...Berapa lama kau sanggup mencintaiku?"...
..."Selamanya. Tidak peduli napasku telah berhenti, tidak peduli ragaku telah tiada, selama jiwaku masih ada —tidak. Bahkan jikapun jiwaku telah tiada, cintaiku pada anda tidak akan pernah berubah. Aku akan selalu mencintai anda, hingga akhir waktu."...
.......
.......
.......
.......
Salju turun dengan perlahan dari langit menutupi tanah coklat di bawahnya, membuat bumi seakan tertutup oleh sebuah karpet putih. Tidak ada bunga yang disukai gadis itu yang tumbuh. Dalam musim dingin di mana semua yang ada membeku, tidak ada kelopak bunga berwarna merah, kuning, merah muda, jingga ataupun hijaunya daun yang ada, sejauh mata memandang, yang ada hanyalah warna putih—putihnya salju.
Dalam kesunyian yang ada, gadis itu duduk sendirian di atas futon menatap alam putih itu melalui jendela yang terbuka dalam kamar. Usianya terlihat sekitar enam belas tahun—usia di mana merupakan masa paling germelang dalam kehidupan seorang manusia.
Dengan rambut sehitam langit tanpa bintang, kulit seputih salju, hidung yang mancung, bibir yang munggil, mata coklat besar yang selalu jernih dan bersinar penuh keluguan—gadis itu sangat cantik. Namun, sekali melihat saja, dia tahu, ada yang salah dengan gadis itu sekarang. Pipi dan bibirnya yang selalu merona merah seperti kelopak mawar musim semi, kini telah tiada. Wajahnya yang selalu melambangkan musim semi, kini telah digantikan dengan putihnya musim dingin—gadis itu sedang sekarat.
Musim dingin adalah musim di mana yang kuat hidup dan yang lemah mati. Musim yang seharusnya paling disukainya dari empat musim yang sirih berganti setiap tahun. Tapi kini, untuk pertaman kali, dia tidak menyukainya. Kenapa?—karena dia takut gadis itu tidak dapat bertahan dalam kerasnya musim dingin.
Berdiri dalam diam menatap gadis itu dari pintu shoji yang terbuka, mata emasnya telah lama mengamati gadis itu, namun yang bersangkutan tidak menyadarinya. Dia yang membuka pintu kamar dengan pelan tanpa suara karena tidak ingin menganggu tidur gadis itu hanya bisa tertegun saat melihatnya. Meski sakit, meski sekarat, gadis itu tetap saja begitu cantik, begitu suci, begitu polos dan begitu bersih. Murni tanpa noda, seperti salju yang turun di luar sana.
Gadis itu begitu berbeda dengan dirinya. Siapapun yang melihat akan mengatakan mereka berdua bertolak belakang. Keras dan lembut, kuat dan lemah, kejam dan baik hati, putih dan hitam—youkai dan manusia. Namun, meski begitu, dalam hidupnya yang panjang, gadis itu merupakan keberadaan yang paling penting dan berharga baginya. Karena itulah, dia tidak akan pernah dapat melepaskannya. Dia akan selalu ada untuknya, di sampingnya, seperti yang diharapkannya—selamanya dan selalu; hingga akhir waktu.
Dengan pelan, dia kemudian melangkahkan kakinya masuk ke dalam kamar tersebut. Menyadari kehadiran seseorang dalam kamar, gadis itu segera menolehkan kepala menatap dirinya. Mata coklat itu segera berbinar gembira dan seulas senyum indah merekah menghiasi wajah gadis itu—senyum sehangat dan seindah musim semi, senyum yang terukir abadi di dalam hatinya.
.......
.......
.......
.......
...Berapa lama anda sanggup mencintai Rin, Sesshoumaru-sama?"...
..."Selamanya. Tidak peduli napasmu telah berhenti, tidak peduli ragamu telah tiada, selama jiwamu masih ada—tidak. Bahkan jikapun jiwamu telah tiada, cintaiku padamu tidak akan pernah berubah. Sesshoumaru ini akan selalu mencintaimu, Rin, hingga akhir waktu..."...
"Shura-sama! Hamba mohon, berhenti!" pintah seorang youkai rubah wanita berambut merah berusaha mengejar seorang youkai kecil di depannya. Namun, Shura, youkai kecil yang dipanggilnya tersebut tidak mau menurutinya, dia berlari secepat yang dia bisa, besembunyi dari pengasuhnya itu.
"Shura-sama! Hamba mohon, keluarlah! Jangan bersembunyi!" pintah youkai berambut merah itu lagi. Kepanikkan memenuhi hatinya, dia telah kehilangan Shura, tuan muda yang dijaganya. Dia tidak berani memikirkan kemarahan dan hukuman yang akan diterimanya dari Ibunda Shura, Akiko-sama jika tahu itu.
Shura hanya diam mengintip dari tempat persembunyiannya. Dia tidak ingin keluar dari tempat persembunyiannya, sebab dia tidak ingin kembali menemui Ibundanya. Ibunda yang tidak pernah mencintainya. Ibunda yang hanya akan memaksanya belajar, belajar dan belajar lagi. Belajar untuk masa depannya, belajar untuk menjadi seorang penguasa seperti Ayahandanya, youkai penguasa tanah barat.
Dengan pelan-pelan, Shura kemudian beranjak keluar dari tempatnya saat melihat pengasuhnya telah menghilang dari pandangan. Namun, dengan pendengaranya yang tajam, dia bisa mendengar pengasuhnya itu telah meminta beberapa prajurit dalam istana tanah barat ini untuk mencarinya. Pewaris dari tanah barat ini tahu, jika keadaannya seperti itu, dia pasti akan tertangkap. Karenanya, tanpa membuang waktu, dia langsung berlari menuju sisi timur dari istana tanah barat.
Ya, Shura tahu, dia akan aman di situ.
Sisi timur istana tanah barat adalah tempat terlarang. Hukuman mati diberikan kepada siapa pun yang berani menginjakkan kakinya ke dalam. Shura tidak pernah tahu mengapa, dan tidak ada yang berani menjawab saat dia bertanya, bahkan Ibundanya sendiri. Setiap kali dia bertanya pada Akiko, Ibundanya, beliau hanya akan diam membisu dengan wajah yang dingin serta mata merah darah yang bersinar penuh kebencian dan kemarahan.
Shura tidak berani bertanya pada Ayahandanya, sebab jauh di dalam hati, dia takut kepadanya. Ayahandanya sangat menakutkan, mata emas beliau selalu dingin tanpa emosi-tidak bisa ditebak. Ayahandanya tidak pernah mencintainya. Meski terdengar aneh, meski terlihat sangat salah, tapi, dalam mata beliau, dirinya hanyalah sesosok penerus-alat bukan anak.
Youkai adalah makhluk paling superior di dunia. Tidak ada gunanya berperasaan. Perasaan hanya akan membuatmu lemah. Perasaan hanya akan membuatmu musnah. Youkai adalah makhluk yang bisa hidup sendirian.
Kata-kata yang selalu didengarnya terlintas dalam pikiran, dan dia hanya bisa mengenpal tangannya dengan erat. Jangan berperasaan. Dia bisa hidup sendirian, meski tanpa cinta dari Ibunda, maupun Ayahandanya.
Sambil menghindar beberapa prajurit yang mencarinya, akhirnya Shura berhasil mencapai sisi timur istana tanah barat. Yang pertama kali dilihatnya adalah sebuah taman. Taman yang sangat indah walaupun taman itu nampak tidak terurus. Pohon sakura yang telah bermekar dengan begitu indah tertanam dengan rapi, begitu juga dengan kelopak bunga berwarna merah, kuning, merah muda, jingga dan sebagainya. Musim semi begitu terasa di dalam taman ini.
Terpesona, Shura berjalan menyusuri taman itu mendekati paviliun yang ada. Dia melewati sebuah kolam ikan, dan dia dapat melihat bayangan dirinya yang terbayang di air. Rambut berwarna perak panjang, kulit berwarna putih, mata berwarna keemasan, tanda bulan sabit di dahi serta satu garis keungguan di pipi. Sekali lihat saja, siapa saja akan langsung tahu siapa dia sebenarnya, sebab dia mirip sekali dengan Ayahandanya, Sesshoumaru, inuyoukai penguasa tanah barat.
Saat kaki Shura menginjak paviliun timur istana tanah barat. Dia menyadari betapa indahnya paviliun tersebut. Dibangun dengan kayu yang kokoh, diukir indah dan dicat warna merah. Paviliun ini adalah paviliun terindah di istana tanah barat, lebih indah dari paviliun Ibunda maupun Ayahandanya. Namun, debu dan keheningan yang ada membuatnya merasa betapa salahnya tempat ini.
Semakin dalam dia memasuki paviliun timur, semakin terpesona dia. Kakinya terus bergerak hingga akhirnya dia tiba di depan pintu sebuah kamar. Shura tidak mengerti kenapa kakinya membawa dirinya ke kamar di depannya sekarang, namun dia bisa merasakan ada sesuatu di dalamnya. Dengan pelan, dia membuka pintu shoji tersebut dan melangkahkan kaki ke dalam.
Kamar tersebut lumayan besar, dan kamar itulah satu-satunya tempat yang bersih di paviliun ini. Jendelanya terbuka hingga taman indah di sampingnya terlihat dengan jelas. Sekali melihat saja, Shura tahu, siapa pun pemilik kamar ini, dia adalah seorang wanita. Sebuah shamisen dari kayu mahoni, lukisan indah yang terpanjang di dinding, cermin dan meja hias yang penuh dengan perhiasan berharga, serta sehelai kimono sutra berwarna putih bercorak bunga sakura dengan obi berwarna merah muda yang tergantung di sudut ruangan-itu semua telah menjelaskan semuanya. Yang menjadi pertanyaan hanyalah; siapa wanita itu?
Kamar itu sangat indah. Shamisen, lukisan, pehiasan berharga, serta kimono yang ada jelas lebih berharga dari milik Ibundanya, wanita yang melahirkannya, pewaris tanah barat. Ibundanya yang menyukai kemewahan, jelas tidak akan membiarkan ini semua tergeletak di kamar ini begitu saja. Jadi, kenapa semua itu ada di sini?
Mata keemasan Shura tiba-tiba menangkap suatu yang ada di samping jendela, tertutup oleh kain berwarna putih. Dengan pelan Shura berjalan mendekat, tangan kanannya langsung terangkat untuk membuka kain putih tersebut.
Sebuah lukisan-lukisan yang luar biasa memesonakan
Lukisan itu berukuran sekitar satu meter, dilukis di kain kanvas yang memiliki mutu terbaik. Warna biru, merah, kuning, merah muda, jingga, coklat, putih memenuhi lukisan tersebut. Namun, bukan penggunaan warna dalam lukisan yang merebut perhatian Shura. Sang gadis dalam lukisanlah yang merebut perhatiannya.
Manusia.
Shura tahu, gadis dalam lukisan itu adalah manusia. Namun, gadis itu merupakan makhluk tercantik yang pernah dilihatnya. Usia gadis itu mungkin sekitar lima belas atau enam belas tahun. Rambut sehitam langit tanpa bintang, kulit seputih salju, hidung yang mancung, bibir munggil serta pipi sewarna mawar merah, mata coklat besar yang jernih dan bersinar penuh keluguuan-gadis manusia ini bahkan lebih cantik dari Ibundanya yang dikenal sebagai youkai tercantik di dunia.
Gadis itu sedang duduk memeluk bunga di bawah sebatang pohon sakura yang bermekar dengan indah di bawah langit biru.
Musim semi yang hangat dan menyenangkan.
Itulah yang terlukis dalam lukisan itu, namun bukan langit biru, bunga sakura ataupun bunga dalam tangan gadis itu yang menggambarkan hal itu. Senyum memesonakan di bibir munggil gadis itulah yang menggambarkan musim semi.
Shura kemudian menyadari kimono yang dikenakan gadis dalam lukisan. Kimono berwarna putih bercorak bunga sakura serta obi merah muda-kimono yang sama dengan kimono dalam kamar tempatnya berada. Begitu juga dengan pohon sakura dalam lukisan, itu adalah pohon sakura di luar paviliun ini. Dengan pelan, Shura kemudian menolehkan kepala menatap sekelilingnya.
Kamar ini adalah kamar gadis dalam lukisan.
Pertanyaan bertubi-tubi muncul dalam kepala Shura. Mengapa seorang manusia memiliki kamar di istana youkai ini? Mengapa Ayahandanya yang terkenal begitu membenci manusia bisa membiarkan kamar ini ada? Namun, yang paling penting, siapa sebenarnya gadis dalam lukisan ini?
Shura sangat bingung, namun saat mata emasnya menatap lagi wajah gadis dalam lukisan. Kebingungan dalam hatinya menghilang. Ada kehangatan, ketenangan dan juga kedamaian yang dirasakannya saat menatap senyuman gadis dalam lukisan. Dengan pelan, dia mengangkat tangan untuk menyentuh wajah gadis dalam lukisan tersebut.
Perhatian Shura sepenuhnya terpusat pada lukisan, hingga dia sama sekali tidak menyadari adanya sepasang mata berwarna emas identik dengannya yang telah lama mengamatinya dari belakang pintu shoji yang terbuka dalam diam.
....xOxOx....
"Dasar anak tidak tahu diri!" teriak Akiko penuh kemarahan. Mata birunya telah berubah menjadi merah darah karena kemarahan menatap tajam Shura.
Shura hanya menundukkan kepalanya ke bawah dan diam membisu. Dia sudah dapat menyangka semua ini, dimarahi Ibundanya karena memboros serta bersembunyi dari pengasuhnya.
Hal ini sesungguhnya merupakan sesuatu yang sudah sangat biasa. Ibundanya tidak pernah mencintainya, dia tahu itu. Bagi Akiko, Shura hanyalah sebuah pion untuk mencapai apa yang diinginkannya, yakni menjadi pasangan sah dari Ayahandanya, penguasa tanah barat. Sebenarnya, keinginan Ibundanya adalah hal yang sangat lucu. Akiko adalah wanita yang melahirkan Shura, pewaris tanah barat. Namun, dia bukanlah pasangan sah dari Ayahandanya. Ibundanya tidak memiliki tanda yang melambangkan gelar itu, Akiko hanyalah seorang selir di istana tanah barat.
Ayahandanya tidak memiliki pasangan sah. Shura tahu, Ayahandanya tidak mencintai Ibundanya. Dalam hidupnya, dia tidak pernah melihat Ayahandanya memasuki kamar Ibundanya pada malam hari. Bagi beliau, Akiko tidak lebih dari sekadar alat untuk menghasilkan penerus.
Ayahandanya, Sesshoumaru, penguasa barat adalah seorang youkai sejati yang kuat dan tidak berperasaan. Dingin dan kejam, tidak mengenal pengampunan dan ditakuti. Makhluk seperti Ayahandanya tidak akan mungkin dapat mencintai. Dan itu jugalah dirinya kelak, dia yang merupakan youkai sejati seperti Ayahandanya pasti juga akan menjadi seperti beliau—tidak akan pernah mencintai dan tidak perlu dicintai.
Cinta? Apakah dia mencintai Ibundanya? Tidak. Meski wanita itu adalah wanita yang melahirkannya, dia tidak mencintainya. Sikap yang tamak, serakah, penuh keirian membuat dia sering bertanya-tanya, kenapa makhluk seperti itu adalah Ibundanya? Lalu, Ayahandanya, apakah dia mencintainya? Shura tidak tahu. Yang dia tahu, dia takut, mengagumi dan menghormati beliau.
Melihat Shura yang tidak menjawab, kemarahan memenuhi hati Akiko. Tangan kanannya kemudian terangkat ke atas, dengan kuat dan kasar, dia menampar pewaris tanah barat tersebut.
Shura tetap tidak bergeming. Kesakitan memang sangat terasa di pipi kirinya, namun dia menolak untuk menunjukkannya. Dengan pelan, dia kemudian mengangkat kepala menatap Ibundanya.
Akiko hanya bisa tertegun menatap mata Shura. Mata emas yang menatapnya sama sekali tidak terlihat seperti mata seorang anak youkai berusia delapan tahun. Mata itu sangat dingin—mata itu adalah mata yang sama dengan mata Ayahandanya, mata inuyokai penguasa tanah barat.
"K-keluar dari kamarku sekarang juga." Perintah Akiko kemudian. Dia tidak mau melihat mata itu terus, sebab ada ketakutan yang melanda hatinya kini.
Shura tidak membalas sepatah kata pun, dia memang mirip dengan Ayahandanya yang miskin kata dan ekspresi. Dengan pelan, dia membalikkan badan dan berjalan keluar dari kamar Akiko menuju kamarnya sendiri.
Kamarnya terletak tidak jauh dari kamar Ibundanya, dan saat memasuki kamarnya, dia langsung memerintahkan para pelayan dan pengasuh yang ada untuk meninggalkannya sendirian. Mereka memang kelihatan ragu pertama kali, namun saat melihat matanya yang begitu dingin, mereka pun segera keluar.
Sepeninggalan semua pelayan dan pengasuhnya, Shura langsung menghempaskan badannya pada futon-nya. Perasaannya hampa, dia tidak bisa merasakan apa-apa sekarang. Dengan pelan, dia kemudian mengangkat kepala menatap langit malam melalui jendela kamarnya yang terbuka, menatap bulan purnama besar yang menghiasi langit malam. Suasana begitu sunyi, tidak ada suara sedikit pun, yang ada hanyalah keheningan. Tapi, memang inilah suasana istana tanah barat—sunyi, hening dan dingin.
Seulas senyuman terlintas dalam pikiran pewaris tanah barat itu tiba-tiba. Wajah tersenyum dari gadis manusia dalam lukisan yang dilihatnya tadi pagi terpampang dengan begitu jelas dalam benaknya. Lalu, perasaan itu kembali lagi, kehangatan, ketenangan dan juga kedamaian.
Ada dorongan yang muncul tiba-tiba dalam hati Shura, hingga membuatnya tidak bisa berpikir dengan kepala dingin. Di dalam hatinya, keinginan untuk melihat lukisan itu muncul dan sama sekali tidak dapat dibendung. Dia ingin meihat wajah itu, dia ingin melihat senyum itu lagi.
Tanpa membuang waktu, Shura pun segera berdiri dan berlari meloncat keluar dari kamarnya melalui jendela. Dengan menghindar para prajurit yang ada, secara sembunyi-sembunyi, dia menuju paviliun timur yang terlarang.
Shura melewati taman bunga itu lagi. Di dalam malam bulan purnama yang begitu terang, taman tersebut nampak semakin indah. Namun, dia tidak berhenti sejenak pun untuk menikmati keindahan yang ada, sebab dia tahu, ada yang lebih indah dari itu semua—senyum gadis manusia itu lebih indah.
Lari Shura langsung berhenti saat dia telah tiba di depan kamar lukisan tersebut. Dengan pelan, dia membuka pintu shoji yang ada dan berjalan memasukinya. Cahaya bulan yang masuk melalui jendela kamar yang terbuka, membuatnya dapat melihat sekeliling dengan baik. Langkah kakinya sangat pelan, namun juga penuh keyakinan saat mendekati lukisan tersebut, begitu juga dengan mata emasnya, hanya terpusat pada lukisan yang tertutup kain putih, seakan itulah satu-satunya yang dapat dilihatnya.
Tangannya dengan pelan dan hati-hati kemudian menarik turun kain putih yang ada saat dia tiba di depan lukisan, dan dia menahan napasnya saat kain putih itu jatuh ke bawah, memperlihatkan lukisan gadis manusia itu lagi.
Di dalam limpahan sinar bulan, senyum gadis itu telihat semakin memesonakan—senyuman musim semi yang selalu hangat dan menyenangkan.
Hatinya berdebar dengan sangat cepat, napasnya bagaikan tertahan. Kehangatan, ketenangan dan kedamaian memenuhi hatinya, dan di sudut hatinya yang terdalam, dia bisa merasakan sebuah perasaan baru yang muncul, yakni; perasaan gembira dan juga rindu.
Kaki Shura kemudian melangkah mudur dua langkah. Dengan pelan tanpa menolehkan matanya sedikit pun, dia duduk di atas tatami, berhadapan dengan lukisan sang gadis. Dia tidak mengerti. Kenapa dia bisa merasakan hal seperti itu? Bagaimana mungkin lukisan seorang manusia bisa membuatnya merasakan semua perasaan itu? Kenapa?
Bagaikan menghipnotisnya, Shura tahu, dia sanggup duduk semalaman di kamar ini untuk menatap lukisan itu. Gadis manusia dalam lukisan ini telah berhasil merebut seluruh perhatiannya.
"Siapa? Siapa kau....." Gumamnya pelan.
Gumaman Shura begitu pelan. Namun, youkai bermata emas identik dengan pewaris tanah barat yang telah mengamatinya semenjak membuka kain penutup lukisan itu bisa mendengarnya dengan jelas. Dia tahu, Shura tidak akan menyadari keberadaannya yang ada di depan pintu kamar yang terbuka sekarang, sebab, pasti sama dengannya, perhatiannya telah direbut oleh senyum musim semi gadis dalam lukisan.
....xOxOx....
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!