NovelToon NovelToon

Terjebak Cinta Dua Duda

Malam Pertemuan

Suara halilintar terdengar begitu keras dan menyeramkan, sampai membuat seorang gadis cantik terbangun dari tidurnya. Herlin Jacqueline, wanita berusia dua puluh delapan tahun, sekaligus bekerja sebagai disk jockey atau dikenal sebutan DJ, di sebuah klub terkenal. Malam ini dirinya selesai manggung lebih cepat daripada sebelumnya. Hingga ia memilih untuk sedikit bersenang-senang.

Rasa takut dari suara halilintar membuat Herlin menggerakkan tubuhnya sembari memeluk bantal guling kesayangan seperti yang sering ia lakukan. Namun tiba-tiba, seketika matanya terbuka lebar saat ia mulai menyadari tangannya seperti menyentuh sesuatu benda panjang yang keras, tetapi sedikit kenyal.

Menelan ludahnya sendiri ketika ia tahu seorang pria asing masih tertidur pulas di sampingnya. Terlebih, ini kali pertama bagi Herlin. Mencoba membuka selimut dengan rasa kejut, tidak ia duga bahwa ternyata pakaiannya terbuka tanpa sehelai benang pun.

"Gawat! Apa aku sudah tidak waras?!" gerutu Herlin dalam batinnya sembari menatap wajah pria asing itu. Terlihat sangat tampan, namun ia berusaha untuk tetap fokus. "Sudah jam satu malam, itu artinya ... aku sudah terlelap tiga jam bersama dengan pria ini."

Melihat ke sekeliling, tersadar bahwa sekarang ia masih berada di salah kamar tempat ia bekerja.

"Kenapa aku harus menggila? Astaga, tidak seharusnya aku melakukan ini. Tapi saat itu, aku tidak tahu. Rasanya kepalaku pusing dan badanku panas."

"Sebaiknya aku harus segera pergi, sebelum pria ini mengenaliku." Pelan-pelan Herlin bangkit dari tidurnya, tetapi gerakannya membuat pria itu terbangun.

Seketika membuat Benny Ton, dan sering dikenal dengan panggilan Benny. Pria berumur tiga puluh lima tahun yang sekaligus seorang pimpinan perusahaan besar BN Properti di sebuah kota Kanada, dan sudah menjadi duda beranak satu selama lima tahun terakhir. Hidupnya dipenuhi dengan kesepian, terlihat sikapnya yang terlalu dingin dan arogan membuatnya sulit membuka hati, meskipun banyak wanita ingin mengencaninya. Tetapi, hidupnya selama ini hanya ditemani oleh seorang anak kecil perempuan—Bulan Arabella.

Membuatnya begitu terkejut, saat ia tidak menduga bahwa telah tidur sekamar dengan wanita asing, tetapi wajah Herlin membuatnya terdiam ketika menyadari jika wanita itu terlalu cantik untuk dilewatkan.

"Hei, siapa kau?! Mau maling, ya?!" Benny menuduh sembari menarik Herlin demi bisa melihat wajahnya.

"Dasar payah! Siapa yang sudi maling darimu? Lepaskan tanganku! Atau jika tidak, aku akan mengigitmu." bentak Herlin ketika ia menyadari pakaiannya belum terpakai dengan benar.

Mendengar hal itu, membuat Benny terdiam seraya mengingat semua kejadian yang telah terjadi. Di mana mereka sama-sama tidak sadar sudah terlalu banyak minum, tepat saat ia mencoba mencari hiburan setelah bekerja seharian.

"Kenapa malah bengong? Ayo cepat lepaskan tanganku, Tuan. Izinkan aku pergi dari sini," pinta Herlin yang merasa sangat ketakutan. Wajahnya sampai terlihat puncat.

"Baiklah, tapi kau tenang dulu. Sebentar, siapa namamu?" Benny mulai tenang, tanpa ia sadari ia tersenyum tiba-tiba saat melihat kecemasan dari wajar Herlin.

"Aku tidak tahu. Kau benar-benar tuli, ya. Rasakan ini!" Dengan cepat Herlin mengigit tangan Benny sampai membekas. Lalu ia pergi dengan berlari cepat.

"Hei, jangan lari! Dompetmu tertinggal!" Benny berusaha mengejarnya, namun ia sadar belum memakai pakaian. "Astaga, kenapa aku ini?"

Akhirnya Benny kembali dan membiarkan gadis itu pergi tanpa mengetahui namanya terlebih dahulu. Bayang-bayang saat ia membuat gadis itu mendesah, rasanya ingin sekali mengenal gadis itu lebih jauh.

"Apa mungkin ini yang dinamakan cinta pada pandangan pertama? Setelah hari itu, aku berusaha menutup diri dari setiap wanita," gumamnya.

Sejak lima tahun terakhir, Benny tidak pernah menerima ajakan dari setiap wanita yang mengajaknya berkencan secara terang-terangan, bahkan menyatakan cinta, ia selalu menolaknya. Kematian atas mendiang istrinya, memberikan luka yang paling besar hingga membuatnya tidak rela untuk kembali menjalin cinta.

Pengorbanan mendiang istrinya yang bernama Arabella sampai terjadi pertumpahan darah, membuat Benny ingin sekali membalaskan kematian kepada orang yang sudah membunuh istrinya. Dendam yang sudah tertanam di dalam hatinya, mampu melukai dirinya dan orang lain saat berada dekat. Sikap dingin dan arogan yang selalu ia tunjukkan, tetapi seketika menghilang saat sentuhan hangat mulai kembali ia rasakan.

"Siapa kau sebenarnya, gadis nakal?" Benny mulai bertanya-tanya dengan penuh senyuman hangat. Sampai tiba-tiba lamunannya terhenti ketika mendapat sebuah panggilan dari rumahnya. Namun dirinya tidak sadar bahwa dompet gadis itu masih di dalam genggamannya.

"Halo, Bi Ani."

"Tuan Benny, nyonya kecil sama sekali tidak mau makan malam dan tidur. Sebelum Tuan Benny pulang. Katanya dia cemas karena Tuan pergi tanpa memberikan kabar," ucap pengasuh anaknya.

"Ya ampun, putriku. Sudah larut malam begini masih bergadang. Baiklah, Bi Ani. Katakan padanya kalau aku segera pulang."

"Baik, Tuan."

"Lebih baik aku fokus dengan putriku dulu, baru nanti aku pikirkan tentang wanita itu lagi," gumam Benny yang segera bergegas pergi.

Berbeda dengan Herlin yang terus berlari, ia tidak menduga jika hari masih terlalu gelap. Jalanan yang ia lewati begitu sepi sampai-sampai membuatnya sedikit ketakutan. Terlebih tidak ada satu pun taksi yang lewat.

"Aduh ... gimana nih? Masa iya aku harus jalan kaki. Mana delapan kilometer lagi jauhnya, ah menyebalkan!" Merasa kesal hingga sengaja menendang kaleng minuman yang tergeletak di jalan.

Tendangannya itu membuat segerombolan pria yang sedang berkumpul terkejut, dan melihat kearahnya. Mereka semua mengenal wajah Herlin saat menjadi penghuni klub tempat Herlin bekerja.

Dengan penuh senyuman nakal, keempat pria itu berjalan mendekat. Herlin mulai merasa cemas dan melirik ke sana kemari demi bisa menemukan pertolongan. Namun sayangnya, tidak ada satu pun manusia baik yang terlihat.

"Waduh ... mantap nih, ada bidadari lewat. Hai, Herlin, kok tumben telat banget pulangnya? Mau aku antar pulang enggak?" goda Erick Jonathan sebagai ketua dari kelompok gank motor, dan terkenal suka sekali memainkan perempuan.

"Enggak perlu. Aku bisa pulang sendiri." Herlin membalas dengan tegas, namun Erick dan teman-temannya semakin mendekat dan tidak peduli.

"Galak banget. Helin, kamu terlihat sangat seksi di atas panggung dengan goyanganmu itu. Lalu kenapa malam ini cuek sekali? Ayo dong ... pulang denganku." Erick terus memaksa sampai berusaha menyentuh tangan Herlin.

"Hentikan, Erick! Aku bukan wanita mainanmu!" bentak Herlin sembari mendorong tubuh pria itu.

"Oh ya? Bukankah kau suka sekali dipermainkan?" Erick berusaha menghinanya sampai tawa lepas diikuti oleh teman-temannya.

Amarah yang semakin tidak tertahan, membuat Herlin dengan cepat memberikan tamparan keras, lalu berkata. "Sampai kapanpun, aku tidak akan menjadi salah satu dari wanita itu."

"Kurang ajar kau, Herlin. Aku tidak akan melepaskan dirimu! Kalian, pegang erat tubuhnya," perintah Erick sembari membalas bentakan dengan kasar. Penolakan dan cara Herlin yang kasar, membuat pria itu begitu membenci sikap wanita yang tidak bisa diatur.

"Jangan berlebihan!" Herlin berusaha melawan ketika seorang pria mulai menahan tangannya. Ia segera menendang kaki pria tersebut sampai berhasil lolos.

Herlin berlari dengan begitu cepat sampai tidak mempedulikan sepatu mahalnya tertinggal begitu saja. Langkahnya yang tidak teratur sambil sesekali menoleh ke belakang, membuat Herlin tidak menjaga keseimbangannya.

Ia pun terjatuh bertepatan saat sebuah mobil melintas di depannya. Herlin berpikir jika ini terakhir untuk hidupnya.

"Awas kamu, Herlin!" Terdengar teriakan Erick dari jauh. Dengan cepat Herlin bangkit dan berlari ke arah mobil tersebut.

Mengetuk kaca mobil dengan cepat sembari air matanya mulai terjatuh. Ia terus memohon sampai pintu mobil terbuka. Namun sayangnya, Erick berhasil menahan satu tangannya.

"Mau ke mana kamu, Herlin? Kau tidak bisa lepas dariku lagi."

"Tuan ... tolong aku. Dia ingin melukaiku!" Herlin menjerit dan meronta-ronta ketika tubuhnya telah berhasil di gendong oleh Erick. Namun, kekuatannya tidak seberapa.

"Dasar pengganggu ketenangan orang lain saja. Hei, kau berhenti di sana atau jika tidak akan aku tembak!" teriak seorang pria dengan sangat keras seraya mengarahkan senjata dengan sangat baik.

Membuat tubuh Herlin terbujur kaku di saat melihat tangan berotot seorang pria yang sedang memegang senjata serta ketampanan wajahnya.

Terlihat seorang duda yang sangat pemberani, dan dikenali dengan Aland Dayton sekaligus penembak jitu yang sangat baik, dan pemilik sebuah hotel bintang lima di kotanya. Usianya yang telah mencapai empat puluh tahun, tetapi tidak membuatnya takut dan gentar ketika menghadapi masalah berat seperti sekarang. Terlebih Aland selalu dikelilingi oleh seorang putra kecil yang sangat manja, ialah putranya—Brian Dayton. Itulah kekuatan hidupnya.

Meskipun demikian, pekerjaan yang berat membuat Aland sering pulang larut malam atau beberapa kali menepatkan diri menyendiri di tepian jembatan dengan beberapa kaleng minuman demi bisa melegakan hati dan kerinduannya terhadap mendiang wanita kesayangannya.

Wanita Nakal

Senjata api yang sudah ia arahkan dengan sangat baik, dan hanya membutuhkan waktu untuk segera menembak sampai ke ulu hati. Tetapi Erick menghentikan langkahnya saat ancaman besar berada di depan matanya.

Perlahan Erick menurunkan Herlin, lalu menyerah dengan mengangkat kedua tangannya. "Tenang, Pak. Kita bicara baik-baik tanpa senjata itu, ayolah."

"Pak pak pala lu yang pak! Cepat biarkan wanita itu pergi ke arahku atau kau akan benar-benar pergi ke neraka," kesal Aland.

Meskipun Erick merasa takut, namun ia masih meragukan tentang keaslian senjata tersebut. Ia berusaha pelan-pelan untuk kembali menyentuh Herlin, tetapi tiba-tiba tembakan peluru begitu cepat Aland lakukan di betis kirinya.

Erick berteriak keras sampai teman-temannya yang lain mulai panik. Mereka semua ingin lari, namun berusaha menyelamatkan ketuanya yang sudah berjalan tertatih.

Sebelum pergi, Erick menatap ke arah Herlin dengan tatapan tajam, namun dendam di dalam hatinya tidak dapat ia padamkan. "Herlin, suatu saat kau harus membayar rasa sakit di kakiku sekarang."

Mendapatkan pertolongan dari seseorang, membuat Herlin segera berlari mendekat dan memberikan pelukan yang erat. Ia tidak berpikir bahwa pakaiannya terlalu terbuka, dan bisa mendatangkan selera bagi Aland yang sudah lama ditinggalkan oleh wanita tersayang, selama lebih lima tahun terakhir.

Gesekan perut Herlin yang mampu membuat adik kecil Aland bangkit dengan perlahan. Ia sengaja menjauh daripada melampiaskan hasratnya kepada wanita asing.

"Dasar kampret! Kenapa tiba-tiba bangun? Ah menyebalkan," gerutu Aland yang merasa ada sesuatu yang tegak, tetapi bukan keadilan.

Namun sayangnya, Herlin tidak peka dengan maksud atas sikap Aland yang dingin. Terlebih saat ia tiba-tiba masuk ke dalam mobil Aland tanpa ada yang memintanya.

"Tuan, kenapa hanya diam? Aku ingin berterima kasih padamu karena kau sudah menyelamatkan hidupku. Katakan satu hal, atau sebutkan siapa namamu? Agar kelak aku bisa membalas jasamu ini." Herlin memaksa sampai membawa menarik bahu Aland begitu saja.

"Hei, kau mau apa?" tanya Aland sampai kedua matanya melotot. Ia terlalu takut jika wanita itu menyadari akan sesuatu yang sedang menonjol di bawah sana.

"Apa kau tuli atau memang sengaja bodoh, Tuan? Katakan siapa namamu?" tanya Herlin yang terus memaksa. "Ya ampun! Aku seperti sedang berbicara dengan patung."

Herlin segera membuka beberapa tempat penyimpanan mobil Aland dengan sengaja, ia berharap bisa menemukan identitas dari pria itu. Namun tidak ada ia temukan, tetapi Herlin menyadari jika ada sebuah dompet di bawah Aland.

"Tuan, bisakah kau bangun sebentar?"

"Memangnya ada apa? Kenapa kau sibuk sendiri dari tadi? Ini mobilku, sama turun." Aland semakin merasa bingung.

"Diam lah dulu, Tuan. Aku ingin mencari sesuatu."

Akhirnya Herlin dapat, namun pandangannya tidak sengaja tertuju ke arah celana Aland.

"Astaga, besar sekali ...," batin Herlin, namun dengan cepat ia mengusap matanya.

Tindakan Herlin membuat Aland dengan perlahan tersadar, ia pun segera menutupi bawahannya dengan kedua tangan. "Hei, apa-apaan kau ini? Sana cepat turun dari mobilku."

"Tunggu sebentar, Tuan. Aku akan turun setelah mengetahui namamu."

"Ayolah tidak ada waktu lagi, dan namaku Aland Dayton. Apa kau sudah puas? Sudah sana turun!" paksa Aland yang semakin terasa desak di bawah sana.

"Iya-iya!" Tidak ada pilihan lain selain Herlin hanya menurutinya saja.

Tubuhnya yang basah kuyup, dan hujan yang belum kunjung berhenti. Membuat Herlin kembali kesulitan untuk bisa menemukan tumpangan. Ia berjalan kaki dalam kedinginan, dan berharap tidak ada lagi berandalan bermotor itu untuk menggangunya.

Herlin merasa kedinginan, ia tidak tahu harus berteduh di mana. Lantaran tidak ada pepohonan yang besar di tengah kota. Berbeda dengan Aland yang sudah merasa lebih lega setelah mengeluarkan hasratnya meskipun dengan tangannya sendiri.

Aland belum benar-benar pergi, ia masih melihat Herlin dari jarak jauh. Merasa kasihan dan tidak ingin wanita itu sampai terluka lagi.

"Masuklah!" ajak Aland dengan sedikit berteriak setelah menghentikan mobilnya di samping Herlin. Tanpa pikir panjang, Herlin berlari cepat.

"Aland, kenapa kau kembali mengajakku masuk? Bukannya tadi kau ingin aku keluar?" tanya Herlin dalam kebingungan sembari terus memeluk tubuhnya sendiri yang merasa sangat kedinginan.

"Lalu apa maumu? Kau ingin pulang dengan jalan kaki di tengah hujan lebat begini? Jika ya, turun saja. Tidak ada masalah juga denganku," ketus Aland.

"Cih sombong sekali. Hei, Aland. Aku hanya bertanya, tapi ngomong-ngomong aku sangat kedinginan. Bisakah aku meminjamkan kemejamu itu?"

Alanda menatap dirinya, hanya ada satu kemeja yang ia kenakan, namun ia tidak membawa pakaian yang lain. Rasanya tidak ingin memberikan kepada wanita asing, namun melihat Herlin yang sudah begitu dingin. Membuatnya merasa tidak tega.

"Ya sudah pakai saja ini."

"Terima kasih banyak, Aland. Aku akan berganti pakaian di belakang." Herlin segera melangkahi kursi.

Cermin yang berfokus ke belakang, membuat Aland tidak ingin melihat Herlin berganti pakaian, namun sialnya posisi cermin itu sudah ia ganti, tetapi justru wanita itu yang bergerak ke arah lain.

Sampai membuat Aland berusaha menghentikan mobilnya dengan tiba-tiba. Ia berusaha menutup mata agar godaan itu mempengaruhi dirinya.

Berbeda dengan Herlin yang justru terjatuh dalam keterkejutan. "Hei, Aland. Apa yang kau lakukan? Kau ingin membunuhku, ya?"

"Diam kau. Cepat ganti bajumu sekarang."

Setelah selesai, Herlin kembali duduk dengan tenang. Ia melihat dada bidang Aland dengan sangat bebas. Terlebih pria itu hanya menggunakan pakaian bawah. Namun tanpa ia duga, dirinya justru yang semakin menarik godaan mata.

Herlin hanya memakai kemeja milik Aland yang berukuran lebih besar darinya tanpa dalaman, karena semuanya sudah basah kuyup. Membuat tubuhnya terekspos lebih bebas, dan lagi-lagi Aland tidak kuasa menahan dirinya.

Ia sampai kembali menghentikan mobilnya di jalanan yang sepi. Mengusap wajahnya dengan cepat sembari batinnya berkata. "Ya ampun. Cobaan berat apa ini? Kenapa wanita bodoh ini seperti tidak merasakan apa-apa?"

Sikap Aland semakin membuat Herlin membingungkan. Ia mendekat, tetapi tidak mengira kalau Aland juga akan memalingkan wajah kearahnya.

Tatapan mereka begitu dekat sampai deru nafas terasa lebih lega. Setelah sekian lama menjadi duda, Aland tidak pernah lagi menatap wajah wanita sedekat ini. Hidungnya sampai bersentuhan.

Alam seperti ingin mereka bersama saat hujan semakin turun deras tanpa hentikan. Perlahan-lahan wajah mendiang mantan kekasihnya terlihat saat Aland terus menatap tanpa sedikitpun berpaling.

Wajah Arabella tiba-tiba muncul dan tersenyum, ia mendekatkan diri untuk langsung memberikan ciumannya. Seketika wajah Herlin kembali ia lihat, namun kecupan itu tidak ingin ia hentikan.

Begitupun dengan Herlin yang mulai terhanyut dengan suasana malam dalam kedinginan, ia mulai memejamkan matanya sembari mengalungkan kedua tangan di leher Aland.

"Apakah ini malam terindah untukku setelah lima tahun kau meninggalkan diriku, Arabella?" batin Aland saat ia mulai merasakan sentuhan Herlin yang erat memeluk tubuhnya.

Tiba-tiba saja suara petir membuat keduanya terkejut. Mata Herlin dan Aland melotot sempurna, namun sesaat mereka tertawa bersama.

"Kau takut, Aland?" tanya Herlin seraya menggenggam tangan pria itu.

Menggelengkan kepala secara perlahan. "Tidak, tapi siapa namamu? Aku bahkan belum tahu."

"Namaku, Herlin Jacqueline, kau bisa memanggilku Herlin. Lalu, apa yang harus kita lakukan?"

"Apa maksudmu? Kau sedang menguji nyaliku, begitu?"

Paksaan Aland Dayton

Herlin menggelengkan kepala, lalu berkata. "Tidak-tidak, dan jangan salah paham denganku. Lagi pula aku tidak sedang menguji nyali mu, Aland. Ciuman mu sudah membuktikan bahwa kau sangat ahli dalam hal ini, bukan?"

"Benarkah? Jadi, aku sepintar itu menurutmu? Apa kau mau merasakannya lagi?" tanya Aland yang mulai terjebak dengan pesona Herlin.

"Oh ... Ya ampun, jadi kau juga mulai tertarik denganku, benarkah? Tapi, tidak lagi. Ini sudah cukup, Aland. Kita bahkan baru pertama kalinya bertemu, dan sekarang aku terjebak di dalam mobilmu. Sungguh hari yang malang." Herlin menolak karena ia sendiri tidak ingin terlanjur lebih dalam lagi. Terlebih ia juga mengingat kalau malam ini sudah bersama dengan pria lain.

"Wow! Ternyata wanita seperti dirimu juga bisa bertahan, ya? Aku pikir kau hanya ingin mendengarkan kata hatimu saja. Ngomong-ngomong di mana rumahmu? Aku bisa mengantarnya jika perlu. Tentu saja aku pun tertarik menjadi temanmu," tanya Aland yang mulai merasa nyaman ketika berbicara dengan Herlin.

"Apanya yang bertahan? Aku hanyalah seorang gadis sederhana dan bekerja sebagai DJ di sebuah bar. Rumahku? Tidak ada karena aku tinggal bersama dengan kakak sepupuku. Oh ya, apa kau sudah menikah, Aland? Kelihatannya kau cukup dewasa."

"Oh ... jadi, kau bekerja sebagai DJ, ya? Pantas saja kau cukup menarik dan berandalan menjijikan tadi ingin memiliki dirimu. Baiklah, aku akui kau cukup terpesona untuk dijadikan teman kencan, dan memang benar aku cukup dewasa karena aku sudah dua kali menikah," jelas Aland.

"Dua kali menikah? Sungguh? Itu artinya ... kau cukup menarik bagi kedua istrimu, pasti ranjangmu menyenangkan. Jadi, kau sangat ahli, dan aku takjub dengan dirimu. Apa kedua istrimu itu tidak saling bertengkar ketika harus memperebutkan dirimu, Aland?" Herlin bertanya dengan cepat tanpa memikirkan bahwa pertanyaannya salah.

Mendengar pertanyaan tersebut, membuat senyum Aland tiba-tiba saja menghilang, dan bayangan di masa lalunya yang buruk kembali ia ingat.

"Um, sejujurnya bukan begitu. Aku hanyalah seorang duda, dan kau bisa tebak jika kedua istriku telah tiada. Namun, aku memiliki seorang putra dari mendingan mantan kekasihku yang kedua. Sudahlah tolong jangan bahas itu karena aku sedikit risih mendengarnya, tapi tidak apa-apa. Kau wajar bertanya karena penasaran. Jadi bagaimana, Herlin? Mau aku antar pulang?"

Begitupun dengan Herlin yang merasa sedikit bersalah, ia memilih untuk terdiam dan hanya menjawab dengan anggukan kecil.

"Baiklah, aku akan mengantarmu pulang karena ini sudah terlalu larut," lirih Aland.

"Lalu bagaimana dengan kemejamu ini?"

"Kau bisa membawa pulang dulu karena tidak akan mungkin kau pulang dengan pakaian basah. Santai saja, aku tidak akan memaksa kau mengembalikannya. Jadi, tidak apa. Kapan aku sempat, akan aku ambilkan," sahut Aland dengan santainya.

"Oh tidak-tidak. Kau tidak boleh mengambilnya, dan biarkan aku sendiri yang mengantarkan pakaian ini nantinya. Aku akan mencucinya terlebih dahulu."

"Ya, tidak masalah. Itu terserah dirimu saja."

"Baiklah, Aland."

Aland segera menuju ke tempat yang Herlin tunjukkan. Wanita itu memberikan petunjuk alamatnya, namun entah mengapa Aland seperti merasa pernah pergi ke tempat itu sebelumnya.

Terlihat begitu jelas, dan masih tidak ada yang berbeda. Sebuah rumah yang Herlin tunjukkan, juga sangat Aland kenal. Rumah yang dulunya pernah Arabella tempati bersama dengan Benny, namun kenangan itu membuat Aland benci untuk terus mengingatnya.

Melihat Aland yang masih belum membuka kunci pintu dari supir pengemudi, terlebih pria itu termenung sembari memandang ke arah rumah yang Herlin tempati.

Dengan tiba-tiba Herlin mengayunkan tangannya di depan wajah Aland sembari bertanya. "Kau baik-baik saja? Apa kau berpikir sesuatu? Hei, Aland! Dengarkan aku. Buka pintunya karena aku ingin turun."

Tersadar dengan ucapan Herlin, namun ia dengan cepat menahan tangan wanita itu. Membuat Herlin semakin merasa bingun dengan sikap Aland yang tiba-tiba terlihat aneh.

"Ada apa? Sejak setelah aku bertanya tentang kehidupan pribadimu, kau langsung membuatku terlihat membingungkan. Jika kau tersinggung, aku sungguh minta maaf. Tapi, bisakah lepaskan tanganku, Aland? Aku ingin turun," pinta Herlin yang sedikit merasa risih.

"Katakan padaku yang sejujurnya, Herlin. Apa hubunganmu dengan pemilik rumah ini? Kau sebenarnya siapa?" Tanpa ingin melepaskan tangan Herlin, sebelum Aland mendapatkan jawabannya.

"Aku tahu betul bahwa rumah ini milik Benny, tapi aku tidak tahu kalau Herlin akan membawaku ke sini. Rumah yang dulunya Benny berikan atas nama Arabella, dan di sini wanita yang paling aku sayangi tiada karena Benny. Aku bahkan tidak bisa melupakan hal itu, dan sudah menjadi mimpi buruk bagiku," batinnya Aland.

"Kenapa kau diam saja, Herlin? Cepat jawab pertanyaanku ini!" Aland terus memaksa dengan nada yang tinggi. Hingga membuat Herlin sedikit terkejut. Terlebih saat itu bersamaan dengan suara halilintar yang ikut membuatnya takut.

Menarik tangannya dengan cepat dari cengkraman Aland, Herlin berkata. "Hentikan, Aland. Apa maksudmu sampai harus membentak ku seperti itu? Kau tidak tahu siapa dirimu, dan apa yang sedang kau pikirkan? Kita bahkan baru bertemu beberapa saat, lalu kau langsung membentak ku seperti ini? Memangnya siapa aku? Tentu saja namaku Herlin seperti yang sudah kau dengar," jelas Herlin dengan tegas. Terlebih ia paling tidak suka ada orang lain yang membentaknya tanpa sebab.

"Aku tahu namamu Herlin, namun kau ini sebenarnya ada hubungan apa dengan pemilik rumah itu? Jujur saja kalau rumah itu menyimpan kenangan buruk untukku. Jadi, aku mohon beritahukan yang sebenarnya. Apa kau mengenal atau menjadi keluarga dari Benny?"

"Benny? Siapa dia? Apa bahkan tidak tahu namanya. Kau ini sangat lucu, Aland. Sudahlah, Aland. Biarkan aku turun, dan buka pintunya terlebih dahulu." Herlin memaksa dengan menatap pria itu dengan tatapan yang tajam.

"Tentu, tapi aku akan turun bersama denganmu. Biarkan aku masuk ke dalam rumahmu ini," desak Aland tanpa ingin dibantah.

"Apa kau tidak waras? Kau pikir dirimu siapa yang langsung meminta masuk ke dalam rumahku tiba-tiba? Apalagi ini sudah larut malam. Sebenarnya apa tujuanmu? Dan kalau kau berani macam-macam denganku, maka dirimu tidak jauh berbeda dengan para berandalan bermotor tadi, Aland."

"Cukup, Herlin. Aku tidak ingin ada drama, dan aku hanya ingin ikut denganmu masuk ke dalam sana. Apapun itu, tapi aku tidak akan membiarkan dirimu pergi ke sana sendiri, dan tolong jangan halangi jalanku juga."

Sikap Aland yang ingin akan sesuatu masih belum berubah, ia sampai memaksa. Meskipun Herlin semakin berpikir buruk tentangnya.

"Astaga, ada masalah apa dengan diriku malam ini sampai harus bertemu pria gila sejak tadi? Bahkan malam ini pun, keperawanan ku telah hilang karena pria aneh tanpa aku kenali siapa namanya itu. Menyebalkan sekali," gerutu Herlin sampai membuatnya mengerakkan gigi. Ingin rasanya ia berlari dari dalam mobil Aland, namun tidak bisa.

"Hei, kenapa diam saja, Herlin? Ayo kita turun berdua dan biarkan aku masuk ke dalam rumahmu sekarang."

"Aland, kau sudah tidak waras karena memaksa masuk ke dalam rumah seorang gadis."

"Kau sendiri bukanlah gadis, Herlin. Wanita sepertimu pasti tidak menjaga dirimu dengan baik. Sudahlah, jangan banyak bicara, dan turuti permintaan dariku," paksa Aland.

"Oh ya? Jadi, kau menghinaku sekarang?" Herlin sungguh tidak percaya, terlebih awalnya Aland paling enak diajak bicara.

"Tentu, jika aku mau. Aku bisa berbuat lebih dari sekedar hinaan ini. Sekarang pergilah, dan aku akan ikut denganmu!"

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!