NovelToon NovelToon

Muhasabah Cinta Hasna

MCH 1

Di ruang tunggu atau lounge kelas premium Saphire Plaza di gate 7 Terminal 3 Bandara Internasional Soekarno-Hatta yang memiliki fasilitas mewah bagi penumpang premium, tampak dua orang laki-laki sebaya duduk santai sambil menikmati fasilitas makanan A'la Carte yang di sediakan bagi penumpang fisrt class tersebut.

"Apa kau yakin hendak ke daerah itu? Daerah itu dingin lo?"

"Aku yakin sekali, di sana bukannya dingin tapi segar, udara pegunungan yang sejuk, aku yakin otakku bisa berpikir jernih sejernih udaranya, aku jadi menginginkan suasana itu, suasana Kota membuat ku jengah? Apalagi di sana, pasti ada bidadari yang masih polos dan suci, nggak seperti disini.."

"Jangan bilang kau mau lari dari Dini? Dan mau cari pengganti Dini di sana?"

"May be yes may be no, Kau tahu sendiri bagaimana aku menjaganya, tahu-tahunya ia sendiri yang nggak mau menjaga dirinya sendiri.. Entah apa yang ia harapkan dari laki-laki itu?" Ucapnya seketika mengingat kejadian dimana ia melihat sendiri sang kekasih berani berbuat diluar dugaan nya itu.

Tatapannya nanar ke arah Hery yang sedang menatapnya juga hingga membuat Hery prihatin pada laki-laki yang bernama Raihan itu, seorang putra tunggal dari pasangan Raam Jaya dan Lena. Raam Jaya adalah sekaligus nama perusahaan yang dikelola oleh Ayahnya Raihan. Perusahaan itu cukup maju di Kota Jakarta dan memiliki banyak anak cabang di beberapa daerah.

"Sabar Rai, aku juga heran laki-laki pewaris tunggal dari Raam Jaya saja di sia-siakan oleh Dini, dan malah lari pada laki-laki Playboy itu. Jangan sampai "habis manis sepah dibuang" berlaku pada Dini, dan setelah itu Dini baru menyesal karena telah meninggalkanmu."

"Semoga saja dia langgeng bersama laki-laki itu, aku kasian sama Dini.."

"Kau ini lucu Rai, udah disakiti masih saja kau mengasihaninya.."

"Bagaimana pun ia adalah cinta pertama ku Her, aku bermimpi bisa menjadikan ia pendamping hidup ku sampai akhir hayatku itu hanya ada dia, tapi.."

Seketika muncul bayangan ia yang akan datang melamar Dini setahun lagi setelah lulus kuliah dan itu membuat Raihan kembali sedih.

Raihan tampak hanya mengaduk-aduk makanan yang ada di depannya, ia sama sekali tak tertarik dengan makanan itu, selera Raihan cukup unik walau ia berasal dari keluarga Kaya namun Raihan lebih menyukai makanan dari pedagang yang berjualan di pinggir jalan di banding makanan yang tersaji di restoran mewah seperti yang ada di hadapannya sekarang.

Raihan pun juga sudah menolak agar ia bisa ikut penerbangan kelas ekonomi saja bahkan ia malah ingin naik bus menuju daerah yang akan ia tuju, tapi Lena Mamanya akan membatalkan perizinannya jika Raihan berani membantah. Itu saja Lena keberatan akan niat putra tunggalnya itu yang akan menginap selama sebulan di daerah yang belum sama sekali pernah ia kunjungi. Tapi karena Hery mengenal daerah itu akhirnya Lena mengizinkan Raihan untuk ikut dengan Hery, sang sahabat putranya yang sudah dekat dari kecilnya itu yang sudah seperti putranya sendiri.

"Udahlah Rai, bukannya kau udah bertekad untuk melupakannya.. Kenapa kau kembali sedih lagi seperti ini.. Aaah Cem.."

"Her, kau tahu kan daerah itu? Pastinya kau juga tahu bagaimana kehidupan para gadis di sana?" Ucap Rai semangat, ia seperti tak mau dikatakan cemen oleh Hery.

"Kau nggak usah ragukan itu Rai, aku pernah tinggal di sana walau hanya seminggu tapi cukup membuat ku nyaman, apalagi aku juga ingin kembali bertemu sang gadis pujaan, ya Allah.. wajah ayu nya sungguh sulit ku lupakan Rai..." Hery tersenyum sambil melamunkan sang gadis pujaannya.

"Dasar kau ya, jadi sebenarnya kau ingin bertemu bidadari mu, kenapa juga kau kemarin sok menolak begitu?"

"Bukan apa-apa Rai, aku hanya segan saja sama Mamamu, yang pastinya akan memberikan fasilitas mewah seperti ini. Dan itu hanya basa-basi ku saja Rai, hahaha."

"Dasar, kau seperti tak tahu Mama saja, ia tak akan biarkan anaknya pergi sendirian. Kau juga seperti sama siapa aja, apa kau tak menganggap Mama seperti Ibu kandung mu sendiri? Kalau beneran nggak, ntar aku bilangin Mama lo.."

"Dasar tukang ngadu kau Rai, kebaikan Mama Lena padaku selama ini sungguh aku tak akan sanggup membalasnya, hanya saja aku masih merasa segan takutnya suatu saat nanti aku tak bisa membalas budi beliau."

"Mama tak menuntut mu balas budi kok, cukup kau temani aku saja, kau juga akan jadi sekretaris ku nanti saat aku sudah lulus kuliah dan masuk ke dalam Perusahaan Papa mengganti kan Papa."

"Sekretaris? Kau yang serius lah kalau ngomong Rai, kau nggak mendambakan punya sekretaris yang seksi dan cantik begitu?"

"No way, nggak sama sekali.. Tapi kalau nanti istriku sendiri mau jadi sekretaris ku, kau baru angkat kaki dari sana.."

"Sungguh teganya dirimu padaku.."

Sebuah rangkulan tangan Rai mendarat cantik di pundak Hery.

"Yuk lah berangkat, kau mau jumpa bidadari mu kan.." Ucap Raihan yang memang telah mendengar panggilan agar para penumpang bisa segera memasuki pesawat.

"Hahaha." Hery pun tertawa menanggapinya.

***

Raihan dan Hery begitu menikmati perjalanan mereka dari Ibu Kota Negara menuju Ibu Kota Provinsi Sumatera Barat itu. Perjalanan pesawat hanya membutuhkan waktu selama 1 jam 45 menit. Raihan memang sudah beberapa kali ke Kota Padang karena ajakan Papanya yang juga mempunyai cabang perusahaannya di Padang, sebagai bentuk pembelajaran bagi Raihan agar nanti setelah lulus kuliah ia sendiri yang akan menggantikan Papanya bisa meniru seperti apa kepimpinan Papanya tersebut dalam mengendalikan Perusahaan.

Namun kali ini tujuan Raihan bukanlah Ibu kota Provinsi Sumbar itu tapi salah satu daerah yang ada di Kabupaten Solok. Raihan memang belum pernah sama sekali ke sana namun dari gambaran cerita Hery dan beberapa kali ia searching Google, Raihan tampak begitu antusias agar bisa segera sampai di sana.

Di Bandara Internasional Minangkabau yang berjarak sekitar 23 km dari pusat Kota Padang yang terletak di wilayah Ketaping kecamatan Batang Anai kabupaten Padang Pariaman itu, mereka dijemput oleh Pak Amir. Pak Amir adalah supir kepercayaan Pak Raam Papanya Raihan bila ia berada di Kota Padang itu. Dan Raihan tentu telah mengenal baik Pak Amir.

"Nak Raihan mau langsung jalan atau mau istirahat di penginapan dulu?" Tanya Pak Amir saat Raihan dan Hery sudah duduk manis dalam mobil yang digunakan Pak Amir itu. Pak Amir tak lagi memanggil Raihan dengan sebutan Tuan Muda karena Raihan sendiri yang melarangnya. Dan penginapan yang disebut Pak Amir adalah sebuah rumah yang memang telah disediakan Pak Raam untuk mereka istirahat selama di Padang. Dan rumah itu sendiri di tempati dan dirawat oleh Pak Amir dan istrinya.

"Langsung saja Pak Amir, saya sudah nggak sabar ingin merasakan bagaimana moment perjalanan kesana yang kata Hery cukup bikin nyali ciut ya pak?"

"Hehehe benar nak Raihan, waah kalau supirnya belum pernah lewat jalan itu jangan coba-coba deh.. sering gagal nanjak dibuatnya."

"Saya jadi penasaran Pak, sebagaimana nanjaknya itu jalannya, yang jika saya lihat di YouTube itu memang sering seperti itu gagal nanjak, apalagi seperti truk yang memiliki beban berat ya Pak?"

"Iya nak Raihan, tapi sebenarnya sekarang jalan nanjaknya yang dulunya begitu curam dengan belokan tajamnya sudah tidak seperti dulu lagi artinya sudah dibuat agak landai nak Raihan, tapi bagi yang baru coba masih terkesan mengerikan."

"Aku aja sampai menahan napas Rai.." Sela Hery yang dari tadi diam.

TBC...

MCH 2

"Aku aja sampai menahan napas Rai.." Sela Hery yang dari tadi diam.

"Hehehe, Nak Hery sudah pernah ke sana ya?" Tanya Pak Amir yang juga sudah mengenal Hery karena Hery adalah calon sekretarisnya Raihan nantinya, jadi Papa Raihan juga pernah mengajak Hery masuk ke cabang perusahaan yang ada di Padang itu.

"Sudah pak sekali, sebulan yang lalu.. Tapi pemandangan sepanjang perjalanannya itu lo, sangat memanjakan mataku Pak.. Sampai-sampai aku seperti ingin sering-sering ke sana."

Heri mengalihkan pandangan matanya keluar jendela, mereka memasuki jalan lurus Bypass.

"Masa' sih?" Sela Raihan yang tampak penasaran.

"Benar lo nak Raihan, nak Hery nggak bohong, yang pernah lewat sana pasti ucapannya seperti Hery, karena Bapak kan juga aslinya dari daerah sana."

"Iya ya Pak, beruntung ya yang tinggal di daerah itu bisa nikmati alam setiap hari." Raihan juga mengarahkan matanya melihat jalanan yang mereka lalui. Biasanya Raihan ke Padang langsung menuju ke Pusat Kota dan jalanan Bypass inilah penghubung nantinya untuk keluar dari Kota Padang.

"Iya itulah nak Raihan, yang tinggal di Desa bilang orang Kota beruntung karena bisa menikmati segala fasilitas yang ada di Kota yang sudah seperti surganya dunia, serba ada... Tapi memang orang Kota banyak juga yang memiliki investasi di daerah itu seperti mendirikan sebuah Villa, jadi bila jenuh di Kota mereka bisa beristirahat di Villa nya sambil menikmati keindahan alam yang membuat hati damai."

"Pokoknya kau nanti pasti akan takjub deh Rai, kebun teh yang terhampar luas, pemandangan dari Gunung Api Talang kemudian Danau kembar yang terhampar yang berada di dataran Bukit Barisan bahkan kita bisa melihat indahnya panorama Gunung Kerinci dari pinggir danau. Masyaallah segar betul pokoknya mata memandang."

"Danau kembar?"

"Iya nak Raihan, Danau Kembar merupakan dua buah danau yang terletak saling berdekatan dan memiliki ukuran yang hampir sama. Meskipun akrab disebut sebagai Danau di Atas dan Danau di Bawah, akan tetapi penamaan tersebut justru berbanding terbalik dengan kenyataannya. Danau yang posisinya lebih tinggi justru dinamakan Danau di Bawah, sedangkan danau yang lebih rendah dinamakan Danau di Atas. Dan kita sekarang tujuan nya ke Danau di Atas.

"Dan untuk akses jalan ke Danau di Atas memang lebih mudah dibanding Danau di Bawah yang katanya untuk sampai ke danau saja susahnya minta ampun karena jalannya yang begitu curam. Sedangkan Danau di Atas ini danaunya begitu mudah diakses bahkan mobil pun bisa sampai di pinggir danau, dan tentunya disana sebagai salah satu objek wisata juga."

"Kau lagi ngapain Rai?"

"Searching mbah Google lah.. Tapi kok sinyalnya hilang timbul ya?"

"Yang jelas aja kita udah masuk daerah ketinggian ini lo, siapkan mentalmu?" Ucap Hery yang sudah merasakan jantungnya berdebar.

"Hahaha, kau tampak pucat Her? Aaah kau cemen juga ternyata.."

"Kau jangan sombong dulu.."

"Tenang.. kita percaya kan saja pada Pak Amir... beliau bilang bagi supir yang belum pernah lewat saja kan.."

"Insyaallah nak Raihan.. Semoga perjalanan kita lancar sampai tujuan." Sambung Pak Amir sambil tersenyum.

Pak Amir mengintip raut wajah cemas Hery yang duduk di bangku tengah dari

balik kaca spion dalam mobil, sedangkan Raihan terlihat santai duduk di samping pak Amir.

"Nak Hary kalau cemas, tidur saja."

"Iya pak, sepertinya aku juga merasakan mual, sebaiknya aku tidur." Ucap Hery dengan cepat menutup matanya karena jalan tanjakan ekstrem nan curam Sitinjau Lauik yang cukup terkenal lewat konten nya itu sebentar lagi mereka lewati.

"Hahaha, Her liat tuh.. ada yang ngaturnya itu lah Her, parah lah kau ini Her..." Ejek Raihan pada Hery namun Heri tak menanggapi nya. Sepertinya Hery benar terlelap atau pura-pura memaksakan diri untuk terlelap karena matanya sudah tertutup rapat.

Raihan memperhatikan bagaimana tampak para pemuda yang berdiri di pinggir jalan tampak mengatur jalanan yang dilewati pengendara. Dan seperti biasanya mereka juga sigap membantu bagi yang kesulitan nanjak.

Pak Amir menyetel lagu di mobil itu sambil tersenyum.

"Astaghfirullah, itu ada yang jatuh pak dari motor?"

"Iya nak Raihan, jika lewat agak kepinggir memang seperti itu lebih curam, baiknya seperti kita tadi jalannya agak ketengah, memang agak dibuat melingkar sedikit." Ucap Pak Amir yang mengintip dari balik spion sebelah kiri mobil.

"Iya ya pak, bersyukur juga ada mereka ya pak." Raihan memang melihat para pemuda tadi segera berlari membantu pengendara motor yang jatuh itu.

"Iya nak Raihan, jadi banyak sedikitnya mereka sangat membantu."

"Ooh konten yang aku lihat itu, disini toh pusat nya.. Hebat juga ya mereka bisa sukses juga lo kontennya Pak."

"Alhamdulillah... itu juga mungkin salah satu membuat mereka tambah semangat nak Raihan."

"Hehehe iya ya pak.."

lagu yang diputar Pak Amir pun berganti dengan judul lagu berikutnya yaitu Muhasabah Cinta dari Anisa Rahman.

Raihan seolah menikmati lantunan kata-kata dari lagu yang di lagukan Anisa Rahman itu, hingga akhirnya ia tertidur mengikuti Hery yang benar benar sudah pulas. Raihan seakan terhipnotis agar segera tertidur oleh lagu yang menurut Raihan baru sekali ini ia dengar karena selama ini ia jarang mendengarkan musik. Jika selama perjalanan dengan Papanya, Pak Amir sama sekali tak pernah menyetel musik di dalam mobil itu, karena Pak Raam lebih suka diam, tenang dan damai, bahkan Pak Raam sering meminta Pak Amir untuk menyetel suara orang mengaji saja.

Wahai pemilik nyawaku

Betapa lemah diriku ini

Berat ujian dari-Mu

Kupasrahkan semua pada-Mu

lirik lagu itu seperti menyentil ke dalam relung hati Raihan, ujian yang ia alami hingga ia juga ingin pasrahkan semua pada Tuhannya.

Tuhan baru kusadari

Indah nikmat sehat itu

Tak pandai aku bersyukur

Kini ku harapkan cinta-Mu

Lantunan lirik lagu Muhasabah Cinta dari Anisa Rahman mengalun indah sehingga pikiran Raihan kembali mengingat Rabb-nya, matanya ia pejamkan, ia ingin merasakan cinta Rabb-nya hadir untuknya.

Kata-kata Cinta terucap indah

Mengalir berdzikir di kidung doaku

Sakit yang kurasa biar jadi penawar dosaku

Butir butir cinta air mataku

Teringat semua yang Kau beri untuk ku

Ampuni khilaf dan salah selama ini

Ya ilahi, Muhasabah cintaku

Tak terasa air mata mengalir dari pelupuk mata Raihan yang terpejam. Dan lagu itu masih terus melantun indah membuat hatinya semakin ingin mendekat pada Rabb-nya.

Tuhan, kuatkan aku

Lindungi ku dari putus asa

Jika ku harus mati

Pertemukan aku dengan-Mu

Kata-kata Cinta terucap indah

Mengalir berdzikir di kidung doaku

Sakit yang kurasa biar jadi penawar dosaku

Butir butir cinta air mataku

Teringat semua yang Kau beri untukku

Ampuni khilaf dan salah selama ini

Ya ilahi, Muhasabah cintaku

Lantunan lagu itu seolah tersimpan di memori Raihan walau ia mulai terlelap namun sayup-sayup ia masih mendengar lagu itu sampai selesai hingga akhirnya benar benar pulas seperti Hery.

Cukup lama ia tertidur hingga akhirnya suara pak Amir membangunkannya.

"Nak Raihan katanya mau melihat pemandangan, tapi kok malah tidur.."

"Eh iya pak, udah sampai mana ya..?" Ucap Raihan yang segera terbangun mendengar ucapan Pak Amir memanggil namanya. Ia mengucek matanya beberapa kali kemudian meregangkan badannya. Ia melirik ke arah belakang, Hery yang masih saja tertidur pulas. Agaknya Hery trauma melewati jalan itu.

"Kayu Jao nak Raihan, nggak lama lagi kita akan memasuki jalan pinggiran danau dan tak jauh dari situ nanti ada penginapan untuk nak Raihan tempati."

"Ini yang namanya kebun Teh itu ya pak..?"

"Iya nak Raihan.."

"Benar kata Hery, sungguh indah ciptaan-Nya.. Masyaallah.." Kata-kata pujian itu meluncur begitu saja dari mulut Raihan ketika melihat ke arah luar jendela. Mata yang disuguhi dengan hamparan hijau dari kebun teh seolah-olah seperti sebuah taman yang ditumbuhi rumput yang rata.

Pikiran Raihan seolah melayang, ia pun berandai-andai, seandainya Allah takdirkan ia bertemu jodohnya nanti di sana pastinya ia akan bahagia, ia akan sering main disini bersama istri dan anak-anaknya nanti.

"Nah ini nak Raihan, ini Danau di Atas nya atau Danau di Ateh bahasa Minang nya dan untuk Danau di Bawahnya nanti itu sebentar lagi pas simpang belok kiri." Ucap Pak Amir memberikan penjelasan pada Raihan yang ternyata asyik melamun.

"Eh iya pak.." Mata Raihan langsung dimanjakan dengan pemandangan danau yang tampak begitu jelas saat ini karena cuaca siang itu begitu cerah.

TBC...

MCH 3

"Allahuakbar, indah ya pak.. Dan itu pasti Gunung Kerinci yang disebutkan Hery ya pak."

"Apa? Udah sampai gunung ya Rai..? Yaah aku jadi nggak bisa lihat kebun teh nya deh.." Ucap Hery yang terbangun karena suara Raihan yang begitu kencang karena takjub.

"Sampai gunung apanya, jangan ngigau kau Her?"

"Ah iya, ini mah Danau di Ateh Rai, maksudku kebun tehnya udah lewat karena tadi aku dengar kau nyebut Gunung Kerinci.. hehehe."

"Kita udah sampai nak Raihan dan nak Hery."

"Sebentar, rasanya tempat Om aku masuk simpang itu deh.. Kebetulan banget ini namanya Pak Amir." Ucap Hery dengan mata berbinar.

"Kau tampaknya bahagia sekali. Ah ya, aku lupa kau pasti ingat gadis pujaan kau itu kan..?"

"Hehehe iya.. " Ucap Hery malu.

Pak Amir tampak merogoh sesuatu dari saku celananya, lalu ia melihat ke arah Raihan memperlihatkan ada panggilan masuk dari ponselnya.

"Siapa pak yang telpon?"

"Bu Lena nak Raihan."

"Astaghfirullah, aku sampai lupa ngabari Mama.."

Raihan segera mengecek ponselnya ternyata ia melihat banyaknya panggilan tak terjawab dari Mamanya. Dan Raihan memang semenjak kecewa dengan Dini ia sering men silent kan ponselnya karena Raihan malas mendengar bunyi ponsel yang hanya mengingatkan ia pada Dini yang sering menelpon dan mengirim pesan singkat padanya dulu.

"Pak Amir jawab saja, aku kesana dulu." Ucap Raihan yang langsung lari ke arah danau. Ia seperti ingin lari dari kemarahan Mamanya yang pastinya kecewa padanya karena tak memberi kabar. Padahal Mamanya sudah wanti-wanti kalau ia sudah turun pesawat langsung kabari beliau.

"Rai tunggu ah, kau apaan sih main tinggal aja.." Teriak Hery yang juga ikutan lari menyusul Raihan.

Raihan tiba-tiba mengentikan langkahnya saat ia mendengar suara merdu dari tepi danau. Lantunan kata-kata itu persis seperti yang ia dengar saat di mobil, ya lagu Muhasabah Cinta yang dinyanyikan oleh Anisa Rahman.

"Hei, kenapa berhenti?" Ucap Hery yang sudah ngos-ngosan dan hampir saja menabrak Raihan.

"Sssst kau dengar suara itu nggak? Ya ampun.. ia bernyanyi sampai menghayati seperti itu, aku bisa merasakan kalau ia baru saja mengalami hal berat."

"Jangan sok tahu kau Rai.."

"Lihat tuh ada dua bidadari yang turun dari kahyangan sepertinya Her.."

"Mana sih?" Heri memperhatikan arah jari telunjuk Raihan.

"Ya Allah, apa aku nggak salah lihat, itu kan Yulia, gadis yang aku ceritakan padamu. Jangan bilang kau juga terpesona dengannya?"

"Tunggu dulu, disitu kan ada dua bidadari, mata kamu itu sepertinya perlu diobati dulu deh, yang kamu lihat hanya ada gadis pujaan mu itu saja."

"Ya iyalah.. kan yang ada di pikiran aku cuma ada Yulia Rai, awas kau jatuh hati juga padanya.."

Sedangkan di pinggir danau, dua gadis tampak berdebat.

"Ayo lah Hasna, cobain dulu, airnya segar lo.."

"Kamu aja yang mandi sana, jangan tarik-tarik tanganku."

"Bukannya kau bisa berenang, seharusnya kau tak takut mandi disini."

"Beda lah Lia, disini kan tempat nya terbuka, aku malu lah.."

"Nggak ada yang lihat kok, ayo lah.. Apa kau mau angkat air sampai rumah."

"Biarin aja, lebih baik aku angkat air dari pada mandi disini." Ucap Hasna sambil menyilangkan kedua tangannya di dadanya. Ia merasa kedinginan dari hembusan angin yang cukup kencang saat itu.

Yulia yang udah terbiasa mandi dipinggir Danau di Ateh itu pun akhirnya menyeburkan dirinya ke dalam air.

Dan tak lama kepalanya kembali muncul ke permukaan.

Tak jauh dari situ, Hery tiba-tiba menutup mata Raihan dengan kedua telapak tangannya.

"Apaan sih Her?"

"Tutup mata lah Rai.. aku nggak mau aurat Yulia kau lihat."

"Aurat apanya, ia kan pakai pakaian lengkap gitu, hijabnya tak lepas juga."

"Kau tahulah sendiri Rai, begitu ia naik bajunya yang basah pasti lengket di badannya dan akan mencetak bodynya itu."

"Kalau gitu kau juga harus tutup mata Her, belum halal juga kan.." Giliran Raihan menutup mata Hery dengan telapak tangannya.

"Ya sudah, kita pergi dari sini, jangan sampai mereka lihat, bisa turun pamor aku putranya Raam Jaya jadi tukang intip orang mandi." Ucap Raihan kembali, ia segera berlari ke arah mobil dimana Pak Amir yang sedang sibuk menurunkan tas mereka. Jarak antara penginapan mereka ke tepi danau sekitar 1 km yang berada di ketinggian. Dan penginapan itu hanya bisa dilewati dengan jalan kaki karena hanya ada jalan setapak yang jalannya agak menanjak.

Sesampai mereka di penginapan, mereka bisa melihat jelas pemandangan danau yang memesona dari atas.

"Berarti Yulia sering mandi disitu tuh.." Tunjuk Hery ke arah danau yang ada dibalik jalan depan penginapan mereka.

"Her, kita akan temui mereka kembali mungkin saja mereka sudah selesai."

"Pak, kami turun dulu ya sekalian nyari Mesjid buat sholat Ashar." Ucap Hery dengan semangat sambil menarik tangan Raihan karena ia sudah nggak sabar bisa bertemu gadis pujaannya.

"Kalian nggak capek emangnya..?" Ucap Pak Amir tertahan karena Raihan dan Hery sudah tak terlihat lagi. Pak Amir menggeleng-gelengkan kepalanya lalu hendak masuk ke dalam penginapan itu.

Penginapan itu baru saja dibangun satu tahun yang lalu oleh Pak Raam.

Dan hanya Pak Amir yang mengetahuinya karena Pak Raam masih merahasiakannya dari istrinya dan anaknya Raihan. Pantas saja saat Raihan minta izin ke daerah yang bernama Alahan Panjang itu Pak Raam dengan mudah mengizinkan Raihan pergi dengan Hery, dan ia langsung menyuruh Amir menjemput Raihan di Bandara dan langsung mengantarkan mereka sampai tujuan.

"Eh Pak Amir.. baru datang ya pak?" Ucap seseorang yang kebetulan lewat depan penginapan itu?" Ia tentu saja mengenal Pak Amir karena ia lah orang yang dipercayakan Pak Amir dalam membersihkan villa Pak Raam itu dua kali dalam seminggu, selain Pak Amir yang dulunya sering main disitu karena tanah yang dibangun untuk penginapan itu adalah tanah orang tuanya Pak Amir yang dihibahkan pada Pak Amir. Dan tanah itu dulunya adalah ladang yang sering digarap oleh orang tua Pak Amir. Namun karena Pak Amir membutuhkan uang untuk operasi istrinya, ia menjual tanah itu pada Pak Raam. Padahal Pak Raam sudah menawarkan untuk meminjamkan uangnya dan terserah mau dikembalikan kapan, tapi Pak Amir menolaknya. Dan Pak Amir malah menganjurkan Pak Raam untuk membangun penginapan seperti Villa di tanah itu agar suatu saat jadi tempat refreshing yang sangat direkomendasikan oleh Pak Amir bagi keluarga Raam yang super sibuk di Kota.

Pak Amir menghentikan langkahnya untuk masuk.

"Iya nih buk Emi, apa kabar buk?"

"Alhamdulillah baik Pak, permisi pak saya mau ke ladang dulu."

"Udah panen ya buk, bagaimana hasilnya?"

"Alhamdulillah lumayan pak.. tapi bawangnya pada masih kecil-kecil tapi terpaksa harus dipanen."

"Apa karena kabut yang muncul ya buk?"

"Iya pak, kemarin memang sering turun kabut, dan cuaca nggak menentu. Permisi pak Amir.." Ucap Buk Emi sambil berjalan menuju ladang bawang yang berada tak jauh di samping penginapan itu.

"Silahkan buk.."

Pak Amir pun membuka kunci pintu dan masuk sambil mengangkat tas Raihan dan Hery yang diletakkan begitu saja oleh dua pemuda itu di depan pintu.

***

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!