NovelToon NovelToon

Eldrea Academia and The One That Stars Chose

Prolog

“Ternyata langit malam yang dipenuhi oleh bintang itu, tak seindah seperti apa yang orang selalu bicarakan,” ucapku sembari menatap langit-langit gubuk milik Kakek yang terbuka lebar karena tertimpa pohon tumbang tadi sore.

“apa karena saat ini, aku melihatnya di gubuk tua ini ya?”

Aku hanya bisa terus memperhatikan langit malam melewati celah langit-langit yang langsung mengarah ke luar itu. Bintang-bintang yang ada di langit itu terhalang keindahannya oleh pemandangan atap yang berlubang.

Swoosh~

“Brr, sialan dingin sekali,” keluhku sembari mencoba menambah lapisan selimut yang terbuat dari bulu hewan liar, “kenapa pula harus ada pohon yang menimpa rumah ini ketika musim dingin, Argh!!!” Aku masih terus menggerutu.

Angin musim dingin benar-benar membuat suasana malam menjadi lebih buruk dari malam-malam sebelumnya. Beruntung salju saat ini tidak turun, jika sekarang salju turun. Mungkin aku akan terkubur di dalam tumpukan salju.

Setelah kepergian Kakek. Aku hanya menghabiskan hari-hariku untuk mencari kayu bakar dan juga berburu di hutan.

Sebelum Kakek meninggal. beliau sempat mengajarkanku bagaimana caranya untuk bertahan hidup di tengah hutan ini sehingga aku tetap bisa mempertahankan hidupku. Tapi tetap saja, sekarang aku tak tahu apa yang harus aku lakukan berikutnya selain menunggu kematianku di sini.

Aku pun melihat ke sekeliling rumah kecil milik Kakek.

“Ternyata ini yang dimaksud oleh orang-orang ketika mereka bilang jika rumah akan terasa sepi ketika kita kehilangan seseorang,” Aku akhirnya mengerti arti kalimat tersebut. Entah sekecil apa pun rumah yang kau miliki, rumah itu akan tetap meninggalkan jejak dari orang-orang yang sedang ataupun pernah tinggal di sana.

Seperti satu-satunya meja di rumah ini yang selalu digunakan oleh kakek untuk membaca hingga larut, dia akan terus membaca berbagai jenis buku dari rak yang dia taruh di samping mejanya, dan ketika dia lelah, dia akun langsung berbaring di samping meja tersebut dengan sealas kain yang dia rajut sendiri.

“Buku, huh?”

Kakek memang memiliki banyak buku, tapi sayang, Kakek belum sempat mengajarkanku bagaimana caranya untuk membaca dan menulis. Sehingga aku tak punya pilihan selain termenung sendiri tiap malamnya.

Aku menghela napas panjang. “sialnya aku … Bisa-bisanya aku dibuang di tengah hutan ketika baru lahir dan malah dirawat oleh Kakek tua yang sekarat.”

Bukan aku tak bersyukur, hanya saja memikirkan malangnya nasibku ini membuatku tak kuasa untuk tidak mengeluh.

Aku kembali menatap langit-langit yang berlubang itu dengan penuh perasaan sedih karena harus ditinggal sendiri di dalam hutan. Aku hanya bisa berharap bahwa akan ada keajaiban datang padaku di saat seperti ini.

Entah tuhan mendengarkan ucapanku atau tidak, tapi setelah aku mengatakan hal tersebut. Tiba-tiba saja ada bintang jatuh yang terbang melintasi celah yang terbuka di langit-langit itu.

“Oh, oh, bintang jatuh! Cepat, harus buat permohonan” Aku langsung memejamkan mataku.

Aku .mulai menggelengkan kepalaku. ”Ergh, aku benar-benar enggak tahu apa yang harus aku mohon.”

Karena tak tahu apa yang harus aku mohon, aku kembali membuka mataku dan melihat ke sekeliling. Entah kenapa aku tertarik pada rak buku yang sudah di penuhi oleh debu karena sudah lama tak ada yang menyentuhnya.

'Benar, mungkin itu adalah hal yang aku butuhkan sekarang.'

Segera setelah aku melihat rak buku milik kakek, aku pun langsung segera membuat permohonan.

”Wahai dewa, tuhan, atau siapa pun kalian yang mendengarkan permintaanku ini. Aku mohon, tolong berikan aku kemampuan untuk bisa membaca agar aku bisa mencari tujuan hidupku berikutnya.”

Setelah selesai membuat permohonan, aku pun kembali menatap langit malam dari balik celah yang terbuka itu.

“Heh, mana mungkin doaku bakal terkabul begitu saja.”

Entah karena aku yang terlalu lelah setelah berburu dan mencari kayu bakar seharian, atau karena sudah larut malam. Mataku rasanya sudah sangat berat sehingga membuatnya menutup dengan sendirinya.

...----------------...

Di tengah tidurku, aku merasakan perasaan hangat menyelimuti badanku. Perasaan secara perlahan mulai menjalar dari kaki hingga kepalaku.

Semua perasaan hangat yang aku rasakan barusan tiba-tiba saja berkumpul di area mataku. Karena itu aku bisa merasakan mataku mulai terasa seperti terbakar oleh api yang sangat panas sehingga membuat ku menggeliat kesakitan.

Dengan tubuh yang masih menggeliat kesakitan, aku merasakan api yang sedang membakar mataku ini tiba-tiba saja meledak dan membakar habis diriku. Api itu benar-benar melahap diriku seutuhnya.

“Argh!!!” teriakku terbangun dari tidurku.

Tunggu … Tidur? Aku langsung memeriksa setiap inci dari tubuhku mulai dari kepala hingga kaki. Jelas-jelas aku tadi benar-benar merasa diriku sedang dibakar oleh api yang sangat dahsyat, lalu sekarang kenapa aku terduduk di atas kasurku?

“Sebenarnya tadi itu apa?”

Aku terus bertanya-tanya tentang apa yang baru saja aku alami, namun tetap saja aku tak bisa memikirkan satu pun jawaban dari pertanyaanku.

“Lanjut tidur dulu aja deh buat sekarang."

Tak mau ambil pusing, aku akhirnya mencoba untuk kembali tertidur.

Namun ketika aku sedang berusaha untuk kembali tertidur. Tiba-tiba saja ada angin kencang yang masuk melalui ventilasi dan langit-langit yang terbuka lebar. Angin tersebut membuat barang-barang dan juga buku-buku yang ada di rak milik kakek mulai berjatuhan dan membuat debu mulai beterbangan di sekitar kamar ku.

Uhuk, Uhuk, Uhuk

Debu yang berterbangan mulai memenuhi dadaku, sehingga membuatku batuk tak karuan. Aku pun kembali terbangun dan mencoba untuk duduk sebentar.

“Dasar angin sialan!” umpatku.

Setelah sedikit menenangkan diri, aku pun mencoba untuk sedikit membersihkan tempat tidurku. Biarlah yang lain aku bersihkan besok pikirku. Namun ketika aku hendak mau kembali berbaring, aku tak sengaja melihat sebuah buku berwarna biru tua tergeletak di sampingku

“Sihir dalam kegiatan sehari-hari, huh?” ucapku setelah membaca judul dari buku tersebut.

Aku kembali membaringkan tubuhku dan segera menutup mataku tanpa memikirkan kejanggalan yang terjadi.

“Aku membaca?!” aku membuka mataku dengan cepat.

Setelah tersadar dengan keanehan yang baru saja terjadi. Aku langsung kembali bangkit ketika sadar bahwa aku baru saja membaca tulisan yang berada di sampul sebuah buku.

Dengan penuh rasa tidak percaya, bingung dan juga perasaan senang. aku mencoba mengambil buku tersebut dan mulai membuka halaman pertamanya.

“Jadi ini lah yang selama ini ada di dalam buku …” aku perlahan membaca halaman demi halaman dari buku tersebut dengan kecepatan yang terus meningkat secara perlahan.

“Apa ini yang dinamakan buku dongeng?” gumamku penuh dengan rasa penasaran, ”Apa kakek, tak sempat memberikan buku ini padaku?”

Aku ingat betul bahwa Kakek pernah berjanji bahwa dia akan membelikanku sebuah buku dongeng ketika aku berumur 8 tahun.

“Eh, enggak deh kayanya,” ucapku ragu.

Aku ragu jika kakek, sempat membeli buku dongeng mengingat dia jatuh sakit 6 bulan sebelum aku berulang tahun, lalu meninggal 5 bulan setelahnya.

“Tapi, bukannya buku dongeng itu dipenuhi gambar yang bahkan bisa dimengerti oleh anak kecil ya?”

Setelah membolak-balik halaman yang berada di dalam buku. Aku tak bisa menemukan gambar anak-anak yang dibicarakan oleh Kakek. sebagai gantinya aku hanya melihat simbol lingkaran dengan berbagai macam corak di hampir setiap halamannya.

Dilihat dari manapun, kurasa anak-anak tak akan bisa memahami setiap corak yang ada di dalam buku tersebut.

“Yah, siapa peduli,” ucapku.

Tanpa mempedulikan buku apa yang aku pegang saat ini, aku mulai membaca setiap halamannya dengan antusias seolah buku ini adalah seseorang yang sedang bercerita padaku. Aku tak mau tidur sekarang, aku takut keajaiban ini menghilang begitu saja jika aku tertidur.

Malam dingin yang tadinya kurasakan sebelum aku memejamkan mata tiba-tiba saja berubah menjadi malam yang sangat hangat dan juga menyenangkan, aku tak pernah menyangka bahwa membaca itu bisa begitu menyenangkan.

Chapter 1 : Siluman Burung

krek, kreeek, bruk!

“Oke, seharusnya ini semua cukup,” ucapku setelah menebang pohon.

Aku menebang beberapa pohon untuk merenovasi gubuk milik Kakek, setelah membiarkannya dengan keadaan yang sangat buruk dalam waktu 2 tahun terakhir.

Selama 2 tahun ini aku hanya dapat menambal beberapa lubang yang ada di gubuk kakek dengan papan kayu sederhana karena selain harus mencari bahan untuk memperbaikinya aku juga harus tetap mencari makan untuk diriku sendiri, walau sebenarnya kebanyakan waktu aku habiskan untuk membaca semua buku yang ada di rak milik kakek.

“Wahai angin, potonglah!” Setelah merapalkan mantra, aku berhasil memotong pohon yang baru saja aku tebang menggunakan kapak menjadi 5 papan kayu rapi per-pohonnya.

Walau sekarang aku sudah bisa menggunakan sihir setelah mencontohnya dari buku-buku yang ditinggalkan olek kakek, aku tetap harus melatih tubuhku karena mau bagaimana pun aku ini tinggal di dalam hutan, sihir saja tak bisa membantuku untuk bertahan hidup jika tubuhku lemah.

Aku tak begitu paham kenapa aku bisa menggunakan sihir. Tapi ketika aku membayangkan diriku menggunakan sihir, tiba-tiba saja sihir mulai keluar seperti yang aku pikirkan. Namun sebagai konsekuensinya aku jadi sangat mudah kelelahan secara mental ketika menggunakan sihir.

Karena itu, aku harus bisa menggunakan kekuatan mentalku sebaik mungkin dan tentunya aku harus terus memperkuat tubuhku agar bisa menopang semua beban itu, sehingga terciptalah metode latihan milikku sendiri.

Aku berlatih sembari melakukan pekerjaan sehari-hari seperti menebang atau berburu. Aku menyeimbangkan penggunaan sihir dan tubuhku ketika melakukan pekerjaan sehari-hari. Sebuah metode yang sangat efektif bagiku.

Tok, Tok, Tok!

Aku mulai memperbaiki setiap bagian dari rumah kakek secara manual, karena aku tak merasa diriku cukup mampu untuk mempertahankan sihir yang kuat untuk merenovasi rumah kakek.

Waktu berjalan begitu cepat ketika aku sedang fokus.

...----------------...

Tak terasa hari telah petang, namun pada akhirnya aku telah selesai memperbaiki semua bagian yang bocor. Bukan hanya itu, aku juga telah selesai mengganti setiap bagian yang rapuh, walaupun tidak sempurna, tapi setidaknya aku tak perlu khawatir rumah akan ambruk ketika ada badai datang.

Aku pun memutuskan untuk pergi memancing di danau yang tak terlalu jauh dari rumah kakek.

Suasana danau yang begitu damai dan dipenuhi oleh suara kicau burung benar-benar seperti hadiah setelah semua kerja keras yang kulakukan, terlebih sunset yang begitu indah itu sungguh memukau mataku

Aku berhasil mendapat banyak ikan sampai-sampai memenuhi ember yang kubawa.

Tanpa menunggu waktu lama, aku langsung membuat perapian dan membakar 5 ikan sekaligus. Tak hanya itu, aku juga membuat tempat duduk dari 2 balok kayu yang membentuk huruf L, dengan niatan satu bangku untukku duduki, dan satu untukku menyimpan barang-barangku.

“Sekarang apa yang harusku lakukan?”

Aku mempertanyakan soal apa yang selanjutnya harusku lakukan, mengingat sekarang aku tinggal sendirian di tengah hutan dan tak memiliki alasan untuk tinggal lebih lama lagi di sini.

Tapi walaupun begitu, aku juga tak tahu jalan menuju pusat kota, persiapanku juga tidak seberapa. Kalau aku memaksakan untuk pergi menyusuri hutan salah-salah aku malah bisa berakhir di dalam perut monster jika tak punya rencana yang matang.

aku termenung memperhatikan perapian di depanku sembari menunggu ikan yang aku bakar matang. Aku juga melatih kemampuan sihirku dengan menjentikkan jariku dan membuat sihir api keluar di ujung telunjukku secara berulang-ulang.

“Buku-buku yang ditinggal Kakek sudah aku baca semua … sudah tak ada lagi yang bisa aku pelajari dari buku-buku itu,” gumamku.

Aku memang telah membaca semua buku milik kakek yang masing-masing dari bukunya telah aku baca sebanyak 5 kali, sehingga aku sudah benar-benar hafal di luar kepala dari setiap isi buku-buku itu.

Banyak sekali informasi yang aku dapatkan dari buku tersebut, selain sihir yang aku pelajari dari buku pertama yang aku baca. Aku juga mendapat banyak informasi mengenai berbagai hal yang ada di luar sana, contohnya seperti kerajaan baru yang berada dekat dengan hutan tempatku tinggal saat ini.

“Eldrea … kira-kira bagaimana ya kerajaan itu? Kudengar pusat kota Eldrea itu terlihat sangat indah.”

Dari yang aku baca di buku, Eldrea adalah sebuah kerajaan yang dibangun oleh para pahlawan setelah perang besar melawan para iblis. Mereka juga membangun sebuah akademi pahlawan di sana dengan tujuan untuk memperkuat kekuatan militer manusia jika tiba-tiba saja keadaan buruk terjadi kembali.

Oleh sebab itu kerajaan yang baru saja berdiri selama 30 tahun ini sudah bisa menjadi kerajaan besar melebihi kerajaan-kerajaan lainnya di bumi saat ini. Itu semua berkat akademi yang benar-benar diminati oleh semua pemuda pemudi dari seluruh penjuru dunia.

Karena faktor inilah, perekonomian kerajaan menjadi semakin baik dan membuat kerajaan Eldrea bisa meningkat dengan sangat pesat menyaingi kerajaan-kerajaan lain yang telah lama berdiri.

“Kenapa? Apa kau penasaran dengan dunia luar bocah?” tiba-tiba saja ada suara yang menghentikan lamunanku.

“siapa itu?”

Aku mencoba mencari ke sekeliling tapi tak ada satu pun orang di sekitarku selain seekor burung yang tak pernah kulihat sebelumnya sedang hinggap di balok kayu yang aku letakkan untuk barang-barangku.

Burung itu memiliki kepala dan sayap berwarna hitam, bagian tubuh atasnya berwarna biru tua dan bagian bawah tubuhnya berwarna putih.

“Burung?” Aku memperhatikan burung aneh tersebut.

'Selama aku tinggal di dalam hutan, aku tak pernah melihat burung yang seperti itu. Apa mungkin ini adalah burung langka yang hampir punah?' batinku.

Burung tersebut hanya diam dengan tenang seolah tidak takut pada manusia

“Kayak nya aku belum pernah lihat burung kaya kamu ini sebelumnya di sini, kamu baru buat sarang sekitar sini kah? Yah, enggak mungkin juga kamu bisa jawab pertanyaanku, haha.” aku tertawa kecil karena merasa bodoh untuk mengajak bicara seekor burung.

“memang nya kenapa kalau aku bisa bicara?” Burung itu tiba-tiba saja mulai berbicara.

“AAaahhh!, b-b-burung nya, burung nya baru saja bicara? Yang benar saja?” Aku sontak meloncat menjauh dari tempatku duduk dan membuat kayu yang kugunakan untuk membakar ikan mulai berceceran karena panik.

“Hei! Jangan tiba-tiba loncat dan bikin makan malamku berantakan!”

Burung itu langsung terbang ke arah perapian, memasukkan dirinya sendiri ke sana, namun alih-alih membakar dirinya hingga mati. Api tersebut malah berubah menjadi bentuk manusia dan langsung berjalan ke arahku.

“AAaahh! Apa ini? Siapa kamu?” aku semakin dibuat terkejut karenanya dan langsung mengambil batu yang ada di sekitarku.

“Tenanglah bocah! lagi pula penyihir macam apa yang mencari batu ketika keadaan terdesak, ck,ck,ck.”

Api yang membakar tubuhnya tiba-tiba saja mulai menghilang dan menampakkan sosok seorang wanita dengan kisaran umur 20an.

Dia memiliki rambut dan mata berwarna merah, mengenakan pakaian yang serba hitam, dari dress panjang, dan boot selutut yang terlihat seperti terbuat dari kulit monster yang kuat. Di bagian lengan kirinya juga ada sebuah ban merwarna merah

Mendengar ucapannya itu membuatku tersadar bahwa aku dapat mengunakan sihir. "Oh, iya benar juga, aku bisa pakai magic."

Aku pun mulai bangkit dan segera menjulurkan tanganku ke arah nya. “Watterball!” Aku langsung menembakkan bola air ke arahnya dengan pikiran bahwa dia tahan terhadap api, jadi setidaknya serangan air akan mempan terhadapnya.

Byuur!

“Bocah sialan! Berani-beraninya kau malah membuat aku basah kuyup malam-malam begini, mana makan malamku jadi kacau karenamu, dasar sial!” umpatnya padaku.

Memang benar selain mengguyurnya sampai basah kuyup, bola air yang aku tembakan juga terkena perapian di belakangnya dan mengacaukan makan malam yang sedang aku siapkan.

“Tapi itu aku yang buat, dan aku juga yang memancing ikan-ikan itu untukku makan!”

“Dasar bocah … Hei, dengar ini. Jika ada wanita cantik seperti diriku ini mengunjungimu malam-malam begini, kamu sudah sewajarnya menyuguhi aku dengan makanan, mengerti?” ungkapnya dengan nada sombong.

Entah dari mana orang ini berasal atau bagaimana caranya dia berubah dari seekor burung menjadi manusia, tapi sifat angkuhnya itu membuatku benar-benar kesal.

“Heee, padahal cuman siluman burung ….”

“Apa kau bilang bocah brengsek!” dia langsung meloncat ke arahku dan memukul kepalaku.

“Aww, sakit sialan!” keluhku sembari mencoba melepaskan diri dari cengkramannya.

Tingkah nya benar-benar seperti binatang liar, walau dia bilang dia adalah wanita cantik yang mengunjungiku malam-malam. Bagiku dia hanyalah wanita angkuh tak tahu malu yang bisa menyerang siapa saja tanpa mempedulikan umur orang yang dia serang.

“Hoo, lihat bocah ini, walaupun tadi ketakutan setengah mati, sekarang malah mulai melawan ya,” dia mengatakannya dengan nada mengejek, “tenanglah bocah, kau tak perlu berhati-hati seperti itu, jika aku memang ingin menyakitimu, Kau seharusnya sudah menjadi abu untuk saat ini,”

Tanpa perlu mencari tahu, aku sudah paham bahwa ucapannya itu bukan lah sebuah gertakan belaka, karena walaupun aku tak pernah melihat seorang penyihir sebelumnya, tapi aura yang dia pancarkan benar-benar luar biasa.

“Lalu kenapa kamu di sini?” tanyaku sembari berusaha menenangkan diriku.

“Sudah mau berbincang sebentar?” wanita itu tersenyum. “Drain” Dia lalu merapalkan mantra yang membuat tubuhnya kering seketika.

“Kenapa kamu tidak menjawab pertanyaanku? Kenapa kamu di sini?” tanyaku sekali lagi

“Sabarlah bocah, pertama-tama coba mulai bakar lagi ikan-ikan yang sudah kau tangkap itu,” ucapnya sembari menunjuk ke arah ember yang masih berisikan 4 ikan hasil tangkapanku.

"Baiklah, tapi kamu harus menjelaskan semuanya setelah kita selesai makan, oke?"

"iya, dasar bocah cerewet." dia pun duduk di balok kayu yang sebelumnya dia hinggapi sebagai seekor burung.

Aku tak punya pilihan selain mengikuti keinginannya, selain karena fakta bahwa aku yang jauh lebih lemah darinya, tapi aku juga memiliki firasat bahwa dia bukanlah orang jahat. Setidaknya untuk saat ini.

Chapter 2 : Guru Sihir Bagian 1

“Haa, ternyata memakan ikan bakar ketika cuaca dingin enak juga,” ucap wanita misterius itu setelah menghabiskan 3 dari 4 ikan yang tersisa dari ember.

“Padahal aku memancing banyak ikan agar aku bisa makan banyak …” Aku hanya bisa pasrah dengan semua ini.

Semua pikiran untuk pesta setelah cape bekerja sehari penuh telah berubah menjadi sebuah kekecewaan. Aku menyantap ikan bakarku dengan perlahan, mencoba untuk menikmati setiap gigitannya.

“Diam bocah, cepat habiskan ikan itu, atau mau aku yang menghabiskannya?” dia mengucapkan hal itu dibarengi dengan gerakan tangan yang seolah mau mengambil ikan milikku.

Aku menjauhkan ikan bakarku dari jangkauan tangannya. “Cih, dasar rakus! Aku berani taruhan jika kau terus makan seperti ini. Bulan depan tubuhmu akan melar seperti balon,”

Tak bisa dipercaya, dia masih saja mau memakan ikan yang sedang aku santap. Sebenarnya dia ini siapa? Kenapa dia begitu berani bertindak seperti itu kepada orang yang tidak dia kenali?

Wanita itu menghela napas panjang dan mulai melirik ke arahku. “Kau ini masih kecil tapi sungguh cerewet. Kalau terus seperti ini, aku bisa jamin kalau kau tak bisa menemukan gadis yang mau denganmu selama 30 tahun ke depan,” ucapnya tak tahu malu.

Setelah mengatakan semua itu, dia langsung mengambil kantung kecil yang ada di pinggangnya. Dia membuka kantung itu dan mengeluarkan sebuah botol yang terbuat dari alumunium dengan ukuran yang lebih besar dari kantung tersebut.

“Kenapa? Kau tak pernah melihat kantung sihir?” ucapnya sembari membuka botol tersebut dan meminum air di dalamnya.

“Jadi itu kantung sihir?”

Aku memang pernah membacanya dari buku yang ditinggalkan oleh kakek, tapi aku tak menyangka bisa melihatnya secara langsung seperti ini dari orang random yang tak aku kenal.

“Hoo, jadi kamu tau apa itu kantung sihir?”

Dia menaruh botol airnya di dekat api unggun, lalu mengubah posisi duduknya, dia juga mendekatkan tubuh bagian atasnya ke arahku, berusaha berbisik padaku.

“Sekarang beri tahu aku. dari mana bocah sepertimu belajar sihir? dan kenapa kamu bisa tau soal hal-hal yang tak seharusnya bisa diketahui oleh seorang bocah yang tinggal di dalam hutan sejak dia lahir?”

Pertanyaannya itu cukup wajar karena dari apa yang aku baca. Rakyat jelata itu baru mulai belajar membaca dan menulis ketika umur mereka berusia 12 tahun dan untuk para bangsawan mereka akan mulai belajar ketika mereka menginjak umur 8 tahun.

Jadi walaupun aku memang ada di umur yang wajar untuk bisa membaca dan menulis, tak seharusnya aku mengetahui hal-hal seperti ini, karena untuk mengetahui informasi ini, aku setidaknya harus bisa membaca buku tingkat 3.

Untuk tingkatan buku itu sendiri terbagi menjadi 3 bagian, yang pertama adalah buku tingkat 1. Buku ini berisikan lebih banyak gambar-gambar ketimbang tulisan sehingga mudah di pahami oleh anak-anak yang baru belajar membaca.

Ada juga buku tingkat 2. Buku ini biasanya membahas hal-hal ringan seperti cerita rakyat, cerita dari para pahlawan atau bisa juga berisikan resep untuk memasak. Bisa dibilang ini adalah buku-buku yang biasa dibaca oleh para orang dewasa.

Dan untuk buku kelas 3. Buku ini berisikan bahasan berat yang diperuntukkan bagi para sarjana kerajaan ataupun murid dari akademi pahlawan. Buku ini menjelaskan mengenai sihir dan hal-hal ilmiah lainnya.

Dengan alasan itu, kurasa wajar jika wanita ini curiga karena aku bisa mengetahui informasi kelas tinggi seperti ini.

“Oh, itu, emm, aku sebenarnya ….”

Aku tak bisa memikirkan alasan yang bagus untukku beri tahukan kepadanya.

Mengingat kondisiku yang tiba-tiba saja bisa membaca ketika aku melihat bintang jatuh 2 tahun lalu. Kurasa tak mungkin akan ada orang yang percaya dengan alasan seperti itu.

Melihat kegelisahanku, dia akhirnya mencoba menenangkanku. “Tenanglah, aku tak berniat melakukan hal jahat padamu, aku hanya penasaran itu saja."

Aku menghela napas panjang. "Baiklah ...."

Karena aku tak mau membuatnya curiga dan mulai berhati-hati padaku. mau tak mau akupun menjelaskan bagaimana awal mula aku bisa membaca dari awal sampai akhir padanya.

“Bintang jatuh?” dia termenung mendengar penjelasanku.

“Iya, silakan saja kalau kau mau tertawa. Aku tau ini terdengar cukup konyol.”

Yah, lagi pula siapa juga yang mau mempercayai cerita bodoh seperti itu.

“Aku percaya kok,” jawabnya dengan senyuman di wajahnya.

“Kau percaya?”

Aku benar-benar tak mengerti bagaimana bisa dia percaya cerita aneh yang dikatakan oleh anak kecil begitu saja.

“Yah, itu bukan cerita yang mustahil, lagi pula bukankah sihir itu sendiri tercipta karena alam bawah sadar kita? Jika sihir saja bisa kita gunakan, kenapa pula aku tak percaya akan doa dari anak kecil yang hampir mati kedinginan sepertimu, yah, walau memang kesempatan seperti itu sungguh sangat jarang terjadi,”

Aku benci untuk mengakui bahwa dia ada benarnya untuk hal satu ini.

“Hei, bagaimana jika begini saja.” wanita itu mulai berdiri dari tempat duduknya. “Mulai saat ini, kau akan aku angkat menjadi seorang murid dan sebagai balasannya kau akan membantuku dalam pekerjaanku, jadi bagaimana? kau mau ikut atau tidak? Kau juga akan mendapatkan pengalaman yang cukup berharga dibanding tetap diam di dalam hutan seperti ini.”

Mendengar tawaran tiba-tiba darinya membuatku menjadi semakin curiga kepadanya, walaupun dia memang terlihat kuat, tapi fakta bahwa dia adalah orang asing yang tiba-tiba saja datang ke hadapanku ini sedikit membuatku agak waswas.

“Kenapa kau tiba-tiba menawarkanku hal ini?”

“Sudah jangan banyak tanya dan ikuti saja apa kataku.”

“Bagaimana mungkin aku bisa ikut begitu saja kepada seorang siluman burung sepertimu,”

“Aku bukan siluman brengsek!, aku hanya menggunakan sihir transformasi untuk mengubah bentuk tubuhku menjadi seekor burung,” umpatnya.

Sungguh tak kusangka dia bisa memaki seorang anak kecil dengan begitu mudahnya.

“Sihir transformasi?”

Kalau tidak salah sihir transformasi adalah sihir yang bisa digunakan oleh penyihir yang telah mencapai circle 7, dan walaupun kamu sudah berada di circle 7. Mempertahankan sihir tersebut saja sudah menguras banyak energi mana di dalam tubuh penggunanya. Terlebih dia tak mengubah penampilannya saja, melainkan dia berubah menjadi seekor burung.

Aku tak tahu sebenarnya orang ini ada di tingkatan apa, tapi yang jelas, jika yang dia lakukan benar-benar sihir transformasi, maka itu menunjukkan seberapa kuatnya wanita ini.

“Seharusnya kamu tahu apa itu sihir transformasi mengingat kamu sudah mengetahui soal kantung sihir, benarkan?”

“Iya, aku tau apa itu sihir transformasi.”

“Bagus! Jadi kamu sudah pasti mau jadi murid ku?” Dia melangkah mendekat ke arah ku.

“Aku, aku, aku masih belum yakin soal itu …”

Aku menjawabnya dengan nada yang cukup pelan, karena bagaimanapun sekarang aku sudah tahu bahwa dia bukanlah orang yang mau aku buat marah.

“Sudahlah ikuti saja apa kataku ini oke?” Dengan nada yang sedikit di tekankan, dia memegang pundakku. “Atau kau ingin membuatku menjadi musuhmu, hmm?”

“E-enggak! Tentu aja enggak!” Aku terperanjat mendengar ucapannya.

Membuat seseorang sepertinya menjadi seorang musuh adalah tindakan paling bodoh yang bisa aku bayangkan.

”Bagus sekarang kamu adalah muridku.” Dia menepuk pundakku dan kembali duduk di sebelahku. “Nah sekarang bagaimana kalau kita mulai dengan memperkenalkan diri kita masing-masing?”

“Namaku, Deron.”

Aku memang masih tak bisa percaya padanya, tapi aku juga tak bisa bertindak gegabah karena aku tak tahu apa yang akan dia lakukan jika aku menolaknya.

“Deron, ya? Kalau gitu, Deron … perkenalkan namaku adalah Margaretha Volva, Aku adalah seorang petualang.”

“Kamu seorang petualang?”

“Iya, kenapa? Ada yang aneh?”

Petualang adalah orang-orang yang bekerja tanpa terikat pada kerajaan manapun, mereka bisa dengan bebas memilih untuk bekerja pada siapa saja tanpa ada yang mengekang mereka. Bisa dibilang mereka adalah kumpulan pekerja lepas yang memiliki kemampuan. Tapi walau begitu mereka biasa berkumpul di dalam satu tempat yang bernama Guild.

Di dalam Guild mereka akan bisa mencari informasi atau pekerjaan yang mereka butuhkan. Namun berbeda dengan petualang, Guild adalah serikat yang bekerja sama dengan kerajaan ataupun tempat mereka berdiri, sehingga banyak sekali Guild yang tersebar di berbagai tempat.

”Enggak, hanya saja, jika kamu petualang, apa kamu sedang melakukan misi di sekitar sini?”

“Oh, itu… aku enggak lagi menjalankan misi, aku ke sini karena aku punya keperluan di sekitar sini. Tapi ketika aku berjalan, aku tiba-tiba saja melihat ada cahaya api unggun.” Dia mengambil botol minumnya yang tadi dia simpan di samping api unggun.

“Kupikir awalnya ada grup petualang yang berkemah di dekat sini, dan aku berniat untuk meminta sedikit makan malam mereka, tapi ternyata aku hanya menemukan seorang anak kecil sedang membakar banyak sekali ikan untuk dirinya sendiri, dasar bocah rakus,” lanjutnya.

“Yah, tapi sekarang ikan itu dihabiskan oleh orang yang lebih rakus lagi,” jawabku dengan sedikit mengejek

“Gimana? Kayanya aku salah dengar, iya kan, DE-RON?” dia mengatakan itu semua sembari mengeluarkan api dari tangannya, “Jadi ... tadi kau bilang apa?”

“E-enggak guru, aku enggak bilang apa-apa.”

“Yah, sudahlah.” Dia membatalkan mantra nya dan mulai meminum air dari botolnya. “Tapi itu bukanlah hal yang penting untuk saat ini. Sekarang coba jelaskan sudah sejak kapan kau belajar sihir?” tanyanya sembari menutup kembali botol air miliknya.

“Aku mulai menggunakan sihir setelah mempelajari nya selama setahun dari buku milik mendiang kakekku.”

“Belajar melalui buku? hmm, menarik …”

Aku tak bisa menebak tentang apa yang sedang dia pikirkan, tapi melihat reaksinya seperti itu membuatku jadi sedikit takut.

Guru termenung sebentar memperhatikan api unggun. Dia terlihat seperti sedang memikirkan hal yang cukup berat di balik wajah cantiknya. Namun tak perlu waktu lama dia tiba-tiba saja bangkit dari duduknya.

“Kalau begitu ayo kita pergi ke rumah kakekmu itu sekarang.” Dia menarik kerah bajuku untuk pergi ke rumah kakek.

“Tunggu, kenapa kau mau ke rumah kakek?” Aku mencoba menahan tarikan nya yang cukup kuat.

“Sudah lah ikuti saja apa yang dikatakan oleh gurumu ini!” Dia menarikku lebih kuat lagi

“Ba-baiklah, tapi tunggu sebentar!"

Dia melepaskan tarikannya dan berdiri menatapku.

“Kenapa?”

“Barang-barangku masih tergeletak di sana, dan kita juga belum mematikan apinya, akan berbahaya jika kita membiarkannya menyala seperti ini, lagi pula memangnya kau tau ke mana arahnya Guru?”

“Oh, benar juga, kalau begitu sudah cepat padamkan api itu,” serunya menyuruhku untuk bergegas.

Aku langsung bergegas memadamkan api unggun dengan air dari danau dan langsung membereskan barang bawaanku.

“Sudah beres kan? Kalau begitu cepat tuntun aku.”

Aku langsung menuntun guru ke rumah kakek, aku tak tahu apa yang akan dia lakukan di sana, tapi untuk sekarang mengikuti permintaannya adalah hal terbaik bagiku.

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!