Hari ini pertama kalinya Mavis akan mencoba mengaktifkan salah satu kemampuan yang diberikan oleh sistem kepada tubuh barunya. Setelah menimbang situasi dirinya yang mati akibat tertabrak truk besar, lalu bertransmigrasi ke tubuh baru seorang pangeran bernama Asta, ia menyadari betapa bahayanya dunia yang ditempatinya sekarang. Dengan berbekal pengetahuan minim tentang dunia fantasi yang biasa dibacanya dari buku-buku dan komik fantasi di kehidupan sebelumnya, Mavis bertekad untuk merubah dirinya agar bisa bertahan hidup.
Sudah seminggu Mavis tinggal di kerajaan bernama Sriwijaya. Dia sudah mengerti sedikit tentang cara kerja di dunia ini. Terlepas dari perselisihan yang masih kuat antar kerajaan yang ada dan persaingan politik di dalamnya, di dunia ini ada yang lebih penting untuk dikhawatirkan. Di dunia ini, manusia berebut lahan bukan hanya dengan sesama manusia, tetapi juga dengan ras-ras kuat lain yang ada, bahkan untuk menyebutkan di dunia ini ada pasukan dari kerajaan iblis membuat Mavis merinding memikirkannya.
Mavis bukan orang yang bodoh, meski ia telah menjadi seorang pangeran dan mendapatkan kehidupan yang selama ini ia mimpikan, tapi semua itu pasti tidak akan bertahan lama. Mavis harus memikirkan cara untuk dirinya bertahan dan memanfaatkan kesempatan memulai hidup barunya. Ia tak ingin mati dalam penyesalan untuk kedua kalinya.
"Baiklah, karena sistem aneh itu sepertinya tidak memiliki niat buruk, aku harus memanfaatkannya untuk bertahan hidup."
Beralih sejenak menatap pintu besar yang sudah tertutup, Mavis merenung dan memperhatikannya dengan penuh kehati-hatian.
"Seharusnya tempat ini relatif aman, kuharap tidak ada yang datang untuk mengacau."
Di mana Mavis berada saat ini adalah tempat penyimpanan koleksi mainan dari Pangeran Asta terdahulu, alias si pemilik tubuh ini sebelumnya, tempat yang begitu luas jika dibandingkan dengan rumah yang ditempatinya di kehidupan sebelumnya.
Di hadapannya sendiri sudah terdapat bangkai burung peliharaan yang sebelumnya ia dapatkan dari pelayan yang mengurusnya.
"Akan ku mulai."
Mavis menghela napas. Kemudian ia mengarahkan telapak tangannya mengarah ke bangkai burung itu, dan kemudian berucap, "Bangkitlah!"
Tak berselang lama, asap hitam mulai muncul melingkar di sekitar bangkai itu. Bohong jika Mavis tidak terkejut melihat adegan itu. Ini merupakan pertama kali baginya melihat hal magis dengan sebegitu nyata.
Mavis takut, tapi juga antusias. Dia tak menyangka, pemandangan yang biasanya hanya ada di cerita fiksi kini muncul di depan matanya.
Burung itu mendadak berubah menjadi menyatu dengan asap hitam. Begitu aneh, kepulan asap itu terlihat menjadi membesar setiap detiknya. Sampai pada sepersekian detik itu mulai berhenti membesar, asap yang mengepul itu perlahan mulai menghilang.
"Astaga!"
Mavis membuka matanya lebar-lebar.
"Sambut saya, kepada Tuanku. Terimakasih Tuan telah membangkitkan makhluk rendahan ini. Saya akan setia melayani Tuan, saya akan menjadi pedang Tuanku."
[Pemberitahuan Sistem]
Mengekstrak bangkai berhasil (1/3)
Notifikasi itu muncul setelah asap menghilang. Setelahnya, Mavis mendapati sosok hitam menyeramkan itu bersujud di hadapannya dengan kepala menunduk. Dengan warna yang tampak begitu gelap, sosok itu menyerupai wujud bangkai burung yang ada sebelumnya. Hanya saja, terdapat penambahan anggota tubuh lain yang membuat sosok tersebut nampak menyerupai tampilan manusia.
"Apakah semua ini nyata? Mungkinkah kamu adalah burung yang tadi?" tanya Mavis, ia masih sedikit tak percaya dengan cara kerja sistem ini, sebegitu tidak masuk akalnya.
Mavis sebetulnya sangat takjub, tapi dia masih belum bisa terbiasa dengan hal-hal berbau magis seperti ini, sehingga akal sehatnya masih sulit untuk menerimanya.
"Ya, Tuan. Makhluk rendahan ini adalah seekor burung yang Tuan selamatkan. Beruntungnya saya dibangkitkan oleh Tuanku," jawab makhluk itu dengan nada antusias.
"Ehem...."
"Baiklah, sebaiknya kamu bangun. Aku ingin bertanya sesuatu. Bagaimana kamu bisa berubah bentuk menjadi menyerupai manusia seperti yang sekarang ini?"
"Ini semua berkat kehebatan Tuan, makhluk rendahan ini sangat bersyukur karena telah dipercaya untuk melayani Tuan." Makhluk itu terlihat sangat bahagia saat memilih bangkit, kemudian dengan wajah tersenyum ia terus memandangi Mavis dengan mata berbinar.
"Baiklah, baiklah."
Mavis bingung dengan sikap makhluk itu terhadapnya. Seperti seekor anak ayam yang melihat induknya, makhluk itu menatap dirinya dengan penuh kekaguman.
"Oke, kamu ... tunggu, sebaiknya aku memanggilmu dengan sebutan apa?" tanya Mavis dengan ragu.
Haruskah Mavis memanggil makhluk itu seperti sedang memanggil burung peliharaan? Apakah itu baik-baik saja?
Sebetulnya Mavis tidak yakin juga harus memperlakukannya bagaimana.
"Tuan, aku tidak akan berani. Tuanku yang berkuasa atas tubuh ini. Hanya Tuan yang memiliki kuasa untuk memberi nama pada bawahan rendahan ini."
Makhluk itu pun berubah murung.
"Bisakah kamu berbicara sedikit lebih santai? Mengapa kamu terus menyanjungku dan merendahkan dirimu sendiri? Jujur saja aku tidak terbiasa dengan itu."
"I-itu... Tuanku ... sepertinya akan sulit...."
"Oke, terserah lah. Kalau begitu, bagaimana jika aku memanggilmu dengan nama Buster? Apa kamu tidak keberatan?"
Nama itu adalah nama pertama yang muncul di ingatannya. Nama dari salah satu tokoh misterius yang ada pada salah satu novel fantasi kesukaannya dulu.
"Suatu kehormatan bagi saya untuk bisa mendapat nama dari Tuanku. Nama bawahan ini yang sekarang adalah Buster."
"Ya, sekarang namamu adalah Buster. Mohon bantuanmu kedepannya."
"Baik, Tuan."
Mavis tenggelam sejenak dalam pemikirannya. Ia tersenyum bangga karena telah berhasil menggunakan salah satu kemampuan ajaib dari sistem dan tidak memberikan dampak buruk bagi tubuhnya. Ini melebihi ekspektasinya tentang kemampuan membangkitkan makhluk hidup yang telah mati dari sistem.
"Buster, perlihatkan kemampuan sejatimu padaku sekarang."
"Dimengerti."
Setelahnya Buster mengambil posisi tegak dan merentangkan kedua sayapnya, sekali, dua kali, tiga kali, dia mengepakkan sayap itu sampai pada akhirnya tubuh itu terangkat. Ia terus mengepakkan sayapnya dan terbang ke sana kemari, lalu kembali ke posisi awal.
"Begitu rupanya, seperti yang diharapkan dari seekor burung." Mavis menyadari bahwa Buster ini memiliki kemampuan yang bisa terbang.
Mavis mengerti karena sebelum Buster dibangkitkan, dia hanyalah seekor burung pemakan biji-bijian. Lain lagi jika dia adalah burung bertipe karnivora. Karakteristik burung itu hanyalah memiliki bakat bawaan terbang, Mavis mulai ragu apakah Buster itu bisa diandalkan untuk melindungi dirinya kedepannya.
Mavis pun kemudian berpikir secara mendalam. Mari periksa kembali panel status sistem tentang kemampuan mengekstrak bangkai itu.
Kemudian jemari tangannya melesat ke ruang hampa di depannya dan mulai mengoperasikan layar tatap muka sistem.
[Informasi Kemampuan — Mengekstrak Bangkai]
Level skill (1), Kapasitas (1/3).
"Tampilkan status Buster."
[Sistem]
Menampilkan data untuk Buster.
[Informasi Makhluk Bayangan — Buster]
Nama : Buster
Ras : Burung Biji-bijian
Kualitas : E (Masih dapat berkembang)
Kemampuan : Terbang, Mata Pengintai
Keterangan : Buster adalah mayat hidup yang diekstrak dari bangkai burung pemakan biji-bijian. Memiliki kemampuan terbang cepat dan pengelihatan yang tajam dan akurat dalam radius seratus meter.
Sebetulnya Mavis tidak begitu mengerti tentang tingkatan dalam mengekstrak bangkai. Namun, mendapatkan kualitas E pada percobaan pertama, Mavis merasa bukankah terlalu rendah? Dan dia bahkan hanya memiliki sisa dua kesempatan lagi untuk mengekstrak suatu bangkai.
Mavis tenggelam dalam pemikirannya yang mendalam. Dia harus ingat bahwa dia harus berhati-hati jika lain kali ingin mengekstrak suatu bangkai. Dia harus mempertimbangkan matang-matang yang mana yang lebih berguna sebelum mengekstraknya. Jika tidak, alih-alih menjadi bantuan besar baginya, itu hanya akan menjadi suatu pemborosan yang sisa-sia dia bangkitkan.
"Bagaimana dengan statusku? Sistem, tolong tampilkan!" Sagara hanya berdiam dan sistem itu bekerja sendiri sesuai dengan permintaan, menampilkan informasi tentang penggunanya.
[Informasi Pengguna]
Menampilkan data untuk pengguna sistem.
Nama : Asta Dixon
Ras : Manusia
Pekerjaan : Necromancer
Gelar : Pengguna Sistem, Seorang Yang Pertama
Kemampuan : Mengekstrak bangkai, Kutukan Ular Karaka, Hentakan bumi, Peningkatan tubuh.
Hari ini Mavis merasa cukup puas untuk berhasil mencoba satu kemampuan dari sistem itu. Mengenai kemampuan Kutukan Ular Karaka, itu bisa dikesampingkan saat ini, karena menurutnya terlalu beresiko. Dia bisa menebak hanya dengan melihat namanya, kemampuan itu pasti sangat lah keji. Ia bukan seorang psikopat untuk mencobanya pada makhluk yang masih hidup. Sementara kemampuan hentakan bumi dan peningkatan tubuh, dia sudah mempunyai rencana sendiri untuk mencobanya di kemudian hari.
"Mari kita akhiri untuk hari ini," ucap Mavis.
Kemudian Mavis menutup layar tatap muka sistem sambil tersenyum bangga. Dia pun bergumam sendiri sambil memperhatikan lekat tubuh Buster yang besar layaknya pria dewasa pada umumnya.
Sekarang bagaimana cara aku menyembunyikan dirinya? Aku tidak mungkin membiarkan sosoknya terlihat di mata banyak orang.
"Buster, apakah kamu bisa membuat dirimu tidak bisa terlihat orang? Seperti menghilang atau sejenisnya, mungkin?" tanya Mavis ragu.
"Ya, Tuan. Pada dasarnya saya adalah bayangan dari Tuan. Saya bisa menyatu dengan mudah di dalam bayangan Tuan. Kapanpun Tuan dapat memanggil saya. Panggil nama saya dan saya akan segera datang untuk menghadap Tuanku."
"Baiklah kalau begitu. Sekarang, aku perintahkan kamu untuk bersembunyi."
"Dimengerti."
Segera tubuh besar itu mulai bercerai dan mengambil bentuk bayangan hitam di atas ubin, kemudian mulai bergerak menuju Mavis dan bergabung dengan bayangannya.
Mavis cukup puas dengan kemudahan yang diberikan sistem. Sangat bahaya jika Buster harus tetap dalam bentuk utuhnya. Mungkin, itu masih baik-baik saja jika hanya satu yang seperti Buster, Mavis masih bisa mencarikan tempat untuk dirinya bersembunyi. Namun, bagaimana jika dia dapat mengekstrak banyak bangkai di masa depan? Dia pasti akan sangat kesulitan.
"Buster, kau bisa mendengar suaraku?"
"Ya, Tuan. Saya bisa mendengarnya dengan sangat jelas."
"Bagus, apakah memungkinkan bagiku untuk meminta bantuanmu selama kamu di sana?"
"Perintah Tuan adalah keinginan bagi saya. Saya sangat senang jika bisa berguna bagi Tuanku."
"Lagi-lagi dia terlalu berlebihan," gumam Mavis. Ia masih belum terbiasa dengan cara bicara makhluk panggilannya ini.
"Apakah ada sesuatu yang Tuan butuhkan?"
"Tidak, bukan apa-apa."
Sambil berjalan menyusuri lorong demi lorong menuju tempat peristirahatannya, Mavis terus berkomunikasi dengan Buster. Hanya saja ini terlalu berat baginya untuk terus mendengar Buster berbicara padanya layaknya seorang pelayan kepada tuannya. Terlebih setelah Buster bergabung dengan bayangannya. Buster dapat menjawab langsung melewati telepati bila Mavis mengajaknya bicara.
"Sekarang, sembari aku jalan, bagaimana jika kau mencoba kemampuanmu yang lain, Buster. Aku memerintahkanmu untuk mulai menggunakan kemampuan pengelihatanmu, pindai seratus meter di sekitarku dan laporkan jika ada sesuatu yang mencurigakan," ucap Mavis.
"Dimengerti."
Sriwijaya adalah kerajaan tingkat tiga yang berada di wilayah timur benua Braham. Kerajaan ini dipimpin oleh seorang raja bernama Cornelius Dixon, raja yang sangat baik dan cinta kepada rakyat-rakyatnya. Berkat raja Cornelius, Sriwijaya tumbuh pesat dibawah kekuasaannya. Kerajaan pun berhasil memperluas wilayahnya setelah memenangkan dua pertempuran besar yang tercatat di buku sejarah kerajaan. Pertempuran melawan kerajaan Do Young sepuluh tahun yang lalu dan Kerajaan Norville dua tahun yang lalu.
Atas prestasinya, Raja Cornelius pantas dinobatkan menjadi raja terbaik sampai saat ini di sejarah Sriwijaya, karena telah menaikan derajat kerajaan dari kerajaan tingkat satu ke tingkat tiga. Begitupula sang raja berhasil mengubah pandangan kerajaan-kerajaan lain yang sering merendahkan kerajaan Sriwijaya karena selalu menyenderkan bahu pada kerajaan sekutunya, Kerajaan Osaka.
Kerajaan Osaka sendiri merupakan kerajaan tingkat lima yang tidak bisa dianggap remeh meski di benua Braham. Perbedaan antar tingkat kerajaan adalah suatu hal seperti langit dan bumi. Dapat dimisalkan, kerajaan tingkat empat bila bergandengan tangan dengan kerajaan tingkat empat lainnya melawan kerajaan tingkat lima hanya akan mengalami kehancuran secara instan. Demikian, banyak kerajaan tingkat dua, tiga, dan empat tidak berani menyentuh kerajaan Sriwijaya karena persahabatannya dengan kerajaan Osaka.
Baru-baru ini bahkan kedua kerajaan itu mengumumkan kepada publik bahwa mereka telah menjodohkan dari masing-masing keturunannya untuk mempererat hubungan kedua kerajaan. Tentu, itu hanya terjadi karena raja Osaka mendengar prestasi dari kerajaan Sriwijaya yang mengalami kemajuan pesat. Jika tidak, meskipun keduanya adalah sekutu dekat, raja Osaka tidak akan sudi menikahkan anak perempuannya meski dari hasil hubungan gelap dengan seorang pelayan sekalipun.
Osaka dan Sriwijaya didirikan bersamaan oleh dua orang yang bersahabat, jauh dahulu kala. Namun, Osaka sudah menjadi kerajaan yang besar dan kuat, sementara Sriwijaya yang sebelumnya hanya kerajaan tingkat satu belaka.
Saat itu, Raja Ragnar nampaknya cukup puas dengan kinerja raja Cornelius, dan berakhir menjodohkan anaknya dari anak selir kelima yang bernama Judh Estell dengan anak Raja Cornelius dari sang ratu.
Cornelius Dixon mempunyai lima orang anak, yang masing-masing buah hasil dengan sang ratu dan ketiga selirnya. Satu orang anak dari sang ratu, dan empat dari ketiga selirnya. Anak pertamanya bernama Bernard Dixon, anak dari selir pertamanya Juleaha. Anak yang kedua yaitu Thomas Dixon dan yang ketiga Randall Dixon, yang keduanya hasil dari selir kedua yang bernama Kumaila. Kemudian berulah sang ratu melahirkan seorang anak yang sangat dinanti oleh sang raja, setelah bersusah payah mencari cara agar sang ratu bisa memberinya seorang keturunan. Setelahnya, lahir kembali anak kelima bernama Selia Dixon, anak dari selir ketiga, selir Olivia.
Dari semua anak sang raja, anak dari sang ratu yang bernama Asta Dixon adalah anak yang paling disayangi oleh raja. Anak yang selalu diperhatikan dan dimanja oleh banyak orang di istana. Anak itu tumbuh di tengah-tengah kasih sayang kedua orang tuanya dan para pengurus keluarga. Sang ratu yang bernama Lilian juga sangat dipuja oleh banyak orang karena kecantikannya. Disamping itu, Lilian juga mempunyai martabat seorang anak bangsawan dari kerajaan Toran, kerajaan tingkat dua yang tidak jauh dari sana.
Semuanya memuja Asta. Karena anak itu mewarisi gen sempurna dari kedua orangtuanya. Dia tampan pada usianya yang masih empat belas tahun. Anak yang paling diharapkan dapat membawa kerajaan Sriwijaya pada puncaknya. Dia juga lah anak sang raja yang dijodohkan dengan Judh Estell, putri dari Osaka yang sangat cantik dan berkepribadian baik.
Beralih di Kerajaan Sriwijaya, tepatnya di kediaman Pangeran Asta Dixon. Bangunan besar dan peralatan super mewah mengisi seluruh kedalaman ruangan peristirahatan sang pangeran.
Ranjang besar di bagian barat ruangan itu, kini di atasnya Mavis sedang berdiam diri. Dia baru saja kembali dari ruangan penyimpanan mainan sebelumnya, saat dia diam-diam mencoba kemampuan yang didapatnya dari sistem aneh itu tanpa sepengetahuan siapapun.
Sekarang jam makan siang masih menunggu beberapa saat lagi dan Mavis tidak mempunyai aktifitas lain yang bisa dilakukannya. Sebenarnya, bisa saja Mavis keluar untuk sekedar berkeliling istana atau pergi ke perpustakaan untuk melihat-lihat buku di sana dan mempelajari lebih dalam tentang cara kerja di dunia ini. Namun, itu hanya bisa dilakukan jika dua minggu yang lalu. Saat ini ia sedang dihukum oleh sang raja dan harus tetap berada di kamar sampai diperbolehkan untuk keluar.
Ini terlalu sial baginya, sang ratu yang merupakan ibu kandungnya pun tengah terbaring sakit di kediamannya. Ia tidak punya seseorang yang bisa membantunya membujuk sang ayah. Posisi Mavis saat ini sangat menyedihkan. Juga, dia harus memikirkan tentang posisinya di kediaman ini.
Pangeran Asta yang merupakan pemilik tubuh sebelumnya adalah seorang pangeran yang tidak kompeten. Kasih sayang yang berlebih dari kedua orang tuanya ternyata malah menjadi bumerang bagi dirinya. Pangeran, si pemilik tubuh ini sebelumnya, tumbuh menjadi pribadi yang buruk dam tercela. Dia bahkan sering melakukan tindak kekerasan kepada orang-orang yang tidak mau mengikuti keinginannya, sehingga tak sedikit keluhan datang dari para pengurus keluarga yang ditindas oleh sang pangeran.
Berhari-hari keluhan demi keluhan sampai pada telinga sang raja. Sang raja yang saat ini sedang berduka karena penyakit yang dialami sang ratu pun menjadi murka. Ia marah akan perilaku sang pangeran yang sangat tidak tahu malu itu. Sang raja tak habis pikir, anak yang paling disayanginya dan anak yang sangat ingin ia jadikan pewaris untuk menggantikannya memimpin kerajaan malah bertindak buruk seperti itu. Raja dipenuhi dengan amarah dan menjatuhkan hukuman kepada sang pangeran.
"Aku baru sadar, setelah menempati tubuh ini aku belum pernah sekalipun mengunjungi kedua orangtuaku itu." Mavis merenungkan dalam pikirannya. Dia merasakan perasaan aneh, jejak akan rasa rindu yang asing dan tidak pernah dia rasakan di kehidupan sebelumnya.
"Seperti apa ya wajah mereka? Aku ingin sekali melihatnya."
Mavis tersenyum.
Mengingat kembali apa yang telah terjadi, Mavis merasakan suka cita yang amat mendalam. Meskipun dia tiba-tiba dipindahkan di tubuh seorang anak yang tercela ini, akan tetapi dia tidak merasa kecewa sekalipun. Malahan Mavis merasa sangat beruntung dan berterimakasih kepada siapapun itu, entitas maha kuasa yang memberikannya kesempatan untuk hidup di tubuh pangeran ini. Terlebih Pangeran Asta ini adalah anak yang disayangi oleh kedua orang tuanya. Dia masih memiliki keluarga di dunia ini, sesuatu yang tidak dimilikinya di kehidupan sebelumnya.
Ditambah lagi saat ini Mavis berada dalam keadaan yang berkecukupan, sehingga dia tidak perlu lagi bersusah payah mencari nafkah untuk menghidupi dirinya sendiri seperti dulu.
Mavis sudah berencana.
"Aku akan menyelinap ke kamar sang ratu setelah makan siang nanti."
Dalam sekejap, waktu pun berlalu. Pelayan istana yang bertugas membawakan hidangan pun datang mengetuk pintu kamar Mavis.
"Masuklah."
Kedua pelayan itu memasuki kamar dengan kepala yang menunduk, sementara kedua tangannya mendorong meja berjalan itu menuju ranjang Mavis berada.
"Pa-pangeran ... menu makanan siang hari ini susu, buah-buahan, dan daging bakar. Apakah ada sesuatu yang tidak disukai Pangeran? Pelayan ini akan menggantikannya," ucap salah satu pelayan berambut panjang kepang dua. Wajahnya pucat dan keringat membasahi dahinya.
"Cukup, terimakasih," jawab Mavis datar.
Kedua pelayan itu pun tiba-tiba saling menoleh ke arah satu sama lain, lalu tak lama kemudian mengangkat kepalanya dan menatap Mavis dengan ekspresi linglung.
"Sungguh?" Pelayan berkepang dua itu tidak bisa menahan keterkejutannya. "Marrie, ternyata memang benar! Bibi Rose benar!"
"Sasha! Pa-pangeran, mohon maafkan adik pelayan ini yang tidak sopan kepada Pangeran. Mohon ampuni adik saya," ucap pelayan satunya yang terlihat sedikit lebih tua.
Pelayan bernama Marrie itu pun segera bersujud meminta pengampunan dari Mavis. Kemudian disusul pelayan yang merupakan sang adik yang ikut bersujud dengan wajah penuh ketakutan.
Hari-hari sebelumnya, mereka sudah mendengar banyak cerita perubahan sang pangeran dari salah satu pelayan seniornya sebelum dipindahkan tugas untuk mengurus keperluan sang pangeran. Senior itu juga menyemangati mereka dan mengatakan kepada keduanya bahwa tidak akan ada hal buruk yang terjadi pada mereka kedepannya karena sang pangeran sudah berubah menjadi pribadi yang baik.
"Ma-maaf, Pangeran. Saya tidak bermaksud untuk tidak sopan."
"Diam* Sasha!" bisik Marrie dengan nada gemetaran.
"Tidak apa-apa, kalian tidak perlu berlebihan seperti itu. Bukankah aku seorang yang pemaaf? Kalian bisa bersantai denganku."
"Berdirilah," lanjut Mavis.
"Pangeran, sekali lagi maafkan kami, ampuni nyawa kami!"
Pelayan itu malah semakin histeris ketakutan mendengar ucapan dari Mavis.
Pangeran Asta memang terkenal karena kekejiannya, mereka berdua adalah pelayan baru pengganti dari pelayan sebelumnya yang dipindahkan ke bangunan sang ratu. Mereka sudah membayangkan akan menjadi seperti apa dirinya jika Pangeran Asta ini mengamuk dan menghukumnya. Rumor mengatakan hanya ada dua hasil yang didapat jika berani membuatnya murka, yaitu kesakitan sampai menginginkan kematian, atau kematian itu sendiri.
"Jika kalian tidak berdiri dan masih berada di tanah saat aku menghitung sampai tiga, aku justru akan menghukum kalian," jawab Mavis.
Mavis tertawa melihat aksi lucu kedua pelayan itu. Keduanya dengan panik pun bangkit berdiri dan menundukkan kepala dengan kaki gemetar.
"Jadi, kalian pelayan pengganti itu? Bibi Rose telah mengatakannya padaku kemarin."
Bibi Rose itu orang yang baik. Dia adalah pelayan yang mengasuh pangeran sejak kecil. Dia selalu menyayangi pangeran meski prilakunya yang buruk.
Marrie yang masih sedikit gugup menjawab, "Ya, Pangeran."
"Apa kalian bisa membantuku untuk suatu hal?" kata Mavis
"Pangeran dapat mengatakannya, pelayan ini akan membantu sesuai keinginan Pangeran jika memungkinkan."
"Bagus." Mavis menyeka mulutnya selepas menghabiskan hidangan terakhir yang telah disiapkan kedua pelayan itu.
Kemudian, ia mulai mengatakan maksud dari tujuannya untuk meminta bantuan kepada kedua saudara itu untuk mencari informasi tentang keadaan sang ratu saat ini. Juga, ia membutuhkan sebuah peta lengkap kerajaan.
"Aku ingatkan kembali, lakukan secara diam-diam."
"Serahkan tugas mendapatkan peta kerajaan pada saya, Tuan. Saya ahli dalam hal ini." Sasha mengangkat tangannya.
"Baik, untuk peta kuserahkan bagian ini untukmu. Kamu Sasha, benar?"
"Ya, Pangeran. Anda bisa memanggil saya, Sasha."
"Baiklah, aku akan mengandalkan kamu untuk tugas itu. Sementara informasi tentang ratu, aku serahkan pada kakakmu, Marrie," kata Mavis.
Keduanya menerima permintaan Mavis. Setelah tidak ada yang dibicarakan, kedua pelayan itu meminta izin kepada pangeran untuk kembali ke tempat mereka.
Pintu tertutup dan kedua bersaudara itu pergi meninggalkan kamar. Tak lama kemudian, pintu kamar Mavis tiba-tiba diketuk lagi.
"Ma-"
Belum selesai Mavis mempersilahkan masuk, orang itu langsung masuk ke dalam kamarnya.
"Kakak!"
Suara seorang anak kecil terdengar semakin dekat menuju Mavis. Anak itu terus berteriak memanggil-manggil kakaknya.
"Kakak, ayo main dengan Seli! Sudah beberapa hari ini kakak tidak datang ketempat Seli. Apa kakak sudah tidak menyayangi Seli?" Wajah anak itu semakin jelek dan matanya mulai berkaca-kaca.
Anak kecil itu bernama Selia, adiknya. Dengan menggunakan ingatan dari kenangan pemilik tubuh ini sebelumnya, Seli itu satu-satunya saudara yang dekat dengan dirinya. Ibu kandung Selia adalah selir ketiga yang juga merupakan teman dekat sang ratu, hubungan keduanya sangatlah baik.
"Hei, nona kecil, kakak ini selalu merindukanmu. Hanya saja ayah sedang menghukum kakak ini, jadi kaka tidak bisa menemuimu," kata Mavis. Tangannya membelai halus rambut Selia yang terkuncir dua.
"Sungguh?"
Kemudian Selia menaiki ranjang dan memeluk tubuh Mavis.
"Kakak, kalau begitu Seli juga akan marah pada ayah!"
Mavis tertawa geli melihat tingkah polos adik kecilnya itu. Dia terlalu imut. Lagipula Selia masih berusia enam tahun, Mavis masih dapat mengerti sikap kekanakannya.
"Apa kamu tau? Ayahmu yang kita bicarakan itu adalah seorang raja. Apa kamu tidak takut dihukum karena memusuhi seorang raja? Bukankah itu berlebihan?"
"Ayah yang terlebih dulu melarang kakak untuk menemui Seli! Ayah yang berlebihan!" Anak itu mendengus kesal.
"Jangan menyalahkan ayah, ini karena kakakmu yang sudah melakukan hal buruk sebelumnya. Aku pantas mendapatkannya."
Selia bergeming sesaat, ia berfikir keras untuk menemukan cara agar kakaknya bisa lepas dari hukuman itu. Namun, hal seperti itu akan terlalu sulit dipikirkan oleh anak kecil sepertinya.
Mavis juga menyadari ketulusan adiknya itu. Dan dia sangat senang karena beruntung masih diberikan saudara yang menyayanginya.
"Kak Asta adalah orang yang paling Seli sayangi. Apa kakak tau itu?"
"Paling disayangi, ya? Lalu, bagaimana dengan ibumu?"
"Maka ibu yang pertama, dan kakak menjadi orang yang paling Seli sayangi kedua!"
Mavis tertawa lagi. "Baiklah, jadi aku hanya menjadi orang kedua." Mavis berpura-pura cemberut.
"Kakak, bukan begitu, menjadi yang kedua tidaklah buruk. Kakak masih yang paling Seli sayangi!"
Mavis terus membuat lelucon dengan adiknya. Ini sangat mengasyikan mengobrol dengan saudara sendiri dibandingkan dengan teman di kehidupan sebelumnya.
Selia juga sangat menggemaskan. Anak itu sudah sangat cantik sewaktu masih kecil, Mavis sudah bisa membayangkan bagaimana nampak besarnya nanti. Kecantikan itu akan mengundang para serigala lapar untuk berebut mangsa. Ini tanggungjawab Mavis dikemudian hari untuk melindungi adiknya.
"Baiklah Nona Kecil, sudah waktunya kamu kembali."
Mavis memegang kedua pundak Selia dan mendorongnya pelan untuk melonggarkan pelukan.
Selia memandang wajah Mavis, wajah itu terlihat enggan berpisah dengan Mavis.
"Aku akan membujuk ayah untuk berhenti menghukum Kakak. Seli akan membantu!"
"Ya, terserah kamu." Mavis hanya membatin dalam hati, kemudian menggelengkan kepalanya.
Kini pintu itu tertutup sekali lagi dan kamar itu kembali dalam kesunyiannya.
Di lain tempat, di kediaman Ratu Lilian. Wanita cantik itu sedang tertidur di sebuah ranjang dan seorang lagi tengah memegang tangan putihnya dengan penuh harap.
Orang itu adalah Raja Cornelius. Kini sang raja tengah mengenakan pakaian santai dan melepas mahkotanya, nampak seperti seorang pria biasa pada umumnya.
Tatapan sang raja begitu sendu. Bagaikan bunga yang kehilangan kelopaknya, sang raja teramat sangat kehilangan.
"Lilian, andai saja kamu tau aku menghukum anak kita ...." Sang raja tersenyum masam, kemudian melanjutkan, "Mungkin, kamu akan memukulku pada saat itu juga."
"Maafkan aku, kuharap kamu mengerti pilihanku ini. Demi dirinya, ia harus tau kesalahannya dan berubah. Kuharap hukuman itu akan menyadarkannya." Kemudian, sang raja membelai rambut berwarna orange sang ratu, dan ia mengecup keningnya.
"Aku sangat merindukanmu, cepatlah bangun, Lilian."
Sang raja meninggalkan kediaman sang ratu, kemudian melanjutkan perjalanannya ke ruangan pertemuan dengan para pejabat kerajaan. Hari ini telah dijadwalkan sang raja akan menerima laporan dari para pejabat-pejabat tentang perkembangan saat ini. Baik itu tentang laporan dari keamanan perbatasan, perekonomian kerajaan, dan hubungan ekspor dan impor barang dengan kerajaan tetangga.
Sambil menuju aula pertemuan, Raja Cornelius terus bertanya kepada si penasihat raja, namanya Kayle Sool. Dia adalah adik Lilian, seorang jenius dari berbagai bidang.
"Kayle, laporkan keadaan Asta hari ini," kata Raja Cornelius.
"Ini hari ke lima belas sejak pangeran dihukum untuk berada di kamarnya. Menurut pantauan suruhan saya, keadaan pangeran semakin membaik sejak delapan hari yang lalu," kata Kayle dengan senyum bahagia.
"Apa yang aku lakukan ini sudah benar, Kayle? Bagaimana jika anak itu akhirnya membenciku?" Sang raja murung.
"Yang Mulia harap tenanglah. Seperti yang saya katakan sebelumnya, hukuman ini akan membuat pangeran merenungkan kesalahannya. Sudah saatnya pangeran memikirkan masa depannya."
"Ya, kuharap demikian," kata Raja Cornelius. Pembicaraan itu terhenti saat langkahnya memulai memasuki wilayah depan aula pertemuan.
Mulai terlihat orang-orang di tempat itu berbaris dan menghadap ke jalan di mana sang raja akan berjalan. Orang-orang itu adalah para pejabat tinggi dari berbagai bidang. Di antara mereka adalah orang-orang pintar, dia yang mempunyai kemampuan di bidangnya, mempunyai koneksi dengan keluarga kerajaan, atau dia yang handal menjilat.
Dari berbagai macam para pejabat itu, semuanya mencondongkan badannya kedepan saat sang raja berjalan menuju kursi tahtanya. Kursi tahta berukiran singa itu terlihat menindas saat sang raja mendudukinya.
"Yang Mulia. Semua pejabat telah hadir," kata seorang pria yang kini berada di barisan terdekat dengan raja selain Kayle.
Dia Felix Barathon, asisten penasihat raja, tangan kanan Kayle. Dia adalah seorang juru tulis dalam pertemuan-pertemuan yang dihadiri sang raja.
"Departemen pengawasan gudang kerajaan, laporkan tentang perkembangan pengiriman bantuan gandum untuk desa Valey," kata sang raja.
"Yang Mulia, untuk pengiriman bantuan gandum ke desa Valey untuk bulan ini sudah terdistribusikan. Gandum yang dikirimkan telah memotong lima persen dari gudang kerajaan saat ini," kata Yasin, pemimpin departemen pengawasan gudang kerajaan.
"Kemudian, aku mendapat laporan dari petugas yang mengirimkan gandum ke daerah Valey, mereka mendapat desakan dari beberapa warga di sana. Di antara mereka mengeluh tentang bantuan gandum yang dikirimkan departemen kami tidak mencukupi kebutuhan desa tersebut, juga bangsawan yang mengelola gandum di desa itu menjual gandum dengan harga yang terlampau tinggi."
"Saya harap Yang Mulia dapat mempertimbangkan untuk mengirimkan seseorang dari departemen pengawasan publik untuk menyelidiki kasus tersebut, atau aku takut bulan depan akan jauh lebih memburuk dan memotong gudang penyimpanan kerajaan lebih besar."
"Departemen pengawasan publik, kirimkan beberapa orang untuk mengawasi bangsawan di sana. Jika para bangsawan melakukan kecurangan dengan menimbun gandum, seret bangsawan itu dan bawa ke hadapanku," kata Raja Cornelius.
"Kemudian, aku ingin mengetahui laporan tentang penyelidikan kebakaran di desa Valey."
"Yang Mulia, petugas yang ditugaskan untuk menyelidiki kebakaran besar itu semuanya menghilang." Pejabat tinggi dari departemen militer itu menjawab dengan sedikit malu. Namanya Fergus.
"Bagaimana bisa?" Sang raja sedikit mengernyit dan marah.
"Maaf atas kelalaian petugas dari departemen Militer kami. Namun Yang Mulia, menurut laporan dari petugas yang menyelidiki kebakaran menghilang sesaat setelah memasuki hutan di bagian barat desa Valey, hutan Anambas. Menurut warga di dekat sana, hutan itu sering ditinggali para bandit. Aku menyimpulkan para petugas yang menghilang harus ada hubungannya dengan para bandit itu. Departemen militer sudah bertindak dengan mengirimkan pasukan dan sedang dalam perjalanan untuk memberantas mereka."
"Yang Mulia, haraplah tenang. Bila departemen militer kesulitan dengan para bandit, akademi kami dapat mangirimkan murid terlatih untuk membantu," kata seorang wanita yang datang dari barisan berlawanan dengan Fergus. Wanita itu bernama Alice, wakil kepala sekolah akademi Lynford.
"Lebih dari mampu departemen kami mengurus para bandit itu," kata Fergus menanggapi Alice. Dia sangat kesal dengan wanita itu karena selalu saja mencari masalah dengannya.
"Oh, baguslah." Alice terkekeh mendengar Fergus. Sementara disisi lain Fergus membencinya sampai ketulang-tulang, begitupun dengan Alice yang membenci pria itu sampai mendarah daging. Fergus di mata Alice adalah seorang pecundang yang selalu meremehkan kinerja seorang wanita.
"Kalian berhentilah! Jangan membuat keributan! Sudah sering aku memperingatkan kalian, bukan?" Kayle membentak keduanya.
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!