berserakan dilantai, namun dengan cepat dipungut olehnya.
"Apa kamu tidak bisa bekerja dengan baik?" tanya Arya.
"Maaf, pak, saya ... saya tidak sengaja," ucap gadis itu. Tangannya gemetaran memunguti pecahan vas itu hingga dia meringis saat jarinya malah tergores kaca.
Arya menghela nafas pelan dan langsung beranjak dari kursinya. Berjalan mendekati gadis itu yang terlihat semakin ketakutan. Apalagi saat Arya langsung merebut bunga tulip itu dari tangannya.
"Bereskan itu cepat dan segera obati lukamu. Baru bekerja sehari tapi sudah membuat kesalahan," Arya melirik tangan gadis itu yang berdarah.
"Iya, pak. Maaf." jawabnya dengan cepat, dan dengan cepat pula dia memunguti pecahan kaca itu dengan hati hati. Sembari sesekali melirik Arya yang nampak memperhatikan bunga tulip itu dengan lekat. Dan memang, diruangan ini banyak dihiasi tulip putih dibeberapa sudut ruangan. Apa dia maniak bunga???
"Kenapa lama sekali?" pertanyaan Arya kembali mengejutkan gadis itu, hingga membuat tangannya lagi lagi tergores kaca.
"Ck... memang bodoh," umpat Arya seraya meraih lengan gadis itu untuk berdiri.
"Pergi sana dan suruh ob yang lain untuk membersihkan ini," ujar Arya, dia nampak kesal sekarang.
"Tidak pak, tidak perlu, saya bisa melakukannya sendiri," sahut gadis itu dengan cepat.
"Bisa, tapi kau terus melukai tangan mu. Aku tidak suka melihat darah. Pergi sana!" usir Arya lagi. Tangan yang berdarah itu membuat Arya merasa pusing. Entahlah, sejak kejadian itu dia benar benar ngerih melihat darah.
Gadis itu langsung menyembunyikan tangannya dan memandang Arya yang kembali ke mejanya.
"Maaf, pak. Kalau begitu saya permisi dulu" pamit gadis itu.
"Siapa namamu?" tanya Arya yang langsung membuat langkah gadis itu terhenti.
"Pelangi, pak." jawab nya.
Arya kembali menoleh kearah gadis ob itu.
Pelangi? aneh sekali namanya.
...
# Cerita ini sekuel dari cerita Menyerah Diantara Cinta Yang Terabaikan. Jadi untuk kalian yang mau tahu kisah masa lalu Arya, bisa mampir disana ya guys.
Selamat membaca, jangan lupa tinggalin jejak. Like, komen dan dukungan kalian sangat membantu. Terimakasih
Lagi lagi gerimis masih turun dimalam itu. Malam yang sudah cukup larut dan begitu senyap. Malam dingin yang kembali menemani kesendirian Arya. Untuk malam yang entah keberapa ratus kalinya, Arya masih berada diperusahaan. Membuang waktu yang terasa menyakitkan hanya untuk sebuah pekerjaan.
Malam itu cukup hening, hanya suara ketikan dikeyboard komputernya yang memenuhi setiap sudut ruangan itu. Sesekali jika sudah terasa lelah, Arya hanya memijit pangkal hidung nya dan kembali bekerja. Apa saja yang bisa dia kerjakan, maka akan dia lakukan.
Malam...
Adalah waktu yang sangat tidak disukai Arya. Apalagi malam dengan gerimis seperti ini. Lagi lagi suasana seperti ini selalu bisa membawa dia pada rindu yang tidak berujung. Rindu yang tidak akan pernah bisa ada obatnya.
Terkadang Arya berfikir, kenapa dia harus mengalami hal seperti ini?
Terasa perih, sesak dan juga sakit, tapi tidak berdarah.
Kehilangan seseorang yang menjadi cinta pertama nya.
Sampai kapan dia akan seperti ini?
Lima tahun sudah, seharusnya luka itu bisa sembuh seiring berjalan nya waktu bukan. Tapi kenyataan nya, rasa sakit dan luka itu masih sama. Bahkan jika rindu itu datang, semua terasa begitu menyakitkan.
Tok tok tok
Arya menghela nafasnya dengan pelan, seraya dia yang merenggangkan kepalanya yang terasa sudah pegal. Pintu yang terbuka tidak membuat Arya menoleh, dia malah melihat jam yang ada diatas meja. Sudah pukul 10 malam. Masih cukup sore untuk memulai malam yang panjang ini.
"Kopi anda pak" ucap Nina yang datang dengan segelas kopi ditangan nya.
Arya menoleh pada Nina. Gadis tua ini sudah terlihat lelah dengan tubuh yang berbalut jaket nya.
"Kenapa kamu belum pulang? Sudah saya bilang saya tidak suka ditemani" ucap Arya
Nina tersenyum seraya meletakkan kopi itu di atas meja Arya. Dia memandang Arya yang kembali memeriksa pekerjaan nya.
"Tadi nya saya memang mau menemani pak Arya. Tapi seperti nya tidak jadi" jawab Nina
Arya melirik sekilas kearah nya.
"Kayaknya saya masuk angin pak. Jadi saya pulang duluan ya. Tidak apa apa kan pak?" tanya Nina.
"Ya" jawab Arya begitu singkat.
Nina langsung mengerucutkan bibirnya sekilas. Apa tidak ada perkataan manis yang bisa dia dengar? Setidak nya ucapan perhatian seperti jangan lupa meminum obatmu, atau paling tidak hanya sekedar kata hati hati? Tidak bisakah berkata seperti itu?
Menyebalkan sekali memang.
"Kenapa masih disini?" tanya Arya.
Nina terkesiap, dia langsung menghela nafas pelan dan memandang Arya dengan pandangan sendunya.
"Bapak kenapa sih pak?" ucap Nina akhirnya. Dia memandang Arya dengan pandangan sendunya.
"Kenapa apanya?" tanya Arya.
"Sudah lama saya ada disamping bapak. Tapi kenapa bapak masih saja bersikap dingin seperti itu" jawab Nina. Dia sudah tidak bisa lagi menahan perasaan nya. Arya sudah seperti batu yang jika bukan dia yang memulai, maka lelaki ini pasti tidak akan terbuka. Seperti yang Nara katakan padanya beberapa waktu lalu.
"Kenapa memang nya?" tanya Arya lagi. Dia terlihat begitu acuh, seakan tidak ingin meladeni perkataan Nina.
"Pak.... saya itu suka sama bapak. Kenapa gak ngerti juga sih. Udah bertahun tahun lo pak. Kenapa bapak masih gak bisa melihat keberadaan saya" ungkap Nina. Dia benar benar sudah membuang rasa malu nya sekarang. Kesal sekali dia melihat bos gondrong nya ini.
"Kalau saya gak melihat kamu, kamu tidak akan ada disini sekarang Nina" ucap Arya.
Nina nampak tertegun.
"Apa maksudnya itu?" tanya Nina
"Saya itu percaya sama kamu, kamu cukup setia dengan saya. Maka dari itu saya menempatkan kamu menjadi asisten kepercayaan saya. Tapi tolong, jangan membahas tentang perasaan. Saya tidak suka" ucap Arya dengan tegas. Dia sudah rumit dengan perasaan nya sendiri selama ini, dan kenapa Nina tidak juga mengerti. Bukan Arya tidak tahu jika gadis ini menyukai nya. Arya tahu, hanya saja Arya memang tidak pernah menanggapi nya.
Dia, tidak bisa menggantikan posisi Zelina!
"Pak.." lirih Nina
"Jika kamu masih mempermasalahkan tentang hal ini, saya bisa mencari asisten yang lain Nina" sahut Arya.
Nina tertegun mendengar itu. Dia memandang Arya dengan sedih.
"Saya hargai perasaan kamu. Tapi kamu juga jangan berharap apapun pada saya. Saya tidak pernah lagi berfikiran untuk menjalin hubungan dengan seseorang. Hidup kamu terlalu berharga untuk mengharapkan cinta dari saya" ujar Arya. Dia memandang Nina dengan lekat. Hatinya sudah tertutup. Zelina nya masih menjadi penghuni hatinya sejak dulu. Tidak tahu sampai kapan, tapi sungguh, sampai saat ini Arya memang belum bisa melihat wanita manapun yang bisa mengalihkan perhatian nya dari Zelina.
Nina mengangguk pelan. Wajahnya terlihat sedih, tapi dia berusaha untuk tersenyum memandang Arya.
"Baik pak. Maafkan saya. Saya tidak akan lagi membahas ini. Tapi tolong, biarkan saya tetap menjadi asisten bapak" pinta Nina.
"Hmm... pulang lah. Hari sudah larut" ujar Arya.
"Baik pak.. saya permisi. Selamat malam" pamit Nina.
Arya hanya mengangguk saja, dan membiarkan Nina keluar dari ruangan nya. Bukan dia jahat dan tidak menghargai, tapi sungguh, rasanya masih sangat tidak rela untuk menyingkirkan Zelina dari hatinya.
Arya memijat pelipisnya yang terasa berat. Rasa lelah itu datang lagi. Bukan hanya lelah karena pekerjaan nya, tapi juga lelah karena hatinya yang selalu merindu dan menuntut Zelina untuk tetap ada.
Ze....
Sampai kapan aku akan begini terus???
Aku lelah harus selalu hidup dalam rindu dan bayang bayang yang semu.
Arya tersandar lemas dikursi nya. Memandang nanar keluar dinding kaca, dimana malam itu gerimis tadi kini sudah berubah menjadi hujan. Hujan yang mengguyur kota Jakarta malam itu.
Hujan yang sepertinya akan terus mengguyur dalam bulan ini. Dan entah kapan pelangi itu akan muncul. Meski sekejap, rasanya sudah cukup untuk membuat hatinya tenang kan.
Lagi lagi Arya menghela nafasnya dengan berat, harum bunga tulip yang selalu ada didalam ruangan itu cukup menenangkan fikiran nya, meski tidak dengan hatinya.
Arya meraih kopi yang dibawa Nina tadi, sepertinya segelas kopi panas ini bisa sedikit menghangatkan tubuhnya. Tapi tiba tiba Arya mengernyit, saat merasa jika kopi ini sudah tidak panas lagi.
Apa mereka terlalu banyak berbicara hingga kopi ini cepat dingin?
Atau karena cuaca sedang hujan maka kopi ini menjadi dingin.
Ah Nina.... padahal dia tahu jika Arya suka kopi panas, tapi kopi ini malah sudah hangat.
Tapi karena rasanya yang lumayan nikmat, Arya jadi tetap menikmatinya hingga kopi itu habis separuh. Apalagi menikmati dengan fikiran yang terus membayangkan senyum Zelina nya. Terasa indah dimalam yang dingin ini.
Setelah puas menikmati kopi hangat itu, Arya kembali bekerja, setidak nya matanya masih bisa bertahan untuk menahan kantuk yang sempat menyerang.
Tapi belum lagi lima belas menit dia bekerja, Arya sudah merasakan sesuatu yang aneh pada tubuhnya.
"Kenapa gerah sekali?" gumam Arya seraya matanya yang memandang keluar gedung. Hari masih hujan, tapi kenapa dia merasa gerah dan kepanasan. Bukan hanya itu, tapi Arya juga merasa jika ada sesuatu yang terasa bangkit dan membuat dia bergairah.
Nafas Arya mulai bergemuruh seiring dia yang merasa jika inti tubuhnya pun juga mulai bereaksi.
"Kurang ajar.... siapa yang berani memberi ku obat sialan ini!!!" teriak Arya dengan sekuat tenaga nya seraya dia yang langsung beranjak dan meminum air putih yang ada didepan nya.
Kepala Arya mulai berat, begitu juga dengan nafasnya. Bahkan jantung nya juga sudah bergemuruh dengan hebat. Sepertinya dosis obat perangsang yang ada dikopinya itu cukup kuat hingga membuat Arya benar benar membutuhkan pelampiasan sekarang.
"Aaahhhh Nina....." teriak Arya yang langsung berjalan keluar. Tidak bisa dibiarkan, dia butuh obat penawar, bermain dikamar mandi hanya akan membuat dia semakin gila.
"Sialan" gumam Arya dengan begitu kesal. Dia meraih kunci mobilnya dan berjalan dengan cepat kearah pintu. Nafasnya semakin sesak, dia tidak tahu apa dia akan tahan sampai mendapatkan obat itu. Atau dia akan mati karena terkena serangan jantung mendadak???
Namun saat membuka pintu Arya malah dikejutkan dengan seorang gadis yang berlari dengan tangis diwajahnya.
"Pak.... tolong saya pak, ada yang mau melecehkan saya dibawah. huuuu saya takut pak" ucap gadis itu dengan tangis nya yang benar benar kuat, penampilan nya juga terlihat menyedihkan. Wajahnya basah dengan air mata, pakaian nya juga sudah robek dibagian dada.
Dan sungguh pakaian robek itu membuat mata Arya menyalang tajam. Apalagi ketika gadis itu malah merangkul tangan nya dengan erat. Membuat darah Arya benar benar berdesir dengan hebat.
"Lepas!" ucap Arya dengan suara beratnya.
"Pak tapi saya takut, dia mau melecehkan saya. Saya takut pak, tolong, tolong saya pak" pinta gadis itu yang malah memeluk tubuh Arya dengan erat. Membuat Arya memejamkan matanya karena sungguh dia tidak bisa lagi menahan hasrat nya lebih lama. Apalagi dengan perlakuan gadis ini.
"Pergi kataku!" bentak Arya.
"Enggak, saya takut" seru gadis itu yang semakin mengeratkan pelukan nya.
"Aaarggghhh" Arya berteriak seraya melepaskan pelukan gadis itu dengan paksa. Membuat gadis itu terhempas kebelakang, Arya kembali berjalan masuk, namun sialnya gadis itu juga ikut berlari kearah nya.
"Kenapa kau malah masuk! Pergi kataku!!" teriak Arya dengan wajah yang benar benar memerah. Tapi gadis itu tidak lagi memandang itu, dia benar benar ketakutan hingga tidak lagi melihat gelagat aneh Arya.
"Pak saya takut" ucap nya dengan tangisan yang begitu bergetar.
"Aku tidak bisa menahan, aku tidak bisa" gumam Arya yang langsung menutup pintu ruangan nya dengan cepat. Dan dengan cepat pula dia menarik gadis itu ke sofa
"Pak" seru gadis itu yang menjadi takut melihat Arya, gadis yang tidak lain adalah..... Pelangi.
"Aku sudah menahan nya dan kau malah membuat ku semakin menggila" gumam Arya yang sudah tidak lagi mengingat apapun. Bahkan dia langsung membuka pakaian nya dan menarik kuat Pelangi yang ingin pergi.
"Pak jangan...!!!!!!" teriak Pelangi saat Arya menghempaskan tubuhnya kesofa dan mulai menggagahi nya.
"Pak jangan...." lirih pelangi saat Arya membuka paksa pakaian yang dia kenakan.
Arya sudah tidak lagi sadar, dia sudah tenggelam dalam pengaruh obat yang menguasai tubuh dan otak nya.
Tapi tetap saja... hanya satu nama yang masih dia ingat.
"Zelina... aku mencintaimu" ucap Arya saat dia mulai melampiaskan hasrat nya pada gadis malang itu.
Pelangi hanya bisa menangis pedih tanpa bisa melawan lagi.
Hujan diluar gedung masih terus mengguyur meski hari sudah mulai beranjak pagi. Rasa panas yang tadinya sempat membakar tubuh Arya kini juga sudah mereda dan kembali menghangat. Semua nya sudah kembali seperti semula. Tapi tidak dengan dampaknya.
Obat perangsang yang masuk kedalam tubuh Arya membuat pria itu telah melakukan sebuah kesalahan besar. Kesalahan yang tidak akan bisa untuk diperbaiki.
Dia... telah merenggut kesucian seorang gadis.
Arya duduk terdiam disofa bekas dia melampiaskan segala hasrat nya malam tadi. Bahkan bercak darah tanda keperawanan Pelangi yang terenggut masih terpampang jelas disana.
Wajah Arya yang sudah datar dan penuh beban, kini semakin bertambah kusut.
Rasa marah, hancur, penyesalan yang mendalam dan juga rasa bersalah yang besar semua bergelayut didalam hatinya. Tidak ada hal yang paling Arya sesali selain malam ini.
Kenapa dia tidak bisa menahan?
Kenapa dia tidak memilih untuk mati saja?
Kenapa harus seperti ini? Apa yang harus dia lakukan setelah ini?
Arya benar benar merasa bersalah, bukan hanya pada gadis ini, melainkan pada Zelina nya. Entah kenapa dia merasa jika dia telah mengkhianati mendiang kekasihnya itu sekarang.
Suara pintu kamar mandi yang terbuka membuat Arya menoleh. Ternyata pelangi yang baru selesai membersihkan dirinya disana.
Arya memandang wajah gadis itu dengan lekat. Wajahnya pucat dan sangat menyedihkan, bahkan matanya sembab karena dia yang menangis semalaman.
Masih Arya ingat jelas bagaimana gadis itu yang menangis begitu pilu dan mencoba memberontak, meminta dia untuk melepaskan nya.
Tapi Arya malah terus menggagahinya tanpa sadar.
Pelangi....
Dia tidak tahu harus apa sekarang. Bahkan dia tidak berani untuk mengharapkan apapun dari Arya. Apalagi ketika melihat bagaimana wajah Arya saat ini.
Pelangi baru sadar jika ternyata Arya berada dalam pengaruh obat perangsang malam tadi. Dan malang nya dia, dia yang menjadi pelampiasan pria ini.
Berharap Arya akan menolong nya dari seorang ob yang berniat jahat padanya, namun nyatanya, malah dia yang habis oleh Arya.
Pelangi tertunduk saat melihat Arya memandang nya dengan begitu lekat.
"Apa mau mu sekarang?" tanya Arya.
Dan sungguh, pertanyaan Arya membuat Pelangi mematung. Arya sudah mengambil mahkotanya. Dan kenapa sekarang malah bertanya seperti itu?
Apa jika dia meminta Arya untuk menikahi nya, apa Arya akan mau???
"Kenapa kamu malah diam. Kamu sudah tahu kan kenapa aku berbuat seperti itu malam tadi. Aku sudah memintamu pergi, tapi kamu tetap tidak mau pergi" ucap Arya lagi.
Pelangi memberanikan dirinya memandang Arya. Memandang pria yang sudah dia sukai selama tiga tahun terakhir. Pria yang suka berada ditaman bunga tulip tempat dia menghabiskan waktu.
Dan sekarang, Arya sudah ada didepan matanya, apa dengan kejadian ini dia bisa memiliki Arya???
"Jika saya meminta bapak untuk menikahi saya. Apa bapak mau?"
deg
Arya tertegun mendengar itu. Rahang nya mengeras, matanya menajam memandang Pelangi. Namun mata yang menajam itu malah terlihat berair.
Menikah???
Menikah dengan orang lain???
Bukan dengan Zelina nya.
Entah kenapa hati Arya tiba tiba merasa sakit luar biasa, dia tidak mau menikah dengan orang lain selain Zelina nya. Bukankah sejak dulu menikah adalah tentang dia dan Zelina? bukan tentang dia dan Pelangi.
Tidak .... tidak ..... Arya tidak bisa....
Melihat Arya yang menggeleng pelan dan wajahnya yang terlihat berat. Pelangi menjadi sedih. Tapi dia juga heran, kenapa ekspresi Arya seperti ketakutan dan merasa bersalah begitu?
Apa dia sudah punya kekasih?
Tapi selama ini yang Pelangi tahu jika Arya masih sendiri.
"Apa tidak ada hal lain selain itu. Aku akan memberikan mu apapun, tapi tidak dengan itu. Uang yang banyak atau apapun yang kamu mau" ucap Arya, berusaha untuk menawar.
Pelangi menggeleng dengan mata yang berair.
"Apa dengan uang yang banyak itu bisa mengembalikan kehormatan saya pak?" tanya Pelangi.
Arya kembali mematung mendengar itu. Dada nya seperti dihantam sebuah batu besar yang membuat dia merasakan sesak yang luar biasa.
"Saya memang bukan orang kaya, tapi apa dengan uang yang banyak bisa membeli sebuah kehormatan. Saya bukan pelacur pak" ucap Pelangi yang mulai menangis terisak. Hatinya sedih mendengar ucapan Arya yang seperti meremehkan dia.
Arya tertunduk dengan fikrian yang semakin kalut. Dia tahu, dia tahu itu. Tapi untuk menikahi Pelangi, kenapa terasa begitu berat.
"Jika bapak tidak ingin menikahi saya. Tidak apa apa. Saya akan mengingat malam ini untuk seumur hidup saya" kata Pelangi lagi. Seraya dia yang menghapus air matanya dan mulai melangkah kan kakinya untuk meninggalkan Arya.
Namun belum sempat lagi dia sampai di ambang pintu, suara Arya membuat langkah nya langsung terhenti.
"Saya akan menikahi kamu" ucap Arya. Namun terdengar pelan dan begitu getir.
Pelangi langsung menoleh kearah Arya yang masih duduk mematung ditempat nya.
"Tapi bukan untuk waktu yang lama"
deg
Ucapan Arya membuat Pelangi tertegun.
"Sebulan... hanya sebulan." ucap Arya lagi
"Pak... apa bapak sadar dengan ucapan bapak itu? Menikah bukan sebuah permainan pak" protes Pelangi yang tidak habis fikir dengan perkataan Arya.
"Iya, atau tidak sama sekali" tegas Arya
Pelangi mematung dan menggeleng tidak percaya mendengar itu. Dia memandang punggung Arya yang sama sekali tidak ingin menoleh kearah nya. Satu bulan? Apa ada pernikahan hanya satu bulan???
Tidak ... tidak bisa dibiarkan. Kali ini pelangi harus egois. Meski terlihat mustahil maka dia harus mencoba nya.
Semua sudah terlanjur, kehormatan nya sudah terenggut, dan cinta nya juga sudah jatuh pada Arya. Dan jika ini jalan nya, maka Pelangi akan mencoba untuk berusaha mendapatkan hati Arya juga.
"Tiga bulan pak" ucap Pelangi akhirnya.
"Beri saya waktu tiga bulan untuk menjadi istri bapak" pinta Pelangi
"Aku tidak menerima tawaran" jawab Arya
"Hanya tiga bulan, setelah itu, saya janji, jika saya memang tidak bisa menjadi istri yang baik dan tidak pantas berada disamping bapak. Saya akan pergi tanpa menuntut apapun" ucap Pelangi, terdengar begitu serius.
Arya mematung mendengar itu. Apa Pelangi tidak tahu, ketika dia berkata akan menikahi nya saja Arya sudah berperang dengan hatinya sendiri. Dan sekarang Pelangi meminta waktu selama itu?
"Pak... tolong. Hanya tiga bulan. Saya mempunyai orang tua, saya tidak ingin mereka bersedih karena anak nya yang menjanda dalam waktu sesingkat itu. Setidaknya biarkan saya mencari alasan dalam waktu tiga bulan untuk meyakinkan mereka jika saya memang tidak cocok dengan bapak" ungkap Pelangi.
Arya memejamkan matanya mendengar permintaan Pelangi.
"Hanya tiga bulan. Dan setelah itu kamu harus pergi dari hidup saya" jawab Arya akhirnya.
"Baik pak" jawab Pelangi. Dan tanpa Arya tahu, Pelangi terlihat tersenyum simpul memandang nya. Meski berat, tapi semoga saja dalam waktu tiga bulan Arya bisa menerima nya menjadi istri.
Arya memejamkan matanya dan tertunduk dengan bahu yang terasa begitu berat.
Kenapa... kenapa ini bisa terjadi.
'Ze.....
Maaf ... maafkan aku...
Rasanya sungguh tidak sanggup untuk menggantikan posisi yang seharusnya kamu tempati, namun malah orang lain yang merebutnya.
Tapi tenang lah, meski ragaku dimiliki oleh orang lain, namun hatiku hanya akan selalu untuk mu'
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!