"Tataaaaaa!" teriak si bontot di panti, saat melihat Naina masuk. Naina yang lelah, kembali tersenyum melihat kesayangannya. Ia baru pulang mencari kerja, namun belum membuahkan hasil sama sekali. Alasannya karena usianya yang masih di bawah umur, kini ia berusia 16 tahun.
Naina juga menolak untuk kuliah, ia benar-benar ingin mencari kerja karena melihat kondisi panti asuhan yang semakin memburuk. Padahal ia mendapat tawaran kuliah di luar negeri, tapi Naina yang tak mau meninggalkan ibu dan adik-adik di panti, menolak tawaran tersebut, walau di hati kecilnya sangat ingin menerima tawaran tersebut.
"Aaaaa.... Embuuuulll, kangeeeennn," ucapnya pada bocah yang baru berusia 3 tahun ini. Naina langsung memeluk erat tubuh bocah kesayangannya, guna melepas rasa lelah dan juga penat. Naina langsung menjatuhkan tubuhnya di lantai, seraya memangku tubuh Yura si embul.
"Tata dalimana? Yula banun tidul, nda nampak tata di tamping Yula," ucapnya dengan mimik wajah yang sangat menggemaskan. Naina pun mencium gemas pipi bakpau milik Yura.
"Kakak jalan-jalan keluar tadi, cari kupu-kupu sama bunga," godanya pada Yura.
"Tenapa inda ajak Yula? Tata Nai natal, huaaaaa," ucapan Yura sambil berakting
Naina pun tertawa melihat reaksi Yura, inilah hiburannya dan peluruh segala penat juga lelah selama setahun ini.
"Hahaha, kakak bercanda sayang, kakak habis keliling cari kerja, buat bantu bunda dan juga buat jajan Yura dan kakak yang lainnya," ucap Naina yang langsung mengeratkan pelukannya pada si balita yang menggemaskan itu.
"Kamu tak ada bosannya bila sudah menggoda Yura, minumlah kamu pasti lelah," ucap Bunda Rosmaya yang baru saja keluar dari dapur, dengan membawa segelas air putih dan menyodorkan gelas itu pada Naina.
Naina menerimanya dengan tersenyum dan langsung meneguknya hingga tandas.
"Yura sangat menggemaskan Bunda, rasanya sayang bila harus menyia-nyiakan hari tanpa menggodanya," ucap Naina setelah menghabiskan minuman tersebut.
"Terimakasih Bunda, maaf merepotkan," ucap Naina
"Ck, jangan mulai Nai. Bunda tidak suka, kamu adalah anak bunda, Tak ada kata merepotkan. Bagaimana hari ini?" timpal bunda Rosa, seraya bertanya.
"Huft... masih sama Bun, tapi Naina sudah menitipkan beberapa surat lamaran di beberapa restoran, kafe dan juga toko baju. Semoga ada yang nyangkut ya bun, doakan Naina selalu," jawab Naina seraya menghembuskan nafas lelahnya, ia mengusap sayang punggung Yura. Sampai tak terasa bocah kecil itu terlelap dalam pelukan Naina…
"Doa Bunda selalu menyertaimu Nai, bila lelah maka beristirahatlah sehari atau seminggu," ucap Bunda Ros.
"Lelahku hilang, saat melihat wajah bahagia tanpa dosa adik-adik panti bun," jawab Naina tersenyum tulus.
"Ya sudah, sebaiknya kembali ke kamarmu untuk membaringkan adikmu. Lalu, bersihkan tubuhmu yang bau matahari ini dan beristirahatlah," titah bunda Ros, dengan menutup hidungnya. Ia berpura-pura mencium bau pada tubuh Nai, membuat Naina memanyunkan bibirnya karena kesal.
"Haha... bercanda sayang, sudah sana." bunda Ros pun medorong pelan tubuh Naina, yang sudah bangun dari duduknya. Sebelum masuk ke kamar, Naina menyempatkan dirinya untuk mencium pipi Bunda Ros. Bunda Ros pun menggelengkan kepalanya, melihat kelakuan Naina yang kadang masih kekakanak-kanakkan.
"Semoga hidupmu bahagia kelak nak, kamu sudah cukup menderita dan menahan diri selama ini. Bayi yang dulu aku temukan, kini sudah beranjak remaja dan harus dewasa sebelum waktunya karena tuntutan kerasnya hidup.." gumam Bunda Ros pelan, ia menatap punggung Naina sampai masuk ke dalam kamarnya.
.
.
Naina baru selesai mandi dan kini tengah mengeringkan rambutnya, menggunakan handuk kecil. Ponsel jadulnya berbunyi, menandakan ada satu panggilan. Naina langsung mengambil ponsel yang tergeletak di lantai, ia mengerutkan dahinya saat melihat nomor asing yang melakukan panggilan padanya.
"Halo, selamat sore," ucap Naina dalam sambungan tersebut.
'Selamat sore, apa ini dengan Naina?' jawab orang di sebrang sana.
"Iya benar, maaf mbak siapa ya? Ada yang bisa saya bantu?" tanya Naina
'Begini, saya membaca CV lamaranmu. Melihat nilai dan juga banyaknya sertifikat yang kamu lampirkan, kami berniat untuk melakukan interview padamu. Saya menunggumu besok untuk datang ke Restoran xxx, pukul 09.00 untuk melakukan tes dan juga interview,' jawab seseorang tersebut, Naina yang mendengar jawaban itu hampir saja berteriak kegirangan, usahanya selama setahun ini akhirnya membuahkan hasil.
"I-iya mbak, besok saya akan datang ke Restoran dan saya usahakan untuk datang tepat waktu," ucap Naina menahan gejolak kebahagiaannya saat ini.
'Baiklah, saya akan menunggu kedatanganmu besok. Terimakasih atas waktunya, selamat sore,' panggilan itu pun diakhiri, Naina langsung melompat kegirangan dan memeluk erat ponselnya.
"Alhamdulillah, terimakasih ya Allah. Akhirnya dari banyaknya lamaran yang aku sebarkan, ada yang nyangkut," ucap Naina girang, ia langsung keluar kamar dan mencari Bunda Ros untuk mengabarkan kabar bahagia ini.
"Bundaaaa, bun," panggil Naina sedikit berteriak
"Iya Nai, Bunda di belakang." jawab Bunda Ros, yang juga berteriak. Naina menghampiri bunda Ros dengan sedikit berlari kecil. Ia langsung memeluk bunda Ros dengan erat.
"Hei, ada apa, hmm? Kayanya dapet kabar baik nih Bunda," ucap Bunda Ros seraya mengusap sayang punggung Naina, Naina melerai pelukannya dan menebarkan senyuman di wajah cantiknya.
"Iya Bunda!" jawab Naina yang dibarengi anggukan semangat.
...****...
Bismillah ahhh.... semoga kalian sukaaaa yaaaa💞💞
......HAPPY READING ALL💞💞💞…...
Keesokan harinya Naina tetap melakukan kewajibannya seperti biasa, dia juga memilih ke dapur untuk membantu membuat sarapan keluarga besarnya, setelah siap sarapan, dia pun memulai perjalanan ke resto kerja tersebut.
Perjalanannya cukup aman, dari matahari yang bersinar terang. Kesibukan banyak orang yang memiliki tujuan yang sama, Naina juga memilih bus sebagai alat transportasinya. Setelah turun dari bus, Naina berjalan sekitar 5 menit untuk sampai ke restoran.
"Huft.... Bismillah," ucap Naina yang kini berdiri di depan restoran, ia mengumpulkan keberanian dan melangkah masuk ke dalam.
"Selamat pagi," ucap Naina pada seseorang yang kini sedang berdiri di dekat pintu masuk.
Karyawan yang sedang berdiri bersandar di meja kasir, hanya melihat Naina dan pergi seraya bilang pada rekan lainnya.
"Ada yang datang tuh, samperin sana!" ucapnya seraya ngeloyor pergi. Rekannya yang sedang menyapu pun, menyudahi kegiatannya dan menghampiri Naina.
"Iya, pagi, ada yang bisa di bantu, Dik?" tanya seseorang tersebut.
"Mmm, anu kak... Kemarin saya dapat panggilan untuk interview hari ini," jawab Nana gugup.
Ia memang sering berhubungan dengan banyak klien tetapi tidak secara langsung bertatap muka, ia hanya akan berbicara lewat sambungan telepon.
Kalaupun ada klien yang memaksa, ia akan memakai sebuah topeng dan menyamarkan suaranya dengan sebuah alat yang dapat merubah suaranya.
"Ooohh, iya. Mari, dek, saya antar ke ruangan Bu Sintya. Eh, kenalkan, aku Mira," ucapnya.
"Ah, Aku Naina, Kak. Panggil saja Nai," balas Naina tersenyum.
'Cantik banget nih anak, gue yang cewek aja kesemsem. Eits, tapi gua normal,' gumamnya dalam hati saat melihat Naina tersenyum.
"Kamu tunggu di sini ya, Bu Sintya sebentar lagi datang, kok," ucap Mira setelah sampai di salah satu ruangan.
"Iya, Kak, terima kasih."
"Santai aja, aku tinggal ya."
Setelah kepergian Mira, kini ia hanya duduk seorang diri di sofa dengan gelisah, menunggu wanita yang dipanggil Sintya oleh Mira.
Tak ada pikiran untuk bangun dari kursi tersebut, kakinya tak mau diam karena saking gugupnya.
CEKLEK!
Mendengar suara pintu terbuka, Naina pun refleks berdiri karena terkejut.
"Se-selamat pagi, Bu." ucap Naina gugup.
"Pagi, silahkan duduk," ucap bu Sintya, Naina mengangguk dan kembali duduk. Sintya yang melihat kegugupan di wajah Naina pun tersenyum.
"Hei, aku tidak akan memakan mu. Kenapa segugup itu?" canda Sintya mencoba mencairkan suasana.
"I-iya, Bu, maaf," jawab Naina, susah payah ia menelan salivanya.
"Jadi kamu yang bernama Naina?" tanya Sintya, setelah mereka duduk saling berhadapan.
"Iya bu" jawabnya.
"Di lihat dari nilai akademik mu, semua penghargaan yang di lampirkan dan juga kamu yang lulus di usia semuda ini. Dapat dipastikan kamu mendapatkan tawaran kuliah, kan?" Naina pun mengangguk.
"Kenapa tidak kamu ambil?"
"Mmm... sa-saya tidak mengambilnya karena harus keluar dari kota ini dan itu artinya saya harus jauh dari ibu dan adik-adik saya. Saya tidak mau bila harus seperti itu," jawab Naina, Sintya mengangguk-anggukkan kepalanya.
'Lagipula aku sudah mendaftarkan kuliah di kelas karyawan melalui jalur beasiswa. Alhamdulillah, minggu depan sudah memasuki hari pertama,' lanjut Naina dalam hati.
"Apa tidak ada niatan untuk melanjutkan kuliah?" tanya Sintya.
"Mm, sebenarnya saya sudah diterima di salah satu universitas. Saya sudah mengambil kelas karyawan, sehingga saya bisa kuliah sebelum atau sepulang kerja," jawab Naina tersenyum kecil.
"Bagus, saya suka dengan semangatmu. Apa tidak apa-apa bila saya menempatkan kamu di bagian kasir atau pelayan?" tanya Sintya mengetes Naina.
"Saya mau Bu, apa itu artinya saya diterima untuk bekerja di sini?" jawab Naina melebarkan senyumannya dan balik bertanya.
'Ya Tuhan, cantik sekali gadis ini.'
"Ya, selamat bergabung di restoran kami. Semoga kamu kerasan bekerja di sini dan dapat bekerjasama dengan tim," jawab Sintya seraya mengulurkan tangannya.
"Alhamdulillah ya Allah, Ibu... Naina keterima ya, Bu?" Naina kembali bertanya dan langsung menjabat tangan Sintya saat Sintya mengangguk.
"Baiklah, kamu bisa mulai bekerja besok. Persiapkan dirimu, sekarang kamu bisa pulang terlebih dahulu."
"Terima kasih bu, terima kasih. Kalau begitu saya pamit, Bu, selamat pagi," setelah mendapatkan jawaban dari Sintya, Naina pun langsung berlalu keluar dari ruangan Sintya.
"Haahhhh.... selain cantik parasnya, hatinya juga sangat cantik. Dia memilih menolak tawaran kuliah di luar negeri, hanya demi keluarga panti asuhan, pantas kamu menyukainya. Kenapa kamu tidak langsung menariknya ke perusahaan?" ucap Sintya seraya menyandarkan punggungnya di sandaran kursi.
Ia bertanya pada seseorang yang baru keluar dari tempat persembunyiannya.
"Itu tidak mungkin, ia tidak menaruh lamaran di sana. Mana mungkin aku tiba-tiba memanggilnya untuk interview di sana, ck," jawab pria tersebut.
"Oooo... Iya, ya. Aku mendukungmu, sangat terlihat bila banyak hal yang tersembunyi dari dirinya. Apa kamu tidak bisa mencari informasi tentangnya? Entah kenapa, firasatku mengatakan bila gadis itu bukanlah gadis sembarangan," ucap Sintya.
"Semua informasi tentangnya benar-benar terkunci dan tak dapat ditembus sama sekali, jadi informasi yang aku dapatkan sama dengan yang terlampir pada CV-nya. Seorang gadis panti asuhan yang mendapatkan beasiswa sedari SD sampai lulus SMA, mendapatkan banyak piagam dan juga piala di setiap perlombaan baik dalam bidang akademik maupun non-akademik. Aku benar-benar jatuh pada pesonanya." jawab pria itu seraya mendudukkan tubuhnya di sofa.
"Perbedaan usia kalian lumayan jauh, apa itu tak jadi penghalang?" tanya Sintya.
"Cih, usiaku dan dia hanya berbeda 10 tahun. Banyak di luar sana yang berbeda usia lebih jauh dariku," ucap pria itu kesal.
"Ya,, ya ya... Orang jatuh cinta mana peduli dengan hal remeh seperti itu," ucap Sintya seraya memutar malas bola matanya.
"Oh, ya, aku jadi penasaran bagaimana awal pertemuanmu dengannya?" tanya Sintya yang langsung menegakkan tubuhnya karena penasaran.
Pria itu tersenyum, senyuman yang sangat langka diperlihatkan.
"Saat itu...."
Flashback
Kejadiannya saat sepulang kerja si pria, ia yang merasa lelah dengan rutinitas hari ini dan banyaknya berkas yang harus ia tandatangani memilih menjalankan mobilnya dengan sangat pelan.
Saat berhenti di lampu merah, ia melihat ada sekumpulan anak-anak menyebrang dipimpin oleh seorang gadis muda. Awalnya ia tak peduli dan hanya melihat sekilas. Walaupun sempat tertarik dengan senyuman Naina, ia langsung mengalihkan pandangannya.
Ia kembali melanjutkan perjalanannya untuk pulang ke rumah, namun karena haus, ia memilih untuk berhenti sebentar di salah satu minimarket.
Pria itu pun turun, lalu melangkah masuk ke dalam minimarket setelah mengunci pintu mobilnya.
Di dalam minimarket, ia mengambil satu minuman soda dan langsung berjalan ke arah kasir untuk membayarnya. Saat akan membayar, ternyata ia lupa membawa dompetnya yang ia taruh di jas.
"Haish... ke mana dompetku?" ucapnya seraya memeriksa setiap saku, sedangkan si kasir masih anteng menatap wajah tampan si pria.
Tak lama masuklah Naina, ia bermaksud untuk membayar tagihan di sana. Sedangkan anak panti menunggu di luar dengan tenang dan sangat baik.
Naina yang berdiri di belakang pria itu, menunggu dengan sesekali melihat keluar.
"Hmm... aku akan mengambil dompetku terlebih dahulu," ucap si pria, seraya berbalik ke belakang. Ia terkejut, karena ternyata ada yang sedang mengantri di belakangnya.
"Apa kamu tidak apa-apa menunggu sebentar?" tanya pria itu pada Naina, Naina yang sedang fokus melihat keluar, langsung menolehkan kepalanya.
"Gimana, Kak?" tanya Naina seraya tersenyum kecil.
"Mm... ehem, anu, saya lupa membawa dompet. Apa kamu bisa menunggu sebentar, aku akan mengambil dompetku terlebih dahulu?" tanya si pria itu lagi.
'Kenapa aku tidak boleh menyela sebentar? Kan aku juga tidak akan lama.' ucap Naina dalam hati. Naina melihat barang yang dibeli si pria di atas meja. Ia pun tersenyum dan melangkah maju.
"Biar saya aja, Kak, yang bayar, sekalian dengan bayar tagihan saya," ucap Naina pada sang kasir.
"Hei, itu tidak perlu. Aku bisa membayarnya sendiri," ucap si pria menolak.
"Tidak apa-apa kok, Kak, biar sekalian. Hanya sekaleng soda, tidak akan membuatku kehabisan uang," jawab Naina tersenyum, sungguh si pria sangat terpesona dengan senyuman itu. Naina memberikan kertas tagihan pada kasir.
"Ba-baiklah, nanti akan aku ganti di luar," ucap si pria pada akhirnya.
"Eh, tidak usah, Kak. Kalo kakak mau menggantinya, sebaiknya kakak berikan pada orang yang lebih membutuhkan," jawab Naina, ia pun mengeluarkan sejumlah uang untuk membayar semuanya.
"Terima kasih kak, selamat datang kembali," ucap si kasir, Naina mengangguk dan berlalu.
"Mari, Kak...," ucap Naina pada pria itu. Pria itu langsung tersadar, saat Naina keluar dari minimarket tersebut. Pria itu pun mengambil minumannya dan menyusul Naina keluar.
"Ayo, Kak Nai sudah selesai. Sekarang kita ke taman, bukankah kalian ingin ke sana?"
"Ayo!" jawab anak-anak serentak dengan semangat 45.
Naina langsung memimpin langkah mereka di depan dengan menyanyikan lagu riang. Pria itu hanya diam memperhatikan dengan senyuman tipis di bibirnya. Entah kenapa, ia malah mengikuti Naina dari belakang.
...****************...
......Happy Reading
all💞💞......
Naina langsung memimpin langkah mereka di depan dengan menyanyikan lagu riang. Pria itu hanya diam memperhatikan dengan senyuman tipis di bibirnya. Entah kenapa, ia malah mengikuti Naina dari belakang.
Kini mereka sudah berada di taman.
"Oke, kalian boleh main di sini. Tapi jangan jauh-jauh, dan harus main barengan, ya. Tidak boleh...?"
"Bertengkar!" jawab anak-anak serentak dengan nada yang riang.
"Bobi, jaga adik-adik ya. Kak Nai akan mengawasi kalian dari sana," ucap Naina seraya menunjuk pada salah satu kursi yang ada di taman. Bobi yang berusia 8 tahun mengangguk semangat, sedangkan si Pria melihat Naina dari jarak yang tidak terlalu jauh. Pria itu pun ikut duduk di salah satu bangku kosong yang ada di taman.
Naina melangkah ke arah bangku, ia duduk di sana dan mengeluarkan buku yang ada di tasnya. Pria itu memperhatikan buku yang di pegang oleh Naina.
"Buku Manajemen Bisnis? Kalau dilihat dari wajahnya, usianya masih sekolah. Mengagumkan...," gumam pria itu tersenyum.
Naina yang sedang fokus membaca tidak sadar bila ada yang duduk di sebelahnya.
"Hai," Naina yang sudah hapal suara itu, tak ingin menghiraukan pria di sampingnya. Pria itu adalah pria yang sejak ia menginjak kelas 1 SMA selalu mengejar-ngejarnya padahal sudah berkali-kali ia tolak. Dari menolak dengan cara halus sampai dengan cara kasar, ia sangat bebal.
"Kok judes banget sih, Nai, ini coklat buat kamu," ucap pria itu lagi, namun Nai masih enggan meladeninya. Bukan menolak rejeki, tapi ia benar-benar sudah muak dengan pria yang ada di sampingnya ini.
"Lo jual mahal banget sih jadi cewek, mestinya lo bersyukur ada cowo ganteng dan kaya yang mau sama lo! Lo cuma anak panti asuhan, anak yang ga jelas asal usulnya!" ucap pria itu kesal karena tak dianggap sama sekali.
Nai masih diam dan bersabar. Apa yang diucapkannya memang benarkan? Kenapa harus marah? Nai masih melanjutkan baca bukunya tanpa mau menjawab ucapan pria itu.
Pria yang mengikuti Nai benar-benar terkejut dengan ucapan pria yang ada di sampingnya. Menurutnya itu sudah merupakan pelecehan secara verbal. Tanpa sadar pria itu mengepalkan kedua tangannya sampai kaleng soda yang ia pegang penyok tak berbentuk.
Nai hanya menghela nafasnya, inilah yang membuatnya benar-benar tak mau menanggapi pria di sampingnya. Anak orang kaya yang selalu menganggap rendah orang-orang dari kaumnya. Hanya karena paras Naina yang cantik membuat pria ini terus mengejarnya. Ia mengejar karena penasaran dengan Naina, satu-satunya wanita yang tak mau menatap pria itu.
Pria yang baru saja datang dan melihat Nai tak bergeming sama sekali langsung berdiri dari duduknya. Ia hendak menarik tangan Nai, namun sebelum tangan pria itu sampai Naina langsung menangkap tangan itu dan menggenggam pergelangan tangan pria itu dengan sangat keras. Ia pun mendongak dan menatap pria itu dengan tatapan dingin yang menusuk.
Pria yang mengikuti Naina itu menghentikan niatnya yang akan menghampiri Naina.
"Apa kamu sudah kekurangan wanita, sehingga terus-menerus mengganggu pemandangan ku? Bukankah sudah berkali-kali aku menolakmu, kenapa masih mengejar ku? Bukankah kamu bilang, bila kamu adalah anak dari seorang pengusaha yang di gilai banyak gadis? Tapi kenapa kamu masih menggangguku? Kenapa? Penasaran dengan gadis panti asuhan sepertiku, gadis miskin yang menolakmu mentah-mentah? Merasa harga dirimu jatuh, karena mendapat penolakan dari gadis panti ini?" tanya Naina beruntun, tanpa melepas genggaman tangannya. Si pria meringis kesakitan dan berusaha melepaskan genggaman tangan Naina.
"Aw.. aw! Lepas... lepaskan tanganku! Ini sangat sakit!" ucapnya mengaduh.
"Dengarkan, kamu Reksa Adhitama, anak dari seorang pengusaha textile yang cukup ternama. Satu-satunya anak lelaki dari 3 bersaudara, dari pasangan tuan Burhan Adhitama dan nyonya Mariam Adhitama. Pria yang pernah menghamili teman perempuannya saat SMP dan meminta wanita itu untuk menggugurkannya, dan hal itu pun terulang lagi dengan wanita lain di kelas 2 SMA. Lagi-lagi dengan mudah kamu membuat gadis itu menggugurkannya dan ia hampir meregang nyawa. Dengan uang dan kekuasaan, semua selesai dengan cepat, sifat yang menurun dari sang ayah, yang kini mempunyai 2 istri di luar sana. Aku heran, apa salah dan dosa ibumu sampai melahirkan mu dan mendapatkan suami b*jingan sepertinya? Wanita yang memilih menjadi ibu rumah tangga, demi mengurus suami dan anak-anaknya namun ternyata, pengabdiannya selama ini hanya di bayar dengan pengkhianatan. Ck, ck, ck.... miris bukan? Yang lebih miris lagi adalah kakak perempuan pertamamu yang di jadikan ******** oleh suaminya demi mendapatkan sebuah kontrak kerja sama." jelas Naina panjang lebar, dengan tatapan yang masih sama
Glek!
"Da-darimana kamu tau semua itu?!" tanya Reksa, ia terkejut ternyata aibnya diketahui oleh Naina dan yang lebih membuatnya terkejut adalah... bila sang ayah mempunyai istri lain, bukan hanya 1 melainkan 2. Dan... dan ditambah lagi kakak perempuannya di jadikan j*lang oleh kakak iparnya.
Bukan hanya Reksa, namun pria yang sedari tadi memperhatikannya juga ikut terkejut bukan main. Burhan Adhitama merupakan salah satu teman mendiang ayahnya yang kini menjadi rekan kerja di perusahaan.
"Tidak mungkin, jangan asal menuduh tanpa bukti kamu, Nai!" ucapnya lagi tak terima, kini wajah Reksa sudah sangat merah karena mendengar apa yang di ucapkan Naina. Naina hanya tersenyum mengejek, ia melepas genggaman tangannya dengan kasar. Naina pun menutup bukunya dan berdiri. Ia melangkah mendekati Reksa.
Tanpa sadar, Reksa memundurkan tubuhnya di saat Naina maju. Tatapan Naina sangat mengintimidasi.
"Ck, ck... bagaimana kalo kita taruhan? Bila semua ucapanku terbukti kebenarannya, kau harus menuruti semua perintahku seumur hidupmu. Tapi bila sebaliknya, aku yang akan menuruti semua keinginanmu. Bagaimana?" tawar Naina, namun Reksa diam tak ingin menjawabnya. Reksa bisa melihat dari mata Naina, bila apa yang diucapkannya adalah sebuah kejujuran.
"Reksa, Reksa... Kamu pernah mendengar kata-kata 'Hukum Tabur Tuai'? Apa yang kamu tabur, maka itulah yang akan kamu tuai. Bila kamu menabur kebaikan, maka kebaikan pula yang akan kamu tuai. Tapi bila keburukan yang kamu tabur, tentu saja keburukan lah yang akan kamu tuai. Dan kini kamu serta kakak pertamamu sedang menuai apa yang sedang ayahmu tabur," lanjut Naina dengan penuh penekanan di setiap katanya.
"A-apa maksudmu?!" tanya Reksa tergagap, susah payah ia menelan salivanya.
Gadis di hadapannya benar-benar memiliki aura kepemimpinan yang sangat kuat, aura mengintimidasinya sangat terasa.
"Kamu memanen sifat buruk ayahmu, yaitu tak cukup dengan 1 wanita. Sedangkan kakak perempuanmu, kini ia juga tengah menuai hasil dari yang ayahmu tabur. Ia menerima perlakuan tak baik dari suaminya," Naina melipat kedua tangan di depan dadanya.
"Apa kamu tak takut dengan apa yang kamu tabur, akan dituai oleh keturunanmu kelak?" tanya Naina.
Deg!
Reksa yang sejak tadi merasa lemas karena keterkejutannya, kini semakin lemas mendengar pertanyaan Naina. Ia pun jatuh terduduk di atas tanah, sembari memegang dadanya yang kini terasa sesak.
"Bagaimana? Apa kamu mau bukti dari semua ucapanku? Dan menerima taruhanku?" tanya Naina.
...****************...
......Happy Reading all💞💞💞......
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!