NovelToon NovelToon

Kau Tak Sendiri

Bab 1

"Ain, sudah malam begini ngapain sih Lo harus nurutin keinginan cowok Lo yang ngga masuk akal begitu?", tanya Nita, teman satu kost Ain.

"Tapi Ibas lagi butuh gue, Nit!", jawab Ain.

"Dia hubungi Lo kalo ada maunya aja Ain, Lo ga nyadar apa? Dia cuma mau manfaatin Lo!", Nita masih kekeh menahan sahabat nya keluar malam-malam hanya karena kekasihnya yang bilang kalau dirinya tengah sakit.

Sebagai sahabat, Nita sangat khawatir jika terjadi apa-apa dengan Ain. Bukan tidak percaya jika Ibas sedang sakit, tapi kenapa Ibas memaksa sekali jika Ain harus datang malam ini juga ke rumahnya. Kalau memang sakit, bukan kah lebih baik langsung ke dokter?

Kalo menghubungi pacar nya bisa, masa iya menghubungi dokter atau ambulans misalnya, dia tidak bisa?

"Nita, gue tahu Lo khawatir sama gue. Tapi gue janji, gue bisa jaga diri gue. Percaya sama gue!", Aini meninggalkan kamar yang ia huni bersama Nita selama lebih dari lima tahun ini karena mereka memang berasal dari daerah yang sama. Mereka juga bekerja di sebuah minimarket berlogo A besar sejak mereka lulus SMA.

Nita tak lagi mampu mencegah sahabat nya yang kelewat bucin pada Ibas. Padahal, dimata Nita , tampang Ibas terlalu biasa untuk gadis secantik Aini. Tapi ya... kembali ke selera masing-masing. Nita sendiri sering kali di nasehati oleh kekasihnya agar jangan terlalu mencampuri urusan sahabatnya.

Kembali ke Ain....

Gadis itu sudah memarkirkan kendaraannya di depan rumah minimalis. Rumah yang ia tahu, di tinggali oleh kekasihnya sejak dua tahun lalu.

Di halaman rumah itu terparkir beberapa kendaraan roda dua yang tentu saja salah satunya milik Ibas.

'Katanya sakit? Kok banyak teman yang dateng?', monolog Ain. Gadis itu perlahan menuju ke pintu rumah yang terbuka. Belum sempat ia mengetuk pintu, ia di kejutkan dengan kenyataan yang ia dengar dari mulut kekasihnya.

"Lo yakin dia mau datang Bas?", tanya teman Ibas.

"Yakin lah , percaya sama gue!", sahut Ibas dengan percaya diri.

"Yakin Lo, kita bisa pake dia suka-suka?", tanya yang lain.

Ain menutup mulutnya tak percaya. Dia paham kata 'pake' itu untuk sesuatu hal yang tidak bermoral.

"Ya, kalo udah gue duluan sih yang jelas!", jawab Ibas lagi.

"Lo belum pernah gitu?"

"Belum lah, susah di colek juga. Kelewat jual mahal, itu yang bikin gue bosen sama dia. Kalo gue udah puas nyicip dia, gue bakal depak deh dia, malas sama cewe yang masih kolot begitu!", sahut Ibas lagi.

Ain menutup mulutnya rapat-rapat. Ia mendengarkan sendiri seperti apa kekasihnya bicara menjijikan seperti itu.

Ain baru menyadari apa yang sahabatnya seiring katakan. Ibas bukan cowok yang baik untuknya. Tapi dirinya selalu tutup mata, saking bucinnya dengan sosok cowok yang selama ini berpura-pura baik dengannya tapi kenyataannya dia punya niat busuk.

Ain memundurkan langkahnya hingga sebuah pot pun tersenggol dan jatuh hingga pecah. Ia buru-buru lari menuju ke motornya. Suara pot pecah menarik perhatian laki-laki yang ada di dalam rumah. Mereka pun berhamburan keluar melihat apa yang terjadi.

"Bas! Cewek Lo!", pekik teman Ibas. Ibas meraih kunci motornya. Dia dan beberapa teman nya mencoba menyusul Ain yang hanya menggunakan motor matic b*** nya. Sedang Ibas dan teman-temannya menyusul menggunakan motor balap.

Sekencang apapun motor Aini melaju, ia sudah tersusul oleh Ibas dkk.

Sayang sekali, jalanan sudah mulai sepi. Ain tak bisa lari ke jalan yang lebih ramai karena Ibas dkk menghalangi laju kendaraannya.

Terpaksa Aini pun berhenti. Keempat motor balap mengelilingi Aini. Gadis itu begitu kecewa, sedih, marah, kesal dan semua bercampur menjadi satu.

"Kenapa kabur sayang?", tanya Ibas mengusap bahu Ain. Ain buru-buru menepisnya.

"Kamu tega, Bas!", nafas Aini memburu menahan emosi.

"Why? Memang aku kenapa? Oh, kamu mendengar obrolan kami tadi?", tanya Ibas tanpa rasa bersalah sama sekali. Aini mengusap air matanya yang tiba-tiba keluar tanpa di komando.

"Aku ngga nyangka kamu punya niat sejahat itu Bas. Aku kecewa sama kamu!"

"Wait baby! Kamu pikir hanya kamu yang kecewa? Aku pun sama! Dua tahun kita bersama tapi aku tak pernah menyentuh mu, kamu terlalu kolot!", kata Ibas. Teman-teman Ibas tertawa mendengar perkataan Ibas. Aini belum mematikan motornya, melihat teman Ibas lengah, ia langsung tancap gas meski akibat nya dia harus menyenggol body motor Ibas yang berhenti di depan motornya.

"Woi...kejar!", teriak Ibas. Dia dan temannya menyusul Aini lagi yang sekarang benar-benar mengendarai dengan kecepatan tinggi. Bahkan dia tak pernah sampai secepat ini. Saking cepatnya, ia sampai tak bisa mengendalikan motornya saat akan berbelok di tusuk sate. Hingga dengan kecepatan luar biasa, Aini dan kendaraannya menghantam tembok pembatas tol dalam kota.

Brakkkk! Suara benda bertubrukan terdengar begitu nyaring. Ibas dan teman-temannya pun berhenti seketika.

"Bas! Cewek Lo! Mati ga tuh? Buruan tolongin!", pinta teman Ibas.

"Ngga, cabut! Cabut sekarang! Kalo ngga, kita bakal kena masalah! Cepat beg*!", keempat motor itu pun berbalik arah.

Beruntung ada kendaraan yang melintas melihat Aini yang sudah terkapar dengan motor nya yang sudah hancur.

.

.

Nita terganggu dengan ponselnya yang bergetar di samping bantalnya. Karena dari tadi terus saja mengganggu tidurnya, Nita pun meraih benda pipih itu. Dia mengucek matanya berkali-kali karena silau dengan sinar ponselnya.

Ada nomor asing yang menghubunginya beberapa kali. Akhirnya, ia pun mengangkat panggilan tersebut.

[Halo?]

Nita sesekali menguap.

[Selamat malam nona Nita]

[Malam. Ini siapa ya? Dari mana?]

[Kami dari rumah sakit Sehat Selalu, mengabarkan bahwa pasien atas nama. Nur Aini mengalami kecelakaan tunggal dan sedang di rawat di rumah sakit kami]

[Apa? Kecelakaan???]

[Bagaimana keadaannya sus??]

Nita mulai terserang panik. Bagaimana tidak? Dia sudah chat dari awal Aini pergi, tapi tak di balas. Sekali nya ada yang telpon, justru dari pihak rumah sakit.

[Anda bisa memastikannya langsung nona]

[Saya langsung ke sana sus. Makasih]

Nita mencuci mukanya lalu mengenakan jaket Hoodie, tak lupa sepatu sneakers kw yang selalu menemaninya.

Ia melirik jam di ponselnya, jam dua pagi! Beruntung dia masuk shift siang. Setidaknya dia bisa menjaga sahabatnya lebih dulu.

Sekitar jam tiga pagi, dia sudah sampai di rumah sakit Sehat Selalu. Ia bertanya pada suster jaga dimana Aini di rawat.

Ternyata, Ain masih berada di ruang ICU. Dokter menyatakan jika Aini tengah koma.

Nita sampai terkulai lemas. Entah apa yang akan dia sampaikan pada orang tua Ain nanti.

.............@@@@............

Hai...hai...mamak lagi belajar bikin yang berbau horor, tapi bab 1 belum horor lah ya. Maafkan kehaluan ini. Hanya lagi belajar keluar dari zona nyaman aja sih. Namanya juga belajar, lintas genre dong heheheh...

Semoga bisa di nikmati, biar ngga bosen baca drama percintaan mulu 🤭

Makasih, haturnuhun ✌️✌️✌️

Bab 2

Setelah pagi menyapa dan matah ya benar-benar menunjukkan sinarnya, Nita pun memberantas diri menghubungi orang tua Ain yang berada di kampung. Sama seperti orang tua Nita juga, hanya saja berbeda RW dengan Ain.

Gadis itu menghubungi nomor bapak Ain. Ponsel Ain sudah ada di tangannya. Dengan gemetar, Nita menghubungi bapaknya Aini.

[Assalamualaikum, Ain?]

[Walaikumsalam, bapak. Ini Nita pak!]

[Lho? Kok Nita? Ain nya mana?]

[Itu pak, Aini kecelakaan pak. Sekarang di rumah sakit Sehat Selalu. Ain kecelakaan tadi malam]

[Astaghfirullah, lalu bagaimana keadaan Ain , Nit?]

Nita menarik nafas dalam-dalam. Lalu ia hembuskan dengan perlahan. Dia tak tega menyampaikan kondisi sahabat nya yang mungkin sejak orok sudah di takdirkan bersahabat.

[Ain koma pak hiks...hiks...]

[Astaghfirullah, Ya Allah Gusti. Bapak ke sana sekarang Nita. Titip Ain dulu!]

[Iya pak]

Bahkan tanpa mengucap salam, Nita mematikan sambungan teleponnya.

Gadis itu memandangi jam tangannya. Masih cukup waktu untuk menjaga Ain sebelum ia berangkat bekerja. Cacing di perutnya meronta ingin di isi. Tapi dia tak tega meninggalkan Ain sendirian meski Nita juga hanya menemani Ain dari ruang kaca sebelahnya.

"Sarapan dulu Ay!", seorang laki-laki menyodorkan makanan dan minuman untuk Nita yang sedang melamun.

"Mas Ruby?!", Nita berusaha tersenyum. Laki-laki yang di panggil Ruby pun duduk di samping kekasihnya.

"Ayo makan dulu, menangis juga butuh tenaga kan?", Ruby menyuapi Nita. Nita pun menerima suapan dari kekasihnya.

Nita menikmati sarapan dengan keheningan. Meskipun lapar, sebenarnya dia tak begitu nafsu makan. Karena dia sangat mengkhawatirkan sahabatnya.

"Mas Ruby belum buka bengkel?",tanya Nita.

"Kamu shift siang kan? Biar mas yang jaga Ain sampai keluarganya datang. Gimana juga, mas sudah menganggap Ain adik mas sendiri."

"Mas ngga apa-apa, ga buka bengkel?", tanya Nita lagi. Ruby tersenyum.

"Nanti kalau keluarga Ain datang , mas bisa langsung buka kok." Nita pun mengangguk.

Mereka kembali mengobrol untuk sekedar mengalihkan rasa cemasnya. Di sela obrolan, ada seorang laki-laki muda seumuran dengan Ruby menghampiri Nita dan Ruby.

"Permisi!'', sapanya. Ruby dan Nita menoleh serentak.

"Iya?", sahut Nita.

"Saya Ikbal! Kebetulan saya yang membawa pasien kemari tadi pagi", Ikbal memperkenankan dirinya.

"Ah, iya. Terimakasih mas sudah mengantar sahabat saya kemari. Terimakasih sudah menolong Aini!", kata Nita dengan sungguh-sungguh.

"Sama-sama. Mungkin kebetulan saja yang saya yang melintas di sana."

"Silahkan duduk mas! Perkenalkan saya Ruby, dan ini kekasih saya Nita!", Ruby mengulurkan tangannya ke Ikbal. Ikbal pun menyambut uluran tangan tersebut.

"Maaf mas Ikbal, apa mas Ikbal tahu kronologi kecelakaan yang menimpa Aini?",tanya Ruby. Ikbal yang menggulung kemejanya sampai ke lengan pun menceritakan kejadian yang ia lihat.

Flashback on

Ikbal baru saja pulang dari rumah sakit dimana ia praktek. Karena terlalu lelah, ia sampai ketiduran di ruangan prakteknya. Hingga lewat tengah malam, baru lah ia bangun dan langsung pulang menuju ke rumahnya. Karena masih mengantuk, Ikbal menjalankan mobilnya pelan lalu menepikan mobilnya.

Jalanan sangat lah sepi di jam itu. Tak ada kendaraan berlalu lalang di jam satu pagi. Tapi dari kejauhan ia melihat beberapa kendaraan roda dua seperti kebut-kebutan. Hal yang wajar terjadi di ibukota jika jalanan lengang begini di gunakan oleh anak-anak berekspresi dengan balap liar. Tapi ada yang aneh menurutnya. Di paling depan ada motor yang sepertinya bukan motor balap. Dan dari belakang helm, seperti kain yang berkibar.

Ikbal mencoba untuk tidak peduli lebih. Ia memejamkan matanya sebentar. Tapi belum sepenuhnya memejamkan mata, suara benturan keras mengejutkannya. Kantuk nya seketika menghilang.

Brakkk....

Seseorang menabrak dinding tembok tol dalam kota. Tubuh dan motor nya terpental hebat. Dan motor yang tadi mengikutinya berbalik arah. Sayangnya, Ikbal tidak ngeuh pada pengendara motor itu.

Dia melajukan mobilnya ke arah korban yang kecelakaan. Jika kemanusiaannya meronta-ronta ingin membantu korban kecelakaan itu.

Dia turun dari mobilnya lalu menghampiri korban. Diperiksanya detak jantung korban.

"Alhamdulillah, masih hidup!", monolog Ikbal. Ia pun membuka helm yang Aini pakai.

"Astaghfirullah, perempuan???"

Ikbal memfoto lokasi kejadian juga korban kecelakaan lalu ia menghubungi polisi terdekat. Tak lupa ia juga menghubungi rumah sakit mengantar ambulans ke lokasi tersebut.

Flashback off

Ruby dan Nita mendengarkan dengan seksama penjelasan Ikbal.

"Sekali lagi terimakasih mas Ikbal, berati anda ... dokter?", tanya Nita. Ikbal mengangguk pelan.

Ruby dan Nita sangat berterima kasih pada Ikbal yang sudah menolong Aini. Beruntung Aini di temukan oleh orang baik seperti Ikbal, dokter pula. Coba kalau dia bertemu dengan orang yang hanya foto-foto lalu memviralkannya. Bukannya buru-buru dibantu korbannya, malah sibuk mendokumentasikan kejadian. Sungguh, suka tak habis pikir kalau ada yang seperti itu!!!

(Mohon maaf dengan sangat, ini benar-benar kehaluan dan ngarang so hard! Jangan di hubung-hubungkan dengan akidah ya, please 🥺🥺🙏🙏🙏)

Di dalam ruang ICU...

Aini terbaring lemah dengan beberapa luka ditubuhnya. Beberapa alat bantu pun terpasang di tubuhnya yang tak seberapa besar. Entah seperti apa rasanya tubuh itu yang beradu dengan tembok beton serta motor. Tapi luar biasanya, Aini masih bisa bertahan dengan kondisi ini.

Seorang perempuan terbangun dari tidurnya. Ia menatap ke sekeliling. Ia merasa berada di tempat asing. Yang dia ingat, dia ada di jalan dari rumah Ibas. Tapi....

Mata gadis itu beralih pada sosok perempuan yang tergeletak di ranjang rumah sakit dengan beberapa alat yang ada di tubuhnya. Gadis itu memekik hebat, menutup mulutnya dengan kedua tangannya.

"Ya Allah, apa aku sudah mati???", tanya Aini pada diri sendiri karena ia melihat dirinya yang tertidur di ranjang itu.

"Belum!", sahut seorang perempuan berambut panjang dengan memakai daster berwarna putih.

Sontak, Aini menjerit sekuat tenaganya. Tapi sepertinya tak ada yang mendengarkan kecuali dirinya dan seseorang yang biasa di sebut Miss kuntilanak.

Kuntilanak itu tertawa khas dengan kikikan yang menyeramkan. Aini menangis sejadi-jadinya. Ia belum mau mati. Dosanya banyak. Dia belum menghajikan kedua orangtuanya. Dia belum memberikan kebahagiaan pada orang tuanya.

"Berhenti menangis. Kamu masih hidup!", kata Kunti itu. Aini menghentikan tangisnya. Jika ia melihat Kunti berambut panjang, dirinya memakai jilbab terakhir yang dia pakai saat kerumah Ibas.

"Benarkah?", Aini mencoba untuk tidak takut pada sosok menyeramkan itu. Wajahnya tidak terlalu buruk, hanya sangat pucat.

"Heum, itu! Kamu lihat dirimu masih bertahan!"

Aini menoleh ke arah tubuhnya yang tergeletak. Dia melihat monitor detak jantung nya yang berdetak stabil.

"Tapi bagaimana bisa aku di sini dan berbuat dengan mu?", tanya Aini. Miss Kunti itu hanya mengedikkan bahunya.

"Kamu beruntung, orang-orang banyak yang menyayangi mu." Kata si Kunti menatap ke arah kaca. Aini pun ikut menatap ke arah sana.

Aini melihat Nita dan Ruby serta seorang laki-laki. Dan di saat yang bersamaan, kedua orang tua Aini datang. Menatap tubuhnya dari luar jendela kaca.

"Bapak, ibu! Ain disini!", teriak Ain. Dia menangis tersedu-sedu. Tapi tak ada satupun dari mereka yang mendengarnya. Ia semakin sedih saat Nita memeluk ibunya dengan tangisnya yang pecah.

Bapaknya yang biasa bersikap keras pun tampak menangisi dirinya. Mungkin laki-laki memang pandai menutupi kesedihannya. Tapi untuk kali ini, ia melihat bapaknya menangis sesedih itu.

"Berusaha lah untuk tetap bertahan hidup, demi mereka yang tulus menyayangi mu!", ujar si Kunti. Aini menghapus air matanya.

Ia mengangguk cepat sambil menghapus jejak air matanya.

"Tapi bagaimanapun caranya??", tanya Aini. Miss Kun mengedikan bahunya.

"Mungkin doa dari mereka!", jawab miss Kun yang tiba-tiba menghilang.

Aini hanya mampu memandang orang-orang yang sangat peduli padanya. Tidak seperti kekasihnya yang ternyata hanya menginginkan tubuhnya saja.

******@@@@******

Horor nya belom di mulai ya kikikikik 🤭🤭🤭🤭 semoga mau bersabar.

Bab 3

Sudah seminggu Aini tak sadarkan diri. Bapaknya terpaksa menjual sawah dan sebagian tanahnya di kampung halaman untuk membiayai Aini. Meskipun Aini memiliki kartu jaminan kesehatan dari tempat nya bekerja, tetap saja tak di cover semua.

Aini hanya mampu memandangi tubuhnya dan juga kedua orang tuanya yang menunggunya. Mereka berharap Aini segera sadar dari komanya.

Seorang laki-laki memasuki ruang rawat Aini. Aini menatap laki-laki itu.

"Dokter Ikbal!", sapa bapak Aini.

"Pak, ibu apa kabar?", tanya Ikbal ramah. Aini mengernyitkan keningnya.

"Alhamdulillah baik dokter Ikbal. Dokter sedang tidak praktek?", tanya bapak. Ikbal mengangguk.

"Iya pak. Hari ini saya off."

"Terimakasih sudah menyempatkan menjenguk Aini!", kata Ibu. Aini semakin menautkan kedua alisnya.

"Iya Bu, saya hanya ingin melihat perkembangan kesehatan Aini", jawab Ikbal. Di tengah kebingungan Aini, Miss Kun tiba-tiba kembali muncul di samping Aini.

"Astaghfirullah!", Aini terkejut tiba-tiba sosok itu datang dan terkikik.

"Kamu ngga tahu dia siapa?", tanya Miss Kun pada Aini. Aini menggeleng.

"Diiihhh! Dia yang udah nolong kamu, bawa kamu ke sini!", kata Miss Kun berdiri melayang mengitari Ikbal.

Aini ber'oh' ringan.

"Dia ganteng ya !", kata Miss Kun terkikik lagi. Mungkin sudah jadi ciri khasnya begitu.

"Iya", jawab Ain singkat.

Miss Kun mencoba mengendus lengan Ikbal, tapi entah kenapa tiba-tiba dokter itu seperti merasakan sesuatu hingga ia menyingkirkan diri dan mendekati brankar Aini.

"Jangan iseng!", pinta Aini. Miss Kun tiba-tiba menghilang begitu saja. Seperti biasa, datang dan pergi sesuka hatinya.

"Bapak sama ibu kalo mau istirahat dulu ngga apa-apa. Biar saya yang menjaga Aini."

Sepasang suami istri itu saling berpandangan. Merasa tak enak hati pada dokter yang sudah menolong putri mereka.

"Bapak sama ibu ngga usah khawatir, saya tidak akan apa-apakan Aini", kata Ikbal tersenyum.

"Bukan begitu Dokter. Tapi...kami justru tidak enak sama nak dokter", ujar bapak.

"Ngga usah ngga enak begitu pak. Anggap saja saya dokter yang sedang berjaga merawat Aini. Bapak dan ibu bisa sekedar keluar untuk refreshing. Karena saya tahu, bapak dan ibu tak pernah kemana-mana selama Aini di sini."

Sepasang suami istri itu pun mengangguk.

"Baiklah dok, titip Ain. Kalo ada perkembangan atau apapun itu, tolong hubungi kami. Kami...mau mencari tempat laundry yang bisa di tunggu."

"Iya pak, saya sudah menyimpan kontak bapak!", kata Ikbal.

"Terimakasih nak Ikbal, kalo begitu kami permisi dulu." Ikbal pun mengangguk.

Sepeninggal bapak dan ibu Aini....

"Kamu lihat kan, orang tua kamu sangat menyayangi mu. Bangun! Kamu harus berjuang untuk mereka!", kata Ikbal lirih. Aini sampai terharu mendengarnya.

"Aku memang tidak mengenal mu, tapi...entah kenapa aku merasa kita begitu dekat. Entah kenapa?!", kata Ikbal mengusap kepala Ain.

Aini yang berdiri di samping tubuh Aini yang di atas brankarnya pun tak bisa berkata apapun.

'Kamu cantik! Apa yang terjadi sama kamu sampai kecelakaan itu terjadi ', kata Ikbal dalam hati. Tapi entah kenapa Aini yang berdiri bisa mendengarnya.

Tiba-tiba Ikbal menatap ke arah Aini. Aini sempat terkejut, apa Ikbal bisa melihatnya????

Tapi ternyata dugaannya salah, Ikbal kembali fokus dengan Aini yang lemah di ranjang rumah sakit.

Ikbal mengusap kepala Aini lagi. Lalu berbisik lirih.

''Bangun Aini, harta ibu dan bapak mu habis untuk membiayai perawatan kamu! Kamu ngga kasian sama mereka? Berusahalah untuk bangun, mereka membutuhkan mu! Jangan menyerah!", bisiknya pelan di samping telinga Aini.

"Wajah mu seperti adikku Ain, dan aku tidak ingin kehilangannya lagi. Karena aku melihat adikku di wajah mu", bisik Ikbal lagi.

"Aku janji, setelah kamu bangun nanti, kita akan cari tahu penyebab kamu kecelakaan. Jika memang ada yang harus bertanggung jawab, maka dia harus mempertanggungjawabkan perbuatannya."

Tiba-tiba Aini yang berdiri merasakan tubuhnya melayang cepat. Dan Aini yang ada di ranjang, menggerakkan jemarinya.

Ikbal terkesiap beberapa detik. Dia tak menyangka jika Aini mulai memberi reaksi. Perlahan, Aini mengerjapkan matanya.

Ia melenguh beberapa saat. Matanya terasa buram, tapi dia menangkap wajah asing di depannya.

"Alhamdulillah, kamu sudah siuman Aini?", tanya Ikbal.

"Minum!", kata Aini dengan suara parau. Ikbal pun segera membuka botol air minum mineral lalu menyodorkan sedotan di bibir pucat Aini.

Ikbal tersenyum lalu menghubungi orang tua Aini, di sebrang sana, kedua orang tua Aini pun sangat bahagia. Niat hati ingin ke laundry, mereka batalkan. Mereka kembali ke rumah sakit. Tak lupa Ikbal menghubungi Ruby. Kenapa bukan Nita?

Sepertinya Ruby terlalu posesif pada kekasihnya hingga ia yang justru memberikan nomor ponselnya pada dokter Ikbal. Dan dokter tampan itu pun memahaminya. Meskipun sebenarnya, Ikbal juga tak ada niat untuk tertarik pada Nita.

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!