"berani sekali kamu menunjukkan batang hidung mu kemari.!! apa kamu tak punya rasa malu hah !! datang ke rumah orang, dan meminta izin untuk menikahi anak gadisnya.!!. apakah kamu itu tidak bercermin. lihatlah, siapa kamu sebenarnya. hanya laki-laki miskin yang tidak tau dari mana asal usulnya. tiba-tiba datang dan mau menikahi anak saya.!! sadar diri kamu !!!. mau kamu kasih makan apa anak saya.!!" teriak lelaki paruh baya itu. sementara, seorang lelaki muda itu hanya menunduk kan kepalanya saja. ia tentu menyadari, kalau dirinya hanya seorang lelaki miskin yang tidak memiliki apapun. bahkan ia tidak tau, siapa perempuan yang telah melahirkan nya di dunia ini. ia terus menunduk dengan dalam.
"kamu tidak akan pernah bisa menikahi anak saya. karena saya tidak Sudi memiliki menantu miskin macam kamu!!." teriak lelaki paruh baya itu lagi, yang dikenal dengan nama Hartono.
ucapan itu tentu saja adalah ucapan yang mutlak dan tidak bisa di ganggu gugat.
"lagian, sudah tau miskin dan tak memiliki apapun, masih berani untuk datang kemari dan meminang. ini sangat memalukan." timpal istri dari pak Hartono, yang dikenal dengan nama ibu Hasna. ia ikut menghina dan mengolok-olok Bastian.
Bastian yang awalnya menunduk kan kepalanya, dengan pelan tapi pasti, Ia menegakkan kembali kepalanya yang menunduk itu. kemudian ia mengarahkan pandangannya kepada seorang perempuan yang menjadi pujaan hatinya, Siapa lagi kalau bukan Elsa Pitaloka.
Bastian menatap wajah perempuan yang sangat dicintainya itu berharap mendapatkan pembelaan darinya. namun apa yang ia harapkan ternyata tidak sesuai dengan yang diinginkannya. Elsa malah memalingkan wajahnya dan tak mau menatap wajah Bastian.
melihat respon Elsa seperti itu, Bastian menarik nafasnya dalam-dalam. ia sangat kecewa melihat respon Elsa. padahal, elsa lah yang mengatakan kepadanya untuk meminangnya. sungguh keinginan untuk meminang itu berasal dari kemauan Elsa, bukan berasal dari Bastian. karena tentu saja Bastian yang sangat mencintai Elsa tidak ingin perempuan yang dicintainya ini hidup melarat bersama dengan dirinya.
tapi apa Sekarang, menatap dan menjelaskan saja kepada kedua orang tuanya, ia tidak mampu dan tak mau melakukan nya. Bastian juga berharap pembelaan dan penjelasan dari nya, namun Elsa malah memalingkan wajahnya.
"sekarang, bergegaslah keluar dari rumah ini. kami sama sekali tidak menerima mu untuk menjadi bagian dari keluarga kami.!! pergi.!!" usir pak Hartono sambil menunjukan arah pintu dengan tangannya.
"huf..." lagi-lagi, Bastian hanya bisa menghela nafas saja. ia tak sanggup mengeluarkan sepatah kata pun. hatinya cukup sakit menerima penghinaan ini.
Bastian juga tak dapat menyangkal apa yang telah disampaikan oleh keluarga Elsa itu. Bastian Hanya bisa membenarkan semua nya, apa yang sudah dilontarkan kepada nya. Bastian juga sangat kecewa dengan respon yang Elsa berikan.
dengan berat hati, Bastian pun langsung berdiri dari duduknya dan melangkah kan kakinya keluar dari rumah itu. sebelum akhirnya ia benar-benar pergi, sekali lagi Bastian menolehkan badannya dan melihat ke arah keluarga yang begitu tega menghina dan membunuh mentalnya itu. terakhir ia menatap Elsa dengan perasaan yang sulit diartikan. kemudian setelah itu, ia langsung bergegas dan menghilang dari Balik pintu itu.
setelah Bastian mengulang dari sana. satu keluarga itu pun langsung menarik nafas mereka dengan panjang.
"Elsa.. bisa-bisanya, kamu menjalin hubungan dengan lelaki miskin itu. apa sih yang kamu lihat dari dia. dia itu miskin dan tidak memiliki apapun." omel ibu Hasna kepada Elsa.
"ya mana aku tau buk. aku kan menjalin hubungan dengan nya hanya untuk menjadikan ia sebagai sumber keuangan aku. lagi pula, aku mengatakan hal itu, hanya untuk memperkuat posisi aku nanti. dan juga, karena aku tau, bapak dan ibu tak menyukainya, jadi ini juga sekalian menjadi jalan untuk mengakhiri hubungan dengan Bastian. sudah ah.. aku kekamar dulu." ucap Elsa panjang lebar.
setelah itu, ia langsung bergegas masuk kedalam kamarnya tanpa mau ambil pusing mengenai hal yang baru saja terjadi apalagi mengenai perasaan yang dirasakan oleh Bastian. sementara kedua orang tuanya hanya mampu menggelengkan kepalanya saja. sudah menjadi kebiasaan bagi Elsa berperilaku seperti itu.
***
sementara di tempat lain.
Bastian memutuskan pergi kesebuah danau yang yang sedikit jauh dari pusat kota tempat tinggal nya. dengan menaiki motor buntutnya, ia pun menuju danau itu. entah kenapa, ia sangat ingin pergi ketempat itu.
diperjalanan nya, ia kembali mengingat penghinaan demi penghinaan yang dilayangkan oleh keluarga Elsa. tiba-tiba, hatinya kembali menjadi sakit dan merasakan sesak di dadanya.
di persimpangan jalan, yang menurutnya lumayan sepi, ia memutuskan untuk menepikan motor buntutnya itu. kemudian memilih sedikit menjauh dari jalan utama. setelah ia merasa sedikit jauh, ia mulai menangis dengan sejadi-jadinya. hatinya merasa sakit dengan apa yang terjadi dengan kehidupannya.
ia mengeluarkan semua amarah dalam hatinya lewat tangisannya itu. ia juga bertanya tanya dalam hatinya. kenapa orang tua nya mau melahirkan dirinya, tapi ujung-ujungnya di buang dan di telantarkan. ia juga berpikir, kenapa semua ini terjadi dalam hidupnya. diantara jutaan manusia yang ada di dunia ini, kenapa dia yang harus terpilih, yang merasakan bagaimana sakitnya dihina dan hidup yatim piatu. kenapa harus dia.
"arrggg.. kenapa harus aku tuhan. sakit sekali.." ucapnya sambil meremas dadanya dengan tangan kirinya.
"kenapa harus aku, manusia yang engkau pilih untuk merasakan penderita ini, aku sungguh tidak sanggup tuhan, sungguh tidak sanggup." ucapnya lagi disela-sela tangisnya. ia pun kemudian menjadikan kedua tangan dan lutut nya menjadi penopang berat badannya.
" kenapa tidak engkau ambil saja nyawa mu ini Tuhan.... aku ikhlas." racaunya lagi. sungguh ini adalah keadaan terpuruk dan paling terpuruk yang pernah ia alami semasa hidupnya. hidup selama 25 tahun, ternyata tak satupun kenangan yang bisa menghiasi hidupnya. yang ada hanya hinaan dan hinaan yang selalu menghiasi hari-hari nya itu.
cukup lama ia menata hatinya dan berusaha menenangkan perasaan nya yang sedang bergejolak, akhirnya Bastian bisa tenang dan berdamai dengan perasaannya.
"ya Tuhan. ampuni aku karena mengeluh dan berprasangka buruk tentang mu. sungguh aku adalah manusia yang lemah. maaf kan aku tuhan. akan kujalani hidup ku dengan sebagai mana mestinya." ucapnya lagi setelah ia merasa tenang.
Bastian juga benar-benar menyesal telah menyalahi takdir hidupnya. ia pun berusaha meyakinkan dirinya, yang mungkin tak akan lagi mengejar sesuatu yang bukan miliknya. cukup dengan menjalani hidup apa adanya saja, kalau soal jodoh, ia akan berlapang dada menerima takdirnya. mungkin saja, sampai mati tak akan ada perempuan yang akan tertarik kepadanya.
setelah merasa sudah cukup tenaga. ia pun beranjak dan akan meninggalkan tempat itu. ia melangkah kan kakinya dalam beberapa langkah. tapi tiba-tiba, matanya menangkap sebuah sosok anak kecil yang tergeletak tak sadarkan diri, kira-kira sekitaran umur 4 atau 5 tahun. melihat itu, Bastian pun segera mendekat kearah itu. melihat anak yang tidak sadar kan diri di tempat yang lumayan bersemak ini, langsung membuat Bastian syok.
"astaga.. anak siapa ini. kenapa ada anak di tempat ini, apakah anak ini dibuang oleh orang tua nya, atau.." pikiran Bastian mulai melayang kemana-mana. jika memang benar apa yang ada dipikiran nya itu, sungguh malang nasib anak ini.
saat Bastian sedang melamun, tiba-tiba anak ia pun tersadar dan bersuara.
"tolong.." Ucapnya dengan pelan. matanya sedikit terbuka, barang kali ia sangat kelelahan atau bahkan belum sadar sepenuhnya. sontak saja, Bastian langsung melihat kearah anak itu. saat ia melihat sosok itu, ia tiba-tiba menjadi kasihan.
"sebaiknya aku bawa pulang saja. disini sangat berbahaya." ujar lagi. tanpa banyak cincong lagi, Bastian langsung menggotong tubuh anak kecil itu dan langsung menaikannya diatas motor buntutnya itu.
kini tujuan nya pun berubah, ia tidak jadi mengunjungi dan melanjutkan tujuan nya. kini ia hanya memikirkan bagaimana cara menolong anak itu. dengan segera Bastian memutar haluan motornya.
"tenang ya dek, Paman pasti akan membantumu. " ujar Bastian sambil menenangkan anak yang berada di belakangnya sambil mengikat tubuh anak itu dengan lampis baju luarnya. setelah itu, ia langsung tancap gas dan meninggalkan tempat itu.
***
sesampainya mereka di rumah sederhana milik Bastian itu, dengan segera Bastian langsung memberikan makan dan minum kepada anak tersebut. anak itu pun menerima bantuan dari Bastian dengan senang hati dan lapang dada. walaupun masih dalam keadaan lemah dan tak bisa melakukan apapun, Ia tetap berusaha untuk memakan makanannya agar tenaganya kembali pulih.
Bastian yang melihat hal itu pun merasa prihatin. ia kembali bertanya-tanya mengenai asal-usul anak tersebut. melihat dari tampilan sang anak, sepertinya Ia adalah anak orang berada, namun yang menjadi sebuah pertanyaan adalah, Kenapa anak itu sampai berada di tempat sepi dan tak banyak dilalui oleh siapapun.
cukup lama Bastian menunggu anak itu makan dan mengistirahatkan perutnya. akhirnya, Bastian mencoba untuk bertanya kepada bocil itu.
"Hem, Hem. bocil. boleh paman tanya sesuatu..??" tanya Bastian dengan pelan. ia sedikit melembutkan suaranya agar tak memberikan kesan yang tidak baik di hadapan anak itu. mendengar penuturan Bastian. anak itu pun langsung mengalihkan pandangannya kepada Bastian.
"Paman mau tanya apa..? dan nama ku bukan bocil paman, tapi aftar Arya paman." ucap bocil yang baru saja memperkenalkan dirinya itu.
Bastian tersenyum lucu mendengar ucapan anak itu. anak kecil kan memang seperti itu. ia menggaruk-garut kepalanya yang tidak gatal.
"ah.. iya. Paman minta maaf. oh ya aftar, paman mau tanya. kenapa kamu bisa sampai di tempat yang sepi dan sangat berbahaya itu. apakah terjadi sesuatu dengan mu..??" tanya Bastian dengan pasti. ia menatap prihatin anak tersebut.
"aku kabur dari paman-paman jahat itu paman. aku berlari tiada henti. untuk menyamarkan keberadaan ku. aku memilih untuk masuk kedalam lahan yang penuh dengan semak-semak itu. karena kelelahan, aku tertidur paman, tapi ternyata aku langsung tidak bertenaga lagi." ucapnya dengan polos.
Bastian yang mendengar penuturan itu pun langsung mengerutkan keningnya. kabur dari peculik, itulah yang digaris bawahi.
"berarti, kamu tidak boleh berkeliaran sembarangan. nanti ada yang menculik mu lagi. kalau begitu, katakan pada paman, kemana paman harus mengantarkan kamu pulang.?" tanya Bastian lagi. ia berharap anak itu dapat memberitahu kan alamat tempat tinggal nya.
mendengar pertanyaan seperti itu, aftar langsung menatap Bastian dengan tatapan berharap. ia langsung terbayang dengan kedua orang tuanya yang sibuk dengan urusan nya masing-masing. bahkan ia kabur dari kediaman nya ingin pergi kerumah kakek neneknya, namun malah berujung di culik.
"paman, aku nyaman disini. boleh tidak aku tinggal beberapa hari disini." ucapnya dengan penuh harap. Bastian langsung tercengang mendengar penuturan bocil itu.
"aduh.. bukannya paman tidak ingin kamu tinggal disini. tapi, takutnya nanti kedua orang tua mu mencari mu. apa kamu tidak khawatir..??" ucapnya. ia mengeluarkan kata-kata bujukan. karena, tidak mungkin bocil ini tinggal dengan, selain tempat tinggal yang kurang layak. ia juga sering keluar rumah dan pulang malam untuk mencari nafkah.
"lagi pula, kalau kamu tinggal, siapa yang akan menjagamu, paman juga lebih banyak waktu diluar untuk bekerja, kondisi rumah pun tidak baik kalau kamu tinggal sendiri." ujar Bastian. tiba-tiba ia menjelaskan maksud nya menolak bocil itu untuk tinggal, karena sang bocil tiba-tiba memasang wajah sendu. mendengar penjelasan itu, aftar langsung mengangkat kepalanya, dari sorot matanya kembali memperlihatkan Raut wajah berharap.
"tidak apa-apa paman. aku akan ikut paman Bekerja, aku juga tidak akan nakal. apakah Paman tidak kasih padaku, nanti kalau paman tidak mengizinkan aku, aku akan kabur lagi untuk mencari paman kemanapun." ucap aftar sambil melipat kedua tangan mungilnya diatas dadanya. Bastian yang melihat tingkah bocah itu, hanya mampu menggarut-garut kepalanya.
(aduh.. Bagaimana ini..huf..) batin nya. sungguh ancaman aftar tadi langsung membuatnya khawatir.
"baiklah-baiklah. kamu akan tinggal, tapi paman harap jangan lama-lama ya, nanti kedua orang tua mu mencari mu. ok, kita sepakat ya." ucap Bastian membuat kesepakatan dengan anak itu.
"baik paman, sepakat." ucapnya sambil mereka melakukan tos Tanda menyepakati kesepakatan mereka.
"yasudah kalau begitu. ayo istirahat lah. paman ingin keluar mencari angin sebentar." ujar Bastian sambil mengelus lembut kepala bocil itu. aftar pun menganggukkan kepalanya. jujur saja, ia memang merasa sangat kelelahan dan ingin tidur.
setelah itu, Bastian pun langsung membiarkan aftar tidur di tempat tidur nya. lalu, ia bergegas keluar dari rumah sederhana itu.
saat ini, suasana sudah mau menuju jam 8 malam. Bastian langsung mendudukkan tubuhnya di tempat pavoritnya itu. sejenak, ia mengangkat wajahnya menengadah keatas langit malam yang sudah di penuhi bintang yang mulai bermunculan satu demi satu.
Bastian menatap langit malam itu, entah apa yang ada didalam pikiran nya, yang pasti ia sedang tidak baik-baik saja. sejenak, ingatan penolakan dan penghinaan yang ia terima di siang hari mulai memenuhi kepalanya.
"huf... aku tau, aku hanya lah orang miskin yang tidak berpunya. tapi, pantaskah seorang manusia menghinakan manusia lain hanya karena latar belakang hidupnya. huf." ujarnya. ia menarik nafasnya lagi dan lagi. seolah ada sebongkah batu yang menghimpit dadanya sehingga terasa sesak.
***bersambung***
aftar tertidur cukup pulas. tapi, tiba-tiba ia menggeliat dan perlahan membuka matanya. ia melihat disekelilingnya yang merupakan tempat sederhana dan tak memiliki barang-barang mewah. ia langsung beranjak dari tidurnya, kemudian ia langsung bergegas mencari pemilik rumah ini, siapa lagi kalau bukan Bastian.
jam sudah menunjukan pukul 11 malam, aftar mencoba mencari sang pemilik rumah. tiba-tiba matanya menangkap pintu utama yang sedikit terbuka, dengan berjalan pelan ia mendekati pintu itu dan membuka pintu nya dengan pelan.
setelah itu, matanya langsung menangkap sosok yang berusaha ia cari tadi. tampak, pemuda itu seperti sedang mengalami kesulitan dalam hidupnya. aftar merenung sejenak, kemudian ia mendekati Bastian yang tengah melamun itu.
"Paman Apa yang kamu lakukan malam-malam di tempat ini.?" tanya aftar tiba-tiba yang sukses membuat Bastian menoleh ke arah aftar. Bastian langsung terkejut melihat keberadaan bocil itu.
"loh.. sejak kapan kamu di sini cil..??" ucap Bastian. bukannya menjawab pertanyaan dari aftar ya malah melemparkan pertanyaan balik kepada bocil itu.
"elah paman, bukannya menjawab pertanyaan malah balik bertanya." protes after seperti orang dewasa itu. Bastian pun tersenyum mendengarkan protesan dari aftar tersebut. bahkan gayanya berbicara bisa dibilang seperti orang dewasa saja.
"maafkan paman, Paman tidak bermaksud begitu." ujar Bastian langsung merangkul tubuh anak itu membawanya dalam pelukan.
aftar yang notabene-nya seorang anak yang susah untuk dipeluk seperti itu mendadak tidak menolak pelukan Bastian. padahal Bastian adalah orang asing baginya.
"kalau begitu katakan paman, Apa yang menyebabkan Paman melamun dan melihat ke arah langit yang ditaburi bintang-bintang itu. Apakah Paman sedang mengajak alien untuk mengobrol.?" canda aftar kepada Bastian. tapi ekspresi dan raut wajah aftar tak seperti bercanda menanyakan itu kepada Bastian.
"hahaha, bocil-bocil !! Dari mana kamu belajar bergurau seperti itu." ucap Bastian sambil mencapit hidung kecil aftar.
"hehehe... Maaf Paman kalau after lancang. after Hanya penasaran saja.." ujar aftar sambil tersenyum lucu kepada Bastian. Bastian pun ikut tersenyum melihat candaan anak itu.
"tidak apa-apa, Paman tidak marah. hanya saja paman menjalani hidup yang begitu sulit yang tentu saja bocil sepertimu tidak akan paham." ujar Bastian lagi. mendengar penuturan Bastian itu, aftar langsung memperlihatkan raut wajah tak suka.
"jangan mengataiku bocil paman. bocil bocil begini, aku dapat memberikan solusi kepada orang dewasa."ujar aftar dengan percaya diri.
"hahaha.. Oh ya !! kalau begitu Paman ingin meminta solusi kepadamu. Apakah Tuan muda aftar akan memberikanku solusi..???" tanya Bastian kepada aftar.
"tentu saja paman. dari raut wajah Paman sepertinya masalah Paman cukup berat ya.." ucap after lagi dengan penuh kebijakan. mendengar penuturan aftar seperti itu, sontak raut wajah Bastian menjadi sendu. Jujur saja, Ia ingin curhat mengeluarkan semua isi hati dan keluh kesahnya kepada orang lain agar hatinya sedikit merasa lega.
"hais.. begitulah hidup. tadi siang Paman pergi ke rumah kekasih hati Paman untuk meminang dirinya. bukannya disambut dengan baik, namun di sana Paman hanya mendapatkan hinaan demi hinaan yang keluarga itu lontarkan. bahkan Paman cukup sakit hati ketika wanita pujaan hati Paman sama sekali tak memberikan pembelaan kepada paman. Paman sangat sedih sekali. hanya karena Paman orang miskin dan kerja tidak menentu, Paman sampai-sampai dihinakan seperti itu. Apakah salah ya kalau orang miskin seperti Paman juga menginginkan cinta dan kasih sayang. toh juga bukan paman yang minta diberikan kehidupan seperti ini. semuanya sudah ditakdirkan oleh yang kuasa." ujar Bastian tidak peduli Apakah teman curhatnya itu adalah orang dewasa atau hanya seorang bocil. Ia hanya peduli Yang penting semua sesak di dadanya ia keluarkan.
tapi ternyata, respon yang diberikan oleh aftar itu benar-benar di luar dugaan.
"Paman Jangan sedih lagi. mungkin dia belum jodoh paman. yang perlu Paman lakukan hanyalah berusaha dan terus berusaha memperbaiki diri. hehehe, mungkin aftar tidak mengerti ya Paman. tapi kakek dan nenek after selalu mengatakan hal itu kepada paman-pamannya aftar. jadi aftar sebagai anak pintar tentu saja tak akan melupakan nasehat itu." ujar aftar sambil cengengesan. Bastian yang mendengarkan sepenggal nasehat dari anak kecil itu sontak menjadi malu.
"hehehe.. makasih ya nasehat bocil. paman rasa sepenggal nasehat itu sangat berarti untuk paman." ujar Bastian lagi.
"kalau begitu, ayo kita masuk ini sudah malam dan tak sehat bagi tubuh." ucap Bastian lagi. aftar pun menurut namun ekspresi wajah Sangat lucu.
"kata paman, angin malam tidak baik bagi kesehatan, tapi paman sendiri betah lama-lama di luar rumah.. huh !! itu sama saja bohong paman." ucapnya lagi. mendengar sindiran itu, Bastian hanya terkekeh saja. ia pun menggandeng tangan aftar dan membawanya masuk ke dalam. setelah itu, mereka lanjut beristirahat dan berbagi tempat tidur.
***
esok hari menyingsing. tiba-tiba, ada yang mengetuk pintu rumah Bastian.
tok tok tok
ketukan pintu itu tentu saja membuat penghuni rumah itu terbangun.
tok tok tok
"aduh . siapa sih yang mengetuk pintu pagi-pagi begini." ucap Bastian sambil mengucek-ngucek matanya. ia beranjak dari tidurnya dan berjalan menghampiri pintu.
tok tok tok
terdengar ketukan lagi, nampaknya ketukan kali ini terdengar tidak sabaran.
"iya, iya... sebentar.." sahut Bastian dengan suara khas bangun tidurnya.
ceklek
Bastian seketika mematung melihat sosok yang ia cintai dan juga yang melukainya. siapa lagi kalau bukan Elsa.
"kamu lama banget sih buka pintu nya." protes Elsa dengan tatapan dingin. Bastian yang mematung itu, sontak menjadi terkejut.
"Elsa, maaf. ada apa kamu kesini..?" tanya Bastian dengan perasaan tak menentu. Elsa yang mendengar pertanyaan itu pun mencibir.
"memangnya kenapa ? kamu ngak suka kalau aku disini.? kamu ingin mengusirku..!" seru Elsa dengan ketus.
"ngak usah sok seperti itu deh. aku kesini bukan untuk membujuk mu kembali melamar ku. aku kesini pagi-pagi hanya ingin memberikan mu undangan pertunangan ku dengan Alan. jadi tidak usah PD seperti itu." ujar Elsa sambil menyodorkan kartu undangan itu.
melihat dan mendengar penuturan Elsa yang seolah tak merasa salah itu, mendadak hati Bastian menjadi sakit. sebegitu mudahnya kah Elsa melupakan dirinya dan melakukan hal ini kepadanya. sungguh tega.
"kamu tega melakukan itu padaku. padahal, kamu sendiri yang memintaku untuk datang meminang kamu, tapi setelah aku sudah datang, keluarga mu malah menghina ku. bahkan kamu tak sedikit pun membelaku. apa salahku sebenarnya sampai kamu melakukan hal ini." ujar Bastian dengan putus asa. Bastian berusaha mendapatkan penjelasan dari Elsa.
"aduh.. please deh.. kamu itu seharusnya tau diri. aku mengatakan hal itu, bukan berarti aku serius. kamu aja yang terlalu berharap. lagian, siapa juga yang mau sama laki-laki kek kamu, miskin dan tak memiliki masa depan." ujarnya lagi dengan sombongnya. kata-kata itu meluncur begitu saja di mulutnya, bahkan Elsa tidak peduli Apakah Bastian akan sakit hati atau tidak.
"nih pegang. jangan lupa datang ya.." ujarnya lagi. setelah itu, Elsa langsung kembali dan meninggalkan Bastian yang masih mematung di depan pintu rumahnya itu. tatapan Bastian terpaku kepada surat undangan itu. kalau mau tahu apa kabar hatinya sekarang ? Jangan ditanya lagi, hatinya saat ini benar-benar hancur dan keluarga itu benar-benar menginjak-injak harga dirinya.
Bastian pun kembali terngiang-ngiang dengan ucapan Elsa, yang mengatakan dirinya adalah pria miskin dan tak memiliki masa depan.
(hidup ini bukan aku yang menentukan, jika aku bisa bernegosiasi dengan Tuhan, pasti aku akan meminta menjadi seorang yang memiliki harta yang berlimpah dan masa depan yang cerah. tapi nyatanya aku hanyalah seorang hamba, yang hanya bisa pasrah ketika Tuhan telah menggariskan takdirku.) batin Bastian. tatapannya masih terpaku dan tertuju kepada benda yang bernama undangan itu.
***
Ternyata, percakapan mereka itu tak luput dari pendengaran aftar yang terbangun karena sangat berisik. wajarlah, pintu rumah dengan kamar sambil terhubung, jadi keributan itu langsung membangun kan aftar.
"sombong sekali Tante jahat itu." ujarnya dengan geram. walaupun aftar masih kecil, namun kata-kata orang dewasa begitu cepat ia cerna, bahkan kata-kata makian dan merendahkan seperti itu sebenarnya tidak pantas ia dengar. tapi apa boleh buat, telinganya yang begitu tajam dan otaknya yang begitu cepat memutar dan merekam semua kata-kata menyedihkan itu.
sementara Bastian, ia masih setia berdiri dan mematung. melihat itu, aftar pun mendekat dan langsung bersuara.
"paman... siapa tadi, kenapa berisik sekali.?" ucap aftar sambil mengucek matanya. suara aftar langsung saja membuyarkan lamunan Bastian. Bastian langsung menoleh ke arah aftar.
"oh, kamu sudah bangun. tadi, bukan siapa-siapa. ayo masuk lagi." ujar Bastian kepada bocil itu. Bastian pun langsung membawanya masuk kedalam dan menyiapkan sarapan seadanya untuk mereka berdua.
(seperti paman memang hidup sebatang kara dan tak memiliki keluarga. mm sebaiknya, aku ajak saja paman kerumah nenek.) batin aftar sambil memperhatikan wajah Bastian.
tak lama, Bastian pun selesai membuat sarapan untuk mereka berdua. setelah itu Bastian pun langsung menghidangkannya dan mereka pun sarapan tanpa mengeluarkan suara. terlihat sarapan mereka sangat sederhana dan biasa-biasa saja, namun after sama sekali tak mengeluarkan kata-kata apapun selain menikmati makanan itu saja. tak lama, Mereka pun selesai sarapan pagi.
"Oh iya paman. Paman kerja apa.?? Paman hari ini aku berubah pikiran, Aku tidak ingin membuat Paman bertambah kesusahan, jadi mau kah paman mengantarkanku ke alamat kakek nenekku." ujar after kepada Bastian. Bastian yang sudah menyelesaikan sarapannya dan sedang mengistirahatkan perutnya itu langsung mengarahkan pandangannya ke arah bocil itu.
"Kenapa cepat sekali berubah pikiran hm...??" tanya Bastian sambil mengelus-halus kepala aftar. seolah menjadi tidak rela kalau aftar kembali ke keluarganya. afta tersenyum, ia merasa hangat di perlakukan seperti itu oleh Bastian. Bastian sendiri pun merasa sangat dekat dengan bocil ini. ah kenapa juga aftar harus berubah pikiran.
"tidak apa-apa paman. tapi, paman mau kan mengantarkan aku pulang..??" tanya aftar lagi. Bastian tersenyum.
"tentu saja, paman akan antar. sekarang, kamu mandi dan siap-siap, kita akan berangkat." ucap Bastian kepada aftar. setelah itu, aftar langsung bergegas menuruti perintah dari aftar. sementara, aftar langsung membereskan piring yang mereka pakai tadi.
***
kini aftar dan Bastian telah siap. mereka pun langsung berangkat menuju kediaman kakek dan nenek aftar. mereka juga membawa beberapa bekal, setelah aftar memberikan alamat rumah kakek dan neneknya. ternyata, tempat itu cukup jauh dari tempat tinggal mereka. tapi Bastian tidak keberatan. ia malah menjadikan perjalanan mengantar aftar ini sebagai jalan-jalan untuk mengalihkan pikiran dan perasaannya yang masih hancur.
Bastian terus melakukan motor buntutnya itu, berjam-jam mereka melewati perjalanan dan sesekali mereka akan berhenti untuk sekedar makan dan minum, melepas lelah juga sekaligus menikmati suasana wisata yang mereka lewati diperjalanan mereka itu.
sekitar jam 4 sore, akhirnya mereka sampai disebuah kediaman yang sangat mewah bak istana raja. Bastian yang melihat model bangunan itu berdecak kagum. sampai sampai ia tak mendengar saat aftar memanggilnya.
"paman, paman..." panggil aftar. namun Bastian masih belum bergeming. ia masih menatap takjup rumah tersebut.
(wah... rumah ini begitu indah bak istana, kira-kira, aku bisa ngak ya punya rumah seperti ini.) batin Bastian. tapi, tiba-tiba aftar langsung memukul pelan pundak Bastian.
"paman," Ucapnya. sontak saja, Bastian langsung terkejut. ia pun melihat ke arah aftar.
"ada apa tar, kamu butuh sesuatu..??" tanya Bastian dengan penuh perhatian. mendengar nada khawatir dari Bastian, langsung membuat aftar tersenyum lucu sekaligus senang. ada perasaan hangat ketika perhatian kecil di tujukan padanya.
"hehehe.... tidak paman. tadi aftar panggil-panggil, tapi paman tidak mendengarkanku. ayo paman kita masuk ke dalam. kita kasih kejutan kepada kakek dan nenekku.!!" seru aftar lagi dengan riang gembira. ada senyum misterius dari balik senyum riangnya itu, seolah ia telah menyiapkan satu rencana untuk Bastian.
"tapi tar." ucap Bastian langsung melihat penampilannya. rasanya ia tak mungkin mengantarkan aftar dan masuk ke dalam rumah megah itu. apalagi tampilan yang begitu kampungan dan sangat-sangat miskin. bisa-bisa nanti iya dikira maling dan pengemis.
"Paman antar sampai di sini saja ya, perjalanan kembali sangat panjang. jadi Paman akan kembali sekarang." ujar Bastian kepada aftar.
tapi tiba-tiba, seorang satpam berseru kepada temannya untuk memberitahu kepada tuan dan nyonya rumah ini bahwasanya sang cucu tengah berada di depan pintu gerbang. dengan tergesa-gesa, seorang satpam yang dikenal dengan Pak Jono itu langsung bergegas masuk ke dalam kediaman mewah itu untuk mengabari tuan dan nyonya rumah ini. sementara satunya lagi yang dikenal dengan pak Tatang itu, bergegas menemui aftar dan Bastian yang masih berada di luar gerbang.
"tuan muda !!!" seru pak Tatang. aftar dan Bastian pun langsung mengarahkan pandangan mereka kepada Pak Tatang yang tengah berlari menghampiri mereka.
"pak Tatang..." ujar aftar sambil tersenyum simpul.
"Ya ampun tuan muda, Anda dari mana saja tuan muda..? tuan dan nyonya serta tuan dan nyonya besar begitu sibuk mencarimu." ujar pak Tatang dengan perasaan khawatir. matanya langsung melirik Bastian yang tengah melihat interaksi mereka. sejenak Bastian langsung tersenyum.
***bersambung***
note : cerita ini bisa saja sewaktu-waktu berhenti dan tak dilanjutkan. Jadi butuh kritik dan saran untuk kemajuan ceritanya.
satpam yang beradu pandang dan melihat senyum dari bibir Bastian itu langsung tercengang. entah itu benar atau mimpi, pak Tatang merasa bahwa lelaki ini begitu mirip dengan tuannya, Danuarta Prakoso. Iya juga melihat kemiripan mata milik sang nyonya, marsita Prakoso.
(astaga !! apakah ini cuma perasaanku saja. Kenapa wajah dan matanya begitu mirip dengan Tuan Danu dan nyonya sita. Apakah..) batin pak Tatang sambil memandangi wajah Bastian.
saat pak Tatang sedang asyik memandangi wajah Bastian, kedua paruh baya beserta Pak Jono langsung mengejutkan mereka.
"astaga aftar... Kamu dari mana saja nak...!! Kenapa tidak mengabari kakek dan nenek. kamu tahu Kakek benar-benar sangat khawatir padamu." ujar Tuan Danu berlari berhambur dan langsung memeluk tubuh aftar. Nyonya marsita pun ikut berlari menyambut cucunya yang sudah dua minggu mereka cari. bahkan orang tua dari aftar sendiri kelimpungan mencari keberadaannya. Tuan Danu pun sempat marah-marah kepada anak perempuannya yang tidak becus menjaga cucu satu-satunya. apalagi Tuan Danu pernah mengalami trauma kehilangan anak laki-lakinya, sehingga ia begitu protektif terhadap cucu satu-satunya.
sejenak mereka melupakan keberadaan Bastian di sana. Tuan Danu dan nyonya sita memusatkan perhatian mereka kepada sang cucu. Bastian sendiri yang melihat interaksi seperti itu langsung membuatnya iri. pasalnya Saya dari kecil Ia hanya tinggal bersama dengan seorang kakek tua yang telah lama meninggalkannya, hingga ia tak merasakan bagaimana rasanya kasih sayang kedua orang tua.
"sayang kamu tidak apa-apa..?? Dari mana saja selama ini. kakek dan nenek serta kedua orang tuamu kelimpungan mencarimu dan bahkan melapor ke kantor polisi.. tapi syukurlah kamu baik-baik saja." ujar nyonya marsita. Nyonya marsita terus menghujam pipi aftar dengan ciuman yang bertubi-tubi.
sementara Bastian yang berada di sana, karena merasa keberadaannya sudah tidak penting dan telah mengantarkan aftar pulang dengan selamat, Ia pun memutuskan untuk angkat kaki dari halaman itu. meninggalkan sepasang paruh baya dan anak kecil yang masih melepas rindu dan rasa bahagia itu. Bastian pun berbalik dan melangkah menjauh dari tempat itu, tapi sebuah suara menghentikan langkahnya.
"anak muda..." seru suara itu. suara itu berasal dari tuan Danuarta, Ia mencoba mendekat dan bertanya serta berkenalan dengan pemuda itu.
Bastian yang mendengar panggilan itu, langsung membalikkan badannya dan melihat ke arah Tuan Danuarta. Tuan Danuarta seketika langsung tercengang, tentu saja ia tercengang ketika melihat raut wajah dan mata dari pemuda itu.
"Iya tuan..." ujar Bastian dengan sopan. tapi sepertinya tuan Danuarta masih sedang terkejut bahkan ekspresi yang diperlihatkan pun terlihat sangat lucu.
"tuan..." panggil Bastian lagi. setelah panggilan kedua itu, barulah Tuan Danu tersadar dari lamunannya. namun tak dapat ditebak Apa yang tuan dan lakukan, Tuan Danu langsung berjalan menghampiri Bastian dan seketika itu langsung memeluk erat tubuh itu. perlakuan itu tentu saja membuat Bastian menjadi terkejut, Tak hanya itu beberapa orang juga yang masih berada di sana pun ikut terkejut.
Bastian yang dipeluk oleh Tuan Danu tak dapat berbuat apa-apa, Ia lebih memilih mematung dan membiarkan Tuan Danu mendekat erat tubuhnya. bahkan Bastian dapat memastikan bahwa Tuan Danu tengah menangis dalam pelukan itu. untuk sedikit meredakan kesedihan Tuan Danu, Bastian mengangkat kedua tangannya dan membalas pelukan itu serta sesekali tangannya mengusap-usap punggung Tuan Danu berharap tuan Danu mengurangi sedikit rasa sedihnya itu.
dari jarak yang tidak jauh dari mereka, Nyonya marsita pun ikut terkejut melihat reaksi sang suami. pasalnya, Ia belum melihat dengan jelas wajah pemuda itu.
"nenek, kenapa kakek menangis ketika memeluk Paman Bastian..??" tanya aftar kepada nyonya marsita. Nyonya marsita pun mengalihkan pandangannya kepada aftar. sejenak Nyonya marsita pun menggelengkan kepalanya karena memang tidak mengetahui apa-apa.
cukup lama Tuan Danu mendekap tubuh Bastian. Ia pun langsung melerai pelukannya. tuan Danu langsung mengalihkan pandangannya kepada sang istri. kemudian ia kembali menatap pemuda itu. Bastian masih saja bingung atas apa yang ia alami ini.
"ayo masuklah dulu nak, perjalanan kalian pasti sangat jauh dan cukup menguras tenaga." ucapkan Danu dengan lembut dan penuh perhatian. Nyonya marsita juga merasa bingung melihat tingkah sang suami terhadap pemuda itu.
"tidak apa-apa tuan, saya akan melanjutkan perjalanan saya. Saya tidak ingin merepotkan Anda." ucap Bastian lagi merasa tidak enak. Tuan Danu lagi-lagi menepuk pundak Bastian. namun dari arah lain after berjalan mendekati keduanya.
" Iya paman, sebaiknya Paman istirahat dulu. perjalanan Paman Kembali ke tempat Paman sangatlah jauh, apalagi Paman sudah tidak memiliki bekal. Paman juga bisa menanyakan perihal pekerjaan kepada kakek aftar.." seru aftar dengan polosnya.
Bastian yang mendengar penuturan aftar yang begitu lurus tanpa tersendat, membuat Bastian merasa tidak enak. Bastian berfikir, Ia takut kedua paruh baya ini berfikir macam-macam mengenai dirinya yang tengah memanfaatkan pertolongan dirinya terhadap aftar.
"tidak perlu bocil, Paman menolongmu sangat-sangat ikhlas." ucap Bastian sambil tersenyum dengan tangan yang mengelus lembut rambut aftar. dan anehnya aftar sama sekali tak menepis tangan Bastian itu. tentu saja itu membuat kedua paruh baya dan dua satpam yang masih menyaksikan adegan itu tercengang. Pasalnya, mereka tahu siapa aftar itu sebenarnya Dan seperti apa sifatnya. tuan muda cilik mereka itu pasti tak akan mengijinkan siapapun apalagi orang asing untuk menyentuh dirinya seperti itu apalagi sentuhan itu terlihat akrab.
"tidak apa-apa anak muda, masuklah dulu. Ada yang ingin saya pastikan.." ujar Tuan Danu kembali mengutarakan maksud dan keinginannya. mudah-mudahan saja perkiraannya tidak melenceng.
mendengar penuturan seperti itu, Bastian jadi tak kuasa untuk menolak ajakan Tuan Danu. apalagi Tuan Danu dari sorot matanya itu seperti sangat terlihat akrab dengan Bastian. dari sorot mata Tuan Danu ada sebuah kehangatan yang terpendam di dalamnya.
"Baiklah kalau begitu tuan, tapi saya mohon maaf jika nanti saya merepotkan Anda." ujar Bastian dengan sopan. inilah yang menjadi nilai plus bagi seorang Bastian. walaupun lahir tumbuh besar dengan serba kekurangan, namun kesopanan dan tata krama selalu malekat baik dalam dirinya.
sementara nyonya marsita, Iya masih memandangi wajah Bastian yang menurutnya tidak begitu asing. Tuan Danu aftar langsung mengajak Bastian masuk ke dalam rumah mewah itu, sementara kedua satpam tersebut kembali melakukan pekerjaan mereka.
***
di sinilah Tuan Danu dan keluarganya, termasuk Bastian yang berada di tengah-tengah mereka. beberapa pelayan juga bolak-balik menyiapkan minuman dan cemilan kepada mereka itu. Tuan Bastian juga memerintahkan beberapa pelayan perempuan untuk membersihkan salah satu kamar yang ada di mansion mereka. di saat suasana hening itu, tiba-tiba Nyonya marsita membuka suaranya.
"anak muda, siapakah namamu Jika boleh saya dan suami saya mengetahuinya.?" tanya Nyonya marsita dengan perasaan gugup. Bastian yang dahulunya perhatiannya tertuju pada kedua tangannya, kini mendengar penuturan Nyonya marsita langsung mengalihkan pandangannya ke arah sumber suara.
"Maaf nyonya, perkenalkan saya Bastian. saya berasal dari desa kecil dan jauh dari tempat ini." ucap Bastian memperkenalkan dirinya sekaligus mengatakan dari mana kalangan ia berasal. Nyonya marsita tersenyum simpul. kemudian bersuara lagi.
"tidak perlu sungkan seperti itu anak muda. mm jadi bolehkah saya memanggilmu dengan nama itu..??" tanya nyonya marsita lagi. Bastian menganggukkan kepalanya.
"tentu saja nyonya." ujar Bastian lagi.
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!