NovelToon NovelToon

Sebatas Istri Bayaran

Tuan Sebastian

Sebastian berjalan dengan penuh percaya diri bersama sang istri. Dia baru saja selesai menghadiri acara makan malam bersama keluarga besar Dewantara, salah satu keluarga terkaya di negaranya. Bersama Renata sang istri dia merasa menjadi laki-laki yang paling sempurna karena istrinya itu memiliki kecantikan yang luar biasa.

Keduanya pun masuk ke dalam mobil secara bersamaan. Genggaman tangan keduanya pun seketika di lepaskan, begitupun dengan senyuman menawan yang semula menghiasi bibir keduanya. Sebastian nampak membuka kancing kemeja yang dikenakannya juga melonggarkan dasi merah yang melingkar di lehernya kini.

"Keluarga kamu benar-benar luar biasa, Mas. Mereka selalu saja membanggakan harta dan wanita, seolah semua itu gak akan ada habisnya. Harta bisa saja habis, kecantikan seorang wanita juga akan memudar dan menua seiring dengan bertambahnya usia. Kenapa mereka semua begitu memuja 2 hal itu? heran deh," decak Renata merasa kesal.

"Seperti itulah mereka, makannya saya membayar kamu untuk menjadi istri saya. Semua itu demi harga diri saya sebagai anak tertua dari keluarga Dewantara, tapi ingat kamu hanya sebatas istri bayaran, jangan berharap untuk jadi istri sesungguhnya dari Tuan Sebastian," ketus Sebastian mulai menyalakan mesin mobil sport berwarna hitam miliknya.

"Iya-iya, aku paham betul akan hal itu. Aku sadar kalau aku hanya sebatas istri bayaran. Kamu bebas menceraikan aku kapan pun kamu mau, Tuan Sebastian!"

"Hahahaha! Itulah yang aku suka dari kamu, Renata. Kamu tidak pernah baper, kamu juga tidak jatuh cinta dengan saya, dan itu memang tidak boleh terjadi."

Renata hanya tersenyum kecut. 1 tahun menjadi istri bayaran dari seorang laki-laki kaya raya adalah sesuatu yang tidak membuatnya merasa bangga sama sekali. Meskipun dia telah meraup keuntungan yang sangat besar, tapi hal itu membuat jiwanya merasa hampa sebenarnya. Impiannya untuk menjadi Nyonya besar, memiliki harta yang melimpah, tidak serta merta membuat jiwanya merasa tenang, terlebih gelar Nyonya besar itu hanyalah sebutan palsu dan semu.

"Iya Tuan Sebastian yang terhormat, Anda tidak usah khawatir. Aku tidak mungkin jatuh cinta sama kamu. Ingat perjanjian kita di atas materai, aku harus mengembalikan semua bayaran yang aku terima jika aku sampai jatuh cinta sama kamu. Begitupun sebaliknya, Anda harus membayar saya 10 kali lipat jika Anda sampai jatuh cinta kepadaku, ingat?" tegas Renata penuh penekanan.

"Ya-ya-ya ... Kamu memang wanita cerdas. Tidak salah saya memilih kamu, Rena. Hahahaha!" Sebastian seketika tertawa nyaring.

Perjalanan pun di mulai, Renata duduk manis di dalam mobil. Wanita yang memiliki kecantikan luar biasa itu merasa heran sebenarnya. Apakah suami palsunya itu adalah laki-laki normal? Mengingat bahwa selama 1 tahun pernikahan mereka, suaminya itu sama sekali tidak pernah menyentuhnya. Kecantikan yang dia miliki bahkan tidak mampu membuat Sebastian jatuh hati kepadanya. Apakah itu sebabnya dia membayar dirinya sebagai istri, karena sejatinya Sebastian bukanlah laki-laki sejati?

Akh ... Entahlah, pikiran itu segera dia tepis jauh-jauh. Yang menjadi tujuan utama dia merima tawaran laki-laki bernama Sebastian untuk menjadi istri palsunya adalah karena uang. Meskipun pernikahan mereka sama sekali tidak palsu, Sebastian tetap menikahinya sah secara hukum dan agama.

Mobil yang di kendarai oleh Sebastian pun tiba di tempat tujuan, sebuah rumah besar berlantai 2 dimana di huni juga oleh kedua orang tua Sebastian yaitu, Tuan Dewantara dan istrinya Nyonya Camelia Veronika. Ya ... Sebastian memang masih menumpang di rumah kedua orang tuanya, ada alasan besar kenapa dirinya masih tinggal di sana padahal dia pun mampu untuk membeli rumah yang lebih besar dari itu jika memang dia mau. Ada tujuan besar kenapa Sebastian yang merupakan putra sulung dari keluarga itu mememlih tinggal di rumah tersebut.

Mobil pun mulai berhenti di bagasi mobil, keduanya pun keluar dari dalam mobil secara bersamaan. Akting sebagai sepasang suami-istri yang bahagia pun kembali mereka lakonkan, bak artis papan atas yang sedang memainkan peran masing-masing.

Ceklek!

Pintu utama pun di buka, Sebastian dan istrinya masuk ke dalam rumah kemudian. Tuan Dewantara dan Nyonya Camelia nampak sudah sampai terlebih dahulu. Mereka berdua sedang duduk santai seraya menikmati secangkir kopi hangat. Tatapan mata keduanya tertuju kepada Sebastian dan istrinya yang saat ini baru saja memasuk rumah.

"Kalian baru pulang?" tanya Tuan Dewantara menatap tajam wajah putra serta menantunya.

"Iya, Dad. Kami lelah sekali, Dad. Kami naik dulu ya," jawab Sebastian berdiri sejenak di depan kedua orang tuanya, lalu hendak melanjutkan langkah kakinya bersama Renata tentu saja.

"Duduk dulu, ada yang ingin Daddy sama Mommy katakan sama kamu," pinta sang ibu.

"Baiklah, apa yang ingin kalian bicarakan."

Keduanya pun duduk saling berdampingan kini.

"Kapan kalian punya anak? Sudah 1 tahun lho kalian menikah. Apa kalian tidak merasa iri sedikitpun melihat adik-adikmu membawa putra-putra mereka tadi?"

Renata dan juga suaminya tentu saja merasa terkejut mendapatkan pertanyaan tersebut. Memiliki putra? Bagaimana bisa mereka mendapatkan momongan, jika keduanya bahkan belum pernah tidur bersama dari semenjak mereka menikah? Sebastian menoleh dan menatap ke arah istrinya, hal yang sama pun di lakukan oleh Renata. Keduanya saling menatap satu sama lain seraya tersenyum cengengesan.

"Apa maksud Mommy? Punya anak? Hahahaha! Kami ingin sekali sebenarnya, tapi mau bagaimana lagi, Tuhan belum mempercayai kami untuk memiliki keturunan," jawab Sebastian merasa gugup tentu saja.

"Yakin?"

"Hah? Maksudnya?" Sebastian mengerutkan kening.

"Yakin kalau istri kamu ini tidak mandul? Percuma saja cantik tapi tidak bisa memberikan keturunan."

Renata yang semula hanya diam sontak merasa terusik. Dia pun tersenyum getir lalu menatap tajam wajah ibu mertuanya kini.

"Saya tidak mandul, Mom. Kami belum memiliki momongan karena--" Rena tidak meneruskan ucapannya, saat jemari suaminya meremas kuat telapak tangannya kini.

"Karena apa? Suruh suami kamu menikah lagi kalau memang kamu tak sanggup memberinya keturunan alias mandul."

"Cukup, Mom. Kami lelah, kami istirahat dulu," pamit Sebastian, tanpa basa-basi lagi dia bersama Renata pun bangkit lalu benar-benar meninggalkan kedua orang tuanya.

"Pikirkan baik-baik permintaan kami, beri kami cucu secepatnya!" teriak Nyonya Camelia, tapi diabaikan tentu saja.

Ceklek!

Pintu kamar pun di buka, Sebastian masuk ke dalam kamar di susul oleh Renata kemudian. Laki-laki berusia 35 tahun itu membuka jas hitam yang dikenakannya dengan perasaan kesal.

"Apa-apaan ini, kenapa mereka tiba-tiba saja meminta cucu dari saya? Apa mereka masih belum puas memiliki 5 cucu dari adik-adik saya itu," gerutu Sebastian merasa kesal.

"Aku tidak mandul, Mas."

"Apakah hal itu penting sekarang?"

"Tentu saja penting, suatu penghinaan besar jika seorang wanita di tuduh mandul!"

"Terus mau mu bagaimana? Tidak mungkin kita memberikan apa yang mereka katakan tadi."

"Kenapa gak mungkin? Aku mau tanya satu hal sama kamu, Mas. Apakah kamu laki-laki normal?"

BERSAMBUNG

...****************...

Sebatas Istri Bayaran

Sebastian diam seribu bahasa. Dia tidak tahu harus menjawab apa atas pertanyaan istrinya itu. Laki-laki normal? Tentu saja dirinya adalah laki-laki tulen.

"Pertanyaan macam itu? Apa pantas kamu menanyakan hal memalukan seperti itu, hah?" Sebastian menaikan suaranya.

"Lalu, kenapa kamu tidak pernah melirik aku sekalipun? Katamu aku cantik, katamu aku adalah wanita yang sempurna. Kenapa kamu tak pernah sekalipun menyentuh aku, Mas Sebastian? 1 tahun lho, 1 tahun kita menikah. Meskipun kita menikah di atas perjanjian, tapi tetap saja, apa tidak ada sedikitpun keinginan untuk kamu menyentuh aku? Aku curiga kamu laki-laki yang tidak normal alias--"

"Hom* maksud kamu? Penyuka sesama jenis? Begitu?"

"Apa lagi namanya kalau bukan homo."

"Lancang kamu, Renata. Saya laki-laki normal, enak aja kamu mengatakan saya homo!"

"Lalu, apakah kamu tidak merasa tergiur sama sekali dengan kemolekan tubuh aku ini? Kita bahkan tidur seranjang, meski hanya seranjang tanpa pernah melakukan hal apapun, tapi apa aku ini terlalu menjijikkan di mata kamu hingga kamu tak sudi hanya sekedar menyentuh sehelai kulitku saja, Mas?"

"Kamu benar-benar keterlaluan! Apa kamu mulai baper, apa kamu mulai menginginkan hal yang lebih dari saya? Saya sudah mengingatkan tadi, jangan berharap lebih dari pernikahan palsu kita ini, kamu hanya sebatas--"

"Sebatas istri bayaran? Iya aku paham, andai saja ibu kamu tidak pernah menyinggung masalah momongan dan mengatakan bahwa aku ini mandul, mungkin aku gak akan pernah menuntut hal seperti ini. Mana mungkin aku bisa hamil jika kamu saja tidak pernah menyentuh aku, Mas?"

Sebastian tiba-tiba saja membuka satu-persatu kancing kemeja yang dikenakannya. Dia pun berjalan mendekati Renata, menatap tajam wajah wanita itu dari ujung kaki hingga ujung rambut. Tubuh langsingnya yang saat ini di balut dress se*si berwarna hitam, bagian atas tubuh sang istri bahkan terlihat menggoda dengan belahan dada berbentuk hati. Putih mulus begitu sempurna dan menggiurkan bagi siapapun yang melihatnya.

Mana mungkin dia tidak tergiur? Mana mungkin dirinya tidak tergoda? Dia hanya hanya menahannya sedemikian rupa. Menekan hasratnya dalam-dalam. Sebastian tidak ingin melakukan hubungan suami istri yang sebenarnya halal untuk dia lakukan atas dasar nafsu semata, tanpa rasa cinta dan dengan penuh keterpaksaan.

"Kamu lihat saya, Renata! Kamu tanya lubuk hati kamu yang paling dalam. Apa kamu ingin di sentuh oleh saya? Apa kamu mau kita melakukan hubungan suami istri seperti yang kamu katakan tadi? Kalau iya, saya akan sangat senang sekali melakukannya," tanya Sebastian, berjalan mendekat membuat Renata sontak berjalan mundur seiringan dengan langkah kaki suaminya.

Bruk!

Tubuh Rena seketika membentur tembok, tidak ada lagi tempat untuknya lari. Sebastian yang sudah berhasil melepaskan seluruh kancing kemeja yang dikenakannya pun berada sangat dekat dengannya. Dada bidang laki-laki itu bahkan terekspos sempurna kini, terlihat lebar dan kekar.

"Kamu mau apa, Mas?" tanya Renata, jantungnya seketika berdetak kencang.

"Apa lagi, bukankah kamu ingin membuktikan seberapa normalnya saya? Tapi masalahnya, apa kamu siap untuk saya sentuh? Apa kamu siap kita melakukan hubungan suami-istri?"

Renata terdiam seraya memalingkan wajahnya. Bahkan ketika tubuhnya di himpit tanpa jarak sedikit pun, yang dia rasakan hanyalah rasa sesak. Tubuh kekar suaminya benar-benar menempel sempurna kini. Namun, dirinya tetap saja memalingkan wajahnya tanpa berani menatap wajah tampan seorang Sebastian.

"Saya tahu kamu tidak siap untuk saya sentuh, tatap mata saya Renata!" pinta Sebastian sedikit menaikan suaranya. Sontak, wanita itu menoleh dan menatap wajah suaminya kini.

Deruan napas sang suami terasa hangat menyapu permukaan wajahnya kini. Aroma maskulin menguar tercium begitu menyegarkan sebenarnya. Namun, wanita itu tetap saja memalingkan wajahnya saat wajah suaminya perlahan mendekat dan hendak mendaratkan bibirnya di bibir merah miliknya. Sontak saja, hal itu membuat Sebastian tertawa nyaring juga seketika memundurkan langkah kakinya kemudian.

"Hahahaha! Dasar munafik, jangan pernah berharap lebih jika kamu memang tidak benar-benar menginginkannya. Jika kamu berani meminta hal seperti ini lagi, maka saya tidak akan segan memaksa kamu untuk melayani saya, paham?!" Ketus Sebastian yang sebenarnya merasa kecewa.

"Lalu, apa yang akan kita katakan kepada ibumu, Mas? Kalau beliau meminta kamu untuk menikah lagi demi mendapatkan momongan, apa kamu akan benar-benar melakukannya dan akan menceraikan aku?" tanya Renata dengan nada suara berat.

"Saya akan memikirkan hal itu, tapi kamu harus ingat satu hal, saya tidak akan pernah menceraikan kamu apapun yang terjadi, oke?"

"Apa maksud kamu? Bukankah aku ini hanya sebatas istri bayaran dan kamu bebas menceraikan aku kapan pun kamu mau? Jika kamu mau menikah lagi silahkan, tapi ceraikan dulu aku."

"Apa? Menceraikan kamu? Hahahaha! Dengar ya Renata, saya bebas memiliki berapa Istri pun, tapi saya tidak akan pernah menceraikan kamu sampai kapan pun, kamu tidak akan pernah bisa lepas dari saya."

"Dasar gila!"

"Terserah, terserah kamu mau mengatakan saya gila atau apapun, yang jelas kamu adalah Nyonya Sebastian sampai kapan pun."

BERSAMBUNG

...****************...

Menahan

"Gila kamu, Mas. Kamu selalu menekankan kepadaku bahwa aku hanyalah sebatas istri bayaran, lalu kenapa kamu tak mau menceraikan aku, kenapa Mas? Kenapaaaaa?" teriak Renata dengan bola mata memerah.

"Jangan pernah menanyakan kenapa alasannya, karena saya tak akan pernah memberitahukan kamu kenapa saya melakukan hal ini."

'Karena saya juga tak tahu kenapa saya jadi seperti ini, saya tak ingin berpisah dengan kamu Renata,' (batin Sebastian).

"Lalu, selamanya aku akan di cap mandul oleh keluarga kamu?"

"Salah sendiri, kenapa kamu tidak mau saya sentuh?"

Renata seketika memalingkan wajahnya. Ya ... Memang salahnya karena enggan untuk hanya sekedar di sentuh oleh suaminya sendiri. Kenapa juga dia harus memalingkan wajah saat suaminya itu hendak mendaratkan ciumannya tadi? Dia yang menuntut, kenapa juga dia yang menolak? Ada apa dengan hatinya? Batin Renata seketika dilanda dilema.

"Akh ... Sudahlah, jangan di bahas lagi. Kepala saya pusing, saya akan berendam air hangat. Jangan ganggu saya," decak Sebastian.

Tanpa rasa malu lagi, laki-laki itu melucuti satu-persatu pakaiannya tepat di depan Renata sang istri. Dari mulai kemeja berwarna putih yang dikenakannya, hingga celana hitam panjang yang dia pakai. Sampai akhirnya hanya menyisakan segitiga yang melingkar menutupi bagian inti tubuhnya saja.

Tubuh kekar Sebastian terpampang nyata di hadapan Renata kini. Raga setengah polosnya benar-benar membuat kedua mata Renata membulat sempurna. Terlihat indah dan membuat bulu kuduk wanita itu seketika merinding serempak. Kenapa suaminya itu tiba-tiba seberani ini? Tidak pernah Sebastian bertelanjang di depan istrinya. Apakah dia sengaja melakukan hal itu untuk menunjukkan seberapa gagahnya dia setelah keperkasaannya di pertanyakan? Entahlah ... Renata hanya bisa menarik napas berat saat suaminya itu perlahan mulai masuk ke dalam kamar mandi.

Ceklek!

Blug!

Pintu kamar mandi pun di buka dan di tutup rapat setelah Sebastian masuk ke dalamnya. Laki-laki itu segera berjalan ke arah bathtub dan mengisinya dengan air hangat. Sebastian Dewantara benar-benar berendam di dalamnya. Bukan tanpa alasan dia melakukan hal itu. Sebastian hanya ingin menenangkan jiwa yang sempat merasa kalut.

Menekan hasratnya yang sempat naik kepermukaan. Jika boleh berkata jujur, sebenarnya dia ingin sekali melakukan hal itu. Bercumbu dengan istrinya dirinya sangat menginginkan hal itu, tapi dia ingin melakukannya atas dasar suka sama suka bukan karena terpaksa.

"Renata-Renata, harus sampai kapan saya menahannya? Saya laki-laki normal, Ren. Normal ...! Haaaa ..." gumam Sebastian mengusap wajahnya kasar.

* * *

Setelah berendam hampir selama satu jam, jiwa seorang Sebastian mulai merasa damai. Hasrat yang sempat naik kepermukaan pun kembali bersemayam dengan tenang di dalam sana. Otaknya yang sempat kalut pun kini kembali terasa segar. Sebastian keluar dari dalam kamar mandi, dia menatap tubuh Renata sang istri yang telah tertidur lelap di atas ranjang super besar miliknya.

Perlahan dia pun berjalan mendekati ranjang lalu naik atasnya. Laki-laki itu duduk dengan bersandar bantal di belakang punggungnya. Di tatapnya wajah cantik seorang Renata. Wanita yang dia nikahi 1 tahun tahun yang lalu. Wanita yang sampai saat ini masih tersegel tanpa dia jamah. Wanita yang memiliki kecantikan yang luar biasa yang selalu dia bangga-banggakan di depan seluruh keluarga besarnya.

"Kamu benar-benar cantik, Rena. Tubuh kamu juga indah, andai saja kita menikah tanpa perjanjian apapun. Andai saja kamu adalah istri sesungguhnya, mungkin saya akan menjadi laki-laki yang paling bahagia di dunia ini," gumam Sebastian, tanpa sadar mengusap kepala istrinya lembut dan penuh kasih sayang.

Cup!

Satu kecupan pun mendarat di pucuk kepala istrinya. Tak ada yang tahu apa yang ada di dalam otak seorang Sebastian. Apakah sebenarnya dia mencintai istrinya itu? Entahlah, hanya dia dan Tuhan yang tahu.

* * *

Keesokan harinya.

Renata duduk di atas ranjang. Dia pun merapatkan pakaian tidur yang dikenakannya. Tatapan matanya tertuju kepada Sebastian sang suami yang saat ini sedang bercermin seraya merapikan kemeja yang dia kenakan siap untuk berangkat ke kantor.

"Ren, lihat dasi saya yang berwarna coklat? Ko gak ada di sini?" tanya Sebastian, membuka lemari dan mencari dasi yang hendak dia pakai.

"Mana aku tahu?" jawab Renata datar.

"Bisa tolong carikan, saya buru-buru soalnya."

Renata menarik napas berat, dia pun turun dari atas ranjang. Dia keluar dari dalam kamar untuk mencari apa yang dimintakan oleh suaminya. 10 menit kemudian, wanita itu pun kembali dengan membawa apa yang di butuhkan.

"Ketemu?" tanya Sebastian menatap wajah datar sang istri.

"Nih, ada di belakang ternyata."

"Bisa tolong pakaikan? Saya ingin sekali saja merasakan di pasangan dasi oleh istri sendiri," goda Sebastian, membuat Rena seketika merasa heran. Tidak biasanya suaminya itu bersikap seperti ini.

Meskipun begitu, Renata tetap saja melakukan apa yang dimintakan oleh suaminya. Dia berdiri tepat di depan Sebastian, wanita itu nampak berjinjit kaki agar tubuhnya bisa sejajar. Namun, tubuh langsingnya tetap saja merasa kesulitan melingkarkan dasi tersebut. Sebastian pun tersenyum kecil menatap wajah Renata yang terlihat begitu menggemaskan, dia sedikit membungkukkan tubuhnya agar istrinya itu bisa dengan mudah melakukan apa yang dia perintahkan.

"Aku pikir selama ini kamu tinggi, ternyata high hills yang membuat tubuh kamu terlihat tinggi. Aslinya tubuh kamu ini pendek lho," goda Sebastian semakin lekat menatap wajah istrinya.

"Gak lucu," ketus Rena, tatapan matanya nampak fokus dalam mengenakan dasi di leher suaminya, hingga dasi tersebut benar-benar terpasang rapi kini.

Sebastian pun kembali berdiri tegak, dia meraih jas hitam lalu mengenakannya kemudian. Laki-laki itu bahkan berkali-kali menatap tubuh kekarnya yang berbalut jas hitam dari pantulan cermin terlihat sempurna

"Malam ini saya pulang terlambat, gak usah nungguin saya. Tidur saja duluan," ucapnya kemudian.

"Malam ini juga aku ada acara di luar. Kita sama-sama pulang terlambat kalau begitu," jawab Renata duduk di tepi ranjang.

"Acara apa?"

"Bukan urusan Mas. Sejak kapan Mas ingin tahu apa yang aku lakukan?"

Sebastian menghela napas berat. Dia pun memejamkan kedua matanya. Ya ... Dia pun tidak mengerti kenapa dirinya menjadi seperti ini.

"Ya sudah terserah kamu saja, saya juga gak peduli ko," ujarnya kemudian.

Keduanya pun berjalan keluar dari dalam kamar. Senyuman lebar nampak mengembang sempurna dari kedua sisi bibir masing-masing saat sepasang suami-istri itu mulai melangkahkan kedua kakinya di luar kamar. Tentu saja, senyuman itu hanyalah senyuman palsu. Akting sebagai suami-istri yang bahagia pun mulai mereka lakonkan seperti biasa.

"Tante Renata!" terdengar suara anak kecil, dia berlari menghampiri mereka berdua.

"Lala? Sedang apa kamu di sini?" tanya Renata, berjongkok dan mengusap kepala gadis itu lembut.

"Daddy sama Mommy ada di sini, Tante."

"O ya?"

Gadis bernama Lala itu menganggukkan kepalanya seraya tersenyum lebar.

"Kamu kapan, Mbak? Kapan kamu memiliki momongan? sudah 1 tahun lho," terdengar suara Sully sang adik ipar. Apa yang baru saja di tanyakan oleh adik suaminya itu tentu saja membuat mood Renata kembali berantakan.

"Sully! Yang sopan kamu. Apa pantas kamu bertanya hal seperti itu kepada kakak ipar kamu sendiri?" ketus Sebastian merasa tidak terima.

"Memangnya kenapa? Mommy bilang, beliau akan menjodohkan kakak dengan wanita lain jika Mbak Renata gak bisa punya anak, alias mandul."

BERSAMBUNG

...************...

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!