NovelToon NovelToon

The Moon Of Love With You

Prolog

Terlihat seorang pria yang membungkuk dihadapanku seraya memperlihatkan sebuah cincin yang amat sangat indah. Aku tak tahu bahwa ia akan melakukan hal ini padaku. Ini pertama kalinya bagiku.

"Bulan, maukah kamu menikah denganku?" ungkapnya jujur padaku. Membuatku sejenak terdiam dan terkejut dengan apa yang diucapkannya. Aku benar-benar terkejut dengan apa yang ia katakan. Sungguh! Ini membuatku tak dapat berpikir dengan jernih.

Dia, Eggy yang berusaha menjadi romantis dengan mengutarakannya di Jembatan Helix dan Marina Bay Sands, Singapore.

Aku merasa terkejut dengan ungkapan yang ia utaran padaku. Membuatku bingung bercampur senang. Entah bagaimana aku menggambarkannya. Ini adalah lamaran yang sesungguhnya dari seseorang yang sudah menjadi suamiku.

"Bukankah kita sudah menikah?" tanyaku terheran-heran.

"Itu hanyalah pernikahan di atas kertas," sahut Eggy.

Ya. Itu memang benar. Dulu yang kita lakukan adalah sebuah pernikahan diatas kertas. Tanpa adanya rasa cinta diantara kita.

"Aku benar-benar ingin menikahimu dengan kesungguhanku dan keyakinanku," lanjutnya berbicara. Ini adalah sebuah anugerah yang harus aku terima. Mungkinkah kita akan dapat hidup bersama, sehidup semati sampai kita mendapatkan banyak anak dan cucu dari anak kita? Aku masih tak percaya.

"Apa kamu bercanda?" tanyaku merasa tak percaya.

"Tidak, Bulan. Aku sungguh ingin memulai hidup baru denganmu dari nol," jawabnya.

"Kamu benar-benar serius?"

"Menikahlah denganku!" Seraya memperlihatkan kotak merah kecil berisi cincin berlian seberat sembilan gram kepada Bulan. Benar-benar sangat indah.

"Eggy ... Kau ...." Aku masih belum mempercayainya. Seperti sebuah bunga mimpi yang datang saat kutidur terlelap sepanjang malam.

Sungguh! Ini benar-benar lamaran pernikahan yang aku inginkan.

"Aku menyukaimu. Sungguh!"

"Hmm ..." Aku pun menganggukan kepalaku padanya. Seakan mengatakan iya.

"Itu artinya?"

"Ya. Aku mau!"

Mendengar keputusanku seperti itu, Eggy langsung memakaikan cincin berlian tersebut ke jari manisnyaku. Dan yang benar saja? Cincin itu terlalu besar untuk jari manisku. Aku menertawakannya dengan puas. Biarpun seperti itu, tapi aku merasa bahagia bahwa aku juga berhak mendapatkan apa yang aku inginkan.

Dan akupun memeluk tubuhnya dengan perasaan bahagia tak terhingga, tak peduli banyak orang yang melihatku. Yang penting aku merasa bahagia.

Kemudian Eggy mengecup bibirku dengan lembut di depan umum, aku pun membalas kecupannya.

"Aku benar-benar bahagia. Aku sangat bahagia," ucapku.

"Begitu pun denganku, Bulan. Aku bahagia dapat memilikimu dengan nyata."

Kami kembali mencium satu sama lain. Sayang itu akan tumbuh dengan terbiasa saat terus bersama. Kebersamaanpun secara perlahan akan menumbuhkan benih-benih cinta di antara mereka.

Siapa sangka? Perjodohan yang hanya di atas kertas, akan menjadi sebuah kenyataan untuk menata masa depan.

Justru inilah yang di sebutkan dengan perjodohan yang di inginkan.

Note : Hallo, selamat datang! 

Aku kembali melanjutkan cerita ini. Setelah hiatus selama tiga bulan karena kesibukanku di dunia nyata yang harus terus mengejar deadline (tapi saat event berakhir, nyatanya selalu kalah) hehehe.. Lalu kesibukanku bertambah dengan setiap harinya harus mengantar jemput anak ke sekolah dan pulang sekolah. Akhirnya ada banyak cerita yang terbengkalai begitu saja. Semoga kalian dapat memahaminya ya!

Untuk itu, saat ini aku akan menyisihkan banyak waktu untuk kalian dapat melanjutkan cerita ini sampai tamat. Bersenang-senanglah! 

Terima kasih...

Salam dari Author gaje.

Bab 1

Perkenalkan, namaku Bulan, dan aku sudah menikah secara terpaksa karena sebuah perjanjian di atas materai antara keluargaku dan keluarga berdarah biru.

Keluargaku harus membayar hutang besar kepada keluarga yang akan menjadi mertuaku, tetapi keluargaku tak sanggup membayarnya. Akhirnya keluargaku menawarkan diriku untuk menjadi jaminannya. "Kejam" murkaku kepada semua keluargaku yang seolah-olah menjual diriku.

Aku merasa terbuang, tak di anggap, terjual secara cuma-cuma demi melunasi semua hutang keluargaku. Aku terpaksa melakukannya karena jika hutang keluargaku tak terbayarkan, mereka akan di penjara selama 15 tahun dan di kenai denda sebesar tiga milyar rupiah. Fantastis bukan? Dengan aku yang berkorban, maka sebagian hutang yang di miliki keluargaku terlunaskan. Maka dari itu aku menyetujuinya.

Aku menikah ketika umurku menginjak umur 16 tahun. Pada saat itu aku masih bersekolah sekitar kelas 3 SMA. Masa-masa asyiknya menjadi remaja dan merasakan pubertas mulai punah karena pernikahan itu. Pernikahanku saat itu tidak ada yang tahu, mereka juga sangat pandai untuk menyembunyikannya.

Ketika aku sudah lulus SMA, mereka langsung mengadakan sebuah resepsi untuk merayakan pernikahanku yang tertunda. Dan acara mewah itu mempertandakan bahwa aku sudah sah telah menikah dan berganti status menjadi seorang istri dari Tuan Eggy Febrian Andalas, putra dari Rafi Andalas.

Hal itu membuatku kecewa, marah dan hancur. Aku ingin menjalani hidup pada masa-masa remajaku saat itu, tetapi perjanjian bodoh yang mereka buat telah menghancurkan harapan di masa depanku. Sungguh sulit untukku menerima srmua kenyataan pahit yang ku telan sendiri disini. Masa depanku hancur hanya dengan sebuah akad nikah yang di lakukan oleh Eggy.

Kini, umurku 18 tahun dan yang menjadi suamiku berumur 21 tahun. Walaupun aku berbeda 3 tahun dengannya, tetapi ia masih terlihat muda sama seperti umurku saat ini.

Sudah 2 tahun lamanya kujalani pernikahan ini, namun aku merasa bahwa aku bukanlah seperti seorang istri. Aku tidak pernah disentuh, aku tidak banyak bertemu, aku tidak banyak berbicara, bahkan untuk tidur seranjangpun tidak.

Dia, Eggy. Suamiku yang berprofesi sebagai pengusaha muda, mempunyai banyak pekerja di kantornya dan banyak membuka bisnis di berbagai kota, membuatku jarang pulang. Bahkan tanggung jawabnya sebagai suami, tak pernah terlaksanakan. Kecuali memberi nafkah lahir kepada Bulan di setiap bulannya. Selama 2 tahun perjalanan pernikahannya, aku bahkan tidak pernah merasakan nafkah bathin ketika saat malam pertama.

*Flashback...

Pada saat itu, Bulan selesai ujian dan di sekolah hanya mengerjakan soal perbaikan. Saat itupun, Bulan tidak sekolah selama 2 hari untuk melaksanakan akad pernikahannya dengan Eggy. Setelah selesai pernikahan, Eggy memang menginap dan 1 kamar dengan Bulan. Namun pada saat itu tidak terjadi apa-apa kepada mereka.

"Aku tahu kau belum siap. Kamu masih dini, aku tak ingin membuatmu takut," kata Eggy merasa canggung melihatku menutupi seluruh tubuhku dengan selimut.

Aku hanya terdiam menatap wajah Eggy. Walaupun sedikit aku hanya menginginkan sebuah kecupan datang menghampiriku darinya, namun aku menyadari bahwa pernikahan ini bukanlah di landasi oleh rasa cinta.

"Apa kau keberatan aku tidur seranjang denganmu?" tanya Eggy sambil membuka jas dan kemejanya. Membuatku gugup dan takut.

"Ti ... Tidak. Kau suamiku sekarang," jawabku.

"Kau benar."

Lalu ia menganti dengan memakai kaos warna putih garis-garis hitam. Selanjutnya tanpa malu, ia membuka celananya di hadapanku. Membuatku menutup wajah dengan kedua tanganku. Iapun berganti celana dengan memakai kolor kotak-kotak berwarna merah dan hitam. Terlihat aneh! Tetapi membuat pandanganku terkunci padanya.

"Apa kau tak nyaman aku telanjang di depanmu?" tanya Eggy.

"Cabul!" pikirku padanya. Tetapi ia tidak seburuk itu, karena memang dia suamiku. Aku berhak untuk melihatnya dan iapun berhak untuk melihat seluruh tubuhku. Entah apa yang aku pikirkan saat malam pertama, aku hanya melihat tubuhnya yang tinggi, perut sixpack dengan hiasi segaris bulu di bawah perutnya dan tubuhnya terlihat sangat mulus jika ku sentuh. Lalu bibirnya yang terlihat kecil berwarna peach seksi, matanya yang indah dan pandangannya yang tajam, membuatku seakkan ingin menggapainya. Namun sayang, aku hanya mampu melihatnya dari arah kejauhan.

Pada saat malam itu, aku memang tidur seranjang dengannya. Terhalangi dengan sebuah bantal guling yang sengaja aku letakan di tengah-tengah posisi tidurku. Aku hanya berpikir bahwa aku tak ingin keperawananku lepas pada saat aku masih sekolah. Aku belum siap! Namun bathinku menginginkan Eggy menyentuhku, walaupun hanya sebatas ciuman darinya. Atau bahkan setidaknya ia menyentuh wajahku.

Sampai ke esokan harinya, aku mendapati sebuah surat yang di tulis tangan oleh Eggy berisi :

"Bulan, aku kerja di luar kota. Mungkin aku akan jarang pulang, fokus saja pada sekolahmu. Suamimu, Eggy."

Semenjak aku membaca surat itu, hari-hariku semakin kacau dan tidak seperti biasanya saat aku belum menikah. Tak ada bedanya antara aku menjadi seorang istri ataupun tidak, aku tetap sendirian. Entah perasaan apa yang saat itu aku rasakan, aku merasa sangat kesepian. Setiap hari, setiap saat, setiap waktu, aku selalu merindukannya.

*Flashback End.

Kini hari-hariku sekarang sebagai seorang istri dari pengusaha muda, hanya mampu diam di rumah. Selain membereskan seisi rumah, aku hanya melakukan hal-hal kecil seperti menyapu, mengepel, memasak, mencuci dan tak ada kegiatan berat lain yang ku lakukan. Setiap hari aku selalu berdiam di dekat jendela seraya melihat ke arah langit dan berharap bahwa aku mampu menjalani kehidupanku saat ini.

"Miris." Kalimat pertamaku yang keluar dari mulutku setiap hari yang sering ku ucapkan pada setiap kali aku terbangun dari tidurku.

"Rasanya seperti deja vu. Setiap hari terbangun dengan keadaan yang sama dan perasaan yang sama. Situasi yang sama, juga pandangan yang sama," gumamku sendiri.

Seperti biasanya aku bangun dari ranjangku, lalu aku membereskan tempat tidurku. Kemudian setelah selesai, aku pun mulai bergegas pergi mandi. Bersiap-siap untuk pergi menjenguk ke rumah orang tuaku.

Ku nyalakan shower, dan seluruh tubuhku di guyur air. Terdengar samar-samar ada suara pintu tertutup. Aku mematikan shower dan berteriak.

"Siapa?"

Namun tak ada yang jawab, mungkin aku hanya salah dengar. Aku pun menyalakan kembali showerku dan aku mulai bernyanyi sambil membersihkan seluruh badanku.

20 menit kemudian, akupun selesai mandi. Segera aku memakai handuk untuk mengeringkan seluruh badanku. Kemudian akupun keluar dari kamar mandi. Saat aku melangkahkan kaki ke arah lemari baju, aku sangat terkejut karena melihat seorang pria yang duduk di sofa kecil berbentuk bundar nan empuk itu. Spontan aku berteriak dan melepaskan handuk yang ku pegang di tubuhku. Membuat seluruh tubuhku terekspos di matanya.

Segera aku berlari kembali ke dalam kamar mandi dan menguncinya dari dalam. Kejadian memalukan itu, membuatku tak berani untuk keluar dari kamar mandi. Tak lama setelah itu, pria itu mengetuk pintu kaca kamar mandiku.

Tok... Tok... Tok...

"Bulan. Ini aku suamimu."

"Eggy?" ucapku dalam batin. Membuatku merasa lega karena pria itu bukanlah orang jahat yang sudah ku pikirkan sebelumnya.

"Aku tidak memakai baju. Bolehkah aku meminta handukku yang terjatuh tadi?" pintaku padanya.

"Kenapa? Aku suamimu," sahutnya.

Kemudian akupun membuka kunci kamar mandiku, aku hanya membuka sedikit pintu dan mengulurkan sebelah tanganku padanya.

"Ayo kemarikan! Aku malu," ucapku.

Tak banyak bicara, Eggy segera mengambilkan handuk untukku dan segera memberikannya padaku.

Aku pun memakai handukku, kemudian secara perlahan aku keluar dari balik pintu kamar mandiku dengan rasa malu yang sangat luar biasa tak tertahankan. Baru pertama kali aku memperlihatkan seluruh isi di balik pakaianku di hadapan Eggy, suamiku. Membuatku tak sanggup untuk menatap wajahnya. Aku pun terus menundukan kepalaku.

Bab 2

Aku sudah berganti pakaian, dengan memakai sebuah piyama dress yang panjangnya tak sampai dengan lutut, lalu dengan rambutku yang masih basah dan teruai, membuat suamiku terus menatapku. Entah apa yang ia pikirkan tentangku, namun aku takut terjadi sesuatu antara aku dan dia saat ini. Membuatku terus menelan ludah karena merasa takut.

Selama 15 menit, ia masih terlihat menatapku terus menerus tanpa mengalihkan pandangannya sedikitpun padaku. Hal itu membuatku sangat malu dan benar-benar canggung di dekatnya. Hal yang ku pikirkan saat ini adalah kenapa dia kembali ke rumah? Apakah dia kembali untuk menceraikanku?

"Apa aku terlihat seperti penjahat? Sampai kau merasa takut seperti itu," kata Eggy padaku.

"Hah? Kau bukan penjahat. Tapi aku merasakan hal yang aneh," sahutku ragu-ragu.

"Apa aku makhluk ghoib?"

"Bukan begitu. Aku hanya heran kenapa kau pulang."

"Jadi kau tak ingin aku pulang ke rumah?"

"Salah bicara deh!" Pikirku dalam hati, "tidak, kak. Hanya saja kau pernah bilang padaku bahwa kau akan pulang setelah 3 tahun, lalu kita bercerai. Ini kan baru dua tahun kakak berada di luar kota. Apa kakak sekarang ingin mempercepat proses perceraianya?" lanjutku bertanya.

"Kau ingin cepat-cepat bercerai denganku?"

"Ya ampun! Harus bicara apa lagi aku? Kayaknya setiap aku berbicara selalu memojokkanku deh!" Gumamku dalam batin.

"Kenapa kau diam?" tanya Eggy.

"Kak, aku hanya tidak mengerti dengan maksud kakak pulang ke sini. Bukan karena aku ingin cepat-cepat bercerai dengan kakak," jelasku dengan ragu karena tak bisa berpikir untuk memberi jawaban yang tepat.

"Jadi kau masih ingin menjadi istriku?"

"Kok jadi serba salah ya tiap aku bicara?" gumamku dalam hati lagi. "Aduh, kakak ini membuatku bingung. Kalau begitu lupakan saja masalah barusan," jawabku tak ingin memperpanjang pembahasan tentang itu.

"Baiklah," sahutnya singkat. Lalu ia pun berdiri dan menyimpan tas kerjanya.

"Hanya seperti itu?" tanyaku pelan-pelan. Dan dengan telinga tajamnya, ia mendengar apa yang aku katakan barusan.

"Iya. Apa lagi yang kau inginkan?" tanya Eggy. Membuatku terkejut dan tak bisa berkata-kata.

"A-ku ... Aku ... I-itu ... Itu ...," ucapku terbata-bata.

"Siapkan baju untukku. Aku akan mandi," kata Eggy tanpa menungguku untuk melengkapi apa yang hendak aku ucapkan.

Ia pun segera pergi arah kamar mandi dan bergegas membersihkan badannya. Sedangkan aku menuruti apa yang telah diminta olehnya. Yaitu menyiapkan baju ganti untuknya setelah ia selesai mandi. Namun setelah aku membuka tasnya, aku bingung dengan pakaian ganti yang akan ia pakai nanti. Karena ia tak memberitahuku pakaian apa yang akan ia kenakan setelah mandi nanti. Apakah ia akan memakai baju tidur? Kaos dan kolor? Baju resmi? Atau baju main? Tak mau berpikir lama lagi, akupun bertanya padanya.

"Kak, setelah selesai mandi nanti mau pakai baju apa?"

Dia tak mendengarkan, mungkin karena suara air shower yang tengah mengguyurnya. Lalu akupun mencoba kembali untuk bertanya dengan menaikan sedikit nada agar ia dapat mendengarkan.

"Kak, setelah selesai mandi kau akan memakai baju apa?"

Suaraku pun terdengar olehnya, iapun mematikan showernya.

"Kaos dan celana pendek," jawabnya berteriak. Membuatku terkejut karena teriakannya terdengar sangat keras. Ia pun kembali menyalakan showernya dan melanjutkan mandi.

"Gak perlu teriak-teriak seperti itu juga kan? Toh, aku juga punya pendengaran yang cukup baik," gumamku kesal.

Lalu aku pun segera mencarikan pakaian kaos dan celana pendek untuknya. Tak lama kemudian, iapun keluar dari kamar mandi. Hal yang membuatku salah tingkah adalah ketika aku melihatnya dengan keluar memakai handuk untuk menutupi adiknya dan telanjang dada dengan memperlihatkan perutnya yang sixpack dan berotot. Dengan di tambah rambut yang basah dan ai mengucur dari rambutnya ke seluruh badan.

"Kau kenapa?" tanyanya padaku.

"Ti ... Tidak. Aku hanya syok," jawabku spontan.

"Syok? Haha ...," sahut Eggy terkekeh mendengar jawabanku.

"Tak seharusnya kakak seperti itu di depan seorang wanita."

"Kau istriku. Apa salahnya?"

"I ... Itu hal buruk."

"Aku baru tahu kalau yang sudah menjadi suami istri, memperlihatkan tubuh yang setengah telanjang adalah hal buruk. Kau dapat materi darimana?"

"Tapi ini kan bukan pernikahan yang kita inginkan."

"Kau juga melakukan hal buruk padaku saat kau membuka handuk dan memperlihatkan isi celana yang sering kau pakai di setiap harinya," kata Eggy, seakan memojokanku.

Aku memang tak pandai untuk mencari-cari sebuah alasan dan aku pun sulit untuk menyembunyikan apa yang aku rasakan saat di hadapannya. Walau pun aku memang menginginkannya menjadi suamiku yang memang benar-benar suami tanpa perjanjian apapun di atas materai, tapi rasanya itu mustahil. Mungkin perasaan wanita memang gampang untuk menyukai seseorang, namun sulit juga untuk melupakannya. Apakah perasaan seorang pria sama dengan wanita? Yang mudah menyukai, namun sulit melupakan?

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!