Malam yang hening dengan suara rintik hujan diluar sana semakin menambah suasana malam yang sepi. Di dalam kamar sebuah Apartemen, sepasang kekasih sedang saling berpelukan di balik selimut tebal dengan tubuh yang sama-sama polos.
Mereka baru saja selesai dengan kegiatan malamnya. Yara Adistya, yang sudah hampir 2 tahun berpacaran dengan Fadil Pratama sejak mereka kuliah sampai sekarang keduanya sudah bekerja di kantor yang berbeda.
Cup..
Fadil mencium bahu Yara dengan lembut, dia bahagia bersama wanitanya ini. "Sayang, besok akan ada anaknya Pak Bimo yang datang ke perusahaan. Katanya dia yang akan meneruskan perusahaan ini karena Kakaknya sudah memiliki usaha sendiri"
Yara berbalik badan dan memeluk kekasihnya dengan erat. "Yaudah, semoga pekerjaan kamu selalu lancar ya"
Fadil sedang berada di puncak karier saat ini. Dia sudah di percaya sebagai tangan kanan atasannya di perusahaan tempat dia bekerja. Dan Yara bangga pada kekasihnya itu, bagaimana Fadil yang selalu berjuang kerasa hingga bisa sampai di titik ini.
Fadil tersenyum, dia menatap wajah wanitanya yang berisi. Pipi chubby yang menggemaskan bagi Fadil. Hidung mancung dan kulit yang putih dengan tinggi badan yang pas-pas'san. Namun bagaimana pun keadaan Yara, Fadil tetap mencintainya. Karena hanya Yara yang menemaninya selama ini. Dari titik terendah Fadil hingga sekarang dia menjadi seorang pria yang sukses.
"Oh ya, aku sudah memikirkan untuk mencicil rumah untuk masa depan kita nanti"
Yara tersenyum mendengar itu, dia mengelus pipi Fadil dengan lembut. "Aku setuju dengan itu, kita tidak mungkin selamanya tinggal di Apartemen dan tidak mungkin terus berada dalam hubungan seperti ini"
Selama 2 tahun Yara menemani Fadil menuju sukses. Jadi saat ini sudah waktunya Fadil memberikan kejelasan pada Yara atas hubungan mereka ini.
Pagi ini Fadil sudah siap dengan pakaian kantornya, begitu pun dengan Yara. Jika Fadil bekerja di perusahaan yang besar, maka berbeda dengan Yara yang hanya bekerja di sebuah perusahaan kecil saja. Ya, mungkin karena kecerdasan mereka juga jauh berbeda. Wajar saja jika saat ini Fadil bisa mendapatkan pekerjaan yang bagus dan di perusahaan yang besar, karena sejak kuliah dia sangat pintar. Fadil kuliah pun karena sebuah beasiswa karen kepintarannya.
"Maaf ya sepertinya aku tidak bisa mengantar kamu ke kantor. Aku harus datang ke kantor lebih awal juga, karena ada yang harus aku selesaikan dulu"
Yara mengelus pipi kekasihnya dengan tersenyum lembut padanya. "Tidak papa, aku sudah memesan ojek online kok. Kamu pergi saja"
"Yaudah, kalau gitu hati-hati ya Sayang" Fadil mencium kening Yara sebelum dia masuk ke dalam mobil dan melajukan mobilnya menuju tempat kerjanya.
Sementara Yara masih menunggu ojek online pesanannya hingga ojek online pesanannya sudah sampai. Dan Yara pun segera pergi ke tempatnya bekerja.
Fadil telah sampai di perusahaan, dia mulai memeriksa beberapa berkas yang harus dia siapkan pagi ini. Suara telepon seluler diatas meja kerjanya membuat Fadil mengalihkan fokusnya pada berkas di tangannya. Fadil segera mengangkat telepon itu.
"Hallo, iya ada apa?"
"Hallo Pak Fadil, Bos dan anaknya sudah sampai"
"Baik, suruh semua karyawan untuk menyambutnya. Aku akan ke bawah sekarang"
"Baik Pak"
Fadil segera turun ke lantai bawah, dia membukakan pintu lobby untuk Bos dan putrinya itu. Dan ketika seorang gadis cantik yang berada di belakang Bimo, bosnya Fadil itu terlihat begitu cantik dan menawan.
Penampilannya yang elegan dengan tubuh yang ideal dan wajah yang cantik. Sejenak Fadil merasa terpesona dengan kecantikan gadis itu.
"Hallo semuanya, ini adalah putri bungsu saya yang akan menggantikan saya di perusahaan ini. Perkenalkan dirimu Ajeng"
"Baik Pa"
Gadis itu melangkah satu langkah lebih depan dari Ayahnya. Dia mengangguk dan tersenyum begitu cantik. "Hallo semuanya, perkenalkan saya adalah Putri Ajeng. Mohon kerja sama kalian semua"
Setelah perkenalan diri yang menuai pujian itu karena kecantikan Putri Ajeng. Fadil kembali ke ruangannya dan mulai menyiapkan berkas untuk atasannya rapat siang ini.
"Dil, sepertinya mulai sekarang kamu fokus saja mengajari Ajeng tentang perusahaan. Urusan aku bisa sama Wika saja"
Ucapan Bimo ketika Fadil sudah siap untuk pergi rapat bersama dengan atasannya itu. Akhirnya siang ini Fadil masuk ke dalam ruangan Putri Ajeng, melihat gadis itu yang sepertinya sedang kesal dengan beberapa berkas yang ada di tangannya itu.
"Eh, kamu orang yang di suruh Papa untuk mengajarkan aku ya?"
Fadil mengangguk, dia berjalan ke arah meja kerja Putri Ajeng. Berdiri di depan meja kerjanya sambil menahan senyum melihat wajah kesal Putri Ajeng.
"Nona kenapa? Sepertinya sedang kesal"
"Ck. Kau jangan memanggil aku seperti itu. Panggil Ajeng saja. Oh ya siapa nama kamu?" Putri Ajeng mengulurkan tangannya pada Fadil untuk berkenalan.
"Aku Fadil Pratama, panggil saja Faadil"
"Baiklah, sekarang ayo ajari aku untuk bisa mengerti apa yang di tuliskan di berkas-berkas ini. Aku benar-benar tidak mengerti"
Fadil tersenyum, dia beralih berdiri di samping Putri Ajeng yang sedang duduk di kursi kebesarannya. Fadil memegang berkas yang di pegang oleh Putri Ajeng, dengan tidak sengaja tangan mereka saling bersentuhan. Membuat Ajeng langsung menoleh dan seketika tatapan mereka bertemu dan terkunci beberapa detik.
Deg..
Ya Tuhan, ternyata dia terlihat tampan sekali saat di lihat dari dekat seperti ini. Ajeng.
Kenapa jantungku berdebar. Fadil.
"Ekhem.." Fadil segera mengalihkan pandangannya dan kembali fokus pada berkas yang sedang dia jelaskan pada Ajeng.
Fadil menjelaskan beberapa hal singkat dulu pada Ajeng. Bagaimana cara kerja Ajeng nantinya setelah menggantikan Ayahnya di perusahaan ini. Namun sepertinya semua yang di jelaskan oleh Fadil tidak menarik sama sekali bagi Ajeng.
Ajeng menopang kepalanya dengan satu tangan yang bertumpu pada meja. Menatap Fadil yang menjelaskan semuanya dengan begitu lincah. Kekaguman Ajeng bertambah, selain karena Fadil yang tampan. Tapi juga Fadil yang cerdas.
Fadil mendongak dan menatap Ajeng yang malah senyum-senyum sendiri. "Ajeng, jadi bagaimana? Apa kau sudah mulai mengerti? Apa masih ada yang belum kau mengerti?"
Ajeng mengerjap kaget saat Fadil sudah selesai menjelaskan. Dia tersenyum dan mengangguk, meski sebenarnya dia belum benar-benar mengerti apa yang di jelaskan oleh Fadil barusan. Namun dia malu jika mengakuinya.
"Sudah kok, besok kamu bantu aku jelaskan semuanya ya. Emm. Apa hari ini kau tidak ada pekerjaan lagi? Aku ingin mengajakmu makan siang di luar, ini sebagai ucapan terima kasih aku karena kamu sudah mau membantu aku"
Fadil juga tidak bisa menolak, mau bagaimana pun Ajeng tetap anak dari atasannya yang harus dia hargai dan hormati.
"Baiklah, ayo kita makan siang"
Ajeng tersenyum senang mendengar jawaban Fadil itu. Dalam hatinya bersorak riang.
Bersambung
Pulang ke Apartemen, Fadil melihat kekasihnya yng sedang menata makanan di atas meja makan. Dia jadi mengingat bagaimana saat tadi dia pergi bersama Putri Ajeng. Fadil menatap Yara dengan tbuh pas-pasan dan kecantikannya yang juga biasa saja. Berbeda sekali denga Putri Ajeng. Entah kenapa hati Fadil mulai membanding-bandingkan.
"Sayang kamu sudah pulang, ayo makan malam dulu"
Fadil tersenyum tipis, dia berjalan menghampiri kekasihnya itu. Menatap banyaknya menu makanan dia tas meja. "Ada acara apa ini, banyak sekali kamu masak"
"Kamu pasti lupa kalau hari ini Anniversary kita yang ke 2 tahun"
Fadil melihat layar ponselnya dan dia benar-benar lupa jika hari ini adalah tanggal jadian mereka. Mungkin karena sudah terlalu lama dan sudah terlalu sering mereka hidup bersama.
"Aku lagi banyak kerjaan, jadi sampe lupa. Maaf ya" Fadil mengecup kening istrinya dengan lembut.
"Gak papa, aku tahu kamu pasti sibuk. Sekarang ayo kita makan bersama"
"Iya Sayang"
Mereka berdua makan dengan tenang, masakan Yara memang masih yang paling cocok untuk lidah Fadil.
"Maaf ya karena Anniversary kita kali ini aku tidak membuat kue. Aku pulang kerja langsung masak, jadi gak keburu"
"Tidak papa, aku ngerti kok.Lagian kamu juga tidak perlu melakukan hal ini kalau kamu capek. Sudah terlalu sering kita melakukan hal seperti ini"
Yara terdiam, awalnya diaberharap di hari Anniversary kali ini akan kata menikah yang terucap dari Fadil. Tapi ternyata masih belum waktunya.
"Emm. Fadil, apa hubungan kita masih akan tetap seperti ini?"
Fadil tahu arah pembicaraan Yara saat ini, tapi Fadil benar-ben belum siap jika harus menikah di usia ini. Fadil masih ingin mengejar karier dan mimpinya dulu.
"Tunggu sampai aku bisa menyelesaikan cicilan rumah kita ya. Aku akan menikahi kamu jika kita sudah mempunyai rumah yang bisa ditinggali"
Yara tersenyum, dia memegang tangan Fadil dengan lembut. Cicilan rumahnya mungkin tinggal beberapa bulan lagi selesai.Itu artinya Yara bisa bersama dengan Fadil sebagai sepasang suami istri nantinya.
######
Kembali ke rutinitas setiap paginya, sudah tiga hari Fadil bersama dengan Putri Ajeng untuk mengajari dia beberapa hal tentang perusahaan.
"Emm. Fadil, nanti malam bisa antar aku ke acara pesta teman aku? Aku malas datang sendiri dan tidak ada teman lagi yang bisa aku ajak untuk menemani aku datang kesana"
Sebenarnya Fadil ingin menolak, tapi dia juga tidak tega menolak ajakan Ajeng. "Baiklah, aku akan temani kamu"
Ajeng begitu senang mendengar itu, dia bisa lebih dekat dengan Fadil. Pria yang sangat perhatian dan baik yang membuat Ajeng begitu tertarik padanya.
Dan malam ini, Fadil menemani Ajeng ke pesta temannya itu yang diadakan di sebuah hotel. Fadil dan Ajeng duduk di sebuah meja dengan minuman diatasnya. Minuman yang mengandung kadar alkohol yang menjadi jamuan utama malam ini.
"Fadil, terima kasih ya karena sudah mau menemani aku datang kesini"
"Iya sama-sama"
Mereka berdua asyik meminum minuman beralkohol itu. HIngga Fadil dan Ajeng sama-sama mabuk. Fadil merangkul bahu Ajeng dan membawanya keluar.
"Eh, jangan pulang. Aku sudah memesann kamar disini untuk kita istirahat"
Fadil mengangguk dengan jalan mereka yang sempoyongan mereka berjalan menuju kamar hotel yang telah di pesan oleh Putri Ajeng. Fadil menjatuhkan dirinya di atas tempat tidur dengan tubuh terlentang. Ajeng tersenyum melihat Fadil yang berada di atas tempat tidur. Dia merangkak naik ke atas tubuh Fadil.
"Aku menyukaimu Fadil"
Fadil menatap Ajeng dengan matanya yang sedikit menyipit. Dia terdiam saat Ajeng yang mulai mencium bibirnya dan mengecup bagian tubuh Fadil yang lain.
Dan malam ini, Fadil benar-benar mengkhianati Yara, setelah dua tahun mereka hidup bersama. Layar ponsel Fadil yang menyala dan menunjukan nama Yara disana, tidak dia hiraukan.
######
Di Apartemen, Yara berjalan monda-mandir dan menatap jam dinding yang menunjukan hampir tengah malam. Namun kekasihnya belum kembali. Yara sudah beberapa kali menghubungi Fadil, namun tidak mendapat jawaban.
"Kemana Fadil? Tidak biasanya dia seperti ini, kalau pun harus pulang terlambat dia akan menghubungiku"
Yara benar-benar khawatir dengan kekasihnya itu. Namun dia tidak bisa melakukan apapun karena Fadil yang tidak mengangkat teleponnya. Yara menunggu Fadil semalaman, hingga dia ketiduran diatas sofa.
Sementara di kamar hotel, Fadil baru saja bangun. Dia tersenyum melihat Ajeng yang memeluknya dengan erat. Wajah cantik wanita itu bersandar di dadanya.
Aku telah mengkhianati Yara, tapi aku tidak bisa membohongi hatiku jika sebenarnya aku mulai tertarik dengan Ajeng.
Mungkin Fadil merasa bosan dengan Yara yang selama ini bersama. Kebersamaannya selama ini membuat Fadil mula tertarik pada wanita lain, karena dia mulai merasa jika Yara tidak menarik dibandingkan dengan wanita-wanita lainnya yang lebih cantik dan langsing.
Ajeng menggeliat pelan dia menatap Fadil dengan senyuman kebahagiaan. Akhirnya dia bisa mendapatkan Fadil juga sekarang.
"Ajeng, aku sebenarnya mempunyai pacar"
Lebih baik jujur sejak awal daripada Fadil harus terkena imbasnya jika Ajeng mengetahuinya nnti.
"Aku tahu, semalam pacar kamu terus menghubungi kamu 'kan? Tapi aku tidak papa jika menjadi kekasih kedua kamu. Yang penting aku bisa bersama kamu"
Fadil tersenyum mendengar itu, dia memeluk Ajeng dan mencium keningnya. Meski tidak bisa dibohongi jika di dalam hatinya merasa sangat bersalah pada Yara.
"Aku akan memutuskan dia jika sudah ada waktu yang tepat"
Rasa bosan di diri Fadil pada Yara, membuat dia memutuskan untuk memulai kisah baru dengan wanita yang baru. Yang jelas lebih segalanya dari Yara.
Maafkan aku Yara, tapi aku sudah bosan dan ingin mencari kehidupan yang baru.
Fadil kembali ke Apartemen pagi ini, hari ini adalah akhir pekan yang artinya dia tidak perlu bekerja. Ketika Fadil masuk ke dalam Apartemen, dia melihat Yara yang sedang tertidur di atas sofa. Melihat itu hati Fadil sedikit tersayat, rasa bersalah yang semakin besar di hatinya. Namun ternyata egonya tetap lebih tinggi dari apapun. Fadil menghampiri Yara.
"Yara bangun, ini sudah siang"
Yara menggeliat pelan, dia mengucek matanya yang terasa perih. Entah pukul berapa dia baru tertidur karena menunggu kekasihnya pulang.
"Sayang, kamu sudah pulang? Kenapa semalam tidak pulang?"
Yara bangun dan memeluk Fadil, namuna da yang aneh. Dia mencium bau farfum wanita di kemeja yang di gunakan kekasihnya ini. Yara mencoba memastikan lagi, dan memang benar jika dia mencium bau farfum wanita.
Wangi farfum siapa ini? Kenapa terasa menyengat sekali, padahal aku tidak memakai farfum bau seperti ini.
Yara mencoba menyingkirkan kecurigaan dalam dirinya.
Bersambung
Yara yang sedang memasukan pakaian kotor ke dalam mesin cuci menatap kakasihnya yang sedang tiduran di sofa dengan bermain ponsel. Fadil terlihat tersenyum dan bahkan tertawa, entah dia sedang berkirim pesan dengan siapa. Yang jelas dia terlihat begitu bahagia.Yara mengambil kembali pakaian kotor di dalam keranjang. Kemeja putih yang di pakai kekasihnya tadi pagi. Dan Yara melihat sebuah noda merah di baju itu. Yara menyentuh noda itu, sebuah noda seperti lipstik.
"Ini bekas bibir siapa?"
Yara menatap kekasihnya dengan perasaan yang mulai tidak enak. Bau farfum wanita, bekas lipstik di kemeja. Semuanya sudah membuat Yara tidak merasa tenang. Membuat dia berfikir pada hal yang tidak baik.
Mungkinkah Fadil selingkuh? Oh Tuhan, kenapa aku jadi berpikir seperti ini. Tidak mungkin dia selingkuh, semua ini pasti hanya ketidak sengajaan. Bisa saja seperti di film kalau dia membantu seorang wanita yang tidak sengaja hampir jatuh dan bibirnya menempel di bajunya, menimbulkan sebuah bekas.
Yara masih mencoba untuk tidak berburuk sangka pada kekasihnya itu.
"Sayang kamu mau kemana?" tanya Yara yang melihat Fadil memakai jaket dan mengambil kunci mobilnya.
"Ada urusan sebentar, aku pergi dulu ya"
"Tapi aku..." Yara tidak melanjutkan ucapannya ketika suaminya yang langsung pergi begitu saja tanpa berkata apapun lagi. "...Aku ingin diantar untuk belanja kebutuhan dapur"
Yara menghela nafas pelan, dia akhirnya pergi sendiri menuju supermarket dengan menggunakan taksi online. Yara memilih beberapa barang dan keperluan dapur yang sudah habis. Selesai belanja, Yara langsung keluar dari pusat perbelanjaan dengan dua kantong plastik besar di tangan kanan dan tang kirinya.
Yara terdiam beberapa saat di depan taksi yang dia berhentikan. Yara melihat seseorang yang turun dari mobil di sebrang jalan. Seorang pria yang merangkul bahu seorang wanita yang memasuki sebuah Rstaurant.
"BIar saya bantu untuk memasukan barangnya" Supri taksi mengambilalih dua kantong plastik di tangan Yara dan membantunya untuk memasukannya ke dalam bagasi mobil.
"Pak tunggu sebentar ya, aku mau kesana dulu"
Yara menyebrang jalan dan berlari menuju Restaurant disebrang jalan.Yara masuk ke dalam Restaurant dan melihat sekelilingnya untuk menemukan dimana kekasihnya dia lihat tadi. Namun tidak ada di ruangan ini. Sampai Yara menanyakan pada seorang pelayan pengunjung yang datang atau reservasi tempat di sini atas nama Fadil.
"Oh, Tuan Fadil memesan ruangan VVIP di lantai atas Mbak"
"Antar saya kesana, saya harus menemuinya"
"Maaf Mbak saya tidak bisa melakukannya, ini demi kenyamanan pengunjung kami"
"Tapi dia pacarku, tolonglah aku harus menemuinya"
Pelayan itu mengerutkan keningnya dengan bingung. "Bukannya wanita yang tadi juga calon istrinya"
Calon istri?
Dunia Yara yang seolah runtuh seketika, kekasihnya benar-benar mengkhianatinya dan entah sudah sejauh mana Fadil mengkhianatinya.
Yara kembali ke Apartemen dengan perasaan yang kacau. Dia hanya perlu menunggu Fadil dan menanyakan tentang semua ini. Yara butuh kejelasan atas apa yang dia lihat barusan. Yara tidak bisa hanya diam dan berpura-pura tidak tahu.
Dan ketika hari hampir petang, Fadil baru kembali. Dia bersiul gembira dengan wajah yang berbinar senang. Yara yang sedang duduk di sofa dan menunggunya langsung menoleh pada kekasihnya yang terlihat begitu gembira.
"Habis dari mana kamu?"
Fadil menatap Yara dengan bingung, mendengar nada suara Yara yang begitu dingin. "Aku 'kan sudah bilang ada urusan"
Yara tersenyum tipis, dia berdiri dan menatap Fadil dengan tersenyum sinis. "Ada urusan dengan siapa? Calon istrimu?"
"Apa maksud kamu? Jangan aneh-aneh deh, udah ah aku capek"
"Siapa wanita yang kamu bawa ke Restaurant itu yang kamu bilang pada pelayan Resto jika dia adalah calon istrimu. Hebat sekali kamu Fadil!"
Fadil menghembuskan nafas kasar, dia tidak bisa terus berbohong pada Yara jika dia sudah mempunyai yang baru.
"Maafkan aku Yara, tapi aku tidak bisa menolak uangkapan cinta dari dia. Dia adalah anak atasan aku, anaknya Pak Bimo"
Yara mengangguk kecil dengan mata yang mulai berkaca-kaca. "Jadi dia adalah anak atasan kamu itu dan kamu tidak bisa menolak karena dia anaknya atasan kamu. Lalu aku? Aku yang menemani kamu selama ini, akan kamu kemanakan?"
Fadil menunduk, dia melihat bagaimana tatapan kecewa dari kekasihnya ini.Tapi mau bagaimana lagi karena dia tidak bisa membohongi hatinya jika saat ini hatinya bukan hanya untuk Yara, tapi ada Putri Ajeng juga di hatinya.
"Maafkan aku Ra"
Yara tersenyum, dia merasa jika Fadil sudah meminta maaf, maka memang dia merasa telah melakukan kesalahan pada Yara. "Aku akan buktikan kalau kamu sama dia itu hanya karena kebosanan sesaat saja. Bukan seperti aku yang menemani kamu dari nol hingga saat ini"
Fadil menatap Yara yang berlalu ke kamarnya. Rasanya Fadil juga tidak menyangka jika pada akhirnya dia akan berpaling dari Yara. Tapi mau bagaimana pun Fadil tidak melakukan apapun karena hatinya sudah tidak sepenuhnya untuk Yara.
Di dalam kamar, Yara bersandar di pintu kamar yang tertutup dengan tangisan yang pecah. Entah apa kesalahan yang dia lakukan sampai Fadil tega mengkhianatinya seperti ini. Dan Yara masih ingin berjuang meyakinkan Fadil sampai pria itu benar-benar memutuskan hubungan dengan Yara dan memang dia sudah yakin untuk hidup bersama wanita itu.
Katakanlah Yara bodoh, tapi dia hanya ingin membuktikan pada Fadil jika tidak akan ada yang lebih baik dari dia. Yara hanya ingin menjalaninya sampai dia benar-benar capek.
######
"Bawa bekal makanan ini, aku sudah menyiapkan bekal ini untuk kamu"
Fadil menatap Yara yang menyodorkan kotak makanan padanya. Perhatian Yara ini yang entah kenapa masih membuat Fadil tersentuh. Fadil melihat mata Yara yang bengkak, mungkin karena gadis itu yang menangis semalaman.
"Tidak usah Ra, aku bisa makan diluar"
Bahkan dia sudah tidak lagi memanggil aku dengan panggilan sayang. Gumam Yara, dia berjalan ke arah tempat sampah dan membuka tutup kotak makanan itu dan siap membuangnya ke dalam tempat sampah. Namun Fadil langsung menahan tangan Yara yang hampir menjatuhkan isi dari kotak makanan itu ke dalam tempat sampah.
"Jangan dibuang, kan sayang. Yaudah biar aku bawa saja"
"Percuma kamu bawa kalau ujung-ujungnya kamu buang juga"
Fadil mengambil tutup kotak makanan itu dan menutupnya kembali. "Aku akan memakannya. Sekarang ayo kita berangkat, biar aku antar kamu ke kantor kamu dulu"
Yara sedikit merasa masih mempunyai harapan ketika Fadil masih mempunyai sedikit saja perhatian dan rasa peduli padanya. Karena Yara yakin jika Fadil masih mempunyai perasaan padanya, itulah sebabnya kenapa Yara masih bertahan sampai sekarang setelah tahu jika Fadil mengkhianatinya.
Karena aku yakin kamu akan kembali lagi padaku.
Bersambung
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!