Kakinya melangkah begitu ringan, tubuhnya yang semampai serta rambut yang digerai serta kacamata yang menutupi semua luka terpancar di sana, tidak ada orang yang bisa melihat seperti apa kedua bola matanya saat ini, 5 tahun berlalu rasanya begitu cepat dia hidup dengan banyak kenangan yang tidak akan pernah terlupakan seumur hidupnya.
Wanita itu berjalan keluar dari bandara menaiki sebuah mobil mercy yang datang menjemputnya, saat sudah masuk ke mobil barulah dia membuka kacamata nampak wajahnya yang begitu cantik, dia menghirup nafas dalam-dalam setelah bertahun-tahun lamanya meninggalkan negara kelahiran.
Andrea Putri Sera, wanita berusia 24 tahun. Yang baru kembali ke negara kelahirannya setelah 4 tahun menempuh pendidikan sekaligus gelar sarjananya di Inggris.
Hari ini tahun ke-5 ibunya meninggal dunia, wanita yang tangguh dan penuh kasih sayang meninggalkan Andrea dengan harapan penuh agar dirinya menjadi wanita yang tangguh agar tidak mudah tergoda oleh pria.
"Ma, aku pulang. Aku membuktikan impian mama untuk menjadi gadis mandiri dan juga tangguh agar aku tidak mudah tergoda oleh makhluk bernama pria, aku juga membawa hasil dari pendidikan ku menjadi siswa terbaik dan juga menjadi teladan." Andrea memejamkan kedua matanya, setiap kali mengingat mendiang ibunya maka hatinya akan terasa sakit sehingga dia tidak bisa menguasai emosinya yang tidak bisa lagi dibendung.
Dari bandara, Andrea langsung menuju ke pemakaman tempat peristirahatan terakhir bagi mendiang Sera, ibunya. Andrea menunjukkan karakternya sebagai wanita dingin, sikap acuh kepada lawan jenis bahkan cenderung membencinya.
Semua itu dikarenakan sang ayah yang tidak dapat memberi figur baik sebagai seorang kepala keluarga dan juga suami untuk mendiang istrinya, semua hal buruk tersebut disebabkan oleh ayahnya sehingga tak ada sedikitpun ketertarikan Andrea terhadap lawan jenis.
Perjalanan dari bandara menuju pemakaman yang hari ini adalah tepat 5 tahun kematian ibunya, Sera keluar dari mobil yang tadi menjemputnya di bandara. Melangkahkan kakinya dengan berat dan juga berusaha untuk meredam gemuruh hatinya yang mendadak merasa sangat sedih sekali, mengingat jika wanita yang selama ini menjadi teladan baginya telah lama meninggalkan Andrea menjalani kehidupan begitu sulit di negara orang.
"Selamat siang, Mama. Akhirnya aku bisa pulang juga dan datang mengunjungi rumah Mama, rasanya baru kemarin Mama masih bersamaku, menemaniku menjalani hari-hari bahagia yang tidak akan mungkin aku lupakan sampai kapanpun, tapi hari ini 5 tahun sudah Mama pergi meninggalkanku. Lihatlah, Ma." Andrea menunjukkan hasil sebagai lulusan terbaik di universitas yang ada di Inggris.
Seketika air matanya tumpah dan Andrea tidak bisa lagi untuk membendungnya, sejak kakinya menapaki tanah kelahiran maka semua kenangan tentang ibunya yang sudah 5 tahun pergi meninggalkannya, saat itu juga hati Andrea begitu terasa sesak dan seolah air mata terus saja berusaha berdesakkan, ingin secepatnya tumpah untuk sedikit mengurangi rasa sesak di dada Andrea.
Dalam tangisannya Andrea mengingat kejadian 5 tahun lalu saat kelulusan SMA nya, jika semua teman-temannya dihadiri oleh kedua orang tua mereka, sementara Andrea hanya ditemani oleh ibunya. Mendapatkan penghargaan sebagai siswa terbaik dari sekolahnya, juga mendapatkan tawaran untuk melanjutkan pendidikannya di universitas yang ada di London.
"Andrea ini murid yang sangat berprestasi, jadi memang pantas mendapatkan penghargaan tawaran ini dari universitasnya langsung yang ada di London, ibu harap Andrea bersedia menerima tawarannya dan melanjutkan pendidikan di sana." Wali kelas Andrea memberi tahu mengenai kabar baik tersebut kepada Andrea dan juga ibunya.
Dengan senang hati Andrea menerima tawaran tersebut karena tidak semua orang bisa beruntung melanjutkan pendidikan di universitas terbaik di London, dan Andrea adalah anak yang memiliki prestasi terbaik di sekolahnya sehingga dari sekian banyak murid yang lulus tahun itu hanya Andreas saja yang mendapatkan tawaran tersebut. Dari universitas ternama yang bonafid serta melahirkan generasi muda yang mampu bersaing di kancah internasional.
"Terima kasih banyak, Bu. Terima kasih juga untuk semua teman-teman serta guru-guru yang selama 3 tahun memberikan banyak pelajaran berharga untuk aku, kesempatan ini sudah pasti akan aku manfaatkan sebaik-baiknya dan tidak mungkin kesempatan datang untuk kedua kalinya." Dengan penuh keharuan Andrea menerima tawaran untuk melanjutkan pendidikannya di London.
Andrea dan juga ibunya saling berpelukan dengan suasana haru yang penuh tangis air mata, selain menjadi siswa terbaik di sekolahnya. Andrea juga mendapatkan kesempatan yang dari universitas London sendiri yang memintanya untuk melanjutkan pendidikan di sana, sehingga sekolah Andrea juga merasa bangga karena sudah mengirimkan salah satu muridnya menjadi salah satu anak bangsa yang tentu saja berprestasi.
"Jadilah wanita yang sukses, mandiri dan tidak bergantung pada pria. Tangguhlah, agar kau tidak mudah tergoda oleh bujuk rayu makhluk bernama pria, jangan mudah termakan oleh janji-janji palsu yang selalu diucapkan oleh para pria saat melakukan pendekatan pada seorang wanita, kau harus tumbuh jauh lebih baik daripada Mamamu ini." Di tengah Isak tangisnya Sera memberikan nasehat dan juga pengingat bagi putrinya agar dia bisa hidup jauh lebih baik daripada Sera.
"Iya, Ma. Aku janji, aku akan menjadi wanita yang mandiri, tangguh dan juga sukses. Sesuai dengan harapan dan keinginan Mama." Andrea kembali memeluk ibunya disaksikan langsung oleh teman-temannya juga para guru yang turut hadir di acara kelulusan tahun itu.
Andrea masih menangis di hadapan pusaran mendiang ibunya, saat mengingat hari kelulusannya tanpa kehadiran ayahnya dan hanya ditemani oleh mendiang ibu, kesedihan yang sampai kapanpun tidak akan mungkin bisa Andrea lupakan dan dia sudah berjanji pada ibunya untuk tumbuh menjadi wanita seperti yang diinginkan oleh Sera.
"Sekarang Aku sudah kembali ke Indonesia, usiaku juga sudah cukup matang. Jadi aku sudah siap untuk melanjutkan bisnis usaha kita yang selama ini berkembang pesat tentu saja atas kerja kerasmu," bisik Andrea di hadapan pusara ibunya dan dia pun berjanji jika akan memenuhi keinginan terakhir Sera sebelum wanita itu menghembuskan nafas terakhirnya.
Sera adalah merupakan keturunan pengusaha kaya yang memiliki perusahaan karet dan juga puluhan minimarket yang ada di kota Jambi. Jadi sekarang perusahaan tersebut yang merupakan milik mendiang ibunya, akan diambil alih oleh Andrea yang merupakan keturunan dari Sera dan tentu saja dialah waris tunggal dari perusahaan milik keluarga besar ibunya.
"Mama tenang saja, aku yang akan melanjutkan perjuangan serta kerja keras Mama untuk membangun dan membesarkan bisnis keluarga kita, Aku bukan anak kecil lagi tapi sekarang aku sudah dewasa dan tidak akan membiarkan siapapun mengusik apapun yang menjadi milik Mama." Andrea mengusap kedua pipinya, dia pun harus kembali menghadapi kenyataan yang memang sudah ada di depan matanya.
***
Hai Kak, aku jelasin dari awal jika ini cerita pendek ya kak, bukan cerita yang tamat ratusan bab. Semoga kalian suka, dan mohon selalu dukungannya. Sekalian aku ijin promosi ya. Jika berkenan, mampir ke ceritaku yang lain. Judulnya, 'Penghangat Ranjang Casanova' Di sana ceritanya lumayan panjang, nama pena 'Call me Vani' ya kak. Terima kasih.🙏
Setelah puas bercengkrama di depan pusara ibunya, Andrea memutuskan untuk meninggalkan area pemakaman dan tujuan dia selanjutnya adalah tempat yang selama 4 tahun terakhir ini dia tinggalkan, sebuah kenyataan yang mau tidak mau harus diterima dan juga dihadapi oleh Andrea.
Dia akan pulang ke rumah mewah milikmu yang kakeknya yang diturunkan pada mendiang ibunya, tapi sekarang ditempati oleh ayah sekaligus kedua istri yang itu artinya adalah ibu tiri Andrea.
Jika bukan karena janjinya kepada mendiang ibunya, rasanya Sera tidak akan pernah bersedia untuk menginjakkan kakinya di rumah itu lagi, bukan karena dia tidak ingin pulang hanya saja orang-orang yang menempati rumah tersebut adalah mereka yang memanfaatkan kekayaan mendiang ibunya untuk kesenangan mereka pribadi.
"Kita pulang sekarang ke rumah," ujar Andrea dengan nada suara dingin dan juga kembali bersikap acuh seperti biasanya.
Pria paruh baya itu menganggukkan kepalanya, dia adalah sopir dari mobil tersebut yang tadi menjemput Andrea di bandara. Dia segera meninggalkan area pemakaman untuk menuju ke rumah mewah yang hampir semua orang mengetahui siapa pemilik rumah mewah tersebut, mendiang Sera adalah pemilik dari rumah yang sekarang ditempati oleh suaminya dan juga kedua istrinya.
Sera tidak memberitahu pada siapapun mengenai kepulangannya ke Indonesia, 5 tahun lamanya dia melanjutkan pendidikan di negara London, belajar dengan sepenuh jiwa dan juga fokus tanpa tergoda oleh hiruk pikuk serta pergaulan bebas yang ada di negara itu. Tujuan Andrea hanya satu yaitu menyelesaikan kuliahnya lalu pulang sebagai mahasiswa terbaik juga kelulusan terbaik dari universitas ternama yang ada di London.
Begitu sampai di halaman rumah mewah yang sudah 5 tahun ini dia tinggalkan, Andrea berdiri menatap pada bangunan megah yang berdiri menjulang tinggi di hadapannya, dengan penuh kepercayaan dirian Andrea berjalan masuk ke dalam rumah di mana dia dibesarkan dengan cinta dan kasih sayang oleh ibunya.
"Non Andrea? Selamat datang kembali di rumah non?" Salah seorang asisten rumah tangga menyapa kedatangan Andrea yang hanya menganggukkan kepalanya lalu kembali melanjutkan langkah kakinya.
Ketika sampai di ruang tamu, kedatangan Andrea sudah membuat semua orang terkejut termasuk dua orang istri ayahnya. Mereka tidak menyangka jika Andrea pulang hari ini dan kedatangan Andrea ke rumah membuat mereka terancam karena mereka berdua tahu jika harta yang dinikmati oleh mereka hampir 80% adalah milik Andrea.
"Kau sampai dan pulang hari ini? Kenapa tidak memberitahu kami? Setidaknya kami bisa menjemputmu di bandara." Hujan salah satu istri dari ayahnya.
Andrea tidak menanggapi dia hanya menatap ke arah ibu tirinya dengan mata mengejek karena kehadiran mereka berdua sama sekali membuat Andrea menjadi marah, kebenciannya terhadap seorang pria disebabkan oleh kelakuan ayahnya sendiri yang sudah berkhianat sehingga ibunya meninggal dunia.
Kebencian Andrea terhadap pria membuat kedua istri ayahnya itu tidak terlalu memikirkan jika kedatangan Andrea ke rumah tersebut akan membuat mereka keluar dari rumah, karena ada beberapa hal yang harus disepakati dan juga dilakukan oleh Andrea jika ingin tetap tinggal di rumah ini.
"Bukan urusan kalian kalaupun aku mau pulang hari ini ataupun besok, aku bisa pulang sendiri tanpa harus melibatkan kalian untuk menyuruh orang menjemputku ke bandara." Andrea menatap tajam ke arah dua wanita yang sepertinya terkejut melihat kedatangannya.
Rasanya rindu sekali dengan rumah yang menyimpan banyak kenangan bagi Andrea, di rumah ini juga Andrea harus merasakan perpisahan yang sangat menyedihkan dan juga menyesakan data, yang dilakukan oleh ayahnya kepada mendiang ibunya sungguh membuat Andrea tidak bisa menerima bahkan dia membenci pria itu.
Mata Andrea melihat banyak paper bag yang ada di ruang tamu rumahnya, dia tahu jika barang-barang tersebut adalah milik kedua ibu tirinya, Andrea tersungging menyeringai sementara dua wanita terlihat ketakutan karena mereka kepergok telah berbelanja banyak dengan menggunakan uang yang tentu saja bukan miliknya.
"Dasar kalian ini tidak tahu malu, bisa-bisanya menikmati dan juga memakai uang ibuku untuk membeli semua barang-barang mewah itu. Seharusnya kalian sadar diri, jika kalian sama sekali tidak berhak untuk menikmati sepeserpun uang ibuku." Andrea menyindir dua wanita yang sama-sama sedang melihat padanya dengan tatapan benci dan tidak suka.
Mendengar ucapan Andrea membuat kedua wanita itu marah karena Andrea sengaja menyindirnya, padahal mereka berpikir sama sekali tidak melakukan kesalahan dan tidak menerima tuduhan yang baru saja dikatakan oleh Andrea pada mereka berdua.
"Maksudmu apa? Kenapa kau bicara seperti itu? Aku menikmati semua ini bagian dari nafkah yang diberikan oleh ayahmu, karena kami juga istrinya. Jadi sudah seharusnya dia memberikan apa yang memang kami butuhkan." Mora menatap tajam pada anak tirinya yang sudah menyendirinya jika memakai uang mendiang ibunya.
"Jika kau tidak terima jangan marah pada kami berdua, marah saja sama ayahmu itu," timpal Yamini yang juga tidak terima sindiran Andrea sama seperti Mora yang merasa jika mereka tidak berbuat salah.
Andrea lagi-lagi hanya bisa tersenyum sinis melihat keangkuhan dari dua wanita tidak tahu diri dihadapannya, sepertinya dia harus mengingatkan pada dua wanita itu mengenai posisi mereka dan juga keberadaan mereka di rumah ini. Supaya mereka tidak beranggapan bahwa mereka juga bisa bebas melakukan apapun di rumah memiliki, yang berhak untuk melakukan apapun di rumah tersebut adalah Andrea, karena dia lah pemilik sah dari rumah mewah peninggalan mendiang kakeknya yang itu artinya menjadi miliknya.
"Tutup mulut kalian, sadarlah dengan posisi kalian berdua di sini, kalian hanya menumpang harusnya masih bersyukur karena aku tidak menendang kalian untuk keluar dan hidup menjadi gelandangan di luar, jadi tidak perlu banyak tingkah dan merasa seolah-olah rumah ini adalah milik kalian berdua." Dengan tegas dan juga penuh penekanan Andrea memperingatkan dua ibu tirinya agar tidak berani lagi ataupun sedikit sadar diri dengan status mereka di rumah miliknya.
"Dan satu lagi, jagalah sikap kalian karena aku adalah pemilik rumah ini, dan bisa kapan saja mengusir kalian dari rumahku sendiri. Tentunya kalian sudah tahu pasti, tanpa aku harus memberitahu kalian pun sepertinya kalian sudah tahu tentang siapa pemilik dari rumah mewah yang kalian tempati dan juga semua fasilitasnya." Andrea memutar tubuhnya, dia melangkah meninggalkan ruang tamu untuk menuju ke tempat yang dulu merupakan tempat ternyaman dirinya bersama dengan mendiang ibunya berbagi cerita dan juga banyak hal.
Tidak pernah terpikirkan jika Andrea hidup dalam bayang-bayang mendiang ibunya yang sangat membuatnya bersedih tapi dia tidak bisa menolak takdir, dan sekarang Andrea harus menghadapi dua wanita menyebalkan yang seolah ingin menguasai semua harta benda yang ada di rumah miliknya. Tentu saja Andrea tidak akan membiarkan mereka menguasai apapun yang menjadi miliknya.
Andrea merasa jika urusannya dengan kedua ibu tirinya sudah selesai, kedatangannya kembali ke rumah masa kecilnya yang menyimpan banyak kenangan semata atas janjinya kepada yang ibunya jika dia akan pulang sukses dan melanjutkan bisnis keluarga besar ibunya. Kebencian Andrea terhadap seorang pria dikarenakan kemarahannya pada ayahnya sendiri yang sudah menyakiti hati ibunya dengan menikahi dua wanita yang sekarang menjadi ibu tiri Andrea.
Andrea malas kalau harus melanjutkan ke perdebatannya dengan kedua wanita tidak tahu malu itu, Andrea ingin sekali secepatnya sampai ke kamar yang sudah 5 tahun lamanya dia tinggalkan. Andrea naik ke lantai atas menuju ke kamarnya, melihat Andrea yang sudah pasti akan pergi ke kamarnya membuat Mora panik karena kamar Andrea ditempati oleh Ike, putrinya.
"Sial! Dia akan naik ke kamarnya. Aku harus menghentikannya sekarang juga," gumam Mora, saat melihat Andrea berjalan ke lantai atas.
Mora yang panik segera menyusul untuk mengejar agar Andrea tidak sampai masuk ke kamarnya, tapi terlambat karena Andrea sudah keburu membuka pintu kamarnya yang sekarang dipakai atau ditempati oleh anaknya Mora.
Andrea sudah membayangkan, dia akan tenang dan beristirahat setelah menempuh perjalanan cukup jauh dari London ke Jambi. Tangannya terulur membuka pintu kamarnya, senyum tersungging karena Andrea merindukan kamarnya. Tapi senyum itu seketika menghilang, berubah dengan wajah murka penuh amarah, ketika Andrea membuka pintu kamar dan mendapati jika kamarnya sudah berubah pemilik.
"Kurang ajar! Siapa yang sudah berani-beraninya menempati kamarku? Pelayan." Andrea berteriak, kemudian dia melihat Mora yang baru saja sampai ke atas dan sepertinya dia gagal menghentikan Andrea karena sudah keburu sampai ke kamarnya.
Para pelayan berlarian ketika mendengar teriakan Andrea, mereka berdiri di hadapan Andrea. Pemilik sah dari rumah mewah itu setelah kepergian Sera.
"Iya, nona. Ada yang bisa kami bantu?" tanya si pelayan yang terlihat Usianya lebih tua dari dua pelayan lainnya.
"Keluarkan semua barang yang ada di kamarku, bakar. Dan kembalikan semua barang-barang miliki ke tempatnya semula," titah Andrea dengan suara menggelegar.
Ketiga pelayan itu segera bergegas masuk ke kamar yang semula memang milik Andrea, hanya saja sekarang diganti oleh anaknya Mora yang bernama Ike. Sebagai pelayan sudah pasti mereka patuh pada perintah Andrea yang merupakan pemilik sah rumah tersebut.
"Baik, nona." Mereka secepatnya mengeluarkan semua barang-barang milik Ike, tidak peduli dengan tatapan kemarahan dari Mora. Sebab wanita itu tidak bisa berkuasa di rumah mendiang Sera.
Nafas Andrea memburu, baru saja dia akan istirahat. Menikmati kembali suasana kamarnya yang sudah lama sekali dia tinggalkan. Tapi Andrea harus menerima kenyataan jika ibu tirinya sudah kelewatan, mengganti semua barang di kamar Andrea dengan kamar anak dari wanita itu.
Semua barang-barang di kamarnya sudah dikeluarkan oleh tiga pelayan, bahkan dibantu oleh pelayan pria barang-barang tersebut diturunkan dari lantai atas ke bawah, mereka semua sama sekali tidak takut kepada orang yang sejak tadi menatap para pelayan itu dengan wajah penuh kemarahan.
Bagi para pelayan di rumah ini mereka tahu siapa yang lebih berkuasa atas rumah tersebut, untuk itulah mereka segera patuh menjalankan perintah dari Andrea yang terlihat murka karena kamar miliknya ditempati oleh orang lain yang jelas-jelas bukan saudaranya sendiri.
"Pastikan jangan ada yang tersisa, Aku tidak ingin ada barang orang asing di dalam kamarku. Aku juga tidak ingin melihat barang-barang itu lagi jadi bakar semua barang-barangnya, kembalikan lagi semua barang-barang milikku ke tempatnya semula." Andrea kembali mempertegas pada beberapa pelayan yang dia perintahkan untuk membereskan kamar tersebut.
Jika kamarnya saja sudah berani ada yang menempati, padahal jelas-jelas Andrea pasti akan kembali ke rumah itu setelah menempuh pendidikannya di London-Inggris. Bagaimana dengan kamar ibunya yang memang pemiliknya sudah lama meninggal dunia? Maka Andrea pun teringat pada kamar ibunya yang letaknya persis di samping kamarnya, Andrea membuka pintu kamar ibunya dan dia pun kembali dikejutkan karena semua barang-barang ibunya pun telah berganti kepemilikan.
Andrea bertambah marah karena barang yang ada di kamar itu bukanlah barang milik ibunya, sehingga Andrea pun kembali murka dan dia sudah tahu siapa pelakunya. Rupanya selama Andrea menempuh pendidikannya di London, kedua wanita ****** itu sudah berani mau otak-atik semua isi rumah dan juga barang-barang miliknya serta miliknya yang ibunya.
Jika Hilmar, ayahnya. Yang kedua wanita itu ambil Andrea sama sekali tidak mempermasalahkannya, meskipun rasa sakit hati juga kecewa tentu saja ada kepada pria yang secara genetik darahnya mengalir di tubuh Andrea. Tapi dia tidak akan membiarkan siapapun menyentuh barang-barang miliknya dan juga milik mendiang ibunya, untuk itulah dia marah dan tidak terima ketika melihat kamar ibunya juga telah digantikan pemilik oleh orang lain.
"Keluarkan barang-barang dari kamar ini juga, bakar semuanya. Aku akan memberikan hukuman pada siapapun yang sudah berani menyentuh barang pribadi dan juga barang milik ibuku, aku yang lebih berkuasa di rumah ini bukan orang lain. Jadi jika ada siapapun yang berani melawan, Aku tidak akan tinggal diam." Andrea berteriak lagi ketika dia melihat barang milik ibunya sudah tidak ada lagi di kamar ya memang dulu ditempati oleh ibunya.
Para pelayan itu segera bergegas berpindah ke kamar sebelahnya, mereka terlihat bersemangat mengeluarkan barang-barang yang memang bukan milik majikan mereka. Status Mora dan juga Yamini di rumah itu hanyalah menumpang karena pemilik asli dari rumah tersebut adalah Andrea. Sehingga bagi para pelayan 2 wanita yang menjadi istri Hilmar sama sekali tidak punya hak atas apapun yang ada di rumah itu.
Sebelum memutuskan untuk kembali ke Indonesia, Andrea sudah mengira jika hal ini pasti akan terjadi. Kedua istri dari ayahnya memang sudah mengetahui mengenai kekayaan yang dimiliki oleh mendiang ibu Andrea, sehingga mereka sama sekali tidak keberatan jika harus menjadi istri kedua dan ketiga dari hilmar karena melihat kekayaan yang ditinggalkan oleh mendiang Sera cukup untuk memenuhi gaya hidup mereka berdua.
"Sudah aku bilang, ini adalah rumahku. Jadi jangan berani-beraninya merubah apapun isi dari rumah ini, siapapun yang berani melawanku maka akan berhadapan denganku langsung." Andrea menggeram melihat ke arah Mora.
Wanita itu langsung panik karena kamar itu juga menjadi sasaran kemarahan Andrea sehingga semua barang-barang yang ada di kamar tersebut pun tidak luput dikeluarkan oleh para pelayan atas perintah Andrea.
Mendengar teriakan Andrea membuat yamini langsung bergegas naik ke lantai atas, dia tahu jika Andrea sedang murka karena kamarnya ditempati oleh anaknya Mora, dan sekarang kamar yang ditempatinya juga tidak luput dari kemarahan Andrea.
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!