Pagi ini, Citra bersiap-siap berangkat bekerja di kafe. Rasa malas menyelimuti dirinya, membuat Citra enggan pergi bekerja.
"Malas sekali hari ini. Tapi, kalau tidak pergi aku pasti dipecat," gumamnya dengan lirih, matanya menatap kosong ke arah lemari pakaian.
"Hayuk! Aku juga!" teriak seseorang yang suaranya sangat familiar di telinga Citra.
Citra menoleh dan mengembuskan napas dalam-dalam, tubuhnya menegang.
"Fiia, kumohon jangan hari ini," mohon Citra pada kakaknya yang sangat disayanginya. Walaupun selalu memanggilnya dengan sebutan nama saja.
Fiia mendekat dan menoyor kepala Citra dengan sangat kuat, membuat Citra terjatuh dari ranjang karena dorongan kuat kakaknya.
"Aaahhhkkk!" jerit Citra karena lututnya bertemu lantai.
"Itu karmamu! Sopanlah pada kakakmu ini," kekeh Fiia sambil menatap wajah Citra yang masam seperti jeruk purut, senyum mengejek menghiasi bibirnya.
"Dasar! Peyot," gumam Citra dengan kesal. Dia bangkit dan mendekati Fiia, matanya melotot tajam.
"Hei, kemarin paman itu menayangkan kabarmu," kekeh Fiia sambil memperlihatkan sebuah video dari ponselnya.
Citra membuka matanya lebar-lebar, saat melihat seorang polisi paru baya yang menanyakan kabarnya. Rasa paranoid mulai mencengkeram dirinya.
"Hapus sekarang juga!" jerit Citra sambil mengejar Fiia yang terus berlari keluar.
Saat mengejar Fiia, Citra tidak sengaja menabrak meja dan terjatuh. Dia langsung bangkit, jantungnya berdebar kencang.
"Cik, awas aku akan membalasmu!" teriak Citra sambil menatap kepergian Fiia yang menyebalkan.
"Balas saja!" teriak Fiia dari kejauhan. Citra masih dapat jelas mendengarkan ucapan Fiia sehingga dia bergegas berlari keluar.
Entahlah, sepertinya hari ini Citra kalah lagi dari Fiia. Setibanya di luar, kakaknya yang menyebalkan itu sudah tidak ada lagi.
"Dasar menyebalkan! Aku sumpahin kamu sial hari ini," gumam Citra tanpa sadar sudah berkata seperti itu. Ya, walaupun sangat senang melihat Fiia sial.
Citra berjalan dengan perlahan menuju tempat kerjanya. Jarak dari rumahnya hanya membutuhkan waktu sepuluh menit.
Saat berjalan sambil bernyanyi, matanya tidak sengaja melihat seorang polisi yang sangat dikenalnya sedang mengejar seseorang. Yang terlihat jelas itu adalah maling.
"Wah, ini tidak bisa dibiarkan. Aku harus menolong polisi itu. Walaupun aku tidak menyukainya," gumam Citra sambil terus menatap ke arah polisi yang sedang mengejar maling. Tapi, bukan maling kundang. Ya, eh maksudnya malin kundang.
"Hei! Berhenti!" teriak Citra. Sang maling berhenti dan menatap ke arah Citra dengan sangat seram.
Polisi itu menatap ke arah Citra juga. Citra melambaikan tangan agar dia mendekat dan menangkap penjahat itu. Karena sang maling terdiam menatap wajah imut Citra.
"Dasar anak bau kencur! Jangan ikut campur!" serunya, sontak membuat Citra langsung tertawa kecil.
"Jangan panggil aku anak kecil, Paman!" teriak Citra. Keberanian itu datang saat Pak Polisi sudah ada tepat di belakang maling.
"Jangan bergerak!" Polisi itu langsung memborgol tangan sang maling. Citra berlari mendekati mereka karena ingin menjitak kepala penjahat itu.
Plak!
Citra menjitak kepala sang maling di hadapan Pak Polisi tanpa rasa takut, karena sudah mengenalnya lumayan lama.
"Terimakasih, atas kerjasamanya. Kamu ikut saya," ujar Pak Polisi itu pada Citra.
Entahlah, rasa tidak nyaman menghampiri Citra. Dia merasa jika Polisi itu mencoba mendekatinya akhir-akhir ini.
"Tapi, saya mau bekerja Pak," tolak Citra dengan halus, takut dia tersinggung dan langsung memborgol lengannya. Karena itulah yang ada di dalam isi kepalanya saat ini.
"Tempat kamu kerja, itu adalah milik saya," sahut Pak Polisi, membuat Citra sangat terkejut.
Bagaimana bisa Citra sudah satu tahun bekerja di sana. Namun, tidak tahu siapa pemilik kafe itu.
"Baik Pak, saya ikut ke KUA, eh, maksudnya ke kantor Polisi," ucap Citra cepat sambil menutup mulut, karena sudah berkata yang bukan-bukan.
Citra merasa sangat malu saat ini karena Polisi itu tertawa melihat tingkahnya. Sang maling menatap tajam ke arah Citra.
"Ayo," ucapnya sambil bergegas pergi.
Citra pun mengikuti langkahnya masuk ke dalam mobil Polisi yang baru saja sampai di hadapan mereka.
Tiga puluh menit kemudian ...
Setelah semuanya selesai, Citra berpamitan pergi ke kafe tempatnya bekerja. Dia takut terkena hukuman karena sudah datang terlambat.
"Saya bisa minta nomor kamu?" tanya Pak Polisi itu sambil memberikan ponselnya.
"Bisa Pak." Citra langsung menuliskan nomorku di ponselnya dengan rasa tidak nyaman.
Citra takut dia menyukainya, lalu istrinya akan mengira jika Citra adalah seorang pelakor. Ya, begitulah yang ada di dalam pikiran Citra saat ini, terlalu berlebihan bukan.
"Terimakasih, apa perlu saya antar?" tawarnya membuat Citra bergidik ngeri, saat membayangkan mereka tengah berdua, dan di grebek oleh istrinya.
"Citra," panggilnya membuat Citra sadar dari lamunan.
"Tidak usah, saya bisa sendiri Pak," tolak Citra dengan halus, takut dia akan tersinggung atau apapun itu.
"Baiklah, hati-hati di jalan dan sampai bertemu kembali," pesannya pada Citra.
"Terimakasih." Citra bergegas pergi dari sana sebelum hal yang tidak diinginkan terjadi. Pak Polisi itu sangat membuat Citra tidak nyaman.
Setelah sampai di kafe, Citra langsung bergegas masuk ke dalam ruangan karyawan untuk berganti baju.
Citra melihat kakaknya ada di sana dengan wajah pucat. Merasa sangat kasihan Citra pun menghampirinya.
"Peyot, kamu baik-baik saja?" tanya Citra dengan sedikit cemas, walaupun Fiia jahat padanya tetap saja rasa cemas itu lewat sedikit di pikirannya.
"Sok baik!" jawab Fiia dengan ketus.
Kalau saja Fiia tidak sakit, mungkin Citra sudah menoyor kepalanya karena sudah ketus pada adiknya yang lucu dan baik hati ini.
"Ini karma untukmu, eh maksudnya ini adalah ujian dari Allah." Citra berucap dengan hati-hati takut menyakiti hati Fiia. Ya, walaupun lebih tepatnya Citra senang menyakiti perasaan Fiia.
"Jangan ngomong doang, buktikan!" seru Fiia.
Citra ingin melemparkan ponselnya ke wajah Fiia, karena dia sudah sakit masih saja ketus padanya. Namun, Citra ragu-ragu karena ponsel ini masih keredit.
"Pulanglah, hari ini aku masuk dua shift," ucap Citra dengan sangat keterpaksaan yang mendalam.
Citra melihat Fiia langsung bangun dan memeluk tubuhnya dengan sangat kuat, sehingga Citra merasa seperti kehabisan nafas.
"Menyingkir!" teriak Citra sambil mendorong tubuh Fiia menjauh.
"Entar kakak izin dulu," ucap Fiia yang bergegas pergi dari hadapan Citra.
Citra melihat kakaknya itu seperti tidak sakit, dan dia hanya berpura-pura saja pikirnya. Rasa paranoid itu kembali mencengkeramnya.
"Aku menyesal, pasti dia hanya bohong!" teriak Citra sambil menatap ke arah pintu.
Citra mengatur nafas karena hari ini akan bekerja dari jam 09:00 sampai pukul 22: 00 yang artinya, bekerja selama tiga belas jam. Ya, walaupun uang kerja Fiia untuknya juga nantinya.
Citra mulai mengerjakan tugas mencuci piring di dapur. Ada seseorang wanita seksi berkulit putih mendekati Citra.
"Tante, akhirnya kita bisa satu shift. Ya!" jeritnya dengan sangat manja.
Citra mengambil centong dan melemparkan ke arahnya. Wanita itu mengelak sehingga centong itu mendarat tepat di kepala seseorang.
"Aaahhhkkk!" jerit seseorang itu dari sebalik tubuh Flo.
"Ya ampun!" Citra langsung menutup mulut menggunakan kedua tangan.
Bersambung.
Citra tidak percaya dia sudah melemparkan centong dan mengenai Pak Yogi, manajer kafe. Dia tahu pasti akan mendapatkan hukuman.
"Citra!" seru Pak Yogi, suaranya bergetar dengan amarah. Citra langsung menghampirinya dengan senyum manis, jantungnya berdebar kencang.
"Maafkan saya Pak, tadi benar-benar tidak sengaja melemparkan itu," ucapnya dengan suara lembut, matanya menunduk.
"Pak, apa saya akan dihukum?" tanyanya, suaranya sedikit bergetar, matanya menatap Pak Yogi dengan harap-harap cemas.
Pak Yogi terlihat sangat marah. Dia menarik tangan Citra keluar tanpa mengatakan apa pun. Citra terus berdoa dalam hati, berharap hukuman kali ini tidak separah sebelumnya.
Ya Allah, semoga saja Pak Yogi tidak menghukum ku melainkan membawa aku ke penghulu, batin Citra dengan sangat sadar.
Citra menggelengkan kepala, heran dengan pikirannya sendiri. Setelah sampai di belakang kafe, Pak Yogi memberikan Citra sapu lidi dan sekop sampah.
"Pak, ini un-" ucapan Citra terputus saat Pak Yogi menutup mulutnya dengan tangan. Citra merasakan tubuhnya gemetar, jantungnya berdebar kencang karena jarak mereka sangat dekat.
"Bersihkan taman belakang ini! Jangan mencoba kabur, karena saya akan terus memantau mu!" ancam Pak Yogi dengan tatapan tajam.
Citra sama sekali tidak takut pada Pak Yogi. Dia malah menghargai Pak Yogi sebagai atasannya dan juga pria idamannya.
"Mala diam, kerjakan sekarang!" seru Pak Yogi dengan nada keras, membuat Citra terkejut.
"Siap!" jawab Citra sambil bergegas mengerjakan tugasnya. Pak Yogi langsung berlalu pergi.
Setelah Pak Yogi pergi, Citra menghentikan pekerjaannya dan menatap ke arah Pak Yogi yang sudah tidak terlihat lagi.
"Dasar pria kutub, kalau bukan karena cintaku padamu sudah lama aku membencimu!" gerutu Citra dengan kesal.
Citra mulai mengerjakan tugasnya. Saat dia sedang memasukkan dedaunan ke dalam tong sampah, Flo, keponakannya, datang dengan raut wajah meledek.
"Ledek terus, ini semua gara-gara kamu!" ucap Citra dengan ketus, sambil terus menyapu. Entah mengapa, melihat wajah Flo selalu membuatnya kesal.
"Tante, jangan ketus-ketus, aku bantuin. Ya?" tanya Flo dengan nada lembut, walaupun raut wajahnya masih meledek.
"Sudah jangan! Kamu balik dan kerjakan pekerjaan ku!" sentak Citra, membuat Flo langsung mundur.
"Jahat, hatiku ini lembut tidak bisa di bentak," rengek Flo dengan manja.
Citra ingin sekali melemparkan tong sampah ke arah Flo, tetapi dia takut kejadian tadi terulang lagi.
"Hus, pergi sana jangan ganggu saya makhluk astral!" usir Citra, seolah-olah tidak melihat keberadaan Flo.
"Tante, menyebalkan!" teriak Flo sambil berlalu pergi.
Citra tertawa melihat Flo pergi. Dia melanjutkan tugasnya dengan baik agar segera selesai dan bisa kembali mencuci piring.
Sepuluh menit kemudian, pekerjaan Citra selesai. Dia bergegas kembali ke dapur untuk mencuci piring. Saat sampai di dapur, matanya terbelalak melihat semua piring sudah bersih.
"Wah, bersih semuanya," ucap Citra tidak percaya kalau Flo akan mengerjakan tugasnya juga.
"Ini, kan' Flo cantik, manis, imut, seksi, lengkap deh," ucap Flo tiba-tiba.
Citra terkejut mendengar suara tanpa adanya tubuh manusia. Dia hanya diam dan duduk santai, walaupun tadi sekilas melihat Flo di samping pintu.
"Euum, makhluk itu lagi," gumam Citra dengan sangat pelan, berharap Flo tidak mendengarnya.
Sayangnya, Flo mendengar ucapan Citra dan langsung menghampirinya. Wajah Flo terlihat jelas menunjukkan amarah.
"Tente, sebenarnya ada masalah apa sama aku?" tanya Flo sambil menatap Citra.
"Tidak ada, hanya saja wajahmu itu selalu membuatku kesal. Tapi, tidak ingin memukulmu," jawab Citra dengan cuek.
"Tobat Tan, tobat!" ucap Flo dengan ketus, lalu berlalu pergi dari hadapan Citra.
"Buat dosa juga enggak, tobat apanya coba?" tanya Citra dengan bingung. Dia merasa sangat mengantuk.
Otak kecil Citra tidak bisa mencerna ucapan Flo tadi. Dia memilih untuk tidur sebentar. Citra memejamkan mata dan terlelap dengan nyenyak.
Di alam mimpi, Citra melihat seorang wanita cantik memakai baju kesayangannnya. Citra langsung menghampiri wanita itu dan mencoba mengambil bajunya kembali.
"Hei ja-lang! Kembalikan bajuku!" teriak Citra sambil menarik tangan wanita itu. Citra terkejut melihat siapa orang tersebut.
"Pinjem bentaran doang, Tente pelit banget," ucap wanita itu sambil menatap Citra.
Citra tidak bisa berkata apa-apa lagi. Dia sangat kesal dan terus menarik tangan wanita itu.
"Kamu, mau di dalam mimpi dan nyata sama saja selalu menyebalkan!" teriak Citra sambil menjambak rambut wanita itu.
"Sakit, Ten!" teriak wanita itu.
Citra semakin menjambak rambut wanita itu agar dia kapok dan tidak ingin memiliki apa pun yang dimiliki Citra.
"Sakit, Tan!"
Citra terkejut mendengar teriakan itu. Suara itu terdengar sangat nyata.
Brak!
Citra langsung terbangun dengan terkejut. Matanya masih sayup-sayup melihat Pak Yogi memukul meja yang ada di hadapannya.
"Kamu saya berikan sp satu!" seru Pak Yogi sambil memberikan Citra sepucuk surat. Citra langsung menerima surat itu.
Ya Allah, surat ini. Entah bagaimana aku menjelaskannya pada Peyot? batin Citra sambil berfikir.
"Terimakasih Pak, saya permisi dulu," ucap Citra dengan lirih. Dia melirik ke arah samping, melihat Flo berdiri di sana.
"Besok-besok jangan seperti itu lagi!" teriak Pak Yogi saat Citra sudah berjalan keluar.
Citra sangat kesal pada Pak Yogi. Dia tidak menjawab ucapan Pak Yogi dan terus berjalan keluar.
Citra berjalan dengan perlahan menuju rumah. Dia merasa takut, padahal biasanya tidak setakut ini pada kakaknya, Fiia.
Sesampainya aku di rumah, pasti Peyot itu akan marah karena sudah membuat pekerjaan dia terancam, ucap Citra lirih.
Sesampainya di rumah, Citra langsung masuk ke dalam kamar dengan perlahan. Fiia langsung menatap Citra dengan tajam.
"Jangan bilang, kamu buat ulah lagi dan pekerjaanku terancam lagi?" tanya Fiia dengan nada pelan, tetapi mengancam.
Citra memasang wajah sedih dan langsung memeluk Fiia. Dia berpura-pura menangis agar Fiia kasihan.
"Kak Fiia, aku dan kamu terkena sp satu dari Pak Yogi itu." ucap Citra dengan lirih, berharap Fiia tidak marah padanya.
"Sana pergi!" Fiia mendorong Citra dengan kasar. Citra membalasnya.
"Enak aja. Ya, kamu marah-marah sama aku!" teriak Citra sambil melemparkan bantal ke arah Fiia.
"Dasar mahluk astral!" teriak Fiia tak mau kalah dari Citra.
Citra mengambil alat penyengat nyamuk dan menyalakannya. Fiia langsung membulatkan mata lebar-lebar karena terkejut.
"Maaf, aku sengaja tadi melakukanya," ucap Citra sambil menghentikan aktivitasnya yang cukup ekstrim tadi.
"Adik duralek!" teriak Fiia sambil mendorong tubuh Citra sehingga Citra terjatuh ke lantai.
"Enak dong, buat chat kamar kita ini," kekeh Citra sambil bergegas pergi dari kamar sebelum Fiia semakin marah.
"Citra! Sinting!" teriak Fiia dengan sangat kesal.
Bersambung.
Citra duduk di bangku teras rumah, asyik bermain ponsel, menelusuri media sosial yang sedang viral. Ponselnya berdering, panggilan masuk dari nomor yang tidak dikenalnya. Citra mengerutkan kening, matanya menyipit sambil mencoba mengingat kembali kejadian di kantor polisi tadi.
"Apa ini Pak Polisi itu?" gumam Citra, rasa gugup mulai merayap di hatinya.
Citra langsung menjawab panggilan itu, takut jika ada hal penting.
📞Tanpa nama.
Citra:
[Assalamualaikum,] ucapnya sambil menekan tombol hijau, suaranya sedikit gemetar.
Polisi:
[Wa'alaikumsalam,] jawabnya dengan suara yang sangat dikenali Citra.
Citra:
[Ada yang bisa saya bantu, Pak?] tanyanya tanpa basa-basi, karena malas sekali kalau terlalu lama bicara dengannya.
Polisi:
[Tidak, jika ada apa-apa kabari saja! Ya, dan saya ingin menjodohkan kamu dengan anak tertua saya,] ucap Pak Polisi dengan santai, tanpa basa-basi.
Citra terdiam mendengar ucapan Pak Polisi. Sebelumnya, dia mengira Pak Polisi yang menyukainya. Ternyata salah besar. Citra mengerutkan kening, matanya terbelalak tak percaya.
Citra:
[Emangnya, anak Bapak mau sama saya yang hitam ini?] tanyanya dengan sopan, berharap Pak Polisi tidak tersinggung. Citra mendengar Pak Polisi tertawa kecil.
Polisi:
[Mau dong, kamu itu pendek, manis, imut, masa dia tidak mau. Saya saja mau kok,] jawabnya dengan lembut.
Citra senang mendengar Pak Polisi mengatakan dia manis dan imut. Tapi, jangan sebut pendek juga dong, walaupun dia memang benar-benar cebol. Citra mencebik, bibirnya mengerucut.
Citra:
[Iya Pak, saya mau kok,] jawabnya dengan cepat.
Polisi:
[Nanti anak saya akan menelpon kamu. Saya tutup dulu telponnya.]
Setelah Pak Polisi memutuskan sambungan telepon, Citra memejamkan mata dan membayangkan wajah tampan anak Pak Polisi.
Apakah wajahnya seperti Oppa Jung-kook? Atau, Lee Min-ho? batin Citra penuh dengan khayalan. Citra tersenyum lebar, matanya berbinar-binar.
Citra menggelengkan kepala. Apa yang dipikirkannya ini sangatlah jauh. Mungkin saja nanti bertemu anaknya Pak Polisi Edson malah melebihi kedua artis Korea itu.
Setelah selesai berkhayal, ponsel Citra bergetar. Ada pesan masuk dari nomor baru. Sudah bisa dipastikan jika itu adalah anak Pak Polisi.
📥
(Assalamualaikum, perkenalkan nama saya Amon umur 25 tahun anaknya Pak Polisi Edson.)
Citra tersenyum sendiri membaca pesan itu, kemudian membalasnya.
📤 Citra:
(Wa'alaikumsalam, saya Citra umur 18 tahun.)
Citra tersenyum menatap layar ponselnya, menunggu balasan pesan dari Bang Amon, anak Pak Polisi. Setelah menunggu selama dua menit, akhirnya pesannya dibalas juga.
📥Amon:
(Senang berkenalan denganmu, apa kita bisa bertemu besok?)
Citra tidak percaya akan secepat ini berkenalan dengannya. Dia tidak menyia-nyiakan kesempatan itu dan langsung menjawab pesan Amon.
📤Citra:
(Bisa, besok aku tidak bekerja. Abang datang saja di lapangan bola, aku akan menunggu.)
Citra tidak sabar bertemu dengannya. Entah mengapa, rasa hatinya berbunga-bunga lagi sejak patah hati beberapa minggu lalu. Citra menggigit bibir bawahnya, matanya berbinar penuh harap.
📥Amon:
(Baik, jangan bawa teman. Kita berdua saja.)
Citra mengerutkan kening membaca pesan dari Amon. Rasa takut mulai menghampiri pikirannya.
"Sebaiknya aku berbohong saja, karena besok aku juga akan pergi ke rumah calon mertuanya kak Fiia bersama semua teman kami," gumam Citra sambil membalas pesan Amon.
📤Citra:
(Maaf Bang, besok aku pergi ke kota ada keperluan. Bisakah kita bertemu di jalan?)
Citra bergegas masuk ke dalam kamar, ingin menanyakan apa kakaknya, Fiia, jadi pergi atau tidak besok.
Saat masuk ke dalam kamar, terlihat Fiia sedang menelpon pacarnya. Citra duduk di sampingnya, niat hati ingin menguping sedikit.
"Kak Fiia, besok jadi pergi?" tanya Citra dengan tidak sabar, walaupun Fiia masih menelpon.
"Iya, kita berenam," jawab Fiia dengan lembut. Citra tahu Fiia bersikap seperti itu karena sedang telponan dengan pacarnya.
"Sama siapa aja? Soalnya, aku mau ketemu sama anak Pak Polisi itu?" tanya Citra. Sontak, Fiia langsung memutuskan sambungan teleponnya. Matanya melotot, penuh rasa penasaran.
"Serius?" tanya Fiia dengan kepo, matanya berbinar-binar.
"Iya, sebenarnya ... " Citra mulai menceritakan semua kejadian tadi sampai dia dijodohkan dengan anak Pak Polisi itu.
"Baguslah, kamu buktikan sama Yesi kalau adikku ini bisa melupakan mantan yang sudah direbut olehnya," ucap Fiia dengan mendukung Citra. Senyum mengejek terukir di bibirnya.
Seketika, Citra mengingat kembali kejadian satu minggu lalu, saat pacarnya direbut oleh sahabat baiknya, Yesi. Citra menggigit bibir bawahnya, matanya berkaca-kaca. Sakit rasanya tidak bisa Citra jelaskan lagi. Dia sudah menutup rapat-rapat perasaannya itu dan mendoakan yang terbaik untuk Yesi. Ingatlah, karma datang dengan pasti dan tepat sasaran.
"Hei! Mala bengong lagi!" seru Fiia karena sejak tadi Citra hanya diam saja, tidak mendengarkan ucapannya.
"Iya. Tapi, aku malas jika Yesi ikut!" ucap Citra dengan ketus, mengingat penghianatan sahabat baiknya.
"Citra, jangan seperti itu! Buktikan padanya kamu lebih dari dia!" sentak Fiia agar Citra semangat dan mencari pengganti.
"Iya," jawab Citra dengan malas dan keterpaksaan yang mendalam.
Setelah selesai bercerita tentang rencana mereka besok, Citra dan Fiia bubar mengerjakan tugas masing-masing. Ya, walaupun Citra tidak membersihkan rumah melainkan tidur, tetap saja mengerjakan tugas juga.
Setelah tidur panjang, Citra terbangun saat malam hari tiba. Dia langsung berjalan masuk ke dalam kamar mandi. Citra belum membersihkan diri sama sekali sejak pagi.
Setelah selesai mandi, Citra bergegas mengunakan baju, kemudian duduk di bibir ranjang sambil bermain ponsel.
Citra melihat ada pesan masuk dari Wiwit, sahabat sejatinya.
📥Wiwit:
(Citra, besok kamu naik motor sama aku aja. Ya, kita berdua, kan' sama-sama jomblo.)
Citra tersenyum membaca pesan dari Wiwit. Dia adalah sahabat masa kecil yang sangat baik padanya sampai saat ini. Citra pun mulai mengetik keyboard membalas pesannya.
📤Citra:
(Siap. Tapi, aku besok mau bertemu anaknya Pak Polisi Edson Wit.)
Tak berselang lama, pesannya dibalas.
📥Wiwit:
(Gak papa, anggap aja kamu balas dendam sama Yesi sudah merebut pacar kamu. Ya, walaupun kalian baru tiga hari pacaran.)
Citra kesal membaca pesannya, walaupun yang diucapkan Wiwit benar semua.
"Wit, walaupun cuma tiga hari doang. Tetap aja sakit tau," ucap Citra sambil membalas pesannya.
📤Citra:
(Iya, tunggu saja besok jemput aku di rumah. Bay mau bobok cantik dulu.)
Citra langsung menyimpan ponselnya ke dalam laci, kemudian bergegas untuk tidur kembali. Walaupun tadi dia tidur siang sangat lama, tetap saja dia sudah mengantuk lagi.
Bersambung.
Halo teman-teman, dukungan Author ya dengan tinggalkan jejak kalian.
Dalam Bab ini memang real kisah nyata, di mana wanita yang berinisial ( I ) di tinggal pacarnya tanpa berpamitan.
Mereka baru tiga hari pacaran, selang satu hari inisial ( D ) teman si inisial ( I ) berpacaran juga dengan pacar inisal ( I ) karena mereka belum ada kata putus.
Pesan Author.
Memilih sahabat lebih baik dan bagus, ketimbang memilih pria yang akan menghancurkan persahabatan mu dan hatimu juga.🙏
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!