Suara tawa terdengar begitu bahagia di kamar ketika kedua pasangan suami istri itu tengah bercanda dengan dua anak mereka yang kembar. Keduanya sama-sama terlihat sangat cantik mengikuti paras sang ibu yang sangat cantik. Kecantikan dari seorang putri bangsawan bernama Zara Boudicca tak perlu di ragukan lagi memang. Begitu pula ketampanan wajah ayah mereka yang berpadu sempurna di kedua wajah bayi cantik itu.
"Ayo anak-anak bunda tidur siang yah? Bunda harus cuci piring loh." ujar Zara menciumi wajah anaknya dengan gemas.
Jika sudah berkumpul seperti ini rasanya tak sedikit pun ia ingin meninggalkan kamar, moment bahagia yang membuatnya selalu ingin berkumpul terus setiap kali sang suami berada di rumah.
"Zara, pergilah sayang. Anak-anak biarkan aku yang menidurkannya." Dengan penuh pengertian Malik berkata saat melihat sang istri tentu merasa sangat lelah. Setiap ia pergi bekerja, sang istri harus berjuang sendiri mengurus rumah sekali gus kedua anaknya yang masih sangat suka bergadang saat ini.
Malik mengangguk menyanggupi ucapannya, barulah Zara pergi dari kamar. Wanita itu bergerak cepat untuk memasak, membersihkan rumah serta mencuci baju dan piring. Hingga tak lama kemudian ia pun terkejut saat sebuah tangan besar sudah melingkar di pinggangnya.
"Ah ya ampun, Malik." ujarnya memajukan bibir kesal.
Bagaimana Zara tidak kaget, sang suami melingkarkan tangan bersamaan dengan bibirnya yang mendarat sempurna di leher jenjang putih dan mulus wanita itu. Zara menggeliat tak karuan saat indera perasa sang suami bergerak liar di leher itu. Keduanya tampak saling merindukan sentuhan saat itu. Yah, hari ini adalah hari kepulangan sang suami setelah beberapa hari menelusuri kota untuk mengirim barang-barang dari tempat mereka.
Tak perduli jika di dapur, mereka begitu menikmati sentuhan hingga akhirnya permainan pun berakhir dengan tubuh keduanya yang sama-sama berkeringat. Nafa Zara terengah-engah memeluk sang suami yang berbaring di sofa ruang makan mereka.
"I miss you..."peluk Zara manja pada suaminya.
Malik tampak mengusap keringat di dahi sang istri dan mengecup kening itu. "I miss you too, Zara. Maafkan aku membuat mu ikut hidup susah." rasa bersalah tentu pria itu rasakan saat membawa sang istri hidup sederhana seperti saat ini. Jika sebelumnya Zara hidup dengan kemewahan di kerajaan sebelum wanita itu resmi di keluarkan.
Zara hanya menggelengkan kepala tanpa mau membalas ucapan sang suami. Baginya hidup yang di tawarkan oleh sang suami sudah lebih dari cukup. Tak ada gunanya bagi Zara hidup penuh kemewahan di kerajaan tetapi dirinya selalu merasa terancam dengan orang-orang sekeliling yang tidak suka padanya. Buktinya saat ini ia berada di sini tentu karena usaha orang di kerajaan yang susah payah menyingkirkan dirinya setelah berhasil menyingkirkan sang ibu sejak ia baru lahir ke dunia.
"Aku sangat bahagia bersamamu dan anak kita. Semua itu tidak penting bagiku, Malik." ujar Zara.
Berbincang sejenak demi melepaskan lelah, kini keduanya kembali bercumbu di atas sofa dengan lebih agresif lagi. Bahkan saat ini Zara yang sudah memegang kendali permainan. Ibu dua anak itu bergerak lincah di atas tubuh sang suami saat ini tanpa perduli dengan suara deritan sofa yang mulai bergeser ke dinding rumah mereka. Kenikmatan yang mereka dapatkan membuat Zara tak perduli dan ingin terus memperdalam permainannya dengan sang suami.
Hari itu keduanya begitu menikmati waktu singkat mereka tanpa mereka sadari jika itu adalah waktu dimana mereka bertemu untuk terakhir kalinya.
***
"A-apa? suami saya kecelakaan?" Zara berdiri mematung saat baru saja ia membuka pintu mendengar seseorang datang mengetuk pintu rumahnya. Beruntung saat ini Zara sedang tidak membawa sang anak di gendongannya.
"Bu Zara! Bu Zara, tenang. Tenang, Bu." Sepasang suami istri yang merupakan teman satu kerja Malik menahan tubuh Zara yang ingin terjatuh ke lantai. Air mata di wajah cantiknya sudah berjatuhan begitu saja. Zara bergetar seluruh tubuhnya membayangkan semua hal buruk yang terjadi pada sang suami.
"Dimana suami saya sekarang? Bagaimana keadaannya?" Zara masih bertanya sebab ia sama sekali tak bisa melakukan apa pun. Tubuhnya benar-benar tak berdaya untuk berlari menuju tempat kejadian.
Suami istri itu saling pandang saat ini. Mereka sama sekali tak sanggup rasanya mengatakan yang sebenarnya pada wanita di depannya ini. Hingga tak lama kemudian Zara pun berteriak sangat kencang.
"Dimana suami saya?" teriaknya menggelegar dan saat itu pula Zara jatuh pingsan.
Para tetangga berdatangan kala mendengar teriakan meminta tolong. Sedangkan di dalam rumah suara bayi kembar sudah menangis karena terkejut mendengar sang ibu teriak sangat kencang.
Mereka semua merasa sangat prihatin dengan Zara. Meski pun orang belum begitu lama kenal, namun Malik dan Zara yang bersikap ramah membuat mereka merasakan kenyamanan kenal dengan suami istri yang memiliki paras sangat sempurna.
Dan kini keharmonisan yang sering kali di perlihatkan Zara dan Malik lenyap sudah. Tinggal masa sulit yang sedang menguji cinta mereka. Lama Zara tidak sadarkan diri. Kedua anaknya sudah di gendong oleh tetangga Zara.
"Malik...Malik, tidak kamu tidak boleh pergi, Malik. Bagaimana aku dan anak-anak kita." gumam Zara yang masih tidak sadar juga. Tubuh wanita itu terasa sangat dingin saat ini. Bibirnya mendadak pucat sekali.
"Bu Zara, Bu Zara! Bangun, Bu. Kasihan si kembar, Bu." salah seorang tetangga nampak mengusap-usap kening Tasha agar kembali sadar.
Perlahan Zara pun membuka matanya dan melihat sekeliling yang benar tak menampakkan kehadiran sang suami sama sekali.
"Dimana suami saya? Malik!" kembali ia mencari menatap satu persatu wajah yang tak ada sama sekali sang suami di sana. Zara menangis menatap kedua anaknya di gendongan para tetangga. Memikirkan bagaimana nasib mereka tanpa sang suami.
"Dimana Malik? Kenapa kalian diam saja?" tanya Zara masih penasaran.
"Untuk saat ini Pak Malik belum di temukan, Bu Zara. Kami akan membawa ibu untuk melihat lokasi kejadian." mendengar kata itu Zara pun segera bangkit. Ia menggendong kedua anaknya dan mengambil susu yang ada di botol persiapan untuk perjalanan. Tak ada lagi yang ia bawa selain kebutuhan sang anak. Baginya saat ini kedua anaknya sangat membutuhkan dirinya dan begitu juga sebaliknya.
Mobil pun mengantar Zara saat itu menuju lokasi yang tidak begitu jauh dari tempat mereka tinggal. Setibanya di sana Zara menatap pilu lokasi dimana mobil yang di bawa sang suami terseret jauh dari jalan sebelumnya hingga terjatuh di tepi jurang. Kendaraan itu masih tersangkut di pepohonan namun semua orang melaporkan jika hanya ada dua pria yang mereka temukan di mobil itu ketika mengevakuasi.
"Lalu dimana suami saya, Pak?" tanya Zara sembari menangis tak tahu kali ini ia harus melakukan apa.
Tiga tahun tak ada kabar sedikit pun yang di dengar oleh Zara. Sepanjang hari wanita itu berdoa meminta petunjuk namun sang kuasa tak kunjung menjawab doanya. Zara berusaha kuat menjalani hari-hari menjadi seorang ibu dan juga ayah untuk anak kembarnya yang kini sudah mulai bergerak lincah. Tak jarang di malam hari Zara menghabiskan waktu menangis sampai terlelap dengan mata sembabnya. Kerinduan pada Malik tak terbendung lagi saat ini. Bahkan jika sang suami meninggal pun, ia berharap bisa memeluk sang suami untuk terakhir kalinya. Namun, hingga pencarian berakhir pria itu tak kunjung di temukan.
“Wah iya benar, pria itu mirip sekali dengan suami Bu Zara. Tapi yah beda sih, gantengan yang ini secara lebih rapi dan terawat. Beda dengan Pak Malik yang kerja keras.”
“Iya benar ibu-ibu. Mirip banget yah? Atau jangan-jangan mereka kembar?”
“Ah bisa jadi malah mereka orang yang sama. Seperti kejadian di film sekarang. Pura-pura menghilang terus cari istri baru deh.”
Mendengar gosip yang ribut-ribu di penjual sayur pagi itu membuat Zara penasaran. Sebab samar ia mendengar nama sang suami di sebut.
“Apa saya salah dengar yah, Bu? Ada yang sebut nama suami saya dan juga nama saya? Maaf sebelumnya.” Zara bertutur kata begitu sopan tak ingin menyinggung perasaan orang sekitarnya yang sudah sangat baik.
Sebab ia sadar, ketiadaan sang suami membuatnya hanya bisa mengandalkan para tetangga yang baik padanya. Tinggal dengan anak-anak tanpa adanya keluarga tak selamanya membuat Zara bisa sehat.
“Itu suami dari ratu saat ini mirip sekali dengan Pak Malik. Maaf yah, Bu Zara. Bukan suudzon, tapi miripnya benar-benar sama.” Jantung Zara seketika berhenti berdetak mendengar ucapan salah satu tetangga.
Suami Ratu? Apa itu artinya suami dari Emeli Boudicca? Pikiran Zara mendadak kacau saat itu juga. Kerajaan yang sudah membuangnya begitu saja, bagaimana mungkin mereka justru membawa sang suami memasuki kerajaan itu dengan menjadikan Malik suaminya? Tidak. Zara tidak akan bisa terima. Malik adalah suaminya.
Sayur yang ingin Zara beli terpaksa ia letakkan kembali dan memasuki rumah. Wanita itu bergegas mengambil kedua anaknya dan menaiki angkot. Ekonomi yang pas-pasan membuatnya sangat sederhana hidup di sini. Beruntung kedua anaknya sudah bisa berjalan dan bergerak aktif. Zara tak lagi kesulitan seperti sebelumnya harus menggendong kedua anak bayinya kiri dan kanan.
Seluruh lelah dan sakit di tubuhnya seakan tak terasa lagi bagi Zara. Ia bekerja terlalu keras menjadi penjual lauk di tempatnya tinggal. Hanya berjualan di depan rumah yang kebetulan pinggir jalan, membuatnya lebih mudah mencari penghasilan.
“Ma, mo-bil.” sang anak menunjuk kendaraan di depan sana dengan antusias.
Hanya bepergian sebentar seperti ini mereka begitu senang. Sebab sang ibu tak bisa membawa mereka bermain ke tempat permainan anak-anak.
Bisa mendapat uang untuk biaya sehari-hari, Zara sudah begitu sangat bersyukur sekali.
Ia pun nekat untuk membawa kedua anaknya ke kerajaan. Demi memastikan jika pria yang menjadi suami saudara tirinya tidaklah benar sang suami.
Sepanjang jalan Zara berpikir terus menerus berusaha menenangkan diri. Kehebohan sang anak pun tak bisa ia hiraukan lagi. Ada perasaan gelisah dan sesak di dada Zara saat ini.
Apa benar penantiannya selama sekian tahun terbuang sia-sia? Ingin sekali rasanya Zara menangis saat ini, namun segera tangannya menepis air mata yang hendak berjatuhan saat itu.
Sebuah kerajaan megah yang menjadi saksi di lahirkan dirinya, di bunuh ibunya oleh orang yang tak di ketahui sampai saat ini, di usir dirinya dari dalam kerajaan, sungguh Zara sama sekali tak ingin menatap tempat yang penuh moment mengerikkan baginya. Namun, demi meyakinkan semua berita tentang sang suami yang ia dengar, kini wanita itu nekat melangkah bersama kedua anak kecil yang ia pegang erat tangannya saat ini.
“Hey, mau apa kemari?” Pertanyaan salah satu kepala pengawal di kerajaan tersebut. Mereka tentu menjaga ketat sekitar kerajaan dan tidak akan membiarkan sembarang orang bisa masuk.
“Saya mau melihat pangeran. Ijinkan saya masuk.” ucap Zara tanpa basa basi.
Dua pengawal di gerbang pertama sudah menyilangkan pedang panjang mereka pertanda Zara tak di beri jalan masuk.
Zara tahu jika kedatangannya tidak akan mudah melihat sosok yang membuatnya sangat penasaran.
“Tolong, jika benar dia bukan Malik. Ijinkan saya masuk. Kalian tidak sejahat itu bukan dengan anak-anak Malik. Saya mohon…” Zara tak tahu harus dengan cara apa bisa masuk ke dalam.
Kedua anak kembarnya hanya menatap para pria di depannya dengan tatapan kagum sebab pakaian mereka tampak begitu bagus. Berbeda dengan mereka yang memakai pakaian sederhana.
Belum sempat perdebatan berlanjut, tiba-tiba suara dari dalam sana terdengar riuh pertanda ada yang akan keluar yaitu Raja. Ayah dari Zara.
Semua pintu gerbang yang menjadi penghalang seketika terbuka begitu lebar dan Zara bisa melihat sosok ayah yang yang kini sudah menatapnya dengan tatapan yang sulit di artikan.
Jatuh air mata Zara melihat pria di depannya. Dia adalah ayah kandung Zara. Bagaimana mungkin pertemuan mereka seperti orang asing.
“Zara…” lirih bibir pria paruh baya itu berucap. Anak gadisnya begitu menyedihkan ketika menjadi seorang ibu dari dua anak kembar.
Tanpa menunggu lama, Zara berlari memegang kaki sang ayah yang duduk di atas tunggangan kuda kesayangannya.
“Ayah, dimana Malik? Tolong tunjukkan padaku, Ayah. Aku mendengarnya jika dia di sini.” Zara menangis ia tak perduli semua pengawal menarik paksa tubuhnya.
Sang ayah tak bisa menjawab apa pun selain memilih pergi meninggalkan Zara yang menangis. Jujur ini bukan maunya. Zara adalah anaknya dari kisah cintanya dengan sang maid.
“Uda…uda…” seru kedua anak Zara yang melihat kuda itu melewati mereka. Kelucuan dua bocah tersebut membuat ayah dari Zara menatap mereka dengan mata berkaca-kaca.
Cucunya telah lahir begitu menggemaskan.
“Ayah! Ayah!” Teriakan Zara semakin terdengar menjauh hingga akhirnya setelah kepergian sang ayah. Kini Zara di lempar ke depan gerbang kembali dan gerbang pun tertutup dengan sempurna.
Berat rasanya untuk meninggalkan kerajaan sebelum ia bertemu dengan orang yang ingin ia lihat.
Hingga ingatannya terbesit sebuah pintu belakang yang sering ia lewati dulu bersama sang ibu untuk keluar dari kerajaan. Yah pintu yang di berikan khusus oleh sang ayah.
“Ayo nak. Ikut ibu.” Zara membawa kedua anaknya berjalan sedikit jauh. Sebuah perbatasan wilayah kerajaan dengan tempat para penduduk.
Perjalanan mulus ia dapatkan saat ini. Hingga langkah Zara terhenti kala mendengar suara tawa dari seorang wanita yang tak lain adalah Emeli. Sang adik tiri. Dia tertawa bahagia dengan berputar menari di tepi danau yang ada di kerajaan.
“Emeli, berhentilah seperti itu. Kau bisa terjatuh.” Suara berat dari seorang pria membuat Zara menoleh cepat. Matanya membulat sempurna saat melihat pria yang benar adalah suaminya.
“Ma-malik?” Bergetar bibir Zara melihat sang suami.
Ia melepas tangan kedua anaknya dan berlari mendekati Malik yang posisinya sedikit jauh dari Emeli.
“Malik!” Teriak Zara membuat pria itu langsung menoleh cepat.
Benar, namanya adalah Malik. Tapi melihat sang pemanggil, pria itu mengerutkan kening heran.
“Malik, kau mengapa tidak kembali? Mengapa kau di sini? Aku merindukanmu. Aku merindukanmu. Aku sakit selama ini…” Zara tak kuasa menahan tangis saat berhasil memeluk tubuh sang suami. Jujur ia sangat ingin sekali marah ketika tahu sang suami justru kembali ke kerajaan dan meninggalkan dirinya. Tapi saat ini rindu yang ia rasakan rasanya jauh lebih besar untuk sang suami.
Kedua bocah kecil itu berlari memegang baju ibu mereka. Sementara Malik sama sekali tak merespon pelukan Zara.
“Hentikan pelukanmu! Lepaskan tanganmu dari tubuhku!” Tak kasar namun terkesan begitu dingin.
Zara menggeleng masih menangis. “Tidak akan, Malik. Aku mohon jangan pergi lagi.” Zara menangis mengeratkan pelukannya. Hingga tiba-tiba sebuah tangan menamparnya dan membuat Zara terhempas ke tanah.
Plak!!!
“Berani kau menyentuh suamiku?” Teriakan Emeli membuat Malik terkejut. Begitu juga dengan dua bocah lucu yang menangis ketakutan melihat ibu mereka di kasari.
“Emeli, apa yang kau lakukan? Lihat mereka ketakutan!” sentak Malik yang tak sampai hati melihat dua anak kecil itu sedih.
“Dia menyentuh milikku, Malik!” teriak Emeli kembali.
Bukan perihal menyentuh, lebih ke takut jika sampai Zara mengungkapkan kebenaran dan Malik berpihak pada Zara.
“Hei, maafkan istriku. Ayo bangunlah. Aku sudah memintamu melepasku.” Pintah Malik yang membuat Zara kembali terasa tertampar jauh lebih sakit meski tak terdengar suara tamparannya.
Zara menatap diam Malik yang membantunya berdiri. Sungguh kedua kaki Zara begitu terasa sulit untuk berdiri tegap. Tubuhnya terasa sangat lemas mendengar ucapan pria tersebut.
“Istrimu? Apa katamu Malik? Dia bukan istrimu. Aku istrimu!!” Zara menangis histeris menunjuk dadanya yang terasa sakit sekali.
Melihat kehadiran Zara, Emeli tak tinggal diam. Dia berteriak memanggil pengawal dan memintanya untuk membawa keluar. Entah masuk dari mana, Emeli sendiri tidak tahu. Bagaimana mungkin wanita itu bisa masuk dengan kedua anaknya.
“Jangan bertindak kasar padanya dan anak-anaknya.”
“Siap Ya Mulia.” Meski berhasil mengusir Zara yang terus memberontak, pikiran Malik tak hilang begitu saja.
Perkataan Zara yang mengatakan dia adalah istrinya, membuat pria itu merasa aneh.
“Ayo kita masuk.” Emeli pun menarik tangan sang suami.
“Siapa orang itu, Emeli?” tanya Malik.
“Aku tidak tahu. Dia hanya orang gila yang berani menyentuh milikku.” Ketus Emeli berkata. Dan Malik tak lagi mau bertanya.
Sepanjang perjalanan di tariknya Zara keluar dari kerajaan membuat banyak pelayan yang menatap iba. Sebab mereka semua tahu apa saja yang terjadi selama ini. Zara anak yang begitu baik. Namun di perlakukan secara tak adil oleh keluarganya. Bukan, lebih tepatnya oleh ibu tirinya.
“Kalian semua jahat! Dia suamiku!” Teriak Zara ketika para pengawal berhasil melemparnya bersama kedua anaknya yang terjatuh ke jalan.
Zara berlari memeluk anak-anaknya. Bahkan Malik saja meminta mereka tidak berlaku kasar pada Zara dan kedua anaknya.
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!