Hanum yang mendedikasikan dirinya sebagai Ibu dan Istri yang baik semenjak menikah dengan Alvin Wijaya selalu merasa bersyukur akan kehidupannya.
Beberapa tahun berlalu, Hanum yang tinggal di Ibukota bersama Alvin dan Rere, Putrinya, mendapatkan panggilan telepon dari Ibunya di Malang.
"Siang Nduk, apa kabarnya? Sudah lama sekali tidak pergi ke Malang menemui Ibu dan Zarrah." ucap Ibu Wati dengan suara yang lembut dan terdengar penuh perhatian.
"Baik, Buk. Ibu dan Zarrah, bagaimana kabarnya di Malang? Maafkan Hanum yang belum bisa pulang karena Mas Alvin belum bisa meminta izin cuti sekarang." ucap Hanum dengan wajah yang bersalah dengan tatapan mata yang menahan kerinduannya.
"Kabar kami juga baik. Hmmm, Nduk, adikmu sudah memutuskan untuk melanjutkan kuliah di Ibukota nanti!" ucap Ibu Wati dengan suara yang terdengar sedikit sedih.
"Ibu tidak ingin Adikmu tinggal ngekos sendirian di Ibukota. Ibu khawatir dengan pergaulannya jadi Ibu ingin minta tolong kamu untuk menjagany!" ucap Ibu Wati dengan wajah yang bahagia.
"Ibu minta Hanum jagain Zarrah, maksudnya seperti apa, Buk?" tanya Hanum dengan suara yang pelan karena tak ingin membuat Ibu Wati marah karena pertanyaanya.
"Ibu mau minta tlong sama kamu dan Alvin untuk terima Zarrah tinggal bersama kalian. Ibu akan merasa tenang jika Zarrah tinggal dengan kamu, Nduk!" ucap Ibu Wati dengan penuh harap.
"Hanum tidak bisa membuat keputusannya, Buk. Hanum akan tanya Mas Alvin terlebih dulu!" ucap Hanum dengan penuh hati-hati.
"Baiklah. Ibu akan bicara dengan Nak Alvin kalau begitu!" ucap Ibu Wati secara terburu-buru yang membuat Hanum menjadi kebingungan.
"Tu-tunggu, Buk. Biarkan Hanum saja yang bicara dengan Mas Alvin. Nanti setelah Mas Alvin pulang kerja, Hanum akan langsung tanyakan pada Mas Alvin!" ucap Hanum dengan lembut.
"Tidak perlu. Ibu akan telepon Nak Alvin sekarang dan tanya padanya langsung saja!" ucap Ibu Wati dengan suara yang tegas lalu mematikan sambungan teleponnya.
Hanum yang terkejut dengan keputusan yang dibuat oleh Ibunya secara sepihak menjadi sangat tidak tenang lalu tak lama kemudian pesan masuk dari Ibu wati pun masuk ke ponsel Hanum.
*Nak Alvin sudah setuju jadi nanti Zarrah akan tinggal denganmu. Besok, Zarrah akan segera ke Ibukota. Ibu minta tolong untuk kamu dan Alvin batuin Zarrah, ya.*
Hanum yang membaca isi pesan itu pun menjadi sangat terkejut dan terdiam di tempatnya sesaat lalu menarik nafas yang panjang.
Hanum yang memiliki tiga kamar di rumahnya pun memilih membersihkan kamar yang ketiga untuk diubah menjadi kamar milik Zarrah nantinya.
Keesokan harinya di pagi hari, Hanum yang berdiri di teras rumahnya sambil membantu Alvin dan Rere bersiap-siap untuk pergi pun bertanya kembali kepada Alvin tentang keputusannya.
"Mas, apa kamu yakin setuju untuk terima Zarrah tinggal di rumah kita selama dia kuliah di Ibukota?" tanya Hanum dengan wajah yang bingung dan penasaran.
"Tentu saja. Ibu sudah minta izin kepada Mas dan Mas pun tak bisa menolak keinginan Ibu lagipula Zarrah adalah Adik Kandungmu!" ucap Alvin dengan senyum yang menyejukkan sambil mengelus pundak Hanum dengan lembut.
"Agh, baiklah. Terima kasih Mas." ucap Hanum dengan senyum pahit di bibirnya dengan topeng wajah yang bahagia.
Hanum yang mencium tangan suaminya itu pun mengantar kepergian Alvin dan Rere dan kembali masuk ke dalam rumah dan mempersiapkan segalanya.
"Semoga saja Zarrah bisa beradaptasi dengan mudah dan tak akan ada masalah di kemudian hari!" ucap Hanum dengan suara yang rendah.
Sementara itu, Zarrah yang telah pergi meninggalkan Malang pun pergi naik kereta api menuju Ibukota.
"Aku sudah sangat lama ingin keluar dari Malang. Akhirnya sekarang aku bisa bebas juga." ucap Zarrah dengan wajah yang bahagia sambil duduk di salah satu gerbong kereta api memandang pemandangan indah di luar jendela.
Waktu pun berlalu, Zarrah yang telah sampai di Ibukota langsung menghubungi Hanum dan mengabarin tentang keberadaannya.
"Assalamualaikum, Mbak. Mbak, Zarrah sudah sampai di Ibukota dan menunggu di Stasiun Kereta Api Ibukota!" ucap Zarrah dengan suara yang penuh semangat.
"Waalaikumsalam. Mbak kabarin Mas Alvin dulu ya. Kamu tunggu sebentar nanti Mas Alvin yang akan jemput kamu!" ucap Hanum dengan nada suara yang lembut.
"Ya, Mbak!" jawab Zarrah dengan cepat dan langsung mematikan teleponnya.
Zarrah yang tak tau tentang Ibukota meski telah beberapa kali ke Ibukota menjenguk Hanum dan Rere bersama Ibu Sari memilih duduk di ruang tunggu sampai memainkan sosial medianya.
Zarrah adalah wanita muda yang cantik dengan riasan yang polos dan gaya yang santai sungguh mempesona pria Ibukota yang bosan dengan wanita glamor Ibukota.
Zarrah yang sedang duduk di ruang tunggu bersama pengunjung lain dengan rambut terurai dengan kaon putih polos dengan jaket dan celana jins serta sepatu putih membuatnya terlihat sangat cantik.
Zarrah yang tidak pernah berpacaran ataupun dekat dengan pria selama di malang karena Ibu Wati yang sangat posesif padanya merasa tidak nyaman saat di pandang oleh Seorang Pria.
"Ada apa dengan orang-orang ini? Kenapa menatapku seperti itu? Membuatku sangat tidak nyaman!" gumam Zarrah dengan wajah yang kesal.
Sementara itu, Hanum yang telah memberitau Alvin jika Zarrah telah sampai di Ibukota membuat Alvin meminta izin kepada atasannya dan pergi menjemput Zarrah.
Alvin yang tak butuh lama sampai di Stasiun Kereta Api pun akhirnya sampai dan pergi ke tempat yang dikatakan oleh Hanum.
Alvin yang melihat-lihat ke sekeliling untuk mencari keberadaan Zarrah sesuai dengan deskripsi Hanum.
"Hah! Aku sudah lama menikah dengan Hanum dan aku yang jarang bertemu dengan Zarrah membuatku tidak mengingat wajahnya!" gumam Alvin dengan wajah yang pasrah.
"Sebaiknya aku mencarinya dengan ciri-ciri yang disebutkan padaku!" ucap Alvin sambil melirik ke kanan dan ke kiri berulang kali.
Alvin yang terus mencari akhirnya menemukan keberadaan Zarrah yang sesuai dengan ciri-ciri yang disebutkan oleh Hanum.
"Agh, sepertinya aku menemukannya. Sepertinya Zarrah telah menunggu cukup lama. Sebaiknya aku hampiri segera dan mengantarnya pulang untuk istirahat!" ucap Alvin dengan wajah yang sedikit cemas.
Zarrah yang mendengar namanya dipanggil pun langsung mengangkap kepala dan melihat seorang pria dengan wajah yang tampan berdiri di hadapannya pun terkesima.
"Zarrah! Kamu Zarrah, bukan?" panggil Alvin dengan suara yang lemah lembut dan senyum yang bersahabat.
"A-agh! Be-benar! Aku Zarrah!" ucap Zarrah dengan nada sura yang gagap dengan wajah yang memerah.
"Aku Alvin, Kakak Iparmu. Aku datang ingin menjemputmu. Ayo, Kakak antar kamu!" ucap Alvin dengan senyum yang ramah sambil mengambil koper milik Zarrah dan membawanya.
Zarrah yang awalnya terkesima dengan ketampanan Alvin langsung menundukkan kepalanya dan menyadarkan dirinya setelah mengetahui identitas Alvin sebenarnya.
"Jadi dia adalah Mas Alvin, Suami dari Mbak Hanum. Aku harus menjaga sikapku. Aku tidak boleh tergoda dengan wajah tampannya. Dia adalah Kakak Iparku!" ucap Zarrah dalam hati dengan wajah yang kecewa.
#Bersambung#
Apakah Zarrah sungguh akan menundukkan kepalanya di hadapan Alvin? Tulis jawabannya di kolom komentar ya..
Hanum yang sedang menyiapkan makanan pun mendengar suara mobil suaminya sampai di rumah pun bergegas membukakan pintu pagar rumah.
Hanum yang melihat Adik semata wayangnya keluar dari dalam mobil pun menjadi sangat senang sehingga dengan cepat memeluknya.
“Zarrah! Kamu gimana kabarnya, Dek?” tanya Hanum dengan suara yang lembut dengan wajah yang gembira sambil memeluk Zarrah yang baru saja keluar dari dalam mobil.
“Zarrah baik, Mbak. Mbak gimana kabarnya?” tanya Zarrah dengan wajah yang ikut bahagia dengan senyum yang lebar.
Alvin yang telah selesai mengeluarkan koper Zarrah dari dalam bagasi pun meletakkannya masuk ke dalam rumah dan menegur lembut Istri dan Adik Iparnya itu.
“Sayang, bicaranya di dalam rumah saja! Kasihan Zarrah baru sampai pasti haus dan capek!” ucap Alvin dengan suara yang lembut.
“Agh, kamu benar, Mas.” Ucap Hanum yang langsung menyadari kesalahannya dengan wajah dan sikap yang manja.
Zarrah yang mendengar Alvin memanggil Hanum dengan kata-kata yang lembut dan penuh kasih sayang terbesit sedikit perasaan iri di hati kecilnya.
“Hmmm, Mas Alvin begitu perhatian kepada Mbak Hanum bahkan cara bicara dan panggilannya terlihat sangat mencintai Mbak Hanum. Aku jadi iri!” ucap Zarrah dalam hati dengan ekspresi wajah yang sedih.
“Tidak! Aku tidak boleh iri. Aku harusnya ikut senang karena Mas Alvin begitu mencintai Mbak Hanum!” ucap Zarrah lagi yang meyakinkan dirinya sendiri dengan senyum pahit di bibirnya.
Hanum yang tak ingin membuat Adiknya semakin lelah pun mengantar Zarrah menuju kamarnya selama tinggal di Ibukota tapi sebelumnya Hanum harus melepas Suaminya untuk lanjut bekerja.
“Dek, tunggu sebentar. Mbak mau antar Mas Alvin kembali bekerja nanti dimarahin Bosnya!” ucap Hanum dengan wajah yang gembira.
“Ya, Mbak.” Ucap Zarrah singkat sambil menganggukkan kepalanya sambil melihat cara Alvin berpamitan dengan Hanum yang penuh dengan kelembutan.
“Mas Alvin sudah berangkat bekerja kembali. Ayo, Mbak antar kamu ke kamar!” ucap Hanum sambil menuntun Zarrah masuk ke dalam rumah.
Zarrah yang masuk ke dalam rumah pun menyadari bahwa rumah itu cukup besar untuk ditinggal tiga orang dengan perlengkapan yang lengkap.
“Mas Alvin pasti sukses dalam karirnya dan semua itu bisa dilihat dari yang ada di sini!” ucap Zarrah dalam hati sambil melihat ke sekeliling rumah.
“Hmmm, Mbak Hanum hidup dengan sangat nyaman setelah menikah dengan Mas Alvin. Mbak Hanum sangat beruntung!” ucap Zarrah dalam hati dengan mata yang terbuka lebar.
Zarrah yang sampai di kamarnya pun menjadi sangat terkejut karena ternyata kamarnya jauh lebih bagus daripada kamar miliknya di Malang.
“Mbak, ini sungguh kamar Zarrah? Kamarnya bagus sekali!” ucap Zarrah dengan wajah yang bahagia dengan mata dan mulut yang terbuka lebar.
“Benar! Ini kamar kamu mulai sekarang. Mbak sudah bilang dengan Mas Alvin dan dia setuju kalau kamu pakai kamar ini selama tinggal di Ibukota!” ucap Hanum dengan lembut.
“Kamu pasti sangat capek. Kamu bisa istirahat atau beresin baju terlebih dahulu. Kamu bisa meletakkan pakaianmu di dalam lemari itu dan makeup-mu di sana!” ucap Hanum yang memberitau Zarrah tempat dirinya harus meletakkan barang.
“Baik, Mbak. Terima kasih, Mbak!” ucap Zarrah dengan wajah yang ceria dan senyum yang sangat lebar.
Hanum yang belum selesai menyiapkan makanan pun kembali ke dapur sementara Zarrah tetap berada di dalam kamarnya memperhatikan kamar tempatnya tinggal di masa depan.
“Kamar milikku ini lebih bagus dari kamar yang aku milikki di Malang. Hmmm, aku jadi penasaran dengan kamar tidur Mbak Hanum dan Mas Alvin. Kamar mereka pasti jauh lebih besar dan mewah dari ini!” gumam Zarrah sambil menarik nafas yang panjang.
Matahari yang awalnya ada di atas kepala pun perlahan turun hingga membuat langit berubah menjadi warna oranye, Alvin yang telah selesai bekerja pun kembali ke rumah.
“Hmmm, aku sangat lelah dan lapar. Hari ini Hanum masak apa, ya?” tanya Alvin dengan wajah yang berseri-seri memikirkan Anak dan Istrinya.
Namun di sisi lain, Zarrah yang terbiasa memakai celana pendek di atas lutut dengan kaos polos tangan pendek ternyata sangat sulit mengubah kebiasaannya.
Bahkan saat Zarrah sedang menemani Rere menonton kartun di televisi pun tetap memakain pakaian yang biasa di pakaianya di Malang.
“Hahaha.... Tante lihat! Wajah Squidward yang sedang marah sangat lucu!” ucap Rere dengan wajah yang tertawa lepas.
“Urat-urat di kepalanya juga terlihat dengan jelas dan jika dibiarkan bisa meledak. Duuuaarrr!” ucap Zarrah dengan wajah yang bahagia dengan tawa yang ceria.
Alvin yang telah berkendara hampir setengah jam pun akhirnya sampai di rumah dan memakirkan mobilnya di dalam pagar sendiri karena Hanum sedang mandi dan Zarrah yang sedang menemani Rere menonton televisi.
Alvin yang pulang dengan wajah yang sangat lelah pun menjadi ceria kembali saat mendengar suara tawa dari Rere, Putri tunggalnya.
“Assalamualaikum!” ucap Alvin dengan suara yang ramah dan wajah yang bersabat serta senyum yang lembut.
“Waalaikumsalam!” ucap Zarrah dan Rere secara bersamaan dengan Rere yang langsung berlari ke dalam pelukan Alvin dan Zarrah hanya berdiri dari tempat duduknya.
Alvin yang mendapatkan sambutan dari Rere pun memeluknya balik bahkan langsung menggendongnya dan melupakan rasa lelah seharian bekerja.
“Anak Papa senang sekali. Lagi apa sih, Princess?” tanya Alvin dengan suara yang lembut dan penuh kasih sayang.
“Rere sedang duduk nonton film Spongebob dengan Tante Zarrah, Pa! Filmnya lucu banget, Pa!” ucap Rere dengan wajah yang polos sambil menunjuk ke arah Zarrah.
Alvin yang tidak pernah melihat wanita lain selain Hanum berpakaian sedikit terbuka kecuali saat keduanya sedang berduaan di dalam kamar langsung terdiam sesaat saat melihat Zarrah.
Hanum yang baru saja selesai mandi dan mengeringkan rambutnya langsung keluar kamar setelah mengganti pakaiannya yang sopan meskipun di dalam rumah menjadi terkejut saat melihat Alvin menatap Zarrah.
Hanum yang merasa tidak senang dan sedikit kesal pun mencoba bersabar karena tak ingin membuat masalah di hari pertama Zarrah tinggal di Ibukota.
“Ehem! Mas, kamu sudah pulang?” tanya Hanum dengan suara yang lembut dengan senyum yang lembut sambil menghampiri Alvin dan mencium punggung tangannya.
“Agh, Iya. Mas baru pulang.” Jawab Alvin yang langsung menundukkan kepalanya dan menatap Hanum dengan penuh cinta.
Alvin yang merasa bersalah pun menurunkan Rere dari pelukannya dan masuk ke dalam kamar dan menyiramkan kepala dan tubuhnya dengan air dingin dan air wudhu.
“Mas merasa sangat gerah karena cuaca sangat panas. Mas masuk dulu ya. Mas mau mandi dan shalat dulu!” ucap Alvin sambil merangkul pundak Hanum sebentar lalu masuk ke dalam kamar.
Hanum yang melihat Alvin telah masuk ke dalam kamar pun mengalihkan pandangannya ke arah Rere yang telah duduk kembali ke samping Zarrah.
“Hah! Aku harus memberitau Zarrah bahwa dia tidak boleh memakai celana ketat di atas lutut lagi di dalam rumah ini!” ucap Hanum dalam hati dengan wajah yang sedikit cemas.
“Aku tidak mau akan ada kata-kata tidak enak didengar dari tetangga karena Zarrah adalah Adik kandungku sendiri!” ucap Hanum sambil menarik nafas yang panjang.
#Bersambung#
Apakah Zarrah akan menuruti perkataan Hanum nantinya atau sebaliknya? Tebak jawabannya di kolom komentar ya...
Zarrah yang adalah anak bungsu yang selalu di sayang dan apapun permintaan Zarrah akan selalu dituruti oleh Ibunya.
Meskipun begitu, Zarrah yang terlalu disayang ternyata selalu dijaga dengan sangat ketat sehingga sangat sulit baginya untuk bisa keluar rumah untuk bertemu dengan temannya.
Sehingga saat Zarrah mendapatkan izin untuk kuliah di Ibukota oleh Ibunya, Zarrah menjadi sangat senang karena ,akhirnya bisa bebas.
Hanum yang sangat mengetahui sifat Zarrah sudah bisa menebak bahwa Zarrah akan sangat sulit untuk diajak berkomunikasi terutama masalah pakaian sehingga membuat Hanum harus sangat sabar.
"Dek, kenapa masih memakai celana pendek dengan baju kaos ketat seperti itu? Ada Mas Alvin di rumah, tidak enak dilihat Dek!" tegur Hanum dengan suara yang lembut.
"Aku tidak kemana-mana Mbak. Aku selalu ada di dalam kamar. Aku keluar pun karena haus dan ingin minum!" balas Zarrah yang tidak terima dinasehati Hanum.
"Mbak tau tapi kamu tetap harus berpakaian yang sopan, Dek!" ucap Hanum dengan nada suara yang sedikit tinggi.
Zarrah yang tidak senang ditegur masalah pakaiannya pun langsung berbalik tubuh dan masuk ke dalam kamarnya lalu menguncinya.
"Hah! Kapan kamu akan mengerti, Dek? Mas Alvin itu bukan muhrim kamu dan kamu tidak boleh berpakaian seperti ini di depannya!" ucap Hanum dengan suara yang pelan lalu berbalik arah menuju kamarnya.
Sementara itu, Zarrah yang tidak senang ditegur cara berpakaiannya pun melemparkan bantal tidurnya ke dinding dengan sangat keras.
"Dasar tukang ngatur! Mbak Hanum selalu seperti itu! Tidak pernah bisa melihatku senang meski sebentar saja!" ucap Zarrah yang terbaring di tempat tidur.
Zarrah yang kesal pun akhirnya tertidur dan setelah terbangun perasaan Zarrah menjadi lebih baik sehingga membuat Zarrah mengganti celananya setengah tiang dan keluar kamar.
Zarrah yang bosan di kamar pun melihat Alvin yang sedang duduk di ruang tamu sambil memainkan laptopnya pun menjadi penasaran.
"Mas lagi ngapain? Kok serius banget. Hari kan belum sore banget kok Mas ada di rumah?" tanya Zarrah yang memulai pembicaraan.
"Mas sedang mengerjakan beberapa pekerjaan dan tidak masalah Mas kerjainnya dimana saja mau di kantor atau di rumah." jawab Alvin dengan lembut.
"Agh, enak banget dong Mas kalau kerja gitu. Aku juga mau punya perkejaan yang tidak perlu ke kantor setiap hari tapi banyak uang!" ucap Zarrahh dengan wajah polosnya.
Zarrah yang merupakan orang yang mudah bergaul pun dapat dengan mudah menjadi teman bicara Alvin hingga membuat keduanya terlihat seperti teman lama.
Hanum yang melihat Alvin dapat bicara dengan leluasa dengan Zarrah merasa sedikit tidak senang. Ada rasa cemburu muncul di hati Hanum yang membuat Hanum merasa tidak senang.
"Hah! Ada apa denganku? Kenapa aku melihat Mas Alvin yang bicara dengan santai bersama Zarrah membuatku merasa tidak senang?" ucap Hanum dalam hatinya.
"Sepertinya aku kurang mengikuti pengajian sehingga selalu memikirkan hal yang tidak-tidak!" ucap Hanum dalam hati yang berjalan lurus membawakan makan dan minuman.
Hanum yang tidak ingin meninggalkan Adik dan Suaminya berdua saja meski di ruang tamu pun duduk bersama keduanya.
"Kalian sedang bicara tentang apa? Kok seru sekali kelihatannya." ucap Hanum dengam wajah yang ceria dan senyum yang lembut.
"Tidak ada Mbak. Zarrah hanya tanya tentang jalanan Ibukota. Zarrah kan sebentar lagi akan mulai kuliah!" ucap Zarrah dengan santainya lalu mengambil handphonenya lalu pergi meninggalkan Alvin dan Hanum berdua.
Hanum yang melihat Zarrah pergi setelah ada dirinya pun menjadi semakin curiga tapi prasangka buruk itu pun langsung ditepis oleh Hanum.
"Hah! Aku tidak boleh berpikir negatif. Di antara Zarrah dan Mas alvin tidak akan ada terjadi sesuatu apapun! Zarrah adalah adik kandungku sendiri!" ucap Hanum dalam hati yang menegaskan pada dirinya untuk tetap berpikir positif.
Sementara itu, Zarrah yang masih kesal dengan Hanum yang menegurnya sebelumnya pun memikirkan Alvin dan memikirkan alasan Alvin menjadikan Hanum sebagai Istrinya.
"Hmmm, apa bagusnya Mbak Hanum? Wajahnya tidak secantik aku, kulitnya tak seputih diriku bahkan tubuhnya tidak seseksi aku! Kenapa Mas Alvin mau bersama Mbak Hanum yang sangat cerewet itu?" tanya Zarrah pada dirinya sendiri sambil memandang cermin yang besar.
"Mas Alvin adalah pria muda dan sukses yang memiliki karir yang bagus. Bagaimana mungkin Mas Alvin tertarik dengan Mbak Hanum yang hanya Ibu Rumah Tangga! Ini sungguh tidak masuk akal!" gumam Zarrah dengan wajah ketidaksukaannya.
Beberapa hari berlalu, Hanum yang tak bisa menegur Zarrah dengan pakaiannya karena Zarrah terlalu keras kepala tidak menyangka akan melihat Ibunya datang ke Ibukota sendirian.
"Mbak! Ibu datang! Ibu datang kemari!" ucap Zarrah dengan wajah yang bahagia sambil menyambut kedatangan Ibunya.
Hanum dan Alvin yang juga ada di rumah pun keluar dan menyambut kedatangan Ibunya Hanum begitu juga dengan Rere yang sangat senang melihat Neneknya datang.
Rere yang sangat jarang bertemu dengan Neneknya karena Neneknya tidak pernah datang ke Ibukota kecuali saat dirinya yang datang berkunjung ke Malang saat hari libur dan hari besar.
"Nenek! Rere kangen banget sama Nenek!" teriak Rere dengan wajah yang polos dan senyum bahagia sambil memeluk erat tubuh Neneknya.
Ibu Wati adalah orang tua Hanum dan Zarrah yang memutuskan untuk tetap menjanda meskipun Suaminya telah lama meninggal bahkan sejak Zarrah masih kecil di umur tiga belas tahun.
Ibu Wati yang datang ke Ibukota untuk menjenguk kedua anaknya sambil berpesan menitipkan Zarrah kepada Hanum dan Alvin.
"Ibu sangat senang melihat Zarrah tinggal di sini. Ibu merasa was-was jika membiarkan Zarrah tinggal ngekos sendirian." ucap Ibu wati dengan senyum bahagia sambil duduk di hadapan Hanum dan Alvin sementara Zarrah pergi keluar bersama Rere.
"Ibu merasa lega jika Zarrah tinggal disini karena ada kalian yang menjaganya. Ibu harap kalian bisa akur tinggal bersama." ucap Ibu Wati dengan nada suara yang lembut.
"Ibu jangan khawatir. Disini ada Hanum yang pasti akan jagain Zarrah." ucap Alvin yang dengan cepat membuat Ibu Wati menjadi sangat tenang.
"Benar. Ibu harus jaga kesehatan dan tidak boleh capek di Malang. Ibu tidak perlu khawatirkan Zarrah. Zarrah baik-baik saja disini!" ucap Hanum dengan senyum lembutnya.
"Baiklah. Jika kalian bicara seperti itu maka Ibu akan percaya dan merasa sangat tenang sekarang." ucap Ibu Wati dengan wajah yang sangat lega dan senang dengan senyum yang lebar.
"Ibu pun tidak merasakan ataupun berpikir akan ada hal buruk yang terjadi antara Mas Alvin Zarrah jadi aku pun tidak boleh memikirkan hal yang buruk!" ucap Zarrah dalam hati sambil mendengarkan saran dari Ibunya.
"Aku harus berpikir positif dan menjaga Zarrah karena Zarrah adalah adikku satu-satunya." ucap Hanum dalam hati dengan tekad yang kuat.
#Bersambung#
Apakah sungguh tidak ada hubungan yang lebih dari Ipar antara Zarrah dan Alvin nantinya? Tebak jawabannya di kolom komentar ya..
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!