"Dokter Fadli, maksudmu aku tidur selama lima tahun?" tanya Jasmine dengan kaget.
Jasmine merasa seperti baru bangun setelah tidur 1 malam, kenapa sudah lima tahun?
Jasmine menatap dokter yang baru saja masuk, dia masih setampan sebelumnya, hanya lebih dewasa dari sebelumnya setelah bertahun-tahun melewatinya.
Dokter Fadli meminta perawat untuk membongkar tabung di tubuh Jasmine, dan menjawab dengan lembut, "Ya, kamu telah didiagnosis menderita kanker otak stadium lanjut dan tidak ada obat yang bisa mengobatimu, jadi kami hanya dapat membekukanmu terlebih dahulu. Akhirnya penyakitnya telah di sembuhkan setelah ilmu kedokteran memecahkan masalah ini beberapa hari yang lalu, dan kita segera mengoperasimu dan kamu sekarang sudah sembuh total."
Ternyata Jasmine tiba-tiba mengalami koma dan menunjukkan tanda-tanda buruk. Dokter harus segera menanganinya, dan segera menggunakan teknologi pembekuan tercanggih di dunia untuk membekukan Jasmine terlebih dahulu.
Untungnya, hanya butuh lima tahun bagi para ahli untuk menemukan obat di dunia ini, dia baru saja dipindahkan dari freezer dan menjalani operasi beberapa hari yang lalu.
Saat Jasmine bangun, sudah lima tahun kemudian!
*
*
“Keluarganya sudah di hubungi?” tanya dokter Fadli kepada perawat yang bertugas untuk mengecek kondisi Jasmine.
“Sudah, Dok.”
Dan benar saja tidak berselang lama Ibu Jasmine memasuki kamar rawat itu. Wanita paruh baya itu sangat bahagia ketika melihat putri semata wayangnya kembali sadar.
“Dokter terima kasih banyak,” ucap Ratih—ibu Jasmine—kepada dokter yang selama ini menangani penyakit putrinya.
Ratih adalah seorang Janda—suaminya meninggal dunia saat Jasmine masih duduk di sekolah dasar.
Ratih menciumi seluruh wajah putrinya yang dengan penuh kebahagiaan, ucapan syukur tidak hentinya di panjatkan kepada Tuhan.
Dokter Fadli menyampaikan jika biaya perawatan Jasmine selama ini akan di tanggung rumah sakit. Jadi keluarga Jasmine tidak mengeluarkan biaya sepeser pun, Jasmine sudah di perbolehkan pulang karena kondisinya sudah sembuh total.
Rasa bahagia membuncah di dada yang di rasakan oleh Ibu Jasmine karena putrinya sudah keluar dari rumah sakit. Jasmine dan ibunya berada di lobby rumah sakit. Gadis itu menatap banyak orang yang berlalu lalang di sana. Dia merasa aneh, karena sudah lama tidak bersosialisasi dengan banyak orang. Ada sebuah rasa tidak nyaman, minder dan juga malu yang sedang di rasakannya saat ini.
“Itu taksinya,” ucap Ratih saat ada taksi online berdiri tepat di depan mereka. Ibu dan anak itu segera masuk ke dalam taksi itu yang akan mengantarkan ke rumah mereka.
Jasmine membuka kaca jendela mobil, dia menyembulkan sedikit kepalanya seraya menghidup udara segar Kota Jakarta pada pagi hari itu yang terasa menyegarkan. Kemudian salah satu tangannya menjulur keluar untuk merasakan angin yang menerpa telapak tangannya.
Dia merasa terharu bisa merasakan itu semua. Tuhan masih memberikannya kesempatan hidup di dunia ini, meski caranya harus extrim yaitu tubuhnya dibekukan selama lima tahun.
Tidak terasa taksi yang di naiki ibu dan anak itu sudah sampai di halaman rumah sederhana di perkampungan yang ada di Jakarta. Ratih dan Jasmine turun dari taksi, lalu segera masuk ke dalam rumah tersebut.
Jasmine berdiri di dekat ruang tamu rumah tersebut seraya mengamati setiap sudut rumah itu. Banyak perubahan yang sudah terjadi, dulu rumahnya sangat jelek dan reot, tapi sekarang sudah berubah menjadi lebih baik.
Ratih lima tahun belakangan ini bekerja menjadi buruh cuci. Dia selama ini mengumpulkan uangnya untuk memperbaiki rumahnya.
“Bu.” Jasmine baru bersuara, memanggil ibunya.
“Iya, Jas? Ibu senang akhirnya kamu bicara,” ucap Ratih menatap putrinya.
“Rumahnya bagus,” ucap Jasmine diiringi dengan senyuman tipis.
Ratih tersenyum lalu mendekati putrinya, ia menarik tangan Jasmine, membawanya ke sebuah ruangan.
“Ini adalah kamarmu.” Ratih berkata saat mereka berdua sudah berada di dalam kamar yang tidak terlalu besar namun rapi dan bersih, karena dia setiap harinya selalu membersihkannya.
Jasmine tersenyum senang lalu berjalan menuju meja rias yang ada di sudut kamar tersebut. Mematut dirinya di depan cermin, terkejut ketika melihat wajahnya masih tampak muda seperti gadis remaja, padahal usianya sudah 25 tahun. Mungkin ini salah satu efek pembekuan jangka panjang itu yang membuat penampilannya masih sangat muda, hampir sama dengan sebelum pembekuan.
“Ibu juga terkejut saat pertama kali melihatmu.” Ratih memandang putrinya yang masih berdiri di depan cermin meja rias. Kemudian Ratih membuka lemari yang ada di kamar tersebut, dan mengambil sesuatu dari sana.
“Ini ponselmu. Ibu selalu merawatnya, karena ibu tahu kalau kamu pasti akan sembuh.” Ratih memberikan ponsel jadul kepada putrinya.
“Terima kasih, Bu.” Jasmine menerima ponsel tersebut. Hatinya merasa haru dan bahagia, kemudian ia memeluk ibunya dengan sangat erat.
*
*
*
Beberapa hari kemudian.
Jasmine menjalani aktivitasnya seperti biasa, membersihkan rumah dan juga melakukan hal yang lainnya. Akan tetapi lama kelamaan dia merasa bosan dan jenuh. Dia ingin bekerja, namun pekerjaan apa yang tepat untuknya sedangkan ia belum tamat kuliah.
Malam harinya, Jasmine mengutarakan keinginannya kepada ibunya. Awalnya Ratih tidak setuju dengan keinginan putrinya, karena menurutnya, Jasmine baru sembuh dan harus banyak istirahat. Akan tetapi karena bujuk rayu Jasmine yang begitu meyakinkan, akhirnya Ratih memberikan izin kepada putrinya untuk bekerja.
“Kemarin teman majikan ibu sedang mencari pengasuh anak kembar,” ucap Ratih kepada putrinya.
“Mengasuh anak kembar?” Jasmine bergumam pelan.
“Kerjanya dari pagi sampai sore hari saja,” jelas Ratih.
“Iya, Bu, aku mau!” Jasmine menjawab dengan cepat.
“Besok ibu akan mengantarkanmu,” ucap Ratih.
Esok harinya. Ratih mengantarkan Jasmine ke rumah teman majikannya yang ada di Jakarta Pusat.
Jasmine terperangah ketika melihat rumah megah yang berdiri kokoh di hadapannya. Gadis itu mengikuti langkah kaki ibunya sampai masuk ke dalam rumah mewah itu.
Rumah tersebut adalah milik Jericko Kaliandra Clark. Seorang CEO di perusahaan kakeknya sendiri yang bernama Xander Clark.
Sampai di dalam rumah sana, mereka berdua di sambut oleh wanita paruh baya yang masih terlihat cantik dan anggun.
Ratih memperkenalkan putrinya kepada wanita paruh baya itu.
“Saya, Jasmine, Nyonya.” Jasmine bersalaman dengan wanita paruh baya itu.
“Aku Jeje, senang berkenalan denganmu. Semoga kamu betah bekerja di sini. Karena si kembar susah sekali dekat dengan orang lain selain keluarganya sendiri,” jelas Jeje kepada Jasmine.
Ratih sudah berpamitan pulang. Jasmine mulai bekerja hari itu juga. Kini ia di kenalkan dengan dua bocah kembar yang lucu dan sangat imut.
“Rayan, Raisa, ini adalah pengasuh baru untuk kalian,” ucap Jeje kepada dua anak kembar, laki-laki dan perempuan yang usia mereka baru 5 tahun.
Jasmine menatap dua anak kembar itu bergantian. Kemudian ia berjongkok dan menjajarkan tingginya dengan dua anak kembar itu.
“Kalian sangat tampan dan cantik sekali,” ucap Jasmine mulai mendekatkan diri. Jasmine merasa jatuh hati kepada anak kembar itu.
“Ingat kata Oma, jika bertemu dengan orang yang lebih tua harus mencium tangan.” Jeje mengingatkan dua cucunya itu dengan nada lembut.
Tidak perlu di suruh dua kali, kedua anak kembar itu langsung bersalaman dan mencium punggung tangan Jasmine. Kedua mata Jasmine tiba-tiba berkaca-kaca saat merasakan sentuhan dua tangan mungil itu. Entah kenapa ia merasa sangat dekat dengan dua anak itu.
Begitu pula dengan Rayan dan Raisa yang merasakan sesuatu yang aneh di dalam hati mereka. Mereka menatap Jasmine dengan lekat.
“Kakak juga sangat cantik,” puji Raisa tersenyum lucu.
Jeje terkejut saat mendengar cucunya memuji Jasmine, karena sebelumnya anak kembar itu sangat introvert dan tidak mudah menerima pengasuh baru.
“Sepertinya mereka menyukaimu, Jas,” ucap Jeje, ikut senang. Dia bernafas lega kalau begini.
“Semoga saja, Nyonya,” jawab Jasmine seraya berdiri.
“Kalian ke ruang bermain dulu ya. Oma ingin berbicara dengan Kak Jasmine,” ucap Jeje kepada dua cucunya.
“Iya, Oma,” jawab Rayan dan Raisa bersamaan. Lalu dua anak itu berlari menuju ruang bermain.
Jeje menjelaskan jika ayah si kembar sedang bekerja dan akan pulang saat sore hari. Sekaligus memberitahukan jadwal kegiatan si kembar kepada Jasmine.
“Nyonya, maaf sebelumnya. Apakah saya boleh bertanya, di mana ibu mereka?” tanya Jasmine dengan hati-hati.
“Mereka tidak mempunyai ibu,” jawab Jeje.
Jasmine membekap mulutnya, merasa kasihan dan sedih dengan nasib anak kembar itu.
“Maaf, Nyonya.” Jasmine merasa bersalah karena sudah mempertanyakan hal yang sangat sensitif.
“Tidak apa-apa. Kamu berhak tahu, karena mulai saat ini kamu adalah pengasuh mereka. Aku percayakan semua kepadamu, Jas. Dan aku tidak bisa berlama-lama di sini karena salah satu cucuku melahirkan di rumah sakit. Jika kamu perlu apa-apa, panggil salah satu pelayan di sini, mereka akan membantumu,” jelas Jeje lalu mengambil tasnya, dan berpamitan kepada Jasmine.
Jasmine menghela nafas panjang, kemudian ia segera berjalan menuju ruang bermain untuk menemui dua anak kembar itu.
Hari itu Jasmine melakukan tugasnya dengan baik, dua anak kembar itu tidak rewel justru terlihat patuh kepadanya.
Hingga tidak terasa sore hari telah tiba. Jasmine memandikan Rayan dan Raisa bergantian.
“Kalian sekarang sudah wangi, tampan, dan cantik.” Jasmine menjadi gemas dengan dua anak kembar itu lalu menciumi pipi mereka bergantian. Kemudian ketiganya itu keluar kamar, dan menuju ruang keluarga.
Tidak berselang lama terdengar deru suara mobil memasuki halaman rumah mewah itu.
Rayan dan Raisa saling pandang, kemudian mereka berlari ke halaman rumah sambil meneriakkan ayah mereka.
“Daddy!!
“Daddy!!”
Rayan dan Raisa tersenyum sambil joget-joget di depan pintu, mereka menyambut kedatangan ayah mereka dengan sangat bahagia.
Ricko yang baru turun dari mobil tersenyum lebar. Rasa lelahnya langsung lenyap begitu saja saat melihat dua buah hatinya menyambutnya dengan riang gembira.
“Kalian terlihat senang sekali,” ucap Ricko lalu menggendong kedua anaknya di kedua tangannya kanan, dan kiri, masuk ke dalam rumahnya.
“Hemm, kalian sudah wangi sekali. Siapa yang memandikan?” tanya Ricko ketika menciumi pipi kedua anaknya.
“Kak Jas, yang mandikan,” jawab Raisa dengan suara yang imut.
“Kak Jas?” Kening Ricko berkerut sembari berpikir. Ah, dia lupa kalau tadi pagi neneknya menghubungi jika ada pengasuh baru untuk kedua anaknya.
Ricko menurunkan kedua anak kembarnya saat sampai di ruang tengah. Bersamaan dengan Jasmin yang berjalan dari arah dapur sambil membawa sepiring nasi.
“Selamat sore, Pak,” sapa Jasmine, sembari menundukkan sedikit kepalanya dan tersenyum tipis, lalu menyamakan wajah Ricko yang dengan foto yang tertempel di dinding ruang tengah itu.
“Kau pengasuh baru kedua anakku?” tanya Ricko dengan nada datar.
“Iya, Pak, saya Jasmine,” jawab Jasmine.
“Daddy, Kak Jas, cantik ‘kan?” Raisa berkata sambil memeluk kaki ayahnya.
Ricko menunduk sambil tersenyum, “Iya , tapi Rara lebih cantik,” jawab Ricko.
“Terima kasih, Dad. Karena Daddy sudah memujiku maka Daddy akan mendapatkan ciuman dari Tuan Putri Rara,” ucap Raisa dengan gaya ala tuan putri. Kemudian ia meminta ayahnya untuk menundukkan kepalanya lalu mengecup pipi Ricko sekilas.
Ricko tertawa pelan, lalu mengusap pucuk kepala putrinya dengan gemas.
Lalu pandangannya teralihkan pada Jasmine yang menatapnya tidak berkedip.
“Apakah kau tidak punya pekerjaan lain selain menatapku!” ucap Ricko terdengar dingin dan datar.
Jasmin segera menundukkan pandangannya, “Maaf.”
Ricko menghela nafas panjang, seraya berjalan menuju tangga yang membawanya ke kamarnya.
“Ya ampun, galak sekali,” gumam Jasmin seraya mengelus dada dengan tangan kirinya.
“Ayo, anak-anak, waktunya makan!” seru Jasmine kepada dua anak itu.
Jasmine menyuapi Rayan dan Raisa di ruang keluarga sambil menonton televisi. Mereka berdua makan sangat lahap, namun tiba-tiba Raisya tersedak lalu kejang hebat.
Jasmine dan Rayan yang melihat itu pun langsung panik. Jasmine segera meletakkan piring dengan asal kemudian segera memeluk gadis kecil itu dengan erat.
“Daddy!!!” teriak Rayan sangat keras.
Salah satu pelayan di rumah itu berlari menuju lantai atas, untuk memberitahukan jika Raisa kejang.
Ricko yang baru saja selesai berpakaian langsung berlari keluar kamar dan menuju ruang keluarga.
“Rara!!!” seru Ricko panik lalu mengambil alih putrinya dari pelukan Jasmine.
“Ambilkan obat di laci kamar Rara!” titah Ricko kepada Jasmine.
“I-iya, Pak.” Jasmine yang panik langsung berlari dengan sangat cepat menuju kamar di si kembar yang ada di lantai dua, bersebelahan dengan kamar Ricko. Tidak berselang lama Jasmine kembali lagi dengan membawa sekotak obat di tangannya dan menyerahkannya kepada Ricko.
Kondisi Raisa membaik setelah meminum obat, dan sudah tidak kejang. Semua orang yang ada di sana merasa lega.
Ricko menatap putrinya yang terlelap di atas tempat tidur.
“Aku ingin kau menjaga mereka 24 jam!” ucap Ricko dengan nada datar.
“Tapi, Pak--”
“Aku akan menaikkan gajimu dua kali lipat!” Ricko berharap jika gadis tersebut tidak menolaknya. Dia takut jika terjadi apa-apa dengan putrinya yang sudah sakit parah.
Jasmine terdiam, seolah sedang mempertimbangkan tawaran yang di berikan oleh Ricko.
“Raisa mempunyai penyakit kelainan genetik, dia membutuhkan donor sumsum tulang belakang dari ibunya, tapi masalahnya aku tidak tahu keberadaan ibunya saat ini. Ibu si kembar adalah ibu pengganti, yang saat ini tidak tahu di mana keberadaannya. Kata dokter, Raisa bertahan hidup sampai 3 bulan lagi, jika aku tidak segera menemukan ibunya, maka nyawa Raisa tidak akan terselamatkan.” Ricko mengatakan itu semua dengan perasaan yang tidak karuan. Sebagai seorang ayah dia merasa sangat terpukul saat melihat kondisi putrinya.
Jasmine terkejut saat mendengarnya, dia tidak menyangka gadis kecil itu mempunyai penyakit yang sangat serius. Dan lebih mengejutkan lagi kedua anak kembar itu lahir dari ibu pengganti.
“Aku akan menjaga mereka selama 24 jam.” Jasmine menyetujui tawaran Ricko, tapi ada hal yang lain yaitu karena dia merasa kasihan pada dua anak kembar itu.
“Terima kasih,” ucap Ricko.
Ricko pria berusia 28 tahun itu sangat dingin dan datar. Dia tidak pernah menikah, tapi dia menginginkan anak untuk menjadi penerusnya. Maka dari itu dia memilih ibu pengganti yang mau mengandung benihnya. Tentu saja hal itu telah disetujui oleh keluarganya. Meski harus awalnya di tentang.
“Tapi, aku harus pulang lebih dulu untuk memberitahu ibuku, sekaligus mengambil pakaianku,” jawab Jasmine.
Ricko menyetujuinya, dia memerintahkan sopir untuk mengantarkan Jasmine pulang ke rumahnya.
*
*
Jasmine sudah sampai di rumahnya di antarkan oleh Sopir.
“Bu, Tuan Ricko memintaku untuk menjaga kedua anaknya 24 jam,” jelas Jasmine kepada ibunya.
“Kamu yakin menerima tawaran itu?” tanya Ratih memastikan lagi.
“Iya, Bu, gajiku akan di naikkan dua kali lipat,” jawab Jasmine.
“Apa pun keputusanmu, Ibu mendukung. Tapi, jika kamu merasa lelah atau tidak sanggup, lebih baik kamu berhenti.”
“Iya, Bu,” jawab Jasmine lalu segera masuk ke dalam kamar, untuk mengemasi pakaiannya. Setelah sudah selesai, dia segera berpamitan kepada ibunya karena sopir Ricko menunggunya di luar sana.
Selama di perjalanan Jasmine termenung memikirkan Raisa yang mempunyai penyakit genetik. Hingga tidak terasa mobil yang di naikinya sampai di halaman rumah mewah Ricko.
Jasmine bergegas keluar dari mobil, dan masuk ke dalam rumah sambil menenteng tasnya yang tidak terlalu besar.
“Kau bisa tidur di kamar kembar,” ucap Ricko dari arah ruang keluarga sambil memangku Rayan.
“Iya, Tuan,” jawab Jasmine segera menuju kamar si kembar. Sampai di sana, ia menatap Raisa yang masih terlelap. Dia sangat merasa kasihan kepada gadis kecil itu.
Baru saja akan menyusun pakaiannya di dalam lemari, dia mendengar Raisa merengek lalu menangis keras.
Jasmine bergegas menghampiri gadis itu kemudian merebahkan dirinya di sana, seraya memeluk Raisa.
“Tidak apa-apa, ada kakak di sini.” Jasmine memeluk gadis kecil itu dengan penuh kasih sayang, hingga membuat Raisa tenang dan terlelap kembali.
*
*
*
Di lantai bawah. Ricko sedang bermain dengan putranya. Sudah menjadi kebiasaannya jika sudah berada di rumah akan menghabiskan waktu dengan anak-anaknya.
“Daddy, kenapa kami tidak pernah bertemu dengan Mommy?” tanya Rayan yang ke sekian kalinya.
“Kalian akan bertemu dengan ibu kalian suatu hari nanti.” Selalu itu yang di katakan oleh Ricko hingga membuat putranya merasa jengah.
“Aku bosan mendengar jawaban Daddy!” jawab Rayan sembari bersedekap di dada.
“Daddy janji jika kalian akan segera bertemu dengan ibumu.” Ricko mengusap kepala putranya, seraya beranjak dari duduknya.
Ricko menuju ruang kerjanya. Dia menghubungi orang suruhannya untuk mencari keberadaan Ibu dari anak-anaknya. Namun hasilnya nihil, orang suruhannya belum mendapatkan informasi apa-apa.
Ricko merasa frustrasi, dia menjambak rambutnya sendiri dengan kuat. Dia harus segera menemukan ibu dari anak-anaknya sebelum waktu itu tiba.
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!