NovelToon NovelToon

Kepingan Rindu

1. Prolog

"Zahra, bangun sayang nanti telat sekolahnya" ucap Ibu Rahma dari luar kamar Zahra.

"Iya bu, Zahra udah bangun koq" ucap Zahra keluar dari kamarnya,

"Zahra, ibu mau ke pasar dulu ya, ini uang sakunya, jangan nakal ya di sekolah" perintah ibu. lalu mengelus kepala Zahra.

"Iya bu, ibu hati-hati di jalan ya"ujar Zahra, Zahra bergegas ke kamar mandi untuk mandi, selang beberapa menit Zahra mengganti pakaiannya menjadi seragam sekolah. Setelah sarapan Zahrapun bergegas ke sekolah.

Pagi-pagi sekali, ibu Rahma berangkat ke pasar untuk jualan kue. Terkadang jika tidak habis, kue itu dibawa pulang oleh Ibu Rahma, atau jika ia bertemu pengemis, kue itu ia berikan untuk pengemis. Meski seperti itu, keluarga Zahra berkecukupan, Zahra saat ini masih duduk di kelas 4 Sekolah Dasar, ia selalu membantu ibunya berjualan jika ia libur sekolah.

Pulang sekolah ia melihat toko kue di seberang jalan, ia sangat ingin memiliki toko kue untuk ibunya, Zahra mendekati toko kue itu. Saat ia sedang melihat-lihat, seseorang mendekatinya,dan cukup membuatnya terkejut.

"Dek, sedang apa di situ? Mau beli kue?" Ucap wanita itu tersenyum pada Zahra. Zahra tersenyum kikuk menanggapinya.

"Engga bu, Zahra ngga punya uang, Zahra cuma pengin aja punya toko kue kayak gini." Matanya berbinar membayangkannya.

"Yuk ikut ibu masuk!" ajak wanita itu, Zahrapun mengikutinya memasuki 'MaraBakery' itu nama toko kue ini, yang Zahra lihat di depan tadi.

"Jadi, nama kamu Zahra?" tanya wanita itu.

"Iya bu" Zahra tersenyum ramah pada wanita itu.

"Panggil ibu, Ibu Maya" ucap wanita itu tersenyum.

"Baik Ibu Maya" sahut Zahra.

Ibu Maya tak hanya mengizinkan Zahra melihat-lihat, beliau juga mengajari Zahra membuat kue, Zahra sangat senang berada disini, ia bisa mencicipi berbagai macam kue enak di sini, dan bisa belajar membuat kue.

Setiap pulang sekolah, Zahra selalu berdalih ada les tambahan di sekolah pada ibunya. Zahra tidak ingin ibunya tahu bahwa selama ini Zahra belajar bahkan bekerja di tempat Ibu Maya. Niat Zahra hanya ingin belajar membuat kue. Namun Ibu Maya justru memberinya upah.

Zahra sangat senang karena bisa belajar membuat kue di sini. Bulan demi bulan, tahun demi tahun berlalu tanpa Zahra sadari. Kini usianya menginjak delapanbelas tahun. Zahra telah lulus SMA dan akan melanjutkan kuliahnya. Meski Zahra sibuk bekerja parttime di 'MaraBakery', Zahra tidak pernah mengabaikan kewajibannya sebagai seorang pelajar.

Sebelum Zahra masuk kerja di 'MaraBakery', Zahra menyempatkan diri untuk membantu ibu di rumah membuat kue. Hari ini ada pesanan kue tart untuk ulangtahun anak dari tetangga mereka.

"Zahra kamu yakin ingin melanjutkan kuliah di Jogja?" Tanya ibu Rahma pada Zahra yang sedari tadi sedang memasukkan adonan kue kedalam loyang. Zahra menghentikan aktifitasnya.

"Iya Bu, Zahra pengen banget ke Jogja" ucap Zahra mantap menatap Ibu Rahma, lalu melanjutkan kegiatannya tadi mengoleskan mentega pada loyang.

"Ibu ngga usah khawatir soal biaya, Zahra punya tabungan yang cukup koq buat bayar kost sama kebutuhan Zahra sehari hari di sana, selain itu juga kan Zahra dapet beasiswa bu dari sekolah." tambahnya.

"Kamu punya uang dari mana Zahra? Uang saku dari ibu kan juga cuma sedikit." tanya Ibu Rahma curiga.

Praangg...

Loyang yang belum terisi adonan terjatuh dari tangan Zahra, ia sudah menduga hal ini akan terjadi, namun bukan sekarang yang ia mau. Zahra mengambil loyang itu, tertunduk, ia tak tau harus mulai ngomong dari mana sama ibunya, Ibu Rahma mendekati Zahra lalu menyentuh pundaknya. Zahra tersentak lalu memeluk ibunya. Ia menangis di pelukan Ibu Rahma.

"Maafin Zahra bu." ucap Zahra di sela tangisnya. Ibu Rahma melepas pelukannya, menghapus air mata Zahra.

"Kenapa Zahra? Cerita sama ibu." ujar Ibu Rahma lirih.

"Ibu ngga akan marah kan sama Zahra?" balas Zahra lirih, ia takut ibunya akan marah mendengar penjelasan Zahra. Ibu Rahma mengangguk.

"Iya sayang." ujar ibu Rahma tersenyum. Zahra menghela nafasnya sebelum menjelaskan semuanya.

"Selama ini Zahra parttime di 'MaraBakery' bu, Zahra ngga pernah ada les tambahan di sekolah, kalaupun ada itu paling cuma sekali seminggu, selebihnya Zahra parttime, karena Zahra ngga mau ngerepotin ibu terus." ujar Zahra lirih.

Ibu Rahma terdiam, ia menahan matanya yang perih karna menahan air mata yang ingin keluar. Zahra menyentuh pundak Ibu Rahma,

"Bu? Ibu boleh marah sama Zahra sekarang, Zahra udah bohongin ibu." Zahra menunduk tidak berani menatap ibunya.

"Zahra, ibu nggak pernah ngajarin kamu untuk bohong kan? Ibu nggak pernah meminta kamu untuk kerja, Ibu hanya ingin kamu fokus sekolah." ujar Ibu Rahma lalu duduk tanpa memandang Zahra.

Zahra terdiam, dia sangat merasa bersalah, sampai ia tak tahu bagaimana caranya untuk minta maaf. Zahra terus menatap lantai, ia masih takut menatap mata ibunya. Ibu Rahma menatap Zahra tersenyum hangat. Ia memegang tangan Zahra membuat Zahra menoleh.

"Tapi ibu bangga sama kamu, kamu tetap mengutamakan pelajaran kamu, sampai kamu dapat beasiswa, ibu bangga sama kamu Zahra." ucapnya berbinar, Zahra tersenyum menatap ibu Rahma yang tersenyum padanya, Zahrapun memeluk Ibu Rahma.

Sedang menikmati rasa hangatnya pelukan ibu Rahma, sesuatu mengganggu penciumannya.

"Bu, bau apa yaa?" tanya Zahra mendongak.

"Ngga tau, kayak bau,- Ya ampun Zahra kuenya gosong" ujar Ibu Rahma lalu melepaskan pelukan mereka ,ia berlari menuju oven. Mengambilnya keluar lalu meletakkan kue yang gosong ke wadah yang ada di meja, sejenak mereka terdiam, lalu Ibu Rahma tertawa disusul oleh Zahra.

"Maaf bu, gara-gara Zahra,-" belum selesai Zahra bicara, sudah dipotong oleh Ibu Rahma.

"Udah ngga papa, kita kan bisa buat lagi," ujar Ibu Rahma tersenyum hangat.

Merekapun melanjutkan kegiatan membuat kue bolu. Setiap hari Ibu Rahma memang selalu mendapat pesanan kue, dari kue kecil seperti donat hingga kue tart ulang tahun. Tentu berkat kerja keras mereka berdua.

***

Seperti biasa Zahra masuk kerja di 'MaraBakery', bedanya, sekarang Zahra tidak lagi parttime karena sudah lulus sekolah.

"Ra, ini kamu taruh di sebelah cupcake strowberry aja ya, nampan yang kosong di depan bawa aja ke sini." perintah Ibu Maya pada Zahra sambil menyodorkan nampan berisi cheesecake.

"Baik bu." Zahra menerimanya dan membawanya ke depan.

"Zahra!" teriak Keina dari depan pintu masuk 'MaraBakery', Zahra tersenyum menoleh pada Keina sahabatnya itu.

"Kei, Kei, kamu tuh kebiasaan ya teriak-teriak masuk ke sini." ujar Zahra menggelengkan kepala. Zahra meletakkan nampan berisi chessecake itu ke dalam etalase dan mengambil nampan yang sudah kosong. Keina terkekeh pada Zahra.

"Duduk dulu Kei, aku ambilin minum dulu ya." ujar Zahra melangkah ke dapur.

"Kayak biasa ya Ra." Pinta Keina, Zahra mengacungkan jempolnya sebelum masuk dapur.

Keina duduk di salah satu meja di dalam toko itu, berkat kerja keras Ibu Maya, 'MaraBakery' bukan hanya sebuah toko kue seperti dulu, sekarang toko ini telah disulap menjadi sebuah cafe. Tak lama kemudian Zahra membawa nampan berisi cheesecake blueberry dan jus alpukat untuk Keina.

"Nih menu baru di sini." tunjuk Zahra pada cheesecake blueberry buatannya. Keina mengangguk lalu mencicipinya. Matanya membulat sempurna.

"Mantap Ra, ini gilaa enak banget." puji Keina, Zahra terkekeh mendengar pujian Keina. Keina lalu meminum jus alpukatnya.

"Ra, kamu beneran mau ngelanjutin kuliah di Jogja? Aku ditinggal gitu?" Gerutu Keina tidak terima akan ditinggal Zahra. Zahra tersenyum menanggapinya.

"Yaa kan kamu tau sendiri, aku pengen banget kuliah disana." ujar Zahra.

"Iya iyaa, gara-gara Reza nih kamu jadi kuliah kesana, huuh." Keina mendengus kesal. Ia mengaduk jus alpukatnya dengan sedotan.

"Huss jangan salahkan Reza donk, kan ini mau aku sendiri." Ucap Zahra mencoba membela Reza. Keina memutar bola matanya lalu menatap Zahra jengah.

"Sebenernya Reza kayak gimana sih? Aku jadi penasaran, sama Gilang cakep mana coba?" Ledek Keina tersenyum pada Zahra. Zahra tampak kesal karena Keina membahas Gilang.

"Dih koq jadi nyamain sama Gilang si Kei, jangan bahas Gilang deh, huuhh untung aja,-" ucapannya terpotong.

"Aku ngga seSMA bareng Gilang. Itu kan yang mau kamu bilang, udah berapa ribu kali kamu bilang gitu, sampe aku hafal nih." Ucap Keina jengah. Keina lantas meminum kembali jus alpukatnya.

Zahra tampak bersemu merah, karena memang benar Zahra selalu mengucapkan kalimat itu pada Keina. Zahra tergagap.

"Yaa,- ya ngga ribu juga kali Kei." bantah Zahra.

Dan seperti biasa, ending dari pertemuannya dengan Keina pasti selalu membahas kejailan Gilang. Keina kenal Zahra dan Gilang karena masuk di SMP yang sama yaitu SMP Nusa Karya. Namun setelah kelulusan SMP Gilang tidak lagi muncul di depan Zahra.

Reza, dia juga sahabat Zahra waktu SD namun harus berpisah waktu kelas 4 SD, karena Reza harus ikut Ayahnya pulang ke Jogja.

"Terus gimana Reza yang kamu suka itu?" Zahra balik bertanya pada Keina, Keina mengalihkan pandangannya.

Keina juga memiliki sahabat dekat bernama Reza, Reza teman kecilnya saat mereka belum sekolah, keluarga Keina dan Keluarga Reza sangat dekat. Namun Keina justru menganggap Reza lebih dari sahabat.

"Ngga tau Ra, lama banget ngga ketemu Reza." ujar Keina.

"Kapan-kapan kenalin dong sama aku. Siapa tau,-" ucapan Zahra terpotong.

"Enak aja, kamu kan udah punya Gilang, terus Reza juga, masa Rezanya aku mau diembat juga" protes Keina. Zahra tertawa melihat Keina yang tampak cemburu itu.

"Engga becanda Kei, becanda." ujar Zahra di sela tawanya.

"Ngomong-ngomong gimana? Ibu kamu udah ngijinin kamu kuliah di Jogja?" Tanya Keina, Zahra menghentikan tawanya. Menatap Keina dengan tatapan sedu. Zahra tampak menghela nafasnya.

"Udah! Dan ibu setuju" seru Zahra dengan mata berbinar, Keina juga ikut bahagia mendengarnya.

"Serius Ra?" tanya Keina memastikan. Sedetik kemudian Zahra mengangguk dengan senyum bahagianya. Keina memeluk Zahra dan memberinya selamat.

2. Eps 1

Setelah berkemas rapi, Zahra berpamitan untuk berangkat ke Jogja, tak hanya Ibu Rahma yang mengantar Zahra ke Bandara, Keina juga ikut mengantar Zahra.

"Zahra, kalau udah sampai, jangan lupa telfon ibu ya." ujar Ibu Rahma lalu memeluk Zahra, Zahra mengangguk, Ibu Rahma mencium kening Zahra, lalu Zahra melepaskan pelukannya dan menoleh pada Keina.

"Ra, sering-sering hubungi aku ya." pinta Keina. Zahra tersenyum menanggapinya.

"Iya Kei, aku titip ibu ya." ujar Zahra, Keinapun mengangguk lalu memeluk Zahra, setelah mereka berpelukan, Zahrapun menuju pesawat.

Sampai di Bandara Internasional Adisutjipto, Zahra menunggu Ibu Maya menjemputnya, selang beberapa menit Ibu Mayapun datang dan memeluk Zahra, merekapun menuju tempat yang akan ditinggali Zahra.

Sampai di kost Zahra, Ibu Mayapun berpamit untuk pulang.

"Ra, ibu pamit pulang ya, ibu ngga bisa nemenin kamu disini, ibu udah urus sekolah kamu, soal kost, ibu udah bayar untuk tiga bulan ke depan, jadi kamu ngga usah mikirin biaya kost." Ujar Ibu Maya.

"Iya bu, makasih udah bantuin Zahra selama ini, Zahra janji akan sekolah yang rajin buat ibu bangga udah bantuin sekolah Zahra selama ini." Ucap Zahra lalu memeluk ibu Maya. Ibu Maya membalas pelukan Zahra.

Ibu Maya memiliki rumah di Jogja, yang ia dapatkan dari mantan suaminya, Ibu Maya mengurus segala hal kebutuhan Zahra, beliau sudah menganggap Zahra seperti anaknya sendiri. Ia melepas pelukan mereka.

"Ya udah ibu pamit ya." pamit Ibu Maya.

"Iya bu, hati-hati ya." ujar Zahra, Ibu Mayapun masuk ke dalam mobilnya dan meninggalkan kost Zahra.

Zahra menutup kembali pintu kost setelah Ibu Maya pergi. Ia menghubungi Keina dan juga Ibu Rahma, mengatakan bahwa dia sudah sampai di Jogja.

Karena bingung di kost, Zahra berniat untuk ke minimarket untuk membeli bahan kue. Zahrapun mengambil tasnya lalu bergegas ke minimarket, beruntung minimarketnya tak jauh dari kostnya.

Zahra menelusuri beberapa gang, tak perlu banyak waktu Zahrapun sampai di minimarket. Zahra mengambil keranjang belanja, lalu menuju tempat bahan-bahan kue, setelah selesai Zahra menuju tempat camilan kesukaannya, yaitu keripik kentang. Selesai mengambil barang-barang yang dia inginkan, Zahrapun membayarnya di kasir.

Zahra pulang ke kostnya dengan menenteng satu plastik penuh bahan kue. Ia membuka pintu kostnya dan meletakkan plastik itu di meja. Zahra berjalan menuju dapur, barang-barang di sini kurang lengkap untuk membuat kue bolu panggang. Akhirnya Zahra memutuskan untuk membuat brownies kukus.

Zahra mengambil plastik tadi dan mengeluarkan isinya. Ia mengambil alat-alat dan mulai membuat adonan brownies.

Limapuluh menit berlalu, brownies Zahra telah matang dan siap diberi topping, setelah itu Zahra memotongnya menjadi beberapa bagian dan membungkusnya. Zahra berjalan ke luar kost dan menuju beberapa kost yang ada di sampingnya, tak lupa dia juga mengantarkan brownies itu ke tempat ibu kostnya.

"Zahra, ini brownies buatan kamu? Enak banget Ra." tanya Bu Tina, ibu kostnya seraya memujinya. Zahra tersenyum puas.

"Makasih loh bu pujiannya." ucap Zahra rendah hati.

"Gimana kalo brownies kamu di titipin di sini aja Ra" usul Bu Tina, kebetulan ibu kost Zahra membuka toko di depan rumahnya.

"Serius bu? Boleh nih?" tanya Zahra tanpa menutupi rasa bahagianya. Beliaupun mengangguk tersenyum pada Zahra.

***

Zahra menikmati sore hari dengan berjalan-jalan di sekitar kostnya, tak hanya itu, Zahra juga memilih berjalan-jalan menyusuri ramainya kota Jogja.

Selama ini Zahra sangat menginginkan kuliah di Jogja, entah mengapa Zahra sangat yakin suatu saat akan bertemu lagi dengan sahabat kecilnya di sini. Siapa lagi kalau bukan Reza.

Zahra duduk di salah satu bangku kosong di tepi jalan, ia mengambil beberapa potret jalanan yang cukup ramai itu dengan kamera polaroid nya, ia mengabadikan beberapa moment yang menurutnya menarik itu.

Setelah foto itu tercetak, Zahra menempelkannya di buku hariannya yang selalu ia bawa, lalu menuliskan beberapa kalimat di bawah foto itu. Lalu meletakkan kembali buku hariannya di samping Zahra.

Beruntung selama ini dia menabung selama bekerja di 'MaraBakery' dan dapat membeli kamera yang ia mau.

Seseorang hendak duduk di sebelah Zahra namun barang-barang Zahra menghalanginya.

"Permisi, bisa tolong singkirin barang-barangnya? Saya mau duduk di sini." ujar orang itu.

Zahra menggeser buku harian dan tasnya sehingga orang itu bisa duduk. Tanpa menoleh Zahra kembali mengambil beberapa foto orang-orang yang lewat di samping dan di depannya.

***

"Gue tunggu di tempat biasa, jangan lama-lama jemput gue. Nanti gue lumutan." Pinta Reza pada salah satu temannya. Sore ini seperti biasa, Reza selalu latihan band di rumah salah satu temannya, Septian. Tak lupa ia selalu membawa gitar kesayangannya dan buku catatan berisi beberapa lirik yang akan ia nyanyikan nanti.

"Iya iya, gue meluncur sekarang." ujar seseorang di balik telefon.

Reza mematikan sambungan telfon itu, sembari berjalan Reza memainkan ponsel sesekali melihat arah jalan. Ia menunggu Rendi, teman yang akan menjemputnya. Ia menemukan satu bangku yang tidak di duduki oleh seseorang. Namun ada barang-barang di sana. Reza mendekati bangku itu.

"Permisi, bisa tolong singkirin barang-barangnya? Saya mau duduk di sini." pinta Reza, tak menunggu lama gadis itu menggeser barang-barang miliknya.

Sombong amat nih cewek. Batin Reza saat gadis itu tak menoleh sedikitpun padanya. Reza duduk di samping gadis itu.

Reza merasa familiar dengan gadis itu, namun ia kembali melirik ponselnya kembali sesaat setelah dia duduk di samping gadis itu.

Reza meletakkan bukunya di samping dia duduk saat Rendi menghubunginya.

"Udah sampe mana?" tanya Reza tanpa basa-basi.

"Arah pukul 12." ujar Rendi di telfon.

Reza mendongak menatap temannya itu yang berada tidak jauh dari Reza, Reza berdiri tak lupa mengambil bukunya. Namun tangannya menabrak sesuatu. Reza menoleh mendapati tangannya menyentuh tangan gadis di sampingnya itu. Sepersekian detik ia menarik tangannya.

"Maaf maaf ngga sengaja." ujar Reza meminta maaf. Ia menatap gadis itu bersamaan dengan gadis itu menatap Reza.

"Zahra?"

"Reza?"

Tegur mereka bersamaan.

"Ini bener Zahra?" Ulang Reza. Zahra mengangguk.

"Kamu apa kabar?" tanya Reza.

"Aku baik, kamu gimana? Baik juga kan?" Zahra balik bertanya pada Reza. Reza tersenyum sembari mengangguk pada Zahra.

"Baik koq. Lama ya ngga ketemu, kamu,-"

"Woy!! Malah godain cewek. Yuk, yang lain udah nungguin loh di rumah Septian." potong Rendi tiba-tiba di sebelah Reza.

"Siapa yang godain, nih kenalin sahabat kecil gue, Zahra namanya." ujar Reza mengenalkan Zahra pada Rendi.

"Zahra." ujar Zahra mengulurkan tangannya. Dengan senang hati Rendi menerima uluran tangan Zahra.

"Rendi Gerald Abimana. Panggil aja Abang Rendi." ujar Rendi mengedipkan sebelah matanya. Zahra tersenyum kikuk menanggapinya. Ia melepaskan tangannya dari Rendi.

"Kenapa tuh mata? Sakit? Ngga usah genit-genit." ujar Reza sinis pada Rendi. Rendi menatap tajam pada Reza.

"Cemburu lo? Iri bilang bos" ujar Rendi lalu terkekeh. Zahra yang mendengarnya juga ikut terkekeh.

"Udah yuk buruan yang lain udah pada nunggu." ulang Rendi pada Reza. Reza berdecak.

"Yaudah Ra, aku pergi dulu ya." ujar Reza berpamitan pada Zahra, tak lupa membawa buku catatannya. Zahra mengangguk dan tersenyum manis pada Reza dan Rendi yang mulai menjauh dari Zahra. Namun baru beberapa langkah Rendi menoleh.

"Pergi dulu cantik, jangan rindu ya!" seru Rendi yang kemudian dihadiahi jitakan oleh Reza. Zahra menatapnya terkekeh di sana.

3. Eps 2

"Lama banget kalian, gue udah sampe lumutan nunggu kalian tau ngga!" sinis Septian pada Reza dan Rendi yang baru saja menapakkan kakinya di teras rumah Septian. Di sana sudah ada Arya dan Deni, teman mereka.

"Yaelah baru juga telat sepuluh menit kita." timpal Rendi yang dibalas anggukan oleh Reza. Septian hanya berdecak lalu memasuki rumahnya diikuti keempat temannya.

Mereka memasuki ruang khusus di rumah Septian, ruang musik. Rendi duduk di belakang keyboard, Reza dan Deni memainkan gitar, drum dimainkan oleh Arya, sedangkan Septian sebagai vokalisnya. Septian mengambil mix, namun ada sesuatu yang mengganjal.

"Eh bentar. Za, mana lirik yang semalem lo bilang ke gue?" tanya Septian menoleh pada Reza, tanpa melihat Reza mengulurkan buku catatan yang ada di sebelahnya.

"Nih."

Septian menerima buku itu heran. Kemudian tertawa membuat teman-temannya menoleh.

"Gila, ngga nyangka Za, ternyata selera lo feminim juga ya? Pink." cibir Septian lalu mengangkat buku itu, Reza terkejut lalu mengambil buku itu dari tangan Septian.

"Perasaan tadi ngga ujan deh, koq bukunya luntur ya? Perasaan buku gue warna biru deh." ujar Reza heran.

"Makanya jangan pake perasaan Za, ntar baper." timpal Arya.

"Curhat mas?" cibir Rendi pada Arya.

"Lagian mana ada biru luntur jadi pink. Aneh-aneh aja lo Za." ujar Deni terkekeh.

Reza hanya menggaruk tengkuknya yang tidak gatal. Reza mengingat-ingat bukunya dia letakkan dimana. Kemudian Reza teringat Zahra.

"Ah iya, buku gue ketuker sama,-"

"Cewek tadi?" potong Rendi. Reza mengangguk. Sedangkan ketiga temannya saling pandang. Septian mengangkat sebelah alisnya.

"Cewek?" serobot Septian.

"Ya, itu cewek temen Reza katanya." ujar Rendi. Reza menoleh sejenak.

"Oo, jadi karena cewek jadi kalian berdua tadi telat." ujar Septian dingin. Septian tidak terlalu menyukai cewek, bukan berarti dia gay, hanya saja cewek terlalu ribet menurutnya.

"Ya ngga juga si. Namanya juga baru ketemu sama dia lagi, makanya tadi gue nyapa dia." ujar Reza.

"Terus gimana latihan kita? Batal?" sinis Septian. Mereka tidak ada yang berani menjawab saat Septian sudah mulai bersikap dingin. Reza menghela nafas. Hanya Reza yang mampu menanggapi dinginnya sikap Septian.

"Yaudah, gue minta maaf gue ceroboh. Gue bakal cari buku itu." ujar Reza. Reza mengambil gitarnya dan menggendongnya. Septian mencegahnya.

"Udah ngga usah. Besok aja. Bisa sampe pagi kalo nunggu lo lagi." ujar Septian, ia menoleh pada teman-temannya.

"Nonton aja yuk." usul Septian. Mereka kemudian mengangguk menyetujui usulan Septian. Sekarang pukul 18.30. Mereka memasuki mobil Septian, Reza mengemudikan mobil Septian dengan Septian di sampingnya. Deni, Arya dan Rendi duduk di belakang.

***

Zahra mengeluarkan belanjaan yang baru saja ia beli sebelum pulang ke kostnya. Dia bersiap untuk bertempur di dapur. Ia mendapat pesanan dari Bu Tina untuk membuat brownies.

Tidak hanya membuat pesanan, Zahra juga akan membuat cupcake yang pernah ia buat di 'MaraBakery'. Ia ingin mengenalkan beberapa kue yang pernah ia buat, di sini.

Zahra menuju kamarnya untuk mencharge ponselnya yang mati sejak tadi. Ia membuka tas selempangnya. Matanya terkejut melihat buku diary berwarna biru navy di dalam sana.

"Ya ampun, buku siapa ini? Buku aku mana?" ujar Zahra bermonolog. Ia mengeluarkan semua isi tasnya. Namun nihil tidak ada buku diarynya di sana.

Zahra membuka buku biru itu perlahan. Ia membaca setiap kata yang tertulis dalam buku itu. Tulisan itu sangat rapi, meski hanya ditulis tangan.

Kata-kata itu tersusun rapi berbait, puisi yang sangat indah menurutnya. Zahra membuka setiap lembar buku itu hingga akhir halaman. Ia melihat sebuah grafiti di belakang buku itu. Reza Ardikyanzah. Zahra menutup mulutnya sendiri.

"Jadi ini buku Reza?" gumam Zahra, ia tersenyum sendiri mengingat Reza. Ia memeluk buku itu. Hanya memeluk bukunya saja membuatnya merasa bahagia. Cinta memang sesimple itu.

Zahra membuka ponselnya yang sedang dicharge itu. Ia berniat untuk menghubungi Reza bahwa buku mereka tertukar. Sedetik kemudian ia teringat sesuatu.

"Aku kan ngga punya nomor Reza. Duh gimana ya? Mana buku aku penting banget lagi buat aku." gumam Zahra bermonolog. Ia menghela nafasnya. Meletakkan buku dan ponselnya kembali.

Zahra kembali menuju dapur untuk melanjutkan aktifitasnya. Ia mulai mengocok telur dan gula itu dengan mixer. Tadi sore Zahra membeli mixer, beberapa loyang, cetakan cokelat, dan juga oven.

Zahra beruntung memiliki keahlian membuat kue. Ia menggunakan keahliannya itu untuk berjualan kue selama di sini untuk sambilan kuliah.

***

Pulang dari bioskop, Reza langsung pulang ke rumah. Namun dia tidak menuju rumahnya, melainkan ke rumah mamanya. Orangtua Reza berpisah sejak usia Reza baru dua tahun.

Reza menatap pelataran rumah itu, bersih karena selalu terawat oleh pembantu dan tukang kebun di sini. Meski jarang dihuni karena mamanya yang jarang singgah di rumah ini, pembantu dan tukang kebun itu selalu di sini, dia tetap di gaji oleh ayah Reza. Reza selalu mendatangi rumah ini, meski hanya pembantu yang selalu menyambutnya.

"Mas Reza." tegur Mang Odi, tukang kebun di rumah ini. Mang Odi mendekati Reza yang berada di luar gerbang, ia membuka gerbang itu agar Reza bisa masuk ke dalam rumah. Reza tersenyum, ia melangkah masuk. Ia menatap rumah itu, rumah masa kecilnya.

"Mas Reza, ada ibu di dalam." ujar Mang Odi. Reza langsung menoleh pada Mang Odi.

"Mama di sini mang?" tanya Reza, berharap mamanya memang di sini.

"Iya mas, sudah empat hari beliau di sini, tapi katanya besok mau pulang." ujar Mang Odi menjelaskan. Reza tersenyum senang, meninggalkan Mang Odi tanpa mengatakan apapun. Reza memasuki rumah ini.

Ruang tamu itu masih sama, seperti kemarin-kemarin, tidak ada yang berbeda di sini, tetap sepi. Reza menyusuri ruangan itu, ia menginjakkan kakinya di anak tangga paling bawah.

"Udah, biar saya aja bi, ini kan udah malem, mending bibi tidur aja. Pasti bibi capek kan dari pagi kerja terus." suara wanita paruh baya itu dari arah dapur.

"Tapi bu." ucap bibi hendak membantah. Wanita paruh baya itu menggeleng pada bibi, akhirnya bibipun pergi dari sana.

Reza yang mendengar suara itu, membatalkan niatnya menaiki tangga, ia berbalik ke arah dapur.

"Mas Re,-"

"Sssttt.." Reza menempelkan jari telunjuknya pada bibirnya membuat bibi itu terdiam. Bibi mengangguk saat Reza meminta izin untuk ke dapur. Bibipun pergi dari depan Reza. Reza melangkahkan kakinya kembali menuju dapur.

Reza melihat sosok wanita yang sangat ia rindukan, mamanya. Selama delapan tahun Reza tidak pernah bertemu dengan mamanya karena ayahnya selalu melarangnya.

Reza berjalan mendekati mamanya, ia memeluk mamanya dengan hati-hati. Namun semua tidak berjalan seperti yang ia bayangkan. Mamanya menoleh terkejut menumpahkan kopi buatannya mengenai tangan dan jaket Reza.

"Aawh.." rintih Reza kepanasan.

"Reza?" ujar mamanya terlihat panik lalu mengambil air dingin dari wastafel, tak lupa mengambil kain di dalam laci dapur.

Beliau mulai mengompres tangan Reza yang terkena air kopi tadi, sambil meniupnya.

"Maafin mama ya sayang. Kamu jadi gini, mama kira tadi,-"

"Siapa? Papa? Cie keinget papa ya ma?" potong Reza membuat mamanya melotot padanya.

"Siapa yang keinget sama papa kamu. Mama cuma ngira tadi tuh maling, kamu sih tiba-tiba peluk mama. Kan mama kaget!" sinis mamanya.

"Iya iya maaf, mama koq ngga ngabarin Reza kalo mama pulang?" tanya Reza. Ia melupakan rasa panas di tangannya tadi.

"Ada yang mau mama urus Za, makanya mama ke sini. Tapi besok mama pulang." ujarnya. Reza menghela nafasnya.

"Koq cepet banget sih, mama ngga kangen apa sama Reza?" ujar Reza lesu. Ia merasakan sentuhan lembut di lengannya.

"Mama kangen Za, kangen banget sama kamu. Tapi mau gimana lagi coba? Ohya gimana kalo besok kamu yang anterin mama ke bandara?" usul mamanya, Reza mengangguk mengiyakan.

"Reza nginep di sini ya ma." pinta Reza.

"Sayang, ini kan juga rumah kamu." ujar mamanya, mereka berpelukan melepas rindu.

Reza menatap dinding di depannya, ia melepaskan pelukan mamanya lalu berdiri menghampiri dinding itu. Reza mengambil salah satu bingkai yang ada di dinding itu. Menatap foto itu sedu.

"Apa kabar dek? Kamu bahagia kan di sana?" gumam Reza lirih.

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!