"Tidak, ayah. Aku gak mau nikah sama si tua bangka itu. Ayah gak lihat dia udah tua? Udah gitu anaknya 3 lagi. Aku perawan ting-ting lho, masa harus menikah sama aki-aki kayak dia si? Nggak, aku gak mau, titik!" Tegas seorang gadis berusia 23 tahun.
"Vania sayang. Meskipun dia udah tua dan punya anak 3, tapi dia itu kaya lho. Ayah terpaksa menikahkan kamu sama dia karena ayah gak bisa bayar hutang ayah. Kalau kamu gak nikah, rumah ini bakalan di sita, kamu mau kita jadi gembel? Ingat, rumah ini satu-satunya peninggalan ibu kamu," jawab sang ayah bersikukuh.
"Kenapa ayah harus minjam uang dari dia? Kenapaaaaa? Kenapa juga rumah ini harus dijadikan jaminannya? Kenapa tidak diri ayah aja yang jadi jaminan?"
"Vania! Hati-hati kamu kalau bicara. Uang yang ayah pinjam dari dia adalah uang yang dipakai untuk pengobatan ibumu, biaya Rumah Sakit ibu kamu sebelum meninggal itu, kamu pikir dari mana ayah dapat uang sebanyak itu, hah?"
Vania menggigit Bibir bawahnya keras. Ya ... memang sebelum sang ibu menghembuskan napas terakhirnya, beliau sempat di rawat selama berbulan-bulan di Rumah Sakit, dan uang di keluarkan pun tidak sedikit. Namun, dia tidak tahu jika uang itu adalah hasil meminjam dari seorang rentenir, dengan jaminan rumah yang saat ini ditinggalinya bersama sang ayah.
"Ayah mohon, sayang. Kamu mau menikah dengan Tuan Arion, beliau sudah setuju untuk menikah dengan kamu. Dia orang baik ko." Suara sang ayah sedikit melemah juga memohon.
"Tapi, yah--"
"Sudah, ayah gak mau mendengar penolakan dari kamu lagi. Nanti malam Tuan Arion bakalan ke sini. Lagian, selama ini kamu gak punya pacar 'kan? Jadi, kamu bebas menikah dengan siapapun. Kalau kamu masih menolak, maka kamu dan ayah harus siap-siap keluar dari rumah ini, dan ayah yang sudah tua ini bakalan jadi pengemis, atau ayah akan jadi pemulung, kita bisa tidur di pinggir jalan nanti."
"Jangan, yah. Jangan ngomong kayak gitu. Iya, aku mau menikah dengan Tuan Dion."
"Arion, bukan Dion."
"Iya-iya, terserahlah mau Dion, Arion, atau apalah namanya aku gak peduli. Aku mau menikah sama dia, asalkan ayah gak jadi pemulung, hiks hiks hiks!" tangis Vania seketika pecah. Dia pun beringksut dan duduk di lantai tepat di depan sang ayah. Gadis itu menyadarkan kepalanya di atas pangkuan ayahnya tercinta.
"Maafkan ayah, Nak. Ayah memang ayah yang tidak berguna. Ayah terpaksa menikahkan kamu dengan laki-laki yang tidak kamu cintai, tapi ayah berharap bahwa laki-laki ini akan jadi suami yang baik untuk kamu. Sekali lagi maafkan ayah, sayang."
Vania hanya mengangguk pasrah. Air matanya pun kian deras membasahi wajahnya cantiknya kini. Ya, mungkin ini adalah takdir yang harus dia jalani, mendadak menikah dengan laki-laki tua, dia bahkan hanya bertemu sekali dengan laki-laki bernama Arion Delana, calon suaminya.
* * *
Satu minggu kemudian.
"Saya terima nikah dan kawinnya Vania Clarisa binti Nugraha dengan mas kawan uang sebesar 2 Miliar di bayar tunai."
"Sah?"
"Saaaaah!"
Acara pernikahan pun benar-benar diadakan. Vania Clarisa telah sah menjadi istri dari seorang duda beranak 3. Mempelai pria nampak begitu bahagia, tapi tidak dengan mempelai wanita. Air mata bergulir dengan begitu derasnya saat ijab qobul mampu di ucapkan dengan begitu lantang tanpa satu cela pun.
* * *
Setelah acara pernikahan selesai. Arion memboyong istri mudanya itu ke kediamannya. Rumah mewah berlantai 2 di mana di huni juga oleh ke tiga putra dari Arion Delana.
"Nah, ini rumah kita, Vania. Karena sekarang kamu adalah istrinya Mas, maka rumah ini akan menjadi rumah kamu juga mulai sekarang," ucap Arion, laki-laki berusia 45 tahun, berperawakan tinggi dan gagah, juga tampan dewasa itu nampak melingkarkan tangannya di pinggang Vania mesra.
"Hmm ..." Vania menjawab dengan gumaman juga wajah datar.
"Waaaah! Mommy baru udah datang nih. Daddy benar-benar luar biasa, dari mana Daddy dapat Mommy muda yang cantik seperti dia?" tiba-tiba terdengar suara putra sulung Arion.
Pemuda berusia 17 tahun itu nampak menatap tubuh Vania dari ujung kaki hingga ujung rambut seraya tersenyum menyeringai.
"Dion, hati-hati kamu kalau ngomong. Yang sopan juga sama ibu sambung kamu," tegas Arion penuh penekanan.
"Baiklah, Dad. Aku bakalan sopan sama Mommy muda dan cantik ini. Welcome di kandang singa, Mommy. Anda bakalan jadi satu-satunya betina di rumah ini. Perkenalkan, aku putra pertama, namaku Dion dan aku masih punya 2 adik laki-laki lagi. Jadi, persiapkan mental Anda Mommy muda," jelas Dion, dia pun pergi begitu saja dari hadapan mereka berdua.
Sontak, Vania seketika menelan ludahnya kasar. Kandang singa? Apa itu artinya ketiga anak tirinya itu berjenis kelamin laki-laki? Hidupnya yang sudah hancur semakin terasa kacau. Dia bukan hanya terjebak dengan menjadi istri dari laki-laki tua yang usia ya 2 kali lipat darinya, dirinya bahkan menjadi ibu tiri dari 3 pemuda songong seperti Dion?
'Kenapa Takdir kejam sekali kepadaku. Salah apa yang telah aku perbuat sehingga aku harus terjebak di dalam neraka seperti ini?' (batin Vania).
"Ucapan Dion, gak usah di pikirin. Dia memang anak nakal. Sekarang Mas akan tunjukan kamar pengantin kita," timpal Arion, dia pun memapah tubuh istrinya menuju lantai 2 dimana kamar pribadinya berada.
Lagi-lagi wajah Vania terlihat datar. Bahkan saat mendengar kata kamar pengantin pun, ekspresi wajahnya masih saja tetap sama. Kakinya menurut begitu saja mengikuti langkah kaki suaminya. Hati seorang Vania seolah sudah mati.
Ceklek!
Pintu sebuah kamar pun di buka. Keduanya masuk ke dalam kamar secara bersamaan. Arion nampak merentangkan kedua tangannya seraya tersenyum lebar. Memperlihatkan kamar super mewah dengan ranjang yang juga super besar.
"Ini kamar kita, sayang. Sudah lama Mas hanya tinggal sendirian di kamar ini. Sekarang tidak lagi, ada kamu istrinya Mas yang akan menemani Mas mulai sekarang. Malam ini adalah malam pertama kita, kamu persiapkan diri kamu baik-baik, honey," bisik Arion membuat Vania seketika merubah ekspresi wajahnya.
BERSAMBUNG
...****************...
Deg!
Jantung Vania seketika berdetak kencang. Dengan hanya mendengarnya saja membuat bulu kuduknya terasa merinding. Malam pertama, itu artinya dia harus melepas satu-satunya harta paling berharga yang selama ini dia jaga dengan segenap jiwa dan raga.
Memang tak ada yang salah dengan malam pertama yang baru saja di sebutkan oleh Arion suaminya. Toh dia adalah suaminya, laki-laki yang telah mengikatnya dengan tali pernikahan yang sah secara hukum dan agama. Tubuhnya halal untuk sentuh oleh laki-laki itu, tapi Vania sama sekali belum siap untuk melakukan hubungan Suami istri, terlebih dengan lagi-lagi yang tidak dia cintai. Rasa takut seketika menyelimuti relung hati seorang Vania Clarisa.
"Sayang? Kenapa diam saja? Kamu takut?" tanya Arion seolah tahu apa yang ada di dalam kepala istrinya.
"Hah? Eu ... Anu, Om. Aku--"
"Om? Masa kamu manggilnya Om sih? Mas Suami kamu lho, panggil dengan sebutan Mas Arion. Atau, Mas saja juga sudah cukup."
"Eu ... Iya, Mas. Kita menikah bukan karena cinta, aku juga belum siap untuk menikah sebenarnya. Bisakah kita--"
"Menunda malam pertama, maksud kamu?"
Vania menganggukkan kepalanya samar, lalu menunduk sedih.
"Tidak bisa dong. Tak ada yang namanya menunda malam pertama. Siap tidak siap, kamu harus siap. Mana mungkin Mas bisa tahan ketika dihadapkan dengan seorang wanita cantik seperti kamu? Apalagi kamu adalah istri Mas sendiri. Lebih baik sekarang kamu bersih-bersih, Mas sudah siapkan pakaian yang cocok buat kamu, sayang. Kamu tunggu sebentar."
Arion berjalan menuju lemari pakaian lalu membukanya, dia pun meraih satu buah pakaian lalu di rentangkan tepat di depan Vania. Sontak, kedua mata gadis itu seketika membulat sempurna. Lingerie berwarna merah terang dengan bahan yang sangat tipis.
"Mas, pakaian apa ini? Masa aku harus pakai saringan nasi kayak gini?" celetuk Vania mengernyitkan keningnya.
"Saringan nasi? Hahahaha! Ini namanya Lingerie, sayang. Bukan saringan nasi, pakaian ini sengaja Mas siapkan untuk malam pertama kita."
'Ya Tuhan, apa orang ini seorang maniak se*s? Masa aku di suruh pakai baju yang kurang bahan kayak gini? Kalau aku sampai masuk angin gimana? Kalau ada semut yang menyelinap masuk gimana?' (batin Vania).
"Kenapa bengong? Cepat pakai ini, Mas sudah gak sabar ingin melihat kemolekan tubuh istri Mas yang cantik ini."
'Dasar tua bangka gila,' (batin Vania).
"Tapi, Mas. Aku gak pernah pakai pakaian yang kayak gini, sumpah."
"Makannya sekarang coba."
"Tapi aku lagi datang bulan, Mas."
"Mas gak percaya, mana sini Mas mau lihat."
'Astaga, harus bagaimana lagi agar aku bisa lolos dari yang namanya malam pertama ini?' (batin Vania).
"Kenapa diam lagi? Kamu pasti bohong 'kan? Mas tahu kamu akan seperti ini, kamu bakalan cari-cari alasan buat menghindari malam pertama kita. Kamu tahu, sudah lama sekali Mas tidak melakukan hal seperti itu. Meskipun Mas punya banyak uang, dan bisa memanggil wanita malam untuk memuaskan ha*rat Mas sebagai seorang laki-laki, tapi Mas sekali pun tak pernah melakukan hal itu. Dalam prinsip hidup Mas, Mas hanya akan melakukannya dengan istri Mas, dan sekarang istri Mas adalah kamu, jadi tak ada yang namanya menunda malam pertama. Paham?" jelas Arion ranjang lebar.
What? Seorang Arion yang merupakan rentenir yang tentu saja punya banyak uang tidak pernah sekali pun menggunakan jasa wanita panggilan untuk memuaskan has*atnya? Apakah dia harus percaya begitu saja dengan apa yang baru saja di ucapkan oleh suaminya itu? Rasanya sulit sekali untuk mempercayainya, tapi apa yang baru saja di ucapkan oleh Arion terdengar tulus.
"Aku bersih-bersih dulu, Om. Maksud aku Mas," ujar Vania hendak masuk ke dalam kamar mandi.
"Ininya bawa dong," pinta Arion, menyerahkan lingerie yang dia genggam.
Dengan berat hati, Vania pun menerima pakaian yang menurutnya kurang bahan itu. Telapak Tangannya bahkan nampak gemetar saat menerima pakaian tersebut. Dia pun berbalik lalu masuk ke dalam kamar mandi.
Ceklek!
Blug!
Pintu kamar mandi pun di buka lalu di tutup rapat setelah dia masuk ke dalamnya. Vania nampak merentangkan lingerie dengan bahan yang sangat tipis menerawang itu. Sudah pasti lekuk tubuhnya akan terlihat jelas jika dia memakai pakaian tersebut.
"Dasar tua bangka gila, masa aku harus memakai pakaian kurang bahan kayak gini? Tapi, mau gimana lagi, aku takut kalau harus menolak permintaan dia," gumamnya kemudian.
* * *
30 menit kemudian.
"Sayang! Kamu lagi mandi atau lagi apa sih? Lama banget. Ingat ya, tak ada alasan untuk menunda malam pertama kita. Mas sudah menduda selama 10 tahun ya. Kalau kamu menolak, maka Mas akan akan tetap memaksa kamu untuk melayani Mas malam ini."
Ceklek!
Pintu kamar mandi pun di buka lebar. Vania keluar dari dalamnya dengan langkah kaki lambat juga dengan tubuh yang gemetar.
"Sayang?!" decak Arion menatap tubuh sang istri dari ujung kaki hingga ujung rambut.
BERSAMBUNG
...****************...
Vania keluar dari dalam kamar mandi dengan memakai kimono handuk berwarna putih. Dia nampak menundukkan kepalanya dengan tubuh yang gemetar. Arion menatap tubuh istrinya dari ujung kaki hingga ujung rambut dengan kening yang di kerut'kan.
"Sayang, kamu--" Arion tidak meneruskan ucapannya, saat istrinya itu perlahan mulai membuka kimono handuk tersebut, dan memperlihatkan tubuhnya yang kini hanya di balut lingerie yang diberikan olehnya.
"Waaaaw ... Amazing, honey. Mas kira kamu gak mau memakai itu. Tubuh kamu luar biasa indah sayang," decak Arion membulatkan bola matanya. Mulut laki-laki itu bahkan di buka lebar, layaknya kucing lapar yang sedang melihat ikan segar.
"Mas, aku--"
"Tak usah malu, sayang. Mas tahu kamu terpaksa melakukan hal ini, tapi apa kamu tahu, pahala yang kamu dapatkan sangat besar. Melayani suami di atas ranjang, itu adalah adalah sebuah kewajiban. Terpaksa atau pun tidak, Mas senang kamu akhirnya mau memakai ini. Mulai sekarang, kamu harus memakainya setiap malam."
"Hah? Setiap malam?"
'Dasar tua bangka, di kasih hati minta jantung. Masa tiap malam aku harus memakai pakaian yang kayak gini? Bisa masuk angin nanti, ya Tuhan tolonglah hambamu ini,' (batin Vania).
Dengan mata yang berbinar. Arion berjalan menghampiri istrinya, dia membaui tubuh istrinya yang tercium bau wangi yang begitu menyegarkan. Laki-laki itu bahkan meraih beberapa helai rambut sang istri lalu menciuminya seraya memejamkan kedua matanya kemudian.
"Hmm ... Rasanya akan sakit sedikit, tapi Mas jamin rasa sakitnya hanya sebentar. Mas akan membuat kamu melayang ke angkasa lepas nantinya, kita akan berada di surga dunia."
Deg!
Jantung Vania semakin berdetak kencang saja. Bulu kuduknya bahkan seketika berdiri serempak. Antara rasa takut, canggung dan penasaran seperti apa yang namanya surga dunia itu seolah melebur menjadi satu kini. Vania sontak memejamkan kedua matanya.
Arion Delana, menggendong tubuh sang istri dan menjatuhkannya di atas ranjang. Kucing lapar itu pun sudah siap untuk menerkam, tapi sang kucing terpaksa menghentikan gerakan, juga menahan has*atnya saat pintu kamar tiba-tiba saja di ketuk kasar.
Tok! Tok! Tok!
"Dad, maaf menganggu. Ada masalah besar, Dad," terdengar suara Dion dari arah luar. Sontak saja hal itu membuat Arion merasa murka bukan kepalang.
"Dasar anak kurang ajar, ganggu aja sih. Awas aja ya," gerutu Arion, dia pun menutup tubuh istrinya dengan selimut tebal sebelum akhirnya membuka pintu kamar.
Ceklek!
Pintu kamar pun di buka, Arion berdiri di belakang pintu dengan perasaan kesal. Dia menatap tajam wajah Dion sang putra sulung seolah hendak menelannya bulat-bulat.
"Ada apa? Ganggu orang tua saja. Uang saku kamu Daddy potong 70%," ketus Arion.
"Ryan, Dad. Ryan kecelakaan. Sekarang dia ada di Rumah Sakit."
"Apa? Jangan bercanda kamu!"
"Kita harus segera ke Rumah Sakit, Dad."
"Kamu bercanda 'kan?"
"Astaga, Dad. Mana mungkin aku bercanda, kita ke sana sama-sama, kasian dia."
Arion nampak termenung sejenak. Dia menatap wajah Dion sang putra. Jika di lihat dari raut wajahnya, putranya itu sama sekali tidak terlihat sedang bercanda. Rasa khawatir pun seketika memenuhi relung hatinya kini.
"Kamu tunggu di bawah. Daddy turun sebentar lagi," ucapnya kemudian.
Blug!
Pintu pun kembali di tutup kasar.
"Ada apa, Mas?" tanya Vania duduk di atas ranjang.
"Putra kedua Mas kecelakaan."
'Syukurlah,' (batin Vania).
"O ya? Sekarang dia dimana? Kita harus ke sana sekarang juga. Maksud aku, Mas harus ke sana sekarang juga," ujar Vania. Jauh di lubuk hatinya yang paling dalam, dirinya benar-benar merasa lega, karena akhirnya bisa terbebas dari yang namanya malam pertama.
"Pakai pakaian kamu, kita ke sana sekarang juga."
"Kita? Bukannya Mas saja yang ke sana?"
'Ya Tuhan,' (batin Vania).
"Tentu saja kita, kamu istri Mas. Mas ingin kamu ikut kemana pun Mas pergi. Lagi pula, ini adalah waktu yang tepat untuk menunjukan bahwa kamu adalah ibu sambung yang baik untuk anak-anaknya Mas."
'Hah? Ibu sambung? Aku masih muda, masa iya udah jadi ibu? Ibu tiri gitu?' (batin Vania).
"Sayang! Ko bengong? Cepat ganti pakaian kamu."
"Hmm! Baiklah," singkat Vania dengan perasaan malas.
"Mas tunggu di bawah ya."
Vania hanya menganggukkan kepalanya samar.
Arion segera keluar dari dalam kamar. Sedangkan Vania turun dari atas ranjang dengan perasaan kesal. Dia memang terbebas dari yang namanya malam pertama, tapi dirinya merasa sangat keberatan dengan pernyataan suaminya yang mengatakan bahwa dia harus ikut kemanapun Arion pergi.
"Haaaa! Kenapa aku harus ikut kemanapun aki-aki itu pergi? Malu 'kan kalau sampai orang-orang tau bahwa laki-laki tua itu adalah suamiku?" teriak Vania merasa kesal.
* * *
Di Rumah Sakit.
"Syukurlah, kamu hanya luka ringan. Kata Dokter, kamu sudah bisa pulang sekarang juga," ucap Arion. Dia duduk di tepi ranjang di ruangan Unit Gawat Darurat bersama Vania yang saat ini memasang wajah datar.
"Dia Mommy baru aku, Dad? Akhirnya, setelah sekian lama aku bisa merasakan memiliki seorang ibu," ucap Ryan, membuat Vania seketika merasa tertegun.
BERSAMBUNG
...****************...
PROMOSI NOVEL
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!