NovelToon NovelToon

Anfa

Chapter 1

Anfa terlahir dari keluarga yang sederhana bisa dikatakan tidak punya banyak harta ataupun tahta, dari kecil ia suka yang namanya gaya bahasa, mempelajari kosakata bahasa, dan tak lupa memperdalam sastra, ia tidak pernah menyerah untuk raih impian indah tetap lakukan apa yang bisa ia lakukan, sebenarnya ia lelah, namun tidak ingin melihat ibunya nestapa, terus berdoa dan usaha agar nanti Tuhan meridhoi-NYA. Gemar menulis memang dari bakat ibunya, kadang berpuisi, merangkai kata menjadi cerita, ia rasa itu memang sederhana. Namun, ia suka melakukannya, ia berjuang sendiri tanpa didukung seorang ayah. Ya, memang berat tapi harus kuat, tak ada kata lemah apalagi untuk menyerah, karena dengan yakin ia bisa menjadi sastrawan Indonesia untuk membuat bangga negeri. Sudah dilewati masa taman kanak-kanak dan juga sekolah madrasah, tidak kerasa waktu begitu cepat berlalu, kini Anfa sudah memasuki kelas 9 Sekolah Menengah Pertama, biasa disapa dengan kata SMP. Tinggal bersama kakak dari ibunya, dan lokasi sekolah tidak begitu jauh untuk ditempuh, banyak karya-karya seni yang dipelajari di sekolahnya. Namun, sayang tidak semua pemuda-pemudi bisa mempelajari dan minat dalam memahami. Sekolahnya berada di Jakarta Selatan. Anfa juga seringkali berbagi rasa dengan salah satu siswi. Sikapnya kala itu masih seperti kekanak-kanakan, tidak begitu mengerti apa itu cinta yang sebenarnya, Anfa hanya tahu sebatas kenalan, jadian, saling berjanji, namun hilang pergi. Tidak sebatas mengenal cinta, Anfa juga rutinitas mengikuti ekstrakurikuler rohani islam. Selain menyukai karya-karya, Anfa juga menyukai bidang agama. Maka tak heran kalau Anfa sering disapa dengan kata ustadz, banyak sekali kenangan yang tersimpan. Dari canda, tawa, suka dan duka, tetap mengenangnya sampai kapanpun itu.

...****************...

Di pagi hari seperti biasa pukul 06.00 WIB. Aku siap-siap untuk berangkat menuju sekolah, dan tak lupa juga dengan sarapan yang sudah disiapkan oleh Uwa "Sarapan dulu biar gak pingsan di sekolah." Ucapnya seraya seakan mengejekku "Di sekolah kan juga bisa makan." Ucapku dengan kata membantah. "Dibilangin itu jangan ngelawan, sarapan dulu biar semangat, nih uang buat jajan di sekolah" Ujarnya dengan memaksa. Aku tak bisa membantahnya lagi karena memang benar. Aku ini sedang lapar. Selepas sarapan aku langsung bergegas untuk menuju ke sekolah, disambut arunika yang nampak ceria, rasa tak ada yang perlu dipikirkan selain belajar. Aku berangkat sekolah itu harus melewati suatu pasar dan sesampainya di sekolah, aku mengira kalau aku akan terlambat ternyata masih sangat sepi.

"Pagi, Pak." Sapaku kepada satpam sekolah.

"Pagi, juga." Sambil menunggu teman-teman datang. Aku berdiri diam di depan balkon sekolah. "Aduh kepagian ini mah." Kataku sambil gerutu. Aku bosan menunggu teman-teman yang lain belum sampai di sekolah. "Nah. Itu Hanif." Kataku dengan senang karena ada juga salah satu teman yang datang terlalu pagi, agar bisa menemaniku di kelas, ya memang sedikit takut sih, hehe. "Eh, Hanif. Udah dateng aja." Kataku sedikit basa-basi agar tak kelihatan wajah penakutku ini.

"Iya, Anfa."

"Hanif kok yang lain belum datang ya?"

"Nanti tunggu aja, dikit lagi Derry sampai." Aku dan Hanif menunggu yang lain di depan ruang kelas dan berdiri di balkon sekolah.

"Nah. Itu si Derry." Kataku sambil menunjuk ke arah bawah lapangan. "Nah. Iya, tuh. Dia udah datang."

"Pagi, Der." Sapaku.

"Ada pr gak?" Tanya Derry.

"Kebiasaan lu mah, Der. Apa-apa kerjain di sekolah." Ucapku.

"Gue gak sempet semalam heehe." Kata Derry dengan berbagai alasan.

Kringggggggg!!!...

Bel masuk berbunyi. Aku dan teman-teman menjalankan rutinitas tadarus sebelum dimulainya belajar, biasanya tadarus pagi dipimpin teman sekelasku, Salim.

"Ayok tadarus jangan ada yang bercanda." Ucap Bapak Sigit yang tiba-tiba datang. Entah, darimana asalnya. "Hey Derry. kamu ngapain itu!" Bentak Pak Sigit pada Derry, yang bukannya tadarus malah asik mengerjakan tugas pekerjaan rumah. "Kalau pr itu di rumah bukan di sekolah!" Bentak Bapak Sigit lagi yang semakin marah dengan tingkah Derry.

"Iya Pak, maaf."

"Maaf. Maaf! Besok-besok tugas rumah jangan di sekolah!" Mendengar bentakan Pak Sigit, Derry pun langsung terdiam dan tersipu malu.

Tadarus pun selesai. Tinggal menunggu guru mata pelajaran masuk ke kelas, saat ini pelajaranku tepat dengan pelajaran olahraga

"Cepat-cepat ganti bajunya semuanya, abis itu kita turun ke bawah, Bapak tunggu!" Ucap Pak Eko, guru olahraga.

"Yahh. Gue gak bawa baju olahraga." Kata Derry yang nampak kelimpungan.

"Hayoloh, Derry." Celetuk Hanif yang seakan meledek si Derry. "Yaudah, ayok turun ke bawah daripada Pak Eko makin marah nanti." Ucap Hanif lagi. Lantas aku dan teman-teman langsung ke bawah lapangan untuk pemanasan olahraga.

"DERRY KENAPA GAK PAKAI BAJU OLAHRAGA!" Kata Pak Eko dengan intonasi yang tinggi.

"Iya, Pak saya gak bawa bajunya." Raut wajah Derry nampak panik. "Sekarang, kamu saya hukum!" Pak Eko menghukum Derry untuk berlari memutari lapangan sebanyak 20 kali.

"Hufffttt… sudah Pak." Derry nampak sangat lelah, bulir peluh mengeroyok pelipisnya.

"Ya sudah sekarang kamu istirahat dulu." "Ayo anak-anak kita langsung mulai saja pemanasan hari ini." Aku dan teman-teman langsung mengikuti pemanasan olahraga yang dipimpin Pak Eko.

Selesai pemanasan, Pak Eko langsung menyuruh aku dan teman-temanku mempelajari teknik bermain bola basket "Anfa, coba ambil bola basket. Hari ini kita belajar teknik dasarnya dulu."

"Siap, Pak." Kataku.

"Ayok, Anfa. Coba kamu lempar bola basket itu ke ring. Setiap anak, bapak kasih nilai kalau cara melempar bola basketnya dengan benar." Kata Pak Eko sembari merekap nilai. Sudah 3 lemparan bola basket yang aku coba, mungkin aku terlalu pendek. Makanya tidak masuk ke dalam ring.

"Selanjutnya. Ayok, Hanif." Pak Eko menyuruh Hanif. Aku lihat Hanif dengan mudahnya memasukkan bola basket ke dalam ring. Karena, postur tubuh yang tinggi.

"Selanjutnya. Ayok-ayok cepat." Lalu temanku si Jidan maju untuk mencobanya. Aku lihat Jidan sama sepertiku tidak ada satupun kesempatan bola untuk masuk ke dalam ring.

Kringggggg!!!...

Bel mata pelajaran kedua telah berbunyi.

"Sudah anak-anak pelajaran kita sampai sini dulu, yang belum mencoba melempar bola basket kita sambung pertemuan yang akan datang." Ujar Pak Eko. Aku istirahat sejenak di tepi lapangan, lelah rasanya tapi aku suka dengan pelajaran olahraga.

"Anfa ngapain di sini? Ayok langsung ke kelas aja." Sapa Hanif membuatku terkesiap.

"Iya, ayok." "Der, bawa air gak? Gue minta dong." Kataku karena aku lupa membawa air minum.

"Bawa. Nih."

Aku langsung bergegas ganti baju, karena sedikit lagi mata pelajaran selanjutnya akan dimulai.

"Selamat pagi, anak-anak." Bu Wahyuningsih guru mata pelajaran IPS. "Kok pada belum ganti baju? Ayo, cepat-cepat ganti baju dulu ibu kasih waktu 5 menit." Untung saja aku sudah mengganti baju lebih dulu, jadi tak perlu menunggu lama.

"Kantin guys." Ucap Jidan.

"Gue sih mau aja kantin, tapi udah ada Bu Wahyuningsih di depan kelas."

"Ibu. Saya boleh izin ke kantin sebentar?" Ucapku hati-hati pada Bu Wahyuningsih.

"Daritadi kemana aja baru ke kantin?"

"Iya.,Bu. Saya baru ingat, kalau saya gak bawa bekal makan." Kataku dengan alasan.

"Yasudah. Ibu kasih waktu 10 menit, jangan pake lama!" "Heh, heh! Itu Jidan mau ngapain?" Teriakan Ibu Wahyuningsih menggema di koridor kelas.

"Saya mau ikut Anfa, Bu ke kantin."

"Ya sudah jangan lama."

"Dih. Lo ngapain ke kantin juga?" Tanyaku dengan heran. Kenapa Bu Wahyuningsih mengizinkan Jidan ke kantin juga.

"Iya, gue juga laper kali makanya gue ke kantin juga."

"Btw, lo mau beli apaan?" Tanya Jidan.

"Somay paling." Aku menuju lorong kantin. "Bang beli somaynya 5 ribu aja."

"Siap bos pake apa aja nih?"

"Pake somay sama tahu cokelat aja, bang."

"Anfa, tungguin gue." Teriak Jidan yang lagi beli minum.

"Yaudah, gue tunggu." "Udah belum Dan? Lama bener."

"Udah, udah. Nih sabaran dikit." "Yaudah. Langsung ke kelas aja."

Sesampainya di kelas aku lihat pelajaran sudah dimulai.

"Sudah ke kantinnya? Sudah kenyang?" Tanya Bu Wahyuningsih membuatku dan Jidan terkekeh pelan.

"Hehehe. Sudah bu, makasih ya, bu."

"Ya sudah sekarang kalian berdua duduk." "Anfa dan Jidan cepat keluarkan bukunya." "Anak-anak hari ini kita catat bab 3 ya."

"Iya, bu." Ucap aku dan teman sekelas.

Kringgggg!!!...

Terdengar nyaring bunyi bel istirahat. "Oke. Pelajaran ibu sudah cukup sampai sini dulu ya, anak-anak. Silahkan istirahat dulu." Ibu Wahyuningsih pun keluar dari kelas dan menuju ke ruang guru untuk menyantap bekal sarapan.

Chapter 2

"Dit. Lo bawa makan?" Tanyaku pada Adit.

"Enggak. Ini mau ke kantin aja."

"Bareng dong, Dit." Kataku.

"Lah? Bukannya lo sama Jidan tadi ke kantin?"

"Iya, tadi gue ke kantin, tapi sekarang mau ke kantin lagi, mau beli minum." "Der. Nif. Mau ikut gak?" Tanyaku pada kedua temanku, Derry dan Hanif.

"Enggak, Anfa."

Lalu aku dan Adit langsung menuju ke kantin. Situasi kantin bisa dibilang rusuh, ada yang mendorong-dorong ada juga yang teriak-teriak.

"Dit. Gue beli minum dulu."

"Yaudah, Anfa. Gue beli lauk dulu ya."

"Bang minumnya satu." Ucapku pada pedagang es.

"Siap. Tunggu, ya."

Lama aku menunggu dan akhirnya jadi juga es yang kupesan. Lantas aku langsung menuju ke Adit yang sedang antri makanan.

"Udah belum, Dit?"

"Belum." Kata Adit yang sedang antri.

"Gue tunggu di aula masjid, Dit."

"Iya, nanti gue ke aula masjid." Jawabnya. Tidak lama aku menunggu Adit di aula masjid. Akhirnya Adit selesai antri makanan.

"Lo beli berapa tuh, Dit?"

"Ini gue beli 5 ribu."

Aku dan Adit langsung menuju tempat makan di koridor bangku panjang.

"Anfa. Lo mau sholat duha gak?" Tanya Arif temanku. Namun ia tidak sekelas denganku.

"Nanti ya, gue abisin minuman dulu."

"Iya, gue tunggu."

"Ayok, Rif. Gue udahan."

"Ayok."

"Lo gak mau ikut, Dit?" Tanyaku pada Adit yang sedang asik menyantap makanannya.

"Gue belum selesai makan."

"Oh, yaudah."

Lalu aku dan Arif langsung menuju ke masjid untuk melaksanakan ibadah sholat duha. Tidak lupa aku berwudhu sebelum sholat. Suasana aula masjid dipenuhi kaum wanita yang sedang singgah di sana.

Sesudah wudhu aku dan Arif langsung menuju ke dalam masjid.

Setelah selesai sholat duha, aku mengaji sebentar karena ingin hati menjadi tenang.

"Eh, Anfa." Kata Pak Sigit yang tiba saja di dalam masjid dan ingin melaksanakan duha juga.

"Iya, Pak." Aku mencium punggung tangan Pak Sigit.

Selesai mengaji. Aku menunggu Arif yang belum selesai sholat duha, Hmm mungkin saja Arif menambah rakaat sholatnya.

"Udah selesai kan, Rif. Sholatnya?"

"Udah. Ayo langsung pakai sepatu aja karena sebentar lagi mau bel masuk."

"Nah. Kalau gini kan sedikit tenang." Rancauku.

"Iya, Anfa. Kalau bisa kita rutin saja, duhanya.”

"Siap."

Kringggggggg!!!…

Bunyi bel masuk mengaung-ngaung.

"Adit kemana, nih?" Tanyaku sembari celingak-celinguk.

"Mungkin cabut duluan ke kelas." Sahut Arif.

"Yaudah. Gue ke kelas duluan ya, Rif."

"Iya, Anfa."

Aku berlari menuju kelas.

"Kenapa sih lo lari-lari?" Tanya Adit mengernyitkan dahi.

"Lo. Dit. Bukannya nungguin, malah ninggalin." Aku nampakkan wajah kesal.

"Hahaha. Maaf. Maaf." Memang begitu karakter temanku yang satu ini.

"Oh, iya. Besok ada tugas gak?" Derry bertanya pada Hanif.

"Kenapa? Lo mau nyontek?" Celetukku membuat Hanif terkekeh. Sembari menunggu guru masuk aku dan ketiga temanku. Kami saling goda-menggoda, dan saling ketawa cekikikan.

"Selamat siang, anak anak." Sapa Bu Ria. Karena hari ini aku masuk ke mata pelajaran PKN.

"Siang, Bu."

"Cepat disiapkan kelasnya dulu sebelum belajar."

"Sebelum memulai pelajaran, kita berdoa terlebih dahulu, berdoa di mulai." Begitulah kata ketua kelas. Setelah selesai disiapkan lalu aku langsung mengeluarkan buku PKN.

"Hanif. Hanif." Panggil Derry bisik-bisik.

"Hah. Apa?"

"Berdua boleh gak, bukunya?"

"Lah? Pakai buku sendirilah."

"Gue gak bawa buku PKN." Derry panik, ia merasa hari ini, hari tersial bagi dirinya.

"Tadi gak bawa baju olahraga, sekarang gak bawa buku PKN, gak niat sekolah lo." Celetukku.

"Hahaha." Adit pun ikut ketawa mendengar perkataanku.

"Sinilah, Der. Kalau mau berdua." Hanif menawarkan duduk berdua. Karena Derry tidak membawa buku PKN.

"Itu Derry sama Hanif kenapa duduk berdua?" Tanya Bu Ria.

"I-iii yaa, Bu. Saya gak bawa buku PKNnya." Derry nampak gugup.

"Gimana sih kamu tuh." "Kalau besok-besok pelajaran ibu kamu masih gak bawa buku juga, ibu akan suruh kamu di luar kelas saja!" Intonasi Bu Ria kesal sama Derry.

"I-iii ya, Bu. Maaf." Aku merasa iba mendengar suara kecut Derry.

"Sekarang kita sudah masuk pembelajaran terakhir, karena gak lama lagi kalian akan lulus." Penerangan dari Bu Ria. "Jangan main-main sama pelajaran saya!"

"Iya, Bu." Teman teman sekelas serentak menjawab.

...*...

Tidak terasa waktu sudah menunjukkan pukul 12.30 WIB. Aku menunggu bel untuk ishoma, sekalian aku siap-siap menuju masjid untuk sholat berjamaah.

"Ayok, Anfa. Ke masjid duluan aja kita." Kata Adit antusias.

"Ayok, dah." Aku dan teman-teman dekatku langsung menuju masjid, karena masjid belum dikerubuti banyak siswa. Mungkin masih pada belajar.

"Masih sepi nih, enak." Adit nampak berseri. Karena, dia bisa santai-santai dulu di masjid.

"Hahaha. Gue tau lo mau tiduran dulu kan, Dit?" Ledekku pada Adit. Kami berwudhu terlebih dahulu sebelum masuk ke dalam masjid.

"Wey. Wey. Ayo tinggalin Adit." Hanif yang juga ikut ngeledek Adit.

"Tungguinlah, masa gitu." Adit nampak kesal, "Anfa, tungguin gue."

"Iya. Bawel." Kami langsung ke dalam masjid, untung saja masjid masih sepi, bisa merebah sejenak.

Tak lama kemudian Bapak Teguh Leksono memasuki area masjid untuk siap-siap sholat berjamaah.

"Pak Teguh." Sapaku mencium punggung tangan Bapak Teguh.

"Eh, Anfa. Kok sama yang lain udah di masjid aja?"

"Iya, Pak. Soalnya lagi gak ada guru. Daripada bercanda di kelas mending langsung ke masjid aja." Kataku dan Hanif mengangguk. Menunggu siswa lain datang ke masjid, aku membaca Al-Qur'an sejenak, Hanif pun sama membaca Qur'an juga. Tetapi tidak dengan Adit dan Derry yang asik rebahan.

"Woi. Ini belum ada yang ke masjid juga?" Tanya Adit.

"Sabarlah, Dit. 2 menit lagi bel waktu sholat." Tegasku setelah aku selesai baca Al-Qur'an.

Tak lama kemudian ada anak kelas lain yang sudah ke masjid. Dan ternyata sudah ramai di bawah. Sedang bermain dulu-duluan untuk mengambil wudhu.

Tepat pukul 13.00 WIB. Sholat berjamaah pun diselenggarakan dan dipimpin oleh Bapak Sigit Baskara.

Seusai sholat berjamaah aku dan siswa yang lain langsung mengambil Al-Qur'an masing-masing untuk dibaca bersama.

"Pegang Qur'annya masing-masing. Alhamdulillah kita sudah sampai juz 26 Surah Al-Ahqaf." Memang benar kata Bapak Sigit Baskara tidak kerasa membaca Al-Qur'an bersama sudah hampir menuju ke juz 30.

"Sstt. Ssttt. Anfa." Adit memanggilku dengan bisik-bisik agar tidak terdengar Bapak Sigit.

"Hah? Apaan Dit?"

"Halangin gue dong biar gue gak ketahuan tidur." Kata Adit yang menggeser badanku.

"Tidur mulu lo." Kataku artikulasi kesel sama tingkahnya. Tidak semua siswa membaca, ada juga yang tertidur diam-diam, salah satunya Adit. Aku fokus membaca tidak sedikitpun aku bercanda dalam membacanya. Karena, aku tahu Al-Qur'an salah satu penolong bagi kita semua kelak di akhirat.

"Shadaqallahul Adzim." Ucap Bapak Sigit dan anak siswanya yang selesai membaca Al-Qur’an. "Sampai sini dulu anak-anak kita membacanya. Kita lanjut dipertemukan yang akan datang, yang membaca semoga kelak dapat syafaat Al-Qur'anul karim, bagi yang tidak membaca semoga dapat dapat hidayah dari Allah." Kata Bapak Sigit menyindir anak yang terlelap dalam dunia mimpi. Adit terbangun kaget mendengar kata Bapak Sigit.

"Astaghfirullah, Adit." Kata Hanif.

"Tidur terus, Dit." Derry ledek si Adit.

"Iyakan, gue ngantuk, semalem gue begadang."

"Dit. Dit. Tak patut dicontoh." Aku yang tak mau kalah untuk mengejek Adit. Aku, Hanif, dan Derry, kami cekikian.

"Yaudah. Langsung ke kelas aja." Aku mengajak mereka bertiga.

"Bentar. Gue ke kantin dulu." Kata Adit yang bergegas ke kantin.

"Yaudah. Gue duluan Dit."

Jam dinding sudah menunjukkan pukul 14.00 WIB.

Kringgggggg…

Bel ishoma berakhir.

"Assalamualaikum, anak-anak. Selamat siang." Sapa Bu Kholidah.

"Siang, Bu." Sapa balik teman sekelas.

"Hari ini kita latihan soal halaman 57 di buku paket, bagian pilihan ganda aja."

"Siap, Bu." Kata Hanif sembari mengeluarkan buku mata pelajaran Matematika.

"Kerjain yang bener. Jangan ada yang bercanda, soalnya hari ini ibu ada rapat." Kata Bu Kholidah nampak terburu-buru. Bu Kholidah berlalu dari kelas.

"Gausah ngerjain tanggung pelajaran terakhir." Hasut Fadil pada teman sekelas.

"Bener gak, nih?" Tanyaku antusias pada Fadil.

"Serius. Dan. lo gausah ngerjainlah." Hasut Fadil lagi, kali ini ia menghasut Jidan.

"Kapan sih tugas gue pernah kerjain?"

"Hahaha. Mantap. Jidan murid teladan." Celetuk Adit.

"Yaudah, tunggu aja bel pulang. Gue juga mager." Sahutku yang menidurkan kepala di atas tas.

"Mantap. Mantap. Mending tidur aja daripada ngerjain." Fadil tergelak. Karena dia berhasil menghasut.

Chapter 3

Waktu sudah pukul 14.40 WIB. 20 menit lagi bel berbunyi untuk pulang. "Yailah ngerjain lo, Der?." Goda Jidan pada Derry yang fokus mengerjakan.

"Mungkin, Derry takut sial lagi, Dan." Aku membuat Derry kesal tapi tidak dengan si Jidan yang menertawakannya.

"Berapa menit lagi sih balik?"Tanyaku pada Hanif. Karena aku sudah merasa sangat lelah.

"10 menit lagi, Anfa." Mendengar kata Hanif. Aku langsung memasukkan buku-buku ke dalam tas.

Kringgggggggg…

"Akhirnya balik, yessss." Kata Jidan yang begitu nampak semringah.

"Anfa, ayo balik bareng." Kata Putra teman rumah yang berbeda kelas denganku.

"Ayo."

Di tengah perjalanan pulang aku gak kuasa menahan dahaga. Karena, tenggorokan terasa kering. Untung saja aku masih ada sisa uang saku.

"Put. Bentar, gue beli es dulu."

"Beliin gue dong." Ujar Putra.

"Lo rasa apaan, Put?."

"Teajus melati aja."

"Bu. Es teajus melatinya dua, ya." Kataku pada ibu penjual es.

"Siap. Tunggu ya, Dik."

"Ini, Dik. Esnya." Ibu itu memberikan dua es yang kupesan.

"Makasih ya, bu."

"Sama-sama, Dik."

"Anfa. Thanks, ya, esnya."

"Santay aja, Put."

"Gue duluan ya, Anfa."

"Iya, Put. Hati-hati." Rumah Uwa memang searah sama rumah Putra. Namun, hanya beda gang saja.

"Assalamualaikum." Aku membuka pintu dan rumah nampak sepi tidak ada siapa-siapa. Aku langsung membuka baju dan menaruh tas ke tempatnya.

"Nah. Aa pulang dari kapan?" Tanya Uwa.

"Baru balik."

"Yaudah, tuh makan. Lauknya ambil sendiri di kulkas."

Aku langsung membuka kulkas dan mengambil lauk. 'Oh ini yang namanya berjuang, capek juga ya' aku membatin sembari menyendok nasi ke piring makan.

"Baju udah dimasukin mesin cuci belum?" "Tadi jajan apaan aja?" Berbagai pertanyaan dari Uwa.

"Baju udah dimasukin mesin cuci. Tadi jajan somay sama beli minum." Aku menjawab pertanyaan bertubi-tubi dari Uwa, penuh nasi di mulut. "Udah, ah. Orang lagi makan diajak ngomong."

"Yaudah. Abis makan tidur dah, istirahat."

Abis makan aku tidak langsung tidur, aku main game sebentar karena ingin santai sejenak. Hari ini aku merasa sangat lelah, tetapi mau gimana lagi itulah masa pahit untuk menggapai masa depan. Tak lama bersilam rasa kantuk menyerangku, tak tahan rasa hingga akhirnya aku tertidur. "Tidur juga tuh anak." Sayup terdengar celoteh Uwa, ketika melihatku tertidur.

...***...

Adzan maghrib terdengar nyaring, aku langsung dibangunkan dari mimpi. "Bangun, bangun. Sholat, pamali tidur magrib ntar bisa gila." Omelan dari Uwa. Akupun tidak menghiraukan omelannya. Karena aku ngerasa sangat ngantuk.

"Aduh siapa sih yang narik-narik kaki." Setengah sadar aku mengatakan hal itu, karena memang benar yang menarik kakiku itu Uwa.

"Sholat dulu. Abis sholat, belajar. Abis belajar, makan. Abis makan, baru tidur lagi." Perkataannya yang tidak aku dengarkan karena nyawaku belum sepenuhnya ngumpul. Setelah beberapa menit aku menunggu nyawaku stabil. Aku langsung ke kamar mandi untuk berwudhu.

"Nih. Nih. Sejadahnya." Kata kakak sepupu sembari memberiku sejadah.

Selesai sholat aku belajar untuk hari esok, dan menata mata pelajaran hari esok. Setelah sudah selesai belajar aku tanya lagi ke Hanif lewat chat untuk memastikan ada tugas atau tidak.

'Assalamualaikum, Hanif. Besok ada tugas gak?'

'walaikumsalam, Anfa. Kayaknya gak ada deh, tadi udah Hanif cek.' Melihat balasan chat Hanif membuatku senang karena hari ini aku bisa tidur lebih awal waktu.

"Jangan tidur sebelum makan." Ujar kakak sepupu yang bawelnya sama seperti Uwa.

"Nanti dah tidurnya nanggung isya." Aku lihat jam dinding ternyata sudah mendekati isya. Sembari menunggu waktu isya, aku makan malam demgan mata yang asik menonton TV di ruang tamu. Akhirnya adzan isya berkumandang. "Alhamdulillah. Sudah masuk waktu isya." Senang hati karena masih diizinkan bertemu dan berkeluh kesah di hadapan Allah. Aku selesaikan makan malamku lebih dulu, sebelum berwudhu.

"Udah makan, belum?" Tanya Uwa datang dan entah darimana ia pergi.

"Udah, barusan abis makan." Kataku. Langsung aku berwudhu untuk melaksanakan kewajibanku.

"Udah tuh siapa lagi yang mau wudhu?" Tanyaku pada penghuni rumah.

"Kak Irna, Aa yang mau wudhu." Jawab Kak Irna, Kakak Sepupu. Kubentangkan sejadah dan kupakai sarung dengan hati gembira dan khusyuk dalam melaksanakannya.

Seusai sholat terasa beban terasa ringan.

''Ya Allah. Ya Rabbku. Lancarkanlah usaha dan kerja kerasku untuk membahagiakan Mamaku.'' Dalam doa setetes air mata mengalir terjun di pipi. Karena, memang keinginanku untuk membahagiakan seorang Ibu. Hanya seorang Ibu satu-satunya wanita yang ikhlas merawatku. Sedangkan, aku ditinggal lama oleh seorang Ayah. Dengan tekad dan keyakinan aku tetap berusaha untuk mencapai apa yang kumau. Air mata masih saja menjerembab pipi hingga aku paksa untuk mengusap air mataku. Aku tidak mau satu orangpun yang melihat air mataku kecuali Allah.

"Yaudah, tidur dah. Kan udah belajar. Udah makan. Udah sholat." Kata Uwa yang membuatku tergeragap, untung saja ia tidak melihatku menangis di kala aku berdoa tadi. Aku mengambil bantal untuk tidur. Entah kenapa untuk hari ini aku ingin sekali tidur awal waktu. Biasanya aku tidur larut malam. ''Bismillahirahmanirahim Bismika Allahuma Ahya Wabismika Amut'' tanpa menunggu lama rasa kantuk semakin menjadi-jadi. Akupun langsung tertidur menyiapkan stamina untuk hari esok sekolah.

...***...

"Pagi, Pak." Sapaku ramah pada satpam sekolah.

"Pagi, juga. Semangat." Kata pak satpam. Aku langsung menuju kelas. Di koridor kelas, aku lihat Hanif yang sedang duduk.

"Eh, Hanif. udah dateng aja."

"Iya, Anfa. Hehe."

"Di kelas aja, Nif." Aku mengajak Hanif untuk di kelas saja. Karena belum ada siswa yang datang, kecuali aku dan Hanif.

"Hanif bawa bekal?" Aku bertanya sedikit kepo.

"Bawalah. Kan udah biasa." Lalu aku melihat dari balik balkon sekolah. Ternyata, di bawah lapangan ada Adit yang baru saja datang.

"Nif. Hanif. Ada Adit tuh lebih enak kita kagetin." Usul usilku kumat. Aku berselindung di balik pintu kelas.

"Siap-siap. Nanti kalau Adit udah dekat, Hanif kasih kode." Kata Hanif yang sedang memantau Adit. Hanif juga ikut nimbrung mengusili Adit.

"Anfa. si Adit otw ke atas." Teriak Hanif di depan bangku panjang yang berada di depan kelas. Tidak lama kemudian Adit menuju kelas.

"Dorrrrrr." Melihat Adit tergeragap. Aku dan Hanif tertawa dan terbahak-bahak hingga tidak hiraukan Adit yang nampak marah.

"Gak usah kayak gitu. Woi. Masih pagi udah usil aja."

"Yaudah, sih. Maaf. Hahahaha." Aku yang masih saja tertawa.

"Di depan kelas aja dah. Di kelas gue bete." Adit keluar kelas mungkin ia masih kesal sama ulahku. Aku, Hanif, dan Adit. Kami menunggu yang lain datang dan duduk di teras depan kelas.

"Woy." Sapa Duta anak kelas sebelah.

"Orang punya nama." Sahutku.

"Udah kayak preman pasar Woy. Way. Woy." Celetuk Adit yang membuatku tertawa lepas untuk kedua kalinya.

"Derry belum dateng?" Tanya Duta sembari melihat sekeliling kelasku.

"Belum. Biasa dah, dia mah ngaret." Jawabku yang membuat Duta tertawa.

"Eh. Eh. Itu Derry. Panjang umur kita lagi omongin dia dateng." Adit melongok balkon dan menunjuk ke arah lapangan.

"Oh, iya tuh." Kata Hanif dan Duta.

"Pagi, Derry ganteng." Lagi dan lagi aku meledek temanku sendiri.

"Dih. Najis." Derry yang nampak geli ketika aku bilang ganteng.

"Yaudah. Gue ke kelas duluan ya. Soalnya, udah mau bel masuk." Pamit Duta.

"Selamat pagi, anak anak." Datang Bu Siahaan dengan wajah yang bengis bak raja rimba.

"Pagi, Bu." Aku dan teman sekelasku menyapanya kembali.

"Siapkan buku gambar. Hari ini kita gambar alam. Ingat, pensilnya dibedakan, untuk gambar pakai pensil B bukan 2B!" Tegasnya yang membuat teman sekelasku merasa takut.

"I-iya Bu." Jawab teman sekelasku. Aku dilanda kelimpungan, ketakutan, dan kepanikan yang teramat sangat. 'Aduhh gue harus mulai darimana dulu nih' aku membatin dan dipenuhi keringat di pelipis, jujur saja aku tidak begitu pandai menggambar.

"Anfa. Lo ada pensil B lagi, gak?" Adit meminjam pensil B padaku dengan wajah yang panik sama sepertiku, untung saja pas Adit menyampar ke tempat dudukku, Bu Siahaan sedang keluar kelas.

"Gak ada lagi, Dit." Aku berkata apa adanya.

"Hanif. Ada pensil B lagi gak?"

"Nih. Nih. Ada Dit. Cepetan balik ke tempat duduk nanti Bu Siahaan dateng."

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!