Prang!!.
Suara pecahan gelas dan piring itu menggema, memecah bising nya kantin saat ini hingga semua penghuni kantin tersebut langsung terdiam menatap ke asal suara.
"Shiit!!" Umpat seorang gadis saat melihat baju nya basah dan kotor.
"Ma-maaf.. Maafkan aku, Ly" Panik gadis yang baru saja menabrak Lilly hingga baju gadis itu kotor.
"Mati lah dia"
"Sudah bosan hidup rupa nya, kutu buku itu"
"Ah, aku tidak sabar melihat adegan selanjut nya"
Cindy, gadis berkacamata dan rambut di kepang dua itu dengan terburu-buru mengelap baju Lilly menggunakan tissue.
Tangan nya bergetar, bahkan tak berani menatap sosok pembully di hadapan nya dan s*al nya kenapa dia harus membuat kesalahan pada gadis itu?
Plak!
"Arghh!!" Erang Cindy begitu pipi nya di tampar oleh Lilly hingga tubuh nya tersungkur ke meja di sebelah nya.
"Dimana mata lo, sialan!" Teriak emosi Lilly.
"Ma-maaf Ly, aku benar-benar ti-tidak sengaja" Gugup nya takut. "Erghh!" Sambung nya mengerang kesakitan.
Lilly menarik kepangan rambut Cindy hingga gadis itu mendongak kesakitan, belum lagi saat ini kaki Lilly tengah menginjak kaki nya.
"Apa gunakan kacamata kuda lo, jika berjalan saja masih menabrak orang hah?!"
"Maaf Ly, maaf. Aku benar-benar tidak sengaja, aku--"
Belum sempat melanjutkan perkataan nya, Lilly pun mengambil makanan di meja sebelah nya lalu menuangkan pada rambut Cindy.
Entah makanan siapa Lilly tidak peduli, bahkan sang pemilik makanan malah diam lalu menyingkir dari pada terkena masalah dengan Queen bullying itu.
"Erghh panas Ly" Erang pelan Cindy begitu kuah bakso yang di tuang di kepala nya membasahi tubuh nya.
"Panas?" Tanya Lilly dengan nada lembut nya.
Cindy mengangguk, berharap Lilly melepaskan jambakan nya.
"Itu lah yang gue rasakan, sialan!"
Bugh!
Lilly menghempaskan kembali tubuh Cindy. Keadaan gadis itu cukup mengenaskan dengan pipi yang memerah, tubuh kotor dan tidak ada satu orang pun yang berniat membantu nya.
"Guys!"
"Siap, Queen" Sahut bersamaan tiga orang gadis di belakang Lilly.
Ketiga orang itu adalah Brita, Elena, dan Alena. Ketiga sahabat Lilly dimana sikap dan sifat mereka tak beda jauh dari Lilly.
Dengan sekali sentakan dan gerakan jijik nya, ketiga gadis itu menarik tubuh Cindy agar bangun lalu bersiap menyeretnya.
Hanya saja gerakan mereka tertahan begitu suara familiar menyapa pendengaran nya. Membuat ketiga gadis itu memutar malas bola mata nya.
"Apa yang kalian lakukan!" Teriak seorang wanita bertubuh gempal dengan rambut yang di sanggul layaknya pahlawan wanita.
"Bawa dia ke tempat biasa" Titah acuh Lilly.
Gadis itu sama sekali tidak takut akan kehadiran guru BK yang sering memergoki diri nya bahkan menghukum diri nya. Bahkan kini dengan santai nya Lilly melangkah di ikuti para sahabat nya yang menyeret tubuh Cindy.
"Lilly!" Tegas wanita bertubuh gempal itu menghentikan pergerakan Lilly.
"Ada apa, Ms.Vidan" Tanya lembut Lilly seakan tak terjadi apapun.
Ms.Vidan menatap jengah Lilly, lalu beralih menatap para sahabat gadis itu. "Lepaskan Cindy sebelum saya memberikan hukuman berat kepada kalian!"
Mereka tak gentar atau pun takut, melainkan menatap Lilly meminta keputusan.
"Tidak bisa begitu Ms., kutu buku ini yang lebih dulu membuat kesalahan dan apa Ms. tidak melihat kekacauan di baju saya?" Sahut tak terima Lilly.
"Cindy memang melakukan kesalahan, tetapi apa harus kamu membuat nya menjadi seperti ini?!"
"Kesalahan tidak bisa saya beri toleransi, Ms." Ujar Lilly angkuh, tak ada rasa takut sedikit pun.
Ms.Vidan benar-benar merasa akan tingkah Lilly, tetapi jika terus meladeni gadis itu mereka akan menambah keributan pada kantin ini.
"Lepaskan Cindy, atau saya panggil orang tua kalian!" Ancam Ms.Vidan lagi pada ketiga sahabat Lilly
Tak ingin sahabat nya kembali terkena hukuman karena diri nya, lantas dengan helaan napas kesal nya Lilly pun mengangguk.
Mendapat anggukan Brita, Elena, dan Alena pun menghempaskan tubuh Cindy hingga tersungkur di lantai.
"Astaga kalian!!" Ms.Vidan memekik tertahan, emosi dan amarah rasanya tak bisa di bendung lagi.
Dengan sedikit dorongan dari Ms.Vidan pada tubuh Lilly agar tidak menghalangi diri nya untuk membantu Cindy.
"Siall!" Geram tertahan Lilly.
"Kamu baik-baik saja?" Tanya lembut seorang pria yang menahan tubuh Lilly.
Lilly menoleh, mata nya menangkap wajah tampan sang kekasih. "Nico.. Dia mengotori pakaian ku" Adu nya seraya menunjuk Cindy dan baju nya.
Dapat Nico tangkap dengan jelas baju bermerk milik sang kekasih terlihat sangat kotor, namun mata nya terhenti pada sosok yang sangat berantakan itu.
"Aku benar-benar membenci nya" Cetus nya dengan tangan terkepal.
"Stt, tenang lah sayang. Ratu tidak boleh emosi pada upik abu"
Seketika senyum menghiasi wajah Lilly yang sejak awal hanya terlihat datar dengan ekspresi yang bisa kapan saja berubah menjadi iblis.
"Memang kamu yang paling mengerti aku" Seru bahagia Lilly, ingin sekali ia memeluk Nico tetapi saat ini baju nya sudah kotor. Ia tidak ingin membuat baju Nico ikut kotor juga.
"Kalian, ikut saya!" Sentak Ms.Vidan setelah meminta beberapa mahasiswa membantu Cindy pergi dari sana.
Seketika senyum Lilly kembali pudar, mata nya menatap Ms.Vidak dengan sorot tak bersahabat nya.
"Saya yang melakukan semua nya, tidak ada sangkut-paut nya dengan para sahabat saya"
"Mereka membantu mu untuk menjahati Cindy!"
"Saya bilang, hanya saya!" Tekan Lilly.
"It's okay Queen, kami tidak masalah" Ujar Elena dengan ekspresi tak jauh berbeda dengan Lilly.
"No!" Tolak Lilly. "Lagi pula yang salah upik abu sialan itu!" Lanjut nya kembali menatap Ms.Vidan.
"Saya tidak mau tau, intinya saya tunggu kalian di ruang BK!" Putus Ms.Vidan sebelum akhirnya pergi meninggalkan kantin.
"Si gendut sialan!" Umpat tak terima Lilly.
Gadis itu mengacak-acak rambut nya kesal, padahal di sini bukan diri nya yang salah tetapi kutu buku itu dan Lilly tidak akan melakukan hal itu jika kutu buku itu tidak memulai nya terlebih dahulu.
"Sudah lah sayang, aku tidak mau kamu cepat tua karena sering mengomel" Bujuk Nico merapihkan rambut Lilly.
"Apa? Kamu mau membela kutu buku itu juga hah?!" Sentak tak terima Lilly.
"Astaga tidak, Ly"
"Huh!" Dengus marah Lilly, sebelum akhirnya gadis itu melangkah di iringi para sahabat nya dan meninggalkan Nico.
.
.
Dengan langkah santai nya, Lilly memasuki rumah besar yang terlihat begitu sepi. Wajar saja sepi karena jam sudah menunjukkan pukul satu malam.
Setiap ruangan yang awal nya terlihat remang, kini langsung terang begitu seseorang menghidupkan sakral lampu itu.
"Sepertinya memang aku harus meniduri mu agar kamu berubah, Lilly" Ujar dingin seseorang yang kini berjalan menghampiri Lilly.
...****************...
.
.
Hai hai ketemu lagi dengan karya baru aku🤗
Jangan lupa like, komen, gift, vote dan tambahkan ke favorit🤫😍
"Good morning girl!" Sapa riang Brita pada si kembar Elena dan Alena.
"Good morning bit'ch" Sahut kedua nya serempak.
Tak ada raut marah di wajah Brita begitu mereka menjawab sapaan dirinya dengan kata tersebut, lantas gadis itu duduk di samping Elena dengan senyum yang terus menghiasi wajah nya.
"Seperti nya servis pria semalam benar-benar memuaskan" Cibir Alena yang langsung mendapat anggukan dari Brita.
"Aaaaa aku tidak bisa berhenti membayangkan nya!" Pekik Brita menutup wajah nya.
Si kembar itu hanya menggeleng pelan, memang di antara mereka berempat Brita lah yang paling liar dan sering bergonta-ganti pasangan lalu melakukan one night stand.
Setelah nya pasti Brita akan memutuskan pria itu.
"Lalu bagaimana? Apa kah kamu akan mempertahankan pria gagah itu?" Tanya Elena.
Brita menggeleng. "Walaupun dia begitu gagah dan panas, tetapi aku akan tetap pada prinsip ku!" Monolog nya penuh semangat.
Si kembar yang mendengar pun hanya bisa menggelengkan kepala nya, setiap mereka berempat pergi ke sebuah night club pasti ketika pulang hanya bertiga. Sudah pasti Brita menghabiskan malam nya bersama seorang pria.
"Wait, ada apa dengan Lilly?" Tanya Brita yang baru tersadar akan kehadiran Lilly.
"Entah lah, sejak kami datang dia suah seperti ini" Jawab Alena.
"Mungkin Lilly masih mengantuk" Timpal Elena.
Lilly merebahkan kepala nya di antara lipatan tangan di atas meja. Sejak si kembar datang posisi Lilly sudah seperti ini, bukan nya tidak peduli hanya saja mereka tidak ingin menganggu Lilly.
"Bagaimana semalam?" Tanya Brita seraya merapihkan lipstik nya.
"Tidak usah bertanya bit'ch!" Kesal Elena.
"Kami hanya minum, tidak seperti mu wanita liar" Sambung Alena.
Brita hanya terkekeh pelan, sahabat nya ini memang selalu ceplas-ceplos saat berbicara. Tidak akan kata baperan di antara mereka.
Satu persatu mahasiswa mulai berdatangan, hingga beberapa saat kemudian masuk lah seorang pria berkemeja hitam dengan dua kancing atas yang tak terpasang dan lengan kemeja yang di gulung
Berjalan begitu gagah dengan tatapan dingin nya ke arah meja di depan sana. Meja yang di khusus kan untuk dosen pengajar.
"Siall, aku ingin membawa Mr.Erlan ke ranjang ku!!" Geram Brita dengan tatapan penuh puja nya ke arah pria tersebut.
Pria berkemeja hitam dengan lengan yang di gulung dan biasa di sapa Mr.Erlan itu adalah dosen pengampu dalam jurusan manajemen. Jurusan yang mereka ambil.
"Stt,, bangun Ly" Bisik Alena menggoyangkan bahu Lilly yang masih pada posisi nya. "Ada Mr.Erlan, bangun Ly"
Lilly yang terusik dalam tidur nya pun mulai mengangkat kepala nya, mata nya langsung menangkap sosok dosen gagah di depan sana.
"Selamat pagi semua" Sapa Mr.Erlan tak menampilkan senyum sedikit pun.
"Pagi, Mr."
"Kumpulkan kartu rencana studi kalian terlebih dahulu, saya akan memeriksa nya!"
"Baik Mr."
Para mahasiswa pun mulai membongkar tas nya, mencari kartu tersebut yang selalu mereka bawa. Termasuk empat sekawan itu.
"Huuft,, untung gue bawa" Gumam lega Brita di iringi dengan Elena dan Alena.
Namun lain hal nya dengan Lilly. "Siall, dimana kartu itu!" Gumam nya frustasi.
Nyawa Lilly belum terkumpul karena baru saja bangun, dan sekarang dosen dingin itu dengan tiba-tiba meminta kartu rencana studi.
Seluruh isi tas kecil nya telah ia keluarkan, namun tak juga menemukan kartu yang ia cari-cari bahkan kini hanya dia yang belum mengumpulkan.
"Jangan bilang kamu ga bawa, Ly?" Tanya waspada Alena yang baru saja menghantarkan kartu tersebut ke hadapan sang dosen.
"Siapa lagi yang belum mengumpulkan?" Tanya dingin Mr.Erlan.
Lilly mengedarkan pandangan nya, mencari-cari seorang mahasiswa yang mungkin tidak membawa nya juga. Namun, tidak ada yang mengacungkan tangan nya atau pun menyahuti perkataan Mr.Erlan.
"Hanya ada empat puluh sembilan, salah satu dari kalian pasti tidak mengumpulkan nya!"
Brak!
Lilly menggebrak meja nya kesal membuat seluruh mata di kelas itu memperhatikan diri nya. "Saya lupa membawa nya, Mr." Ujar Lilly dengan tatapan malas nya.
"Dimana sopan santun kamu, Lilly Lawrence!"
Terlihat rahang pria itu mengetat dengan wajah penuh kegeraman nya. Lilly yang notabene adalah seorang mahasiswa di kelas itu dengan tidak sopan nya menggebrak meja.
Lilly mendengus pelan. "Maafkan saya, Mr." Ujar nya mengalah, bukan mengaku salah!
"Seusai jam pelajaran, datang ke ruangan saya!" Putus Mr.Erlan tak ingin di bantah.
"Iya kalau ingat!" Sahut ketus Lilly, setelah nya gadis itu kembali duduk.
Namun, jawaban seperti itu sudah menjadi makanan sehari-hari para penghuni kelas. Entah dosen yang mana pun Lilly akan bertingkah seperti ini.
Nilai dan kelakuan buruk nya itu tertutup dengan paras cantik nya, belum lagi Lilly menyandang status sebagai kekasih seorang Nico Rodriguez selaku ketua BEM universitas tersebut.
Mr.Erlan berdehem pelan menetralkan emosi nya. "Baiklah, hari ini kita akan melanjutkan pembahasan pemecahan masalah yang berkaitan dengan manajerial"
Mr.Erlan pun mulai menuliskan beberapa masalah yang harus di pecahkan oleh para mahasiswa di kelas nya pada whiteboard.
"Apa itu pemecahan masalah, Steven"
Pria yang di sebut nama nya pun sejenak menerjab kaget, memang seperti ini lah Mr.Erlan yang tiba-tiba bertanya dan jika tidak bisa menjawab maka akan mendapat pengurangan poin.
"Pemecahan masalah adalah suatu tindakan yang dilakukan untuk menyelesaikan suatu permasalahan dengan cara mendefinisikan masalah, menentukan penyebab utama dari suatu permasalahan" Steven berhenti sejenak mengatur nafas nya.
"Mencari sebuah solusi dan alternatif untuk pemecahan masalah, dan mengimplementasikan solusi tersebut sampai masalah benar-benar dapat terselesaikan" Lanjut nya.
Mr.Erlan mengangguk pertanda puas dengan jawaban Steven yang begitu rinci. Lantas mata nya menangkap sosok gadis yang tidak punya sopan santun itu.
"Lantas apa langkah-langkah dasar yang di perlukan dalam proses pemecahan masalah, Lilly?"
"What?!" Pekik tak terima Lilly saat nama nya kembali di sebut.
Mr.Erlan tidak mengatakan apapun, ia hanya menatap datar Lilly menunggu gadis itu untuk menjawab nya.
"Jawab Ly, ingat ini kesempatan terakhir kamu di bulan ini. Jika kamu salah lagi mungkin kamu akan tinggal di semester ini" Bisik Alena.
"Brengsek!" Geram Lilly dengan tangan mengepal.
Ingin menjawab pun ia tidak mengerti, karena selama ini gadis itu hanya mengikuti materi tanpa memasukkan nya ke dalam otak.
"Saya tidak tau, Mr."
Sontak mendengar jawaban Lilly para mahasiswa itu pun membungkam mulut nya menahan tawa. Mental mereka tidak sekuat itu untuk menertawakan Lilly yang nanti nya akan berakibat fatal.
"Kerjakan sendiri tugas pemecahan masalah pada nomor tiga, tanpa bantuan siapapun!" Tekan Mr.Erlan.
"Lho ga bisa gitu dong, jelas-jelas di situ tertulis tugas berkelompok!" Sahut tak terima Lilly.
"Membantah sekali lagi, saya pastikan kamu akan menetap di semester ini hingga dua semester ke depan!" Ancam tak main-main Mr.Erlan.
"Fuckk!" Desis Lilly yang hanya terlihat gerakan bibir nya tanpa bersuara.
...****************...
.
.
Jangan lupa dukungan nya, bunda🤗
Tokk.. Tokk.. Tokk..
"Masuk!"
Pintu ruangan di buka oleh seseorang di luar sana, tanpa melihat pun sang pemilik ruangan sudah tau siapa orang itu.
"Langsung saja, hukuman apa kali ini?" Tanya to the point Lilly yang masih berdiam di ujung pintu sana.
"Masuk dan tutup pintu nya" Titah dingin sang dosen yang tak lain adalah Mr.Erlan.
"Katakan saja, saya tidak punya banyak waktu!"
Seketika tatapan Erlan yang awal nya terfokus pada komputer di depan nya, kini langsung menatap tajam Lilly. "Masuk!" Tekan nya.
Dengan rasa kesal dan marah yang menggerogoti otak nya, Lilly pun lantas menutup begitu kuat pintu ruangan Erlan hingga menimbulkan suara yang sangat bising.
"Ada apa?!" Sentak Lilly marah.
Pasal nya sebelum datang ke sini Lilly tengah menikmati makanan nya bersama sang kekasih, Nico.
Namun kegiatan nya terganggu begitu salah satu mahasiswa menyampaikan pesan dari pria di hadapan nya ini.
"Semakin hari kamu semakin tidak sopan, Ly" Geram Erlan yang kini bangkit dari posisi nya dan mendekati Lilly.
"Sudah saya bilang, saya tidak punya banyak waktu!" Ulang Lilly. "Cepat katakan masalah anda, Mr.Erlan Dallin Harrison!"
"Kenapa? Apa aku menganggu waktu mu bersama kekasih mu itu?"
"Ya! Anda sangat menganggu!" Teriak marah Lilly tepat di depan wajah Erlan.
Gigi Erlan bergemeletuk menahan amarah nya, dalam sekali tarikan pria itu merengkuh pinggang Lilly hingga tubuh kedua nya tak berjarak sedikit pun.
"Lep--"
"Ingat posisi mu, Nyonya Muda Harrison!" Tekan Erlan.
Hidung kedua nya saling beradu bahkan saat ini bibir mereka hampir tak berjarak karena Erlan terus memajukan kepala nya.
Lilly menahan dada Erlan agar pria itu berhenti memajukan kepala nya. "Menjauh brengsek!"
"Sangat tidak sopan mengumpati suami mu sendiri dengan kata seperti itu" Desis berat Erlan mengusap pinggang ramping Lilly.
Suami? Ya, ini lah yang mereka sembunyikan dari semua orang. Bahkan dari sahabat Lilly dan kekasih sekali pun.
Kedua nya memang sudah menikah bahkan sah di mata hukum dan agama, namun seperti ini lah rumah tangga mereka.
Erlan melepaskan rengkuhan nya pada pinggang Lilly hingga membuat tubuh gadis itu menjauh, bahkan saat ini Lilly sudah berbalik tentu nya berniat keluar dari ruangan Erlan.
"Diam di sini atau aku publish hubungan kita sekarang juga!"
Langkah Lilly terhenti di saat tangan nya bersiap menarik handle pintu. Mata nya memanas bersiap mengeluarkan bulir bening nya.
Melihat Lilly yang hanya terdiam lantas Erlan pun menghampiri nya dan menarik lengan Lilly. Kali ini tak ada berontakan dari gadis itu hingga kedua nya sudah duduk di sofa panjang.
"Sebenarnya apa mau anda?!" Sentak Lilly yang baru saja menyentak tangan Erlan. "Di kelas anda selalu menarget kan saya, bahkan anda berniat membuat saya tinggal di semester ini!"
"Masih bertanya apa mau ku?" Tanya balik Erlan. "Dan jangan salahkan aku jika kamu benar-benar tinggal di semester ini. Salahkan kelakuan mu, Lilly!" Lanjut nya.
Lilly hanya diam menatap wajah Erlan penuh kebencian. Pria di hadapan nya ini telah menghancurkan masa remaja nya. Menghancurkan segala impian nya terutama impian untuk menikah dengan Nico.
"Jauh kan pria itu"
"Tidak akan!"
"Dia tidak baik untuk mu, Ly"
"Lalu siapa yang terbaik untuk ku? Kamu?"
Mata Erlan memejam mendengar sahutan Lilly.
"Hanya Nico yang terbaik untuk ku, camkan itu!"
Setelah mengucapkan kata-kata nya Lilly pun bangun dan bersiap untuk kembali melangkah, namun lagi-lagi langkah nya tertahan oleh perkataan Erlan.
"Sebelum aku pulang dari kantor, kamu harus sudah ada di rumah!"
Lilly menoleh menatap remeh Erlan. "Siapa anda mengatur hidup saya?" Sinis nya.
"Suami mu, nona Lilly Lawrence"
"...."
Erlan ikut bangun dan berdiri tepat di hadapan Lilly. Menarik dagu gadis itu dan mengunci tatapan nya.
"Jika saat aku pulang dan kamu belum ada di rumah, maka jangan salahkan aku.." Bisik nya dengan nada penuh arti.
"Sialan!" Maki Lilly seraya menghempaskan tangan Erlan.
Kali in Erlan tidak marah, justru pria itu malah terkekeh pelan. Namun kekehan nya begitu mengerikan.
"Jangan lupa untuk membawa kartu rencana studi mu di atas meja ku, sweety"
Lilly menoleh ke arah meja pria itu, dan mata nya pun menangkap jelas kartu rencana studi milik nya.
"Lain kali aku tidak akan melepaskan mu"
Cup!
*
"Ah sialan!!" Lilly mengacak-acak rambut nya penuh rasa frustasi dan kesal.
Terlihat sejak keluar dari ruangan Erlan gadis itu terus meraung kesal hingga membuat para sahabat nya bingung. Tak jauh berbeda dengan Nico.
"Sebenarnya ada apa dengan mu, Ly?" Tanya Elena yang tak sanggup mendengar kekesalan gadis itu.
Nafas Lilly memburu, bahkan mata nya memerah. Di samping nya ada sang kekasih yang sedari tadi mengusap-usap punggung nya.
"Apa Mr.Erlan memberikan hukuman berat pada mu lagi?" Tanya lembut Nico.
Namun Lilly tak menyahut sedikit pun membuat mereka yang duduk di meja paling pojok itu khawatir.
Nico bangkit dari posisi nya membuat Lilly dan para sahabat nya menatap pria itu.
"Mau kemana?" Tanya Lilly.
"Aku mau temui Mr.Erlan, dan berbicara pada nya untuk meringankan hukuman kamu"
Baru saja Nico berniat melangkah tetapi dengan cepat Lilly menahan tangan nya. "Jangan Nic. Aku gapapa"
Suara lembut itu akhirnya keluar, bahkan kini tatapan Lilly pun mulai melembut dengan senyum tipis nya.
"Terus kamu kenapa? Jangan buat aku khawatir sayang"
"Aku hanya kesal saat mendengar dia akan membuat aku tinggal di semester ini" Bohong Lilly dengan senyum manis nya.
Nico kembali duduk dengan helaan nafas berat nya. "Sudah aku bilang, berubah sedikit aja. Setidaknya hormati para dosen, bisa?"
Lilly menggeleng. "Tidak bisa"
Nico bergumam jera, kekasih nya ini tidak bisa untuk di ajak berubah.
"Kenapa? Kamu ga suka?" Tanya Lilly dengan tatapan tidak bersahabat nya.
"Bukan begitu sayang, hanya saja apa tidak sebaiknya berubah?"
"Arghh! Tau ah, terserah kalian!" Erang marah Lilly yang langsung bangun dan berlalu meninggalkan meja itu.
"Ly!" Panggil mereka yang ikut bangun dan mengejar gadis itu.
*
**
Tepat pukul enam sore, Erlan baru saja melangkah kan kaki nya di rumah besar yang ia tempati bersama Lilly.
Hal pertama yang ia lihat adalah sepatu Lilly yang di taruh secara asal di depan pintu sana dan entah kenapa hal itu justru membuat pria itu tersenyum.
"Padahal aku sudah bersiap untuk menghamili mu, tetapi kamu malah menuruti perkataan ku" Batin Erlan seraya menaruh sepatu gadis itu ke tempat yang seharusnya.
...****************...
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!