Seorang murid laki-laki nampak berlari tergesa menjauhi area lapangan utama dengan kedua tangan berada di atas kepala, berupaya menghalau deras nya air hujan yang akan membasahi jersey putih kebanggaan sekolah nya.
Lelaki itu berlari masuk ke dalam koridor kelas sebelas, membiarkan tetes demi tetes air hujan jatuh membasahi lantai kelas. Rambut nya yang sedikit panjang itu terlihat lepek karena basah namun hal itu semakin membuatnya terlihat tampan hingga beberapa siswi terdengar memekik tertahan.
Deandra Raskal Abiyaksa. Cowok yang paling membenci dengan nama nya anak berandal. Pendiam, mantan ketua team inti basket dan memiliki wajah yang tampan membuat nya banyak digemari para siswi di sekolah.
"Kehujanan ya, kak?" Raskal hanya berdehem tanpa menoleh pada lawan bicara nya. Seorang siswi bername tag Nita dengan dasi bergaris dua nampak ikut menyandarkan punggung nya di dekat Raskal dengan berani.
"Mau pakai hoodie aku? biar kakak nggak masuk angin."
"Nggak perlu," jawab Raskal malas.
Nita hanya mengangguk paham, diam-diam gadis itu tersenyum senang melihat beberapa siswi lain yang terlihat menatap nya iri. Sudah bukan menjadi rahasia publik jika gadis menyukai Raskal secara terang-terangan. Memiliki wajah cantik dengan body seksi, siapa pun yang ingin mendekati Raskal akan minder jika melihat gadis itu.
"Aku pikir sekolah disini nggak bakalan nemuin orang aneh, ternyata masih ada ya?"
Kedua mata Raskal yang awal nya terpejam menjadi terbuka, lelaki itu menoleh ke arah Nita membuat gadis itu memiringkan wajah nya memasang wajah centil. "Kenapa?"
"Apa maksud lo?"
Nita tertawa kecil, kedua tangan nya terlipat di depan dada kemudian menunjuk satu objek dengan dagu nya. "Atlanna. Baca buku dibawah hujan, apalagi kalau bukan aneh?"
Raskal tak menyahut, lelaki itu fokus pada seorang gadis yang terlihat duduk di kursi taman dengan kepala menunduk dalam. Rambut panjang nya yang diikat asal menjadi satu terlihat berantakan, kedua tangan lentik yang terlihat pucat itu menggenggam sebuah buku bersampul hitam.
Nita benar, Atlanna memang aneh. Raskal pernah beberapa kali melihat gadis itu mengamuk saat ada yang mencoba mendekatinya untuk berkenalan dan mendengar jika gadis itu pernah memukul murid laki-laki dengan meja karena menggoda nya.
"Kadang heran, kenapa Kak Mei belum pernah jadiin dia target bully? apa karena dia anggota inti Ravloska?" celetuk Nita.
Kedua mata elang Raskal menajam. Rahang tegas nya mengetat, menunjukan betapa tak suka nya ia mendengar nama itu. Ravloska, sebuah geng yang menjadi perkumpulan para murid berandal dari SMA Trisatya. Memiliki member yang berjumlah hampir 40 orang lebih dan mayoritas anggota nya adalah laki-laki. Atlanna adalah satu-satunya gadis yang berhasil masuk dan menjadi anggota inti Ravloska.
"KAK RASKAL!" teriakan nyaring yang berasal dari Nita membuat Raskal tertegun, beberapa detik kemudian ia baru menyadari jika tubuh nya bergerak tanpa sadar menuju tempat Atlanna saat air hujan mulai membasahi tubuh nya dengan sempurna. Dingin, bagaimana bisa seorang gadis yang terlihat lemah itu bisa bertahan lama dibawah guyuran air hujan di terik panas seperti ini.
"Perpustakaan lebih nyaman dari tempat duduk lo yang sekarang," kata Raskal. Gadis itu tak bergeming dari tempat nya, justru membalikkan halaman baru dengan santai dan lanjut membaca membuat Raskal geram. Ia tak suka diacuhkan.
"Lo denger gue?"
Atlanna mendongak tanpa ekspresi saat merasakan sebuah tangan besar menggenggam erat pergelangan tangan nya. Kedua mata indah nya melirik tajam, gadis itu mencoba menghempaskan tangan Raskal dengan kasar.
"Lepasin. Tangan. Gue!"
"Kalau gue nggak mau?"
Diamnya Atlanna membuat Raskal mendapat ide gila. Lelaki itu menunduk dan berniat mencuri ciuman pada bibir Atlanna. Nyaris dapat, sebelum sebuah bogem mentah meluncur mengenai pipi nya dengan kuat hingga membuat seluruh murid yang menyaksikan itu kompak menahan nafas.
Terjadi jeda cukup lama hingga Atlanna bangkit dari duduk nya berniat meninggalkan lapangan. Namun suara tawa berat yang terendam deras nya air hujan itu membuat nya menoleh dengan pandangan yang sulit di artikan.
"Sesuai dugaan." Kedua sudut bibir Raskal tertarik hingga membentuk senyum miring. "Mulai hari ini gue tertarik sama lo. Atlanna Zea Nevaluna," ujar nya dengan tegas.
"Sudah merasa cukup pandai sampai berani bolos bimbel, Atlanna?"
Suara intimidasi cukup pekat itu menghentikan langkah gadis yang baru saja melangkahkan kaki nya ke dalam garasi. Seragam putih abu-abu nya terlihat basah kuyup hingga meninggalkan tetesan air hujan pada ubin lantai yang dingin. Gadis itu tak bergeming, tangan nya menggenggam sebuah buku bersampul hitam dengan kuat.
"Bisu kamu? jawab!"
Atlanna bergumam malas. "Capek," jawab nya pendek.
Plak!
Suara tamparan yang terdengar nyaring dan menyakitkan menggema ke seluruh penjuru rumah, membuat kepala gadis itu menoleh ke samping dengan sempurna. Karet hitam kecil yang ia gunakan untuk mengikat rambut, putus. Membuat rambut panjang yang terlihat lepek karena hujan itu mengurai bebas menutupi wajah nya.
"Masuk ke kamar dan jangan turun untuk makan sampai kamu berangkat bimbel lagi!"
Langkah kaki yang terbalut sepatu kulit terdengar menjauh membuat Atlanna kembali menegakkan tubuh dengan tenang. Tangan nya yang pucat terangkat, bergerak menyugar rambut ke atas tanpa ekspresi seolah terbiasa.
Hari ini adalah hari sabtu, bimbel hanya mengadakan pertemuan tiga kali dalam seminggu yang berarti jadwal pertemuan yang akan datang adalah hari senin. Atlanna tersenyum tipis, ia harus menahan lapar hingga senin esok, lagi. Tidak masalah. Mahendra, pria dewasa berumur 43 tahunan itu selalu menekannya untuk selalu sempurna. Kesalahan setitik debu saja bisa membuatnya merintih kesakitan setiap malam.
Pintu kayu dengan sapuan cat warna putih itu tertutup. Atlanna menarik lengan hoodie nya ke atas hingga menampilkan banyaknya garis-garis abstrak yang terlihat menyeramkan. Gadis itu berjalan menuju ranjang, menarik laci nakas dan meraih sebuah pecahan kaca kecil, berniat membuat garis baru lagi.
"Kebebasan itu nyata atau hanya sebuah ilusi?"
Cairan kental berwarna merah terlihat menetes, jatuh membasahi lantai kamar dengan bebas membuat Atlanna tersenyum aneh melihatnya.
Brak!!
"ATLANNA BUKA!" pekikan panik dari seorang laki-laki terdengar samar, kaca jendela kamar yang terletak di lantai dua itu diketuk dengan brutal namun tak membuat aktivitas gadis itu terganggu. Self harm Atlanna kambuh, yang ada dipikirannya hanya darah, darah dan luka yang membuat nya tak menghiraukan keadaan sekitar.
Klap!
Jendela kaca besar itu berhasil terbuka sehingga seseorang tadi bisa masuk dengan bebas menuju kamar Atlanna.
"Bodoh!" bentak nya, tangan lelaki itu menepis kaca kecil di tangan Atlanna dengan kasar. "Kalau mati jangan konyol, sialan!"
Tubuh Atlanna mematung merasakan sepasang tangan kekar mendekap tubuh nya erat. Detak jantung nya menggila, kesadaran gadis itu perlahan pulih saat mendengar suara berat yang terdengar familiar ditelinga nya.
"N-navaro?"
"Ini salah satu alasan kenapa gue nggak ngebiarin lo sendirian. Ada apa waktu gue di skors, hmm?" pertanyaan beruntun itu langsung menyerbu Atlanna dengan tak sabaran.
Atlanna berdehem kecil. "Gue nggak apa-apa," kata nya tenang sembari menurunkan tangan Navaro yang berada di kedua sisi pipi nya.
"Terus kenapa lo hobi banget self harm?"
"Self harm bukan hobi gue, tapi kebutuhan gue. Mau sampai kapan pun juga gue nggak bakalan bisa berhenti kalau cuma itu yang bisa bikin gue tenang," ujar Atlanna, nafas nya naik-turun tak beraturan. "Lo nggak bakalan ngerti."
"Gue ngerti, maka dari itu gue ngebiarin lo masuk Ravloska karena udah gue anggap adik sendiri."
Keadaan berubah hening saat Atlanna tak mengucapkan sepatah kata apapun. Suara serak Navaro yang menganggap nya adik sungguh mengganggu pikirannya, detak jantung yang semula menggila kini berubah tenang bersamaan dengan ekspresi nya yang berubah datar.
"Gue mau sendiri," ujar Atlanna dingin.
Navaro menggelengkan kepala nya sembari terkekeh kecil. Atlanna itu sebenarnya sama seperti gadis lain, hanya saja ia tak mudah mengekspresikan emosi nya di hadapan orang lain. "Nggak usah sok kuat, gue lebih suka lihat lo nangis daripada lo self harm."
"Lo tau kenapa?" Navaro mendongak, menatap wajah Atlanna yang terlihat tenang saat memejamkan mata. "Karena lo adalah orang pertama yang bikin gue penasaran sekaligus panik."
"Lo satu-satunya cewek yang berani sama murid laki-laki. Lo satu-satunya cewek yang selalu pakai hoodie walaupun cuaca lagi panas, dan lo adalah satu-satunya cewek yang berani nampar gue waktu pertama kali kita kenal."
Navaro terkekeh kecil mengingat tragedi pertama kali mereka kenal, suara tamparan dari Atlanna dua tahun yang lalu masih sangat membekas pada ingatan nya.
Navaro bangkit, kedua tangan kekar nya membereskan peralatan obat-obatan dengan cekatan dan memasukan kotak obat berwarna putih itu ke dalam laci nakas paling bawah. Setelah nya, tubuh lelaki itu menunduk sebelum mendaratkan sebuah ciuman singkat pada pucuk kepala Atlanna tanpa penolakan.
"Gue cuma bisa berharap, semoga lo bahagia sama cowok impian lo, yang bisa jagain lo dan bisa gantiin posisi gue di sisi lo suatu saat nanti. "Sweet dreams, Anna."
Atlanna menatap tangan kiri nya yang telah dibalut perban dengan rapi, kepala nya mendongak. Gadis itu tersenyum hambar bersamaan dengan tubuh Navaro yang menghilang dari penglihatan nya.
"Gimana gue mau bahagia kalau cowok impian gue itu lo, Navaro."
Sejak tadi, Atlanna hanya mampu mencengkram kuat garpu ditangan nya melihat Navaro ditempeli oleh manusia centil dari IPA Lima. Tear, sosok berantakan yang menjadi ketua OSIS itu telah menjadi musuh nya. Selain suka ikut campur, Tear juga suka mendekati Navaro secara terang-terangan.
"Jadi pacar gue apa susah nya, sih? lo nyari yang modelan gimana? bisa panjat pinang? cantik? badan seksi atau mahir ciu–"
"Lo bisa diem?" Navaro memberikan Tear tatapan tajam sebelum gadis itu mengatakan hal-hal yang lebih frontal lainnya. "Gue suka cewek yang gak banyak bacot."
"Sa ae lo daki tuyul." Tear terkekeh sambil mencolek dagu Navaro dengan tengil. "Pacaran, yuk?"
"Gak!"
"Daripada lo ngejar si bos nggak dapet-dapet mending sama gue udah pasti bahagia, Ar."
"Ogah, soalnya lo jelek, burik, banyak bertingkah sama suka nyakitin hati cewek!"
Radja tertawa ngakak ditempat nya, beberapa kali ia menggebrak meja dengan garpu ditangan nya dengan brutal. "Ngakak banget gue sialan, emang bener kalau netizen lebih tau mana yang ganteng, mana yang burik."
Hidung Devano kembang kempis menahan kesal. "Lo kayaknya pengen banget gue halalin biar tau rasa."
"Itu mah mau nya elo!" seloroh seluruh teman-temannya.
"Lagian, percaya diri itu bagus tapi sadar diri itu harus." Raka, cowok yang memiliki wajah hampir kembar dengan Radja itu ikut terkekeh. "Tear mana mau sama modelan elu yang ketemu cewek langsung luemes."
"Lo dukung temen nggak, sih?" Devano berceletuk kesal membuat Raka dan Radja menatap nya lempeng.
"Enggak."
"BAJINGAN!" teriak Devano emosi.
Atlanna mengepalkan kedua tangan nya mendengar mereka tertawa lepas karena memperebutkan Tear. Kedua telinga nya terasa panas, ditambah lagi saat Navaro terlihat tidak keberatan dengan kehadiran gadis itu.
Suara sebuah kursi yang berdecit saat bergesekan dengan lantai kantin membuat tawa mereka mereda hingga memusatkan asistensi ke arah seorang gadis yang berdiri dengan kaku. Navaro, lelaki itu dengan cepat meraih tangan Atlanna yang hendak pergi meninggalkan kantin.
"Mau kemana? habisin dulu makanan lo!" titah nya dingin.
Atlanna menyentak pelan tangan Navaro. "Kenyang, gue ada urusan," ujarnya datar, kedua mata tajam nya menyorot tak suka ke arah Tear yang tersenyum memandangnya.
"Gue nggak ngizinin lo pergi. Makan, Atlanna!" kekeh Navaro mengeratkan cekalannya pada tangan kanan Atlanna.
"Gue–" suara Atlanna hanya tersangkut di tenggorokan saat merasakan sebuah tangan besar yang melingkar di bahu nya, gadis itu menoleh kaku hingga mendapati sosok Raskal yang beradu tatapan tajam dengan Navaro.
"Dia udah bilang kenyang kenapa masih lo paksa?"
Navaro berdiri membuat Radja dan Raka ikut berdiri, dua lelaki itu memasang badan di belakang ketua nya, takut jika sewaktu-waktu ketua nya lepas kendali dan menghabisi anak orang di area sekolah.
"Lo nggak tau apa-apa." Navaro menunjuk dada Raskal dengan kasar. "Nggak usah ikut campur, apapun yang gue lakuin ke Atlanna itu demi kebaikan dia."
Raskal menepis tangan Navaro dengan kasar, lelaki itu berdecih sinis. "Dengan cara ngepaksa dia? kalau gitu cara lo rendahan."
Keadaan kantin yang semula ricuh menjadi hening, beberapa pasang mata terlihat menatap ke arah Atlanna aneh, beberapa pasang lain nampak ikut termakan omongan Raskal dan mulai mencibir tentang Navaro.
Kedua sudut bibir Raskal terangkat, tangan besar nya bergerak menarik tubuh Atlanna yang mematung ke dalam dekapannya sebelum menepis tangan Navaro yang masih ada di lengan gadis itu.
"Mulai sekarang gue yang tanggungjawab atas Atlanna. "
Kedua tangan Navaro terkepal, rahang nya yang tegas, mengetat. Lelaki itu terlihat marah, kedua mata nya menatap nyalang ke arah Atlanna yang hanya diam saat tangan Raskal memeluk pundak nya.
Sial!
Semua orang memekik histeris melihat tubuh Raskal yang mundur beberapa langkah ke belakang. Navaro benar-benar melayangkan pukulannya, tepat pada rahang bawah Raskal hingga membuat sudut bibir lelaki itu mengeluarkan darah.
"Lo pikir siapa bisa ngomong gitu ke gue?" suara Navaro terdengar tak bersahabat lalu meludah tepat di dekat tubuh Raskal, lelaki itu menoleh ke arah Atlanna yang masih diam mematung.
"Kita duel dan buat kesepakatan, siapa yang menang berhak ngajuin satu permintaan."
Kedua sudut bibir Navaro terangkat. "Gue terima," ujarnya tenang.
Atlanna mengepalkan kedua tangan nya di kedua sisi rok abu-abu nya. Wajah gadis itu memerah, tangan nya dengan bebas menarik lengan Raskal pergi menjauhi area kantin dengan perasaan gusar.
Duel? yang benar saja. Navaro pernah hampir membunuh anak orang jika saja waktu itu Tear tidak berbuat onar saat tawuran berada.
"Nggak mau bilang terimakasih?"
Langkah Atlanna terhenti, ia menoleh dengan pandangan yang sulit di artikan. "Lo sadar siapa yang lo tantang?"
Raskal mengangguk tenang, tangan kanan nya terangkat kemudian menghapus darah pada sudut bibir nya tanpa raut wajah kesakitan. "Terus kenapa? khawatir?"
"Mimpi!" sinis Atlanna membuat Raskal tertawa renyah sambil mengacak pelan rambut panjang Atlanna.
"Lo lucu," ungkap Raskal.
"Gak jelas."
"Emang, yang jelas kan cuma cinta gue ke elo," jawab Raskal ngawur.
Kedua alis Atlanna menukik tajam terlihat tak suka. Dimana rumor yang mengatakan bahwa mantan ketua basket SMA Trisatya terkenal dingin dan bermulut pedas?
Tubuh Atlanna berbalik hendak kembali menuju kelas, namun suara Raskal yang mengintrupsi membuat nya terdiam dengan tubuh yang menegang.
"Tangan lo cantik, kenapa lo sakitin?"
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!