NovelToon NovelToon

Menantu Palsu

Bab 1

Source : id.pinterest.com

Cerita ini dibuat dengan niat menghibur pembaca, bukan untuk mencari penghasilan! Jika tidak mau dihibur, bisa skip novel ini! Jika penasaran? Yuk, simak Menantu Palsu!

Jangan lupa untuk bergabung di grupchatku ya!

Selamat Membaca

Sebuah motor milik seorang pengantar barang terlihat di dekat sebuah bukit, ketika pandangannya lebih difokuskan lagi. Pria itu saat ini tengah memegang senapan dan langsung menjatuhkan dirinya ke tanah sembari menatap fokus ke arah jalanan yang ada di depannya.

Terlihatlah sebuah mobil hitam yang melewatinya, dia menarik pelatuk senapan itu hingga sebuah peluru baru saja masuk ke dalam klip senjata.

Pria itu mulai membidik seseorang yang ternyata merupakan targetnya dengan senapan yang saat ini sedang dia gunakan.

Sebuah proyektil yang ada di bagian dalam senjata itu baru saja mulai terbakar karena pukulan yang dihasilkan atas sistem pelatuk senjata yang membuat bubuk mesiu yang ada di dalam peluru itu mulai meledak.

Ledakannya tidak terdengar oleh orang lain karena senapan ini memiliki peredam suara yang sangat baik.

Ketika bubuk mesiu itu meledak di dalam laras senjata api itu, peluru melesat mengikuti alur laras itu dan menuju ke arah seorang pria yang akan dinyatakan meninggal dunia karena bidikan dari pria ini yang sukses besar.

Pria yang saat ini duduk di belakang mobil hitam langsung tewas, kepalanya meledak dan membuat sang supir yang ada disana terkejut karena ada sebuah noda merah yang tiba-tiba saja membasahi kaca mobilnya.

Selain membasahi kaca mobilnya, dia juga merasakan darah yang bersibaran mengenai kulitnya sehingga supir itu menambahkan kecepatan mobilnya karena reaksi alaminya yang saat ini dalam mode panik.

Dia benar-benar panik, sedangkan di sisi lainnya. Pria yang baru saja menembak seseorang itu dengan senapannya, dia berniat untuk pergi dari sana. Namun, ketika dia kembali menatap ke arah jalanan, dirinya menjadi tegang. Sebuah mobil besar saat ini terlihat akan menabrak sebuah mobil putih di kejauhan, mobil hitam dengan kaca mobil yang pecah dan melesat cepat seakan-akan kecelakaan akan terjadi untuk beberapa saat lagi.

Pria itu kembali membidik ke arah ban mobil hitam dengan cepat, ketika dia akan menekan pelatuknya, mobil hitam telah bersentuhan dengan ban mobil besar itu sehingga kedua mobil itu melesat dengan cepat dengan hasil yang terpental.

Mobil hitam menyeret dengan cepat, mobil putih yang ada di depan panik karena melihat sebuah kecelakaan baru saja terjadi di belakangnya.

Baru saja mobil putih akan menginjak gas mobil dengan kuat, dia terlambat karena mobil hitam di belakangnya itu kini sudah bersentuhan dengan mobilnya sendiri.

Mobil putih terseret ke luar jalanan dan menabrak sebuah pohon yang sangat besar dengan kuat.

Ketika tambrakan itu berlangsung, seorang pria yang ada di dalam mobil putih sudah melepas sabuk pengamannya, dia memeluk seorang wanita yang mengenakan sebuah gaun putih dengan riasan wajahnya yang mulai pudar karena saat ini air matanya terjatuh dengan deras yang keluar dari matanya.

Pria yang membawa senjata itu berlari menuruni bukit dengan tergesa-gesa, dia melompat dengan cepat untuk menuruni bukit itu. Ketika sebuah motor ada di depan matanya, dia mengaitkan jaket berwarna oranye itu ke pundaknya.

Motornya melaju dengan cepat menuju ke arah tiga mobil yang saat ini mengalami kecelakaan.

Dia tidak peduli dengan mobil hitam dan mobil besar yang ada disana, pria itu langsung melihat mobil putih karena suara tangisan terdengar dari sana.

"Sialan! Bisa-bisanya rencanaku diganggu oleh orang lain! Aku akan menyelidikinya nanti! Lihat saja pembalasanku!" gumam pria itu dan langsung menarik sebuah pintu mobil.

Terlihatlah sepasang mempelai yang baru saja menikah di dalam mobil tersebut, seorang pria yang mengenakan setelan jas dan saat ini dia tengah memeluk seorang wanita yang mengenakan gaun berwarna putih.

Mempelai pria itu mendapatkan sebuah tusukan di belakang punggungnya, pohon yang ditabraknya memiliki bagian tajam sehingga darah terus mengalir dan membasahi mobil tersebut.

Wanita itu tidak bisa berkata-kata, hari pernikahan yang seharusnya bahagia itu kini hilang seketika.

Hari bahagianya hancur karena kecelakaan yang tidak terduga, mempelai pria itu menatap kosong ke arah seorang pria yang menenteng jaket pengantar barang dengan seksama.

Terlihatlah raut wajah dari pria itu dalam pandangan mempelai pria yang saat ini berusaha memanggil pria pengantar paket.

"Ka–kamu!" panggilnya yang menyadarkan pria pengantar paket itu dengan seketika.

Raut wajah penyesalan tergambarkan disana, "Apakah dia yang menghancurkan hari bahagiaku? Tapi, raut wajahnya itu tidak menandakan bahwa dia adalah orang yang salah? Sebenarnya, ini situasi macam apa?" batin dari pengantin pria itu yang menilai pria pengantar paket dengan mudahnya.

"Sheila istriku, apakah Kamu mau menyanggupi satu permintaanku?" tanya lemah dari mempelai pria itu.

"Apapun untukmu, aku akan—Hiks... " jawab mempelai wanita itu yang bernama Sheila.

"Lalu, siapa namamu?" lanjut mempelai pria itu bertanya dengan menatap pria pengantar barang dengan lemah.

"Na–namaku Steve!" jawab gugup pengantar barang yang ternyata bernama Steve.

"Steve? Tuan Laurent? Kenapa nama dan suara yang aku dengar sebelumnya benar-benar mirip? Tapi, di depanku hanyalah seorang kurir! Tapi, perasaanku menandakan bahwa aku bisa mempercayai kurir ini? Ini benar-benar berbahaya! Cepat atau lambat bisnisku akan diambil alih sedangkan Sheila akan dalam masalah yang besar!" batin seorang pria yang sekarat itu bermonolog.

"Apa pendapatmu tentang hukum di negara ini?" lanjutnya yang bertanya kepada Steve.

"Sistem yang mudah dimanipulasi?" jawab Steve sekenanya.

"Tidak ada jawaban seperti ini sebelumnya yang pernah aku dapatkan! Sebenarnya siapa dia? Kenapa jawabannya membuat hatiku percaya dengan dirinya?" batin pria yang sekarat itu terkejut.

"Aku memiliki sebuah permintaan, meskipun aku egois tapi aku harap kalian bisa menyanggupi permintaan terakhirku!" ujarnya yang membuat suasana di sana menjadi mencekam.

"Te–tenang saja! Aku sudah menghubungi ambulans!" teriak Steve mantap.

"Bertahanlah Sayang! Ambulans sedang dalam perjalanan! Hiks... Hiks.. " kata Sheila yang terus sembari menangis.

"Aku tidak berpikir mereka akan sempat, jadi aku ingin memberikan sebuah permohonan kepada kalian! Aku ingin Kamu, Steve menggantikan peranku dalam waktu lima tahun saja! Aku mau Kamu melindungi Sheila! Aku benar-benar mengkhawatirkannya!" ujar mempelai pria itu dengan perlahan tapi pasti.

"A–pakah kamu bersedia?" lanjutnya bertanya tentang ketersediaan Steve untuk permohonannya tersebut.

Steve merasa seperti disambar petir untuk saat ini, tiba-tiba saja sebuah permohonan yang sangat aneh itu terdengar jelas di telinganya.

Steve tidak menjawabnya sama sekali, dia hanya terpaku menatap kosong ke arah seorang pria yang saat ini kesulitan untuk menarik nafasnya.

"Bertahanlah Sayang! Aku mohon! Hiks..." teriak Sheila yang ditanggapi dengan senyuman kecil dari pria yang merupakan suaminya yang baru saja menikah dengannya.

"Dan aku juga memohon padamu! Kumohon anggap aku tidak ada dalam waktu lima tahun ke depan agar kalian tidak dicurigai sama sekali!" ucapnya yang membuat Sheila kembali histeris.

"Tidak–tidak! Kamu harus bertahan Sayang!" teriaknya tetap menangis, Sheila benar-benar tidak mampu untuk kehilangan sosok seorang suami yang baru saja dinikahi olehnya itu.

"Kumohon! Ini adalah permintaan terakhirku! Dan maafkan aku, Istriku—" lanjut mempelai pria itu dan perkataannya pun berhenti, nafasnya berhenti dan detak jantungnya pun tidak bisa dirasakan kembali.

Teriakan dari seorang wanita itu pun terdengar keras dan membuat Steve mematung di tempat itu.

Seorang pria yang malang, kehidupannya berakhir ketika baru saja menikah, kalimat itu membuat sesosok pria yang kini duduk di sebuah kursi tersenyum dengan penuh kemenangan.

"Kamu telah mati, sekarang bisnismu akan aku ambil alih!" gumamnya dengan menjatuhkan sebuah perdana menteri berwarna putih karena saat ini dia tengah memainkan sebuah catur di atas mejanya.

"Aku menang!"

Bab 2

Langit gelap dan mulai bergemuruh, pemandangan saat ini membuat hati seorang wanita anggun yang kini hanya bisa melepas kepergian suaminya itu pergi dan tak mungkin bisa kembali lagi.

Sheila meratapi tanah tersirat itu dengan hati yang hancur, rindunya lepas begitu saja dari tubuhnya. Menyisakan hati yang hilang dalam waktu singkat, hatinya benar-benar tercabik-cabik, Sheila hanya bisa menahan rasa pilu untuk saat ini dengan sebuah ingatan yang membuat dirinya semakin ingin berteriak dalam diamnya.

Sheila memejamkan matanya, menahan air mata yang membendung di kelopak matanya dengan susah payah, dia menjatuhkan dirinya di depan tanah tersirat dan langsung mengusap nisan yang terbuat dari kayu dengan tanpa nama yang tertulis disana.

"Karena mendesak, jadi—" ucap Steven yang langsung diam karena wanita yang hatinya tengah hancur itu tidak bisa menahan tangisnya.

Isak tangisnya terdengar, hanya ada mereka berdua di tempat itu, di dalam ruangan besar yang sepi itu Steven ragu untuk bertindak maupun berargumen tentang apapun. Dia hanya diam melihat wanita yang saat ini hatinya di penuhi dengan dedaunan yang sepi.

Hingga setelah tiga jam telah berlalu, senja mulai menyingsing. Sheila bisa menyadarinya karena melihat tanah tersirat milik suaminya itu mulai bersinar karena pantulan cahaya oranye dari matahari yang mulai terbenam.

"Ehm, Ka–kamu apakah mau melakukan itu?" tanya Sheila yang ragu untuk bertanya tentang permohonan terakhir dari suaminya.

"Ini bermula karena aku! Aku sedang melakukan misi pembunuhan! Karena kecerobohanku orang lain menjadi korbannya! Bagaimana ini? Apa yang harus kulakukan?" batin Steven kini tercabik-cabik, sanubarinya remuk seketika saat dia menyadari bahwa orang jahatnya adalah dia.

"Karena terbiasa dengan misiku yang sukses, aku jadi terlalu percaya diri! Aku benar-benar bersalah! Aku lalai! Ceroboh! Meskipun ada peristiwa yang rumit, ini tidak mengubah fakta tentangku yang mengacaukan segalanya! Ini benar-benar kesalahanku! Sepertinya aku benar-benar harus menjaga istrinya, bagaimana pun juga ini adalah permintaan terakhirnya, bukan?" batin Steve bermonolog.

Tapi, dia tidak bisa mengatakan hal tersebut kepada Sheila karena suatu alasan, alasan tentang tidak beraninya dia mengakui hal itu.

"Aku bersedia!" jawab Steven dengan nada yang lemah, dia benar-benar tidak sanggup untuk yakin akan hal itu.

Sheila kembali menatapi tanah dari mendiang suaminya dengan penuh haru, dia memberikan senyuman yang dipaksakan di depan tanah tersirat tersebut dengan air matanya yang tiada hentinya terus mengalir.

"Sayang? Kamu mendengarnya? Dia bersedia! Kamu tidak perlu khawatir lagi, aku juga akan mengikuti apa yang kamu inginkan, permohonan terakhirmu ini akan aku laksanakan! Kamu tidak perlu cemas! Kamu tidak perlu.. Kamu—Hiks... Hiks... " ujar Sheila, dirinya saat ini benar-benar hancur.

Matahari mulai terbenam, Steven dan Sheila kini sudah ada di atas motor, dengan duduk menyamping dan merangkul pinggang milik Steven, Sheila masih tidak bisa percaya dengan kenyataan hari ini, hari yang benar-benar sial untuknya.

Setelah jauhnya perjalanan mereka berlalu, Sheila menarik baju Steven dan mengisyaratkan untuk berhenti sejenak karena di atas motor itu tidak bisa sedikit pun suara Sheila terrdengar oleh Steven.

"Ehm, karena ini sudah jauh dari sana, Kamu boleh menurunkanku! Ehm, ini ada uang dan—" ujar Sheila dan memberikan sejumlah uang kepada Steven yang langsung dibuang oleh pengantar barang itu.

"Kamu tahu? Dia sudah tiada? Kamu ingin menipunya hanya karena menganggap dirinya sudah hilang? Kamu salah! Dia masih ada, dia masih ada di udara ini, di jalanan ini bahkan dia ada dimana-mana!" tegas Steven yang membuat Sheila terpaku meratap ke arah sosok pria tampan dengan jaket pengantar barang yang dikenakan olehnya di bawah lampu sorot jalanan.

"Dan tentunya, dia ada di dalam dirimu! Dia ada di dalam hatimu!" lanjut Steven yang kini benar-benar membuat wanita yang tengah bersedih itu meneteskan kembali air matanya.

"Ada di hatiku?" tanya Sheila dengan haru.

"Benar! Dia ada di hatimu! Dia akan selamanya bersamamu! Kamu jangan membuat dirinya menangis lagi! Jika dia melihatmu menangis, aku takut dia ikut menangis! Karena seorang pria yang sangat mencintai pasangannya, dia akan menangis jika melihat pasangannya bersedih!" jawab Steven dengan jelas.

Sheila tersenyum, "Ba–baiklah! A–aku mengerti! Dia akan menemaniku setiap detik bukan? Sayang tenang saja! Aku tidak akan menangis lagi!"

"Ini semua pasti karenanya! Aku–aku jadi kehilangan—" ujar Sheila dengan tanpa sadar membuat Steven terkejut ketika mendengarnya.

"Siapa?" tanya Steven yang malah membuat Sheila menjadi kebingungan untuk menjawab pertanyaan dari pria yang belum dia kenal.

"Uhm, sepertinya Kamu tidak perlu terjerumus ke dalam masalah ini, aku takut akan membahayakanmu!" jawab Sheila dan melempar sejumlah uang itu dan berlari dengan memaksakan diri.

Steven dengan cepat berlari mengejar Sheila dan menarik lengan Sheila ketika dia berhasil menggapainya.

"Aku sudah berjanji kepada suamimu! Dalam lima tahun ini, aku berjanji untuk menjagamu! Ini adalah janjiku kepada suamimu!" tegas Steven yang membuat hati Sheila berkecamuk.

Tujuh hari telah berlalu, hari-hari mereka diisi dengan Sheila yang sangat sulit untuk mengatur pola makan sehatnya, itu membuat Steven kesal dengan wanita cantik itu yang saat ini masih tertidur di kamarnya.

Tok Tok Tok

Steven mengetuk pintu kamar Sheila dengan perasaan sedikit resah, dia akan menepati permohonan dari mendiang suaminya Sheila karena telah berjanji.

"Shei! Bangun! Sarapan dulu!" teriak Steven di luar pintu, mendengar suara teriakan Steven dan ketukan pintu itu. Sheila membuka matanya secara perlahan, "Hm, aku benar-benar tidak sanggup untuk hari-hari yang akan datang!" gumam Sheila yang kembali menarik selimut putihnya.

Steven mulai stres, dia benar-benar bingung untuk melakukan apa. Dia bingung dengan cara apa agar janjinya bisa dia realisasikan.

Steven pergi dari sana, dia duduk di sebuah sofa ruang tamunya. Ini merupakan apartemen kecil milik mendiang suami Sheila, setelah kehilangan orang yang dicintainya. Sheila tinggal di apartemen tersebut bersama Steven yang tinggal di apartemen sebelah, apartemen yang baru saja disewa oleh Steven.

Steven mengacak-acak bubur yang ada di meja dengan sendok yang dipegangnya karena saat ini dia benar-benar kebingungan.

Sedangkan Sheila yang saat ini lapar baru saja keluar dari kamarnya dengan perlahan, dia berjalan dan mendapati sosok Steven yang sedang bergumam.

"Dari kemarin dia belum makan? Lalu, bagaimana ini? Apa yang harus kulakukan? Tidak mungkin aku memaksanya makan bukan? Tapi, di sisi lain aku harus menjaganya? Bagaimana caraku menjaganya jika dia saja sungguh sulit untuk diurus?" gumam Steven yang terus bermonolog.

Melihat sosok Steven yang setia mengurus dirinya, Sheila merasa bersalah. Dia tersenyum dan memandang jauh ke dalam ingatannya, "Sheila! Ini permohonan terakhirku! Kumohon—"

Menyadari bahwa permohonan terakhir dari suaminya adalah sesuatu yang sangat penting, Sheila pun mendekatkan dirinya kepada Steven.

Dia langsung memberikan hormat dengan membungkukkan badanya ke arah Steven.

"Aku minta maaf!"

Bab 3

Sheila Castano adalah nama lengkap dari wanita yang saat ini sedang memohon maaf kepada Steven karena sudah satu minggu dia membuat pria yang secara sukarela memenuhi permohonan terakhir dari suaminya itu dengan susah payah dan bahkan terlihat lesu untuk saat ini.

Steven yang menyadari ada perubahan dengan sikap wanita di depannya, dia langsung memakan bubur yang ada di hadapannya dengan rakus.

"Hmph!" dehem Steven kesal.

"Aku benar-benar minta maaf! Aku tidak akan seperti kemarin lagi, aku... " ujar Sheila yang benar-benar merasa bersalah.

"Baiklah, baiklah!" ketus Steven kesal, meskipun begitu. Steven melangkahkan kakinya menuju ke arah dapur dan mengambil satu sendok bubur yang ada di dalam sebuah panci.

Bubur itu dimasak langsung olehnya, dia memberikan bubur itu kepada Sheila yang terkulai lemas duduk di meja makan.

Ketika Sheila menyentuh sendoknya, dia benar-benar tidak berdaya. Tenaganya untuk mengangkat sebuah sendok saja bahkan tidak ada sama sekali, itu membuat Steven bergerak dengan sendirinya.

Dia menyingkirkan lengan putih wanita itu dan mengambil sendok dengan bubur yang tentunya sekaligus dia angkut, ketika sendok tersebut diangkat dan ditujukan untuk masuk ke dalam mulut bening wanita yang ada di depannya, Steven sedikit menelan ludahnya tanpa sadar.

"Dia cantik sekali! Eh, apa yang aku pikirkan!" kesal Steven di dalam batinnya dengan sembari menggeleng-gelengkan kepalanya dan membuat Sheila sedikit kebingungan.

Menyadari wanita di depannya memperhatikan dirinya, Steven seketika itu langsung berhenti bergerak.

Tok Tok Tok

Suara ketukan pintu terdengar, Sheila yang sudah memiliki sedikit tenaga itu mengambil alih sendok itu dan menyantap bubur itu dengan lemas, sedangkan Steven sudah beranjak dari sofa untuk ke pergi ke asal suara ketukan pintu.

Ketika pintu tersebut terbuka, Sheila yang menatap datar ke arah pintu seketika membulatkan matanya saat melihat sosok seorang wanita paruh baya yang sangat dikenalnya, tamu tersebut adalah ibu kandung dari Sheila.

Sheila memaksakan dirinya untuk berdiri untuk menyambut kedatangan ibunya, hanya saja ketika baru saja dirinya berdiri. Karena tenaga Sheila yang masih lemah itu seketika jatuh, Steven hanya menatap ragu ke arah Sheila sehingga dirinya mendapatkan pelototan dari sang mertua.

Mulai saat ini, drama akan Steven dan Sheila dimulai, Sheila akan menjadi istri dari Steven begitupun sebaliknya.

Steven langsung beranjak dengan cepat, dia membantu Sheila berdiri dengan ucapan, "Istriku! Kenapa kamu bisa jatuh, sih?" tanya Steven dengan gugup.

Sheila juga ikut gugup, dia kembali mengingat tentang permohonan terakhir suaminya.

"Ah! Aku terlalu senang melihat kedatangan Ibuku, Suamiku," jawab Sheila yang ikut dalam naskah drama yang baru saja tercipta dengan sendirinya.

Steven tercengang di dalam hatinya, dia terkejut karena sosok seorang tamu yang datang itu merupakan seorang mertua yang harus dia segani.

"I–ibu mertua? Silahkan masuk!" ucap Steven dengan terbata-bata dan mempersilahkan mertuanya itu untuk masuk dengan sambutan tangannya sembari memberikan ruang untuk mertuanya agar duduk di sofa itu.

Sang mertua duduk dengan tidak tenang, dia menyimpan rasa curiga yang mendalam di dalam dirinya ketika menyadari bahwa tempat yang ditinggali oleh anaknya itu begitu sempit.

"Ehem!" deheman keras dari sang mertua membuyarkan pandangan dari pasangan suami-istri palsu tersebut.

"Ternyata Kalian benar-benar sudah menikah!" ujarnya dengan menatap rendah ke arah Steven.

Steven tidak mengerti harus menanggapi ujaran dari mertuanya, dia lebih memilih untuk diam agar Sheila yang menjawab semua pertanyaan dari mertua yang bahkan tidak dia kenali itu.

Sheila m e r e m a s ujung pakaiannya, dia benar-benar belum mempersiapkan sebuah dialog yang kemungkinan akan muncul dari pertanyaan ibunya itu.

"Kapan Kalian menikah?" selidik wanita paruh baya yang memiliki identitas yang tidak biasa.

Sheila Castano merupakan seorang putri dari keluarga Castano, keluarga kalangan atas di kota Heos, salah satu kota kecil di negara Ferdrir.

Sedangkan sang ibu memiliki nama Rosa Mahirana dari keluarga Mahirana, keluarganya juga merupakan keluarga yang cukup disegani di kota itu karena hal itulah, keluarga Castano yang merupakan salah satu keluarga terkaya di kota Heos menikahi wanita dari keluarga Mahirana sehingga menghasilkan sosok seorang Sheila.

"Kami menikah di minggu lalu!" jawab Sheila mencoba menutupi kebohongan dan air matanya ketika teringat akan pernikahan dengan suaminya.

"Kenapa? Kamu menyesal menikah dengannya? Apa pekerjaan suamimu?" tanya Rosa yang menyadari bahwa anaknya telah menyembunyikan sesuatu darinya.

"Ah, tidak-tidak kok, Mah! Dia bekerja sebagai—" jawab Sheila yang terpotong karena tanpa sengaja Steven telah menjawabnya.

"Pembunuh! Ma–maksudku pengantar makanan!" jawab Steven yang terkejut akan jawabannya sendiri.

"APA!? PENGANTAR BARANG!? Maksudmu, aku memiliki seorang menantu Kurir?" teriak Rosa yang tidak percaya dengan kenyataan yang ada di depannya.

"Kurir tidak memiliki masa depan! Pekerjaannya hanya mengantar kesana kesini dan berapa gajinya? Apakah gajinya bisa memberikan kehidupan yang layak untukmu?" keluh Rosa, ibu mertuanya.

"Dan Kamu! Sudah tau seorang kurir, berani-beraninya menikahi putriku! Kamu tidak akan pernah mampu membeli ini!" teriak Rosa dengan memperlihatkan tas branded.

Rosa mengambil gelas yang ada di depan mejanya, dia melihat air minum tersebut untuk waktu yang cukup lama. Setelah itu, dia berdiri dan menuangkan air tersebut hingga membasahi tubuh Steve.

"Berani-beraninya dia memperlakukanku seperti ini?" batin Steve kesal, dia mengepalkan dengan erat tangannya hingga kukunya melukai telapak tangannya sendiri.

"Sudahlah! Aku mau pergi dari sini!" ketus Rosa dan segera beranjak dari sana.

Steve berdiri dan memberikan hormat kepada Rosa, "Apa Ibu mau ku antar?" tanya Steve memberikan sebuah pilihan.

"Apa Kamu pikir aku mau menumpang di motor jelekmu itu? Cihh!" ketus Rosa menjawab pertanyaan Steve dengan diakhiri dari ludahan air liur yang mengenai Steve.

Setelah itu hanya ada perdebatan antara ibu dan anak itu, sedangkan Steven hanya bisa terdiam menonton acara yang tidak menarik itu.

Waktu berlalu cepat, Rosa Mahirana telah pergi meninggalkan apartemen milik putri dan menantunya dengan penuh amarah.

Dia benar-benar tidak rela, putrinya menikah dengan seseorang yang memiliki pekerjaan rendah seperti itu.

Kring Kring

Suara dering ponsel berbunyi, Steven mengangkat panggilan telepon itu dengan lemah karena lelah menyaksikan mertuanya tadi.

"Uhm, kenapa?" jawab dingin Steven ketika mendengar perkataan seseorang yang saat ini sedang menunggu kedatangan bosnya.

"Kenapa kita tidak menjemput bos?" tanya seorang pria berkulit hitam yang berpikiran negatif.

"Tidak perlu, kata bos dia akan pergi seorang diri!" jawab pria lainnya yang memiliki kulit putih.

Brakkk

Pintu terbuka tanpa adanya salam atau ketukan, seketika itu juga tujuh orang yang sedang duduk langsung berdiri dengan panik.

"Selamat datang, Bos!" ucap serentak para pria itu dengan kompak.

Tubuh mereka bagaikan tersambar petir dengan kedatangan sosok seorang pria yang kini berjalan dengan penuh kharisma yang menyelimutinya, saat dirinya duduk di kursi yang telah disediakan. Dirinya duduk dengan tenang dan santai.

"Duduklah!" ucap pria yang tidak lain bernama Steven, dengan jaket pengantar makanan itu semua orang yang berada di dalam ruangan itu memberikan penghormatan yang sangat besar kepada Steven.

"Aku akan memberikan sebuah pengaturan untuk kalian! Mulai hari ini dan ke depannya, aku akan menyerahkan organisasi ini kepada kalian!" ucapnya yang membuat semua orang terkejut mendengarnya.

Pria berkulit hitam itu langsung berkomentar dengan lantang, "Jika Anda akan mengundurkan diri! Maaf, aku tidak bisa menerimanya! Bos hanya akan menjadi Bosku untuk selamanya!"

"Bos untuk selamanya!" ucap lainnya yang mengikuti pria berkulit hitam tersebut.

"Jika Anda tidak akan memberitahu alasannya, kami tidak akan meminta kejelasannya! Kami hanya akan menunggu Anda kembali di kemudian hari!" ucap pria berkulit hitam itu dan tetap diikuti oleh pria lainnya.

"Karena kita tidak akan menjadi sebuah keluarga tanpa adanya, Bos! Hidup Bos!"

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!