Pagi yang cukup cerah menghiasi bumi, suara kicau burung terdengar riang seperti bernyanyi. Dataran tingi adalah tempat yang cukup indah. Sebuah Perguruan yang begitu besar dan begitu banyak pengikutnua. Perguruan itu adalah Perguruan Naga Emas. Tampak para murid Perguruan Naga Emas, sedang asik berlatih di depan aula besar Perguruan Naga Emas.
Ketenaran dan nama besar Perguruan Naga Emas, membuat banyak sekali pemuda kota Kan an yang belajar kanuragan di sana, begitu pun dengan Kerajaan Dinasti Khan, banyak prajuritnya dan punggawa yang berasal dari Perguruan Naga Emas.
Keheningan dan ketenagan pagi itu mulai terganggu. Di kejauhan tampak ratusan kuda dengan penunggang berbaju merah menyala. Di belakang orang orang berbaju merah itu, tampak orang orang berbaju hitam, mereka adalah orang orang perguruan Elang Hitam.
Di dada baju mereka terdapat gambar Elang berwarna hitam, sedangkan yang berbaju hitam, Di belakang gambar Elang Hitam itu, ada latar putih.
Orang orang Perguruan Elang Hitam itu langsung memaksa masuk ke perguruan Naga Emas. Para murid Perguruan Naga Emas yang berjaga di gerbang itu berusaha untuk mencegahnya.
Pertarungan pun tak terelakkan. Namun rupanya orang orang Perguruan Elang Hitam sangat banyak, mereka datang bagai air mengalir, sehingga para murid Perguruan Naga Emas kesulitan menghadapi serbuan musuh yang begitu banyak.
Orang-orang berbaju merah itu melompat ke arah aula besar Perguruan Naga Emas.
mereka pun di hadang oleh para murid di aula besar itu, tapi tidak membutuhkan waktu lama. Orang-orang Perguruan Elang Hitam bisa mengalahkan para para murid di aula besar itu.
Ketua perguruan Naga Emas yang masih berada di kediamannya. Beliau di beri tau bahwa perguruan Naga Emas serang oleh musuh.
Ki Guntur Bumi sebagai ketua Perguruan Naga Emas segera berangkat menuju aula besar Perguruan Naga Emas itu.
Rupanya Ketua perguruan Elang Hitam, memang berniat menghancurkan Klan Naga Emas, tidak tanggung tanggung ia membawa semua sekutu Perguruan Elang hitam. Perguruan Macan Kumbang dan Perguruan Srigala Merah.
Ketua perguruan Elang Hitam lansung memasuki aula besar Perguruan Naga Emas, di sana ia bertemu dengan ki Guntur Bumi Ketua perguruan Naga Emas.
"Ha ha ha....!" Hari ini adalah hari terakhir Perguruan Naga Emas Ki Guntur.!" bentak laki laki tua berjenggot panjang, yang berumur sekitar enam puluh lima tahunan itu.
"Apa salah Perguruan Naga Emas milikku ini, Sembar Jalak.?!" tanya Ki Guntur Bumi, di belakang Ketua perguruan Naga Emas tampak beberapa murid tertua Perguruan itu, mereka bersiaga terhadap serangan Orang orang Perguruan Elang hitam itu.
"Ha ha ha....! Kesalahan.?! Ha ha ha... Kesalahannya adalah Perguruan terlalu tenar, dan terlalu menguasai daerah dataran tinggi ini, jadi kalian orang orang Perguruan Naga Emas, harus enyah dari muka bumi ini..!!" jawab Sembar Jalak, tanpa banyak tanya ia lansung membuka jurus pertama, dan lansung menyerang Ki Guntur Bumi.
"Heaaa.....!"
Sembar Jalak menyerang dengan jurus 'Cakar Elang Hitam'. sebuah jurus andalan Perguruan Elang hitam.
Mereka melesat keluar aula, dan melanjutkan pertarungan di halaman aula besar itu.
"Hiaaa... !"
Guntur Bumi yang baru berumur sekitar empat puluh lima tahunan itu, melayani serangan musuhnya itu, dengan Jurus Naga Emas milik sang Ayahandanya, Pendekar Naga Emas, Pendekar Naga Emas telah Mangkat sepuluh tahunyang lalu.
Ki Sembar Jalak pernah di kalahkan oleh ayahnya Guntur Bumi, dua puluh tahun yang lalu, dalam pertarungan tahunan, Perguruan besar di seluruh dataran tinggi, hingga dataran rendah.
Hal itulah yang sepertinya, menyulut niat Sembar Jalak menghancurkan Perguruan Naga Emas.
"Duaaar.....!
Ledakan dahsyat terjadi ketika dua cakar bertemu, cakar Elang Hitam dengan cakar Naga Emas milik Ki Guntur Bumi, kedua Pendekar itu sama sama terjajar ke belakang, namun keduanyakembali melompat ke udara pertarungan mereka berjalan di udara, adu pukulan dan adu jurus-jurus tingkat tinggi pun terjadi.
"Heaaa....!"
Ki Sembar Jalak melompat ke bawah, ia meningkatkan tenaga dalamnya, hingga mendekati puncak tenaga dalam yang ia miliki.
Ketua perguruan Elang Hitam, yang di kenal dengan gelar Pendekar Elang Iblis itu, bersiap dengan pukulan 'Elang Neraka'. tingkat sembilan, tingkat terakhir pukulan Elang Neraka.
Ki Guntur Bumi bersiap dengan jurus 'Naga Menggapai Matahari'. sebuah jurus dari kitab Naga Emas milik Pendekar Naga Emas, ayahnya.
Kedua pendekar melompat ke udara dengan kecepatan bak kilat, mereka mengadu telapak tangan di udara.
"Heaaa....!"
"Hiyaaat.....!"
Tap.....! Desss......!
DUUUAAARR...........!
Ledakan dahsyat terjadi ketika dua tenaga dalam tingkat tinggi itu bertemu, kedua ketua Perguruan itu terpental ke belakang, Guntur Bumi terpental menabrak atap aula besar.
Ki Sembar Jalak terpental ke belakang beberapa tombak, namun ia berhasil bangkit walau pun ia terluka dalam. Sementara itu ketua Perguruan Naga Emas terjatuh ke dalam aula besar, ia tewas di lantai dengan tubuh hitam, terkena racun mematikan, dari pukulan Elang Hitam milik Ki Sembar Jalak itu.
Melihat ketua mereka tewas, Ranca salah seorang murid tertua Perguruan Naga Emas, segera berkelebat meninggalkan tempat itu, menuju kediaman Ki Guntur Bumi.
Ranca segera memberi tau istri ki Guntur Bumi, wanita cantik berumur sekitar tiga puluh lima tahunan itu menangis, mendengar cerita Ranca, dengan dengan berat hati Ranca meminta istri Ketua Perguruan Naga Emas itu untuk segera pergi meninggalkan Perguruan Naga Emas. Dengan berurai air mata Nyi Pandan Suri akhirnya pergi meninggalkan kediamannya untuk menyelamatkan diri dan membawa Putranya yang baru berumur tiga bulan.
Nyi Pandan Suri melarikan diri ke arah hutan di belakang perguruan Naga Emas, ia juga membawa Pedang Pusaka Naga Emas, dan kitab pusaka, Jurus Cakar Naga.
Sementara itu di Perguruan Naga Emas, Orang orang tiga perguruan membantai habis Klan Naga Emas, tidak satu pun di biarkan hidup.
Nyi Pandan Suri terus berlari sampai ke pinggiran jurang,
Para murid dan anggota Perguruan lain yang mendukung Perguruan Elang Hitam ada yang berhasil mengikuti Nyi Pandan Suri, mereka mengepung wanita itu di tepi jurang.
Melihat musuhnya yang begitu banyak, Nyi Pandan Suri bersiap bertarung, walau dengan kepandaian nya yang pas pasan, karna secara lansung selama ini ia tidak pernah terjun ke dunia persilatan, jadi ia hanya memiliki sedikit kepandaian ilmu olah kanuragan.
"He he he....! Pandan Suri, sebaiknya Kau serahkan Pedang Naga Emas itu, dan serahkan tubuh indah mu itu, kami akan membiarkan Kau hidup!" ujar salah seorang pengepung, ia adalah salah seorang tokoh silat golongan hitam yang bergelar Iblis Hitam Tangan Kematian yang bernama Wangsala, ia wakil ketua Perguruan Srigala Merah.
"Cih...! Kau kira aku wanita murahan Kisanak! Aku lebih baik mati bertarung, dari pada melayani n4fsu kurang ajarmu itu! Maju lah.!" bentak Pandan Suri begitu sengit, tangan kanannya yang menggenggam pedang Naga Emas mengacung ke depan. Sedangkan tangan kirinya menggendong si kecil Rangga kecil, yang tampak tertidur di gendongan ibunya itu.
"Ha ha ha...! Tampak nya dia lebih memilih mati anak-anak, dari pada di beri kenikmatan! Seraang...!" perintah Wangsala, puluhan anggotanya lansung merangsek menyerang Pandan Suri.
"Heaaa....!"
"Hiyaaat......!"
Pandan Suri menghindari serangan salah seorang musuh yang menerjang nya, dan dengan cepat tangannya yang memegang pedang Naga Emas di ayunkan ke samping.
Buak...!
"Aakh....!"
Penyerang itu terpental ke tanah terkena sarung pedang Naga Emas di tangan Pandan Suri, namun para pengeroyok begitu banyak sehingga dalam waktu singkat Pandan Suri tampak kewalahan menghadapi serangan musuh yang begitu banyak.
Wangsala atau Iblis Hitam Tangan Kematian melesat menyerang Pandan Suri dengan jurus 'Tapak Iblis'.nya, Pandan Suri yang sempat melihat serangan itu dengan cepat berusaha menapaki serangan Wangsala itu.
Dik...!
"Aaaaa.......!"
Pandan Suri berhasil menahan serangan Wangsala itu, namun karna serangan itu mengandung tenaga dalam tinggi, Pandan Suri terpental sampai jatuh ke dalam jurang yang ada di belakangnya.
.
Bersambung...
Jangan lupa like Koment dan favorit ya teman teman. mohon kritikannya jika terdapat kesalahan dalam penulisan novel saya ini. maklum penulis baru belajar.
Pandan Suri mendekap tubuh sang putra, tubuh wanita cantik itu melayang jatuh ke dalam jurang itu. Pedang Naga Emas pun masih ada di dalam genggamannya.
Pedang dan putranya adalah dua harta yang wajib ia selamatkan, walau harus mengorbankan nyawa sendiri, itulah yang di pikiran Pandan Suri saat ini.
Di pejamkannya matanya, karna ia tidak sanggup membayangkan saat saat perpisahannya dengan putra belahan jiwanya itu, namun takdir berkata lain.
Ketika punggung Pandan Suri hampir menyentuh lantai batu yang di tumbuhi rumput dan lumut di dasar jurang itu. Seutas akar bergerak bagai kilat mengikat tubuh Pandan Suri dan membawanya ke sebuah mulut goa, dan meletakannya disana.
Terdengar suara terkekeh dari dalam goa itu. Namun belum ada seorang pun yang keluar dari mulut goa itu, hanya ada suara yang terdengar menggema mengaum di dalam goa itu.
"Kak When, anak itu murid ku, ha ha ha...!!" kata suara laki-laki sambil tertawa. Suara tawanya terbahak bahak menggema di dasar jurang itu.
"Enak saja, anak itu murid ku Shen Liang!" jawab suara dari dalam goa itu, tidak lama ada bayangan berkelebat keluar dari goa itu, tampak dua orang pendekar yang sudah cukup berumur dan berpenampilan acak acakan, pakaian mereka kotor tak terurus.
Mata keduanya terbelalak memandang ke arah Pandan Suri dan Rangga kecil yang masih tertidur
di pelukan ibunya itu.
"Pedang Naga Emas.?" ucap mereka berbarengan. Mereka saling menatap satu sama lain, mereka segera mengambil Pedang Naga Emas dari tangan Pandan Suri, namun Pandan Suri membuka matanya, dan tetap menggenggam erat sarung pedang Naga Emas di tangannya.
Pandan Suri cepat bangkit, dan mengacungkan Pedang Naga Emas ke arah dua orang yang tidak di kenal nya itu.
"Siapa Kalian? Apa mau kalian??" bentak Pandan Suri pandangannya begitu tajam dan penuh dengan pertanyaan.
"He he he....! Dia mungkin menyangka kita adalah dedemit Kak.. he he he....!" tawa kedua orang itu malah tertawa terkekeh, di bentak Pandan Suri. Pandan Suri mengerutkan dahinya merasa heran kok orang di bentak malah tertawa.
"Tidak usah takut neng kami ini bukan orang jahat, ia kan Kak When Liang? He he he...!" tawa Shen Liang sambil terkekeh.
"Iya..., iya. Kami ini bukan orang jahat, kalau kami jahat, kenapa kami menyelamatkanmu?" tambah When Liang, wajah mereka berubah serius memandang ke arah Pandan Suri.
"Apa hubungan mu dengan Pendekar Naga Emas?" tanya When Liang, sambil memandang Pandan Suri, ia malah duduk di atas batu di bibir goa itu.
"Saya menantu beliau Ki, istri putranya," jawab Pandan Suri, berubah lembut mendengar kedua orang itu bertanya tentang Pendekar Naga Emas.
"Di mana Pendekar Naga Emas sekarang?" tanya Shen Liang lagi sambil tersenyum, ia berusaha merapikan rambutnya karna merasa malu begitu kusut di depan Pandan Suri.
"Beliau telah Mangkat sekitar sepuluh tahun yang lalu," jawab Pandan Suri sambil memandangi wajah kecil sang putra dalam gendongan nya itu.
"Ya sudah, sebaiknya kau masuk ke gua dan istirahat, aku lihat kau mengalami luka dalam!" kata When Liang sambil berjalan menuju depan goa tidak jauh di sana ada sebuah sungai mengalir.
"Ayo Kak Shen, kita mandi dulu," ajak When Liang sambil melesat ke arah sungai, gerakan nya hampir tidak terlihat saking cepatnya. Tiba tiba laki laki tua itu sudah berada di tepi sungai.
"He he he....! When Liang.. biasanya kau malas mandi, he he he..!" Shen Liang tertawa terkekeh, tapi dengan sekali lompatan ia telah sampai di samping When Liang.
Sementara itu Pandan Suri yang telah masuk ke dalam gua, duduk di sebuah pelataran batu, dan meletakkan Pedang Naga Emas dan si kecil Rangga, ia lansung bersemedi, berusaha mengobati luka dalam yang ia derita.
Setelah selesai mandi Shen Liang dan When Liang, langsung melesat kembali ke gua, mereka melihat Pandan Suri sedang mengobati luka dalamnya.
Tanpa banyak bicara Shen Liang lansung duduk di belakang Pandan Suri. Shen Liang mengalirkan hawa murni ke tubuh Pandan Suri.
Tidak butuh waktu lama luka dalam Pandan Suri telah sembuh, malah ia merasa segar dan ringan.
"Terima kasih banyak Ki, Aki sudah membantu saya dan putra kecil saya," ucap Pandan Suri, sambil menyusun kedua telapak tangan di depan wajahnya dan menunduk di depan Shen Liang.
"He he he...! Tidak usah sungkan, sudah takdir kita bertemu, namaku Shen Liang, dan itu kakak ku When Liang," jawab Shen Liang memperkenalkan diri.
"Maaf! Ki Saya Pandan Suri, ini putra saya dan kak Guntur Bumi, Rangga Loka Jaya. Panggilan nya Rangga," kata Pandan Suri memperkenalkan dirinya dan putra kecilnya.
"Rangga ya! tubuh bocah ini mengeluarkan cahaya! ia mewarisi tulang kakeknya malah lebih sempurna," ujar Shen Liang, "Tapi dia tidur dari tadi, jiwa nya begitu tenang, dia akan jadi seorang Pendekar yang Sakti Madraguna!" tambahnya lagi
"Ki boleh Saya rapikan goa ini? mumpung Rangga masih tidur," " kata Pandan Suri.
"Silahkan, maaf beginilah kalau laki laki, apalagi sudah tua, makan saja kadang berhari hari tidak makan, he he he..!" jawab When Liang sambil melihat ke arah Shen Liang, yang asik memperhatikan si kecil Rangga yang tertidur lelap di atas pelataran batu, di alasi kain gendongan oleh ibunya.
"Maaf Ki, apakah Kalian mempunyai gelar kependekaran?" tanya Pandan Suri sambil berberes-beres di dalam gua itu.
"He he he...! Gelar kami di dunia persilatan sangat menakutkan nak Pandan!" jawab Shen Liang, sambil terkekeh, tampak wajah nya seperti orang berumur empat puluh lima tahunan padahal umur aslinya sudah mencapai tujuh puluh tahunan.
"Dunia persilatan memberi kami gelar, Malaikat Kematian Dan Iblis Kematian! He he he...!" jawab When Liang.
"Saya dengar kalian adalah pendekar yang tidak terkalahkan setelah ayahanda Pendekar Naga Emas," tutur Pandan Suri, tampak menghentikan kerjanya, dan menghadap ke arah dua pendekar kawakan itu.
"Saya harap kalian mau mengajar dan menjadikan putra saya Rangga sebagai murid kalian!" pinta Pandan Suri sambil berlutut.
"He he he...! Kakak berarti dia tidak mendengar kalau kita berebut mau menjadikan putranya murid kita, he he he...!" tawa When Liang, bukan nya menjawab secara lansung Shen Liang malah terkekeh, memandang ke arah When Liang.
"Bangunlah Pandan, anggap lah kami adalah keluargamu, kami akan memberikan yang terbaik untuk putramu," jawab When Liang.
Shen Liang terkejut karena kecil Rangga tiba tiba terbangun dan tertawa melihat ke arahnya.
"Lihat Kak When, dia menyukaiku! he he he..!" kata Shen Liang lansung mengambil si kecil Rangga dan menggendongnya, tampak si kecil Rangga bukannya ketakutan malah ikut tertawa terkekeh kekeh, tentu saja semua itu membuat kedua pendekar bersaudara itu tertawa kesenangan.
Pandan Suri hanya tersenyum melihat tingkah dua orang pendekar kondang itu mengasuh si kecil Rangga, mereka tampak begitu bahagia, bergiliran mereka menggendong Rangga, sambil tertawa-tawa dan bernyanyi nyanyi.
.
Bersambung...
Jangan lupa like Komentdan favorit ya teman-teman. Terima kasih banyak.
Hari berganti hari minggu berganti minggu, bulan berganti bulan tahun berganti tahun, tidak terasa tujuh tahun sudah Pandan Suri tinggal di dalam jurang bersama dengan When Liang dan Shen Liang.
Rangga Loka Jaya kini tumbuh menjadi seorang anak yang tangkas, ia di ajari sejak umur tiga tahun oleh kedua tokoh sakti itu.
Jurus-jurus dasar ilmu silat Malaikat Kematian Dan Iblis Kematian telah di kuasainya, setiap pagi, siang dan malam Rangga kecil berlatih silat dan jurus pedang.
Di umurnya yang baru tujuh tahun ia telah bisa menguasai ilmu peringan tubuh sampai tingkat lima puluh. Tenaga dalamnya telah mencapai tingkat empat puluh, kalau hanya batu sebesar kerbau dewasa, bisa ia hancurkan dengan sekali pukulan.
Kedua tokoh silat kawakan itu begitu bangga dengan perkembangan cucu murid mereka.
Sedangkan ibunya nyi Pandan Suri juga melatih kemampuan nya dalam ilmu olah kanuragan.
Selama tujuh tahun ini Pandan Suri juga menempa diri untuk menjadi seorang Pendekar wanita yang berkepandaian tinggi.
Suatu pagi Rangga kecil sedang asik berlatih di atas batu besar di pinggir sungai, When Liang mendatanginya, dan mengajak nya berlatih bersama.
"Rangga, kau serang kakek dengan jurus-jurus 'Malaikat Kematian'. mu, kerahkan ilmu peringan tubuh dan tenaga dalammu!" perintah Malaikat Kematian pada Rangga kecil.
"Baik, Kek," jawab Rangga sambil bersiap menyerang When Liang dengan jurus 'Malaikat Kematian'. yang hampir di kuasainya dengan sempurna.
"Hiaaa....!"
Rangga kecil melompat menerjang ke arah When Liang, sebuah pukulan yang mengandung tenaga dalam di kerahkan nya. Gerakannya cukup cepat dan juga ringan, bocah kecil itu menggabungi kekuatan dan kepandaian nya dengan sempurna.
When Liang tersenyum puas sambil menghindari setiap serangan Rangga kecil ke arahnya.
"Hiyaaa...!" jerit melengking Rangga kecil sambil melepaskan sebuah serangan tinju ke arah When Liang, orang tua itu sengaja tidak menghindar ia menerima pukulan Rangga dengan jurus 'Tameng Malaikat Besi'.
Buak...!
"Aaakh....!"
When Liang tidak menahan arus tenaga dalam Rangga sehingga ia terlempar ke dalam sungai.
Burrrr.....!"
"Kakeeek.....!" jerit Rangga kecil ia lansung menceburkan diri ke sungai, dan segera menarik tubuh When Liang ke pinggir sungai itu, sedangkan When Liang hanya berpura-pura pingsan.
"Kakek! Maafkan Rangga, Kek!" Rangga kecil lansung menggoyang-goyangkan tubuh When Liang sambil menangis, wajahnya tampak penuh penyesalan.
"Ha....! Kok nangis? Anak laki-laki tidak boleh nangis," ujar When Liang. Sambil duduk di samping Rangga kecil.
"Kakek bikin Rangga cemas, kalau terjadi apa apa sama Kakek, Rangga pasti akan di marahi ibu!" rutuk Rangga, wajahnya tampak sendu.
"He he he....! Pukulan seperti itu tidak akan membunuh kakek, Sayang," jawab When Liang, " Ayo kita mandi, dan setelah itu kita makan, ibumu sudah masak yang enak untuk kita."
Selesai berkata When Liang alias Malaikat Kematian lansung menarik tangan Rangga, dan lansung menceburkan diri ke dalam sungai, mereka mandi sambil bercanda.
Setelah selesai mandi mereka pun menuju goa, untuk menukar pakaian mereka yang basah, Shen Liang tampak duduk di atas pelataran batu, sambil membaca sebuah kitab ilmu pengobatan yang berjudul Seribu Satu Ilmu Pengobatan.
"Ayo Rangga. Tukar bajumu, setelah itu kita makan, ibu masak ikan panggang kesukaan Rangga," panggil Pandan Suri sambil tersenyum melihat putranya tampak begitu ceria.
"Iya, Ibu," jawab Rangga sambil tertawa, dengan riangnya bocah itu berlari ke dalam goa yang tampak sudah begitu bersih dan rapi untuk menukar bajunya yang basah.
Setelah Rangga kecil dan When Liang menukar pakaian, mereka pun sarapan pagi bersama-sama.
Singkat cerita bertahun sudah berlalu Rangga kecil kini telah menjadi seorang pemuda yang begitu tampan dan sakti madraguna.
Kesaktian dan ilmu silat Malaikat Kematian Dan Iblis Kematian telah ia kuasai, baik ilmu silat tangan kosong maupun ilmu pedang kedua tokoh silat itu telah di kuasainya.
Jurus-jurus Pedang Naga Emas pun telah selesai ia pelajari, umurnya pun telah mencapai delapan belas tahun lebih.
Ilmu tenaga dalam dan ilmu peringan tubuhnya pun sudah hampir tingkat tak tertandingi, dengan kepandaian Rangga kini ia telah melebihi kedua kakek gurunya.
Pandan Suri pun telah menjadi seorang Pendekar wanita yang punya tingkat kesaktian yang sulit di ukur, ia telah berhasil mempelajari kitab Bidadari Merak, dan Jurus Pedang Naga Emas.
Suatu malam di tengah terang bulan, mereka berempat sedang menikmati indahnya sinar rembulan, When Liang atau Malaikat Kematian memecah keheningan.
"Rangga, berapa umur Rangga sekarang?"
"Delapan belas tahun tiga bulan kek!" jawab Rangga sambil menikmati ikan bakar di tangannya.
"Apa semua kitab yang Rangga pelajari sudah selesai?" Shen Liang ikut bertanya.
"Satu lagi Kek!
"Kitab yang mana Rangga.?"
"Kitab seribu satu macam pengobatan!" jawab Rangga singkat, ia terus mempreteli daging ikan bakar yang ada di hadapannya, ikan bakar adalah kesukaan Rangga, apalagi itu masakan ibunya yang memang sangat enak, bumbu nya begitu pas, meresap dalam daging ikan itu.
"Bagaimana dengan kitab yang lain?" tanya Shen Liang lagi.
"Yang lain sudah pada tamat semua, Kek!"
"Ha ha ha...! Rangga sesuai tebakan kakek dulu saat Kau berumur tiga bulan, saat Kau dan ibumu jatuh ke jurang ini, Ramalan Peramal Sinting itu tampaknya jadi Kenyataan, bahwa akan ada seorang pendekar muda yang akan muncul di dunia persilatan, menjadi pembasmi semua kejahatan di zaman ini," ujar When Liang.
"Pendekar itu belum tentu Rangga, Kek!" kata Rangga agak ragu dengan ucapan kakek gurunya itu.
"He he he...! Rangga, kesempurnaan tulang dan aliran darahmu yang membuat kakek yakin. Kenapa begitu? Kakek saja tidak mampu menguasai jurus-jurus yang di kuasai kakekmu Malaikat Kematian, begitu pun sebaliknya. Namun Kau sanggup mempelajari semua ilmu kesaktian yang kami miliki. Kepintaran otak yang Rangga miliki juga jauh di atas kami berdua.
Rangga, jangan ragu cucuku. Takdir tampaknya telah memilihmu melanjutkan jalan hidup kakekmu Pendekar Naga Emas yang dahulu. Kami berdua tidak sanggup mengalahkan kesaktian kakekmu dulu. Sekarang kesaktian itu juga telah Kau kuasai. Kini tinggallah Kau mencari pengalaman di dunia persilatan.
"Cita-cita ibumu untuk membangkitkan kembali Perguruan Naga Emas harus dengan dukunganmu sepenuhnya. Kakek berdua akan mendampingimu dan ibumu sebagai penasehat dan sekalian sebagai sesepuh Perguruan Naga Emas.
"Kita akan memulai dari awal lagi untuk membangun Kembali nama besar Perguruan Naga Emas," kata Iblis Kematian panjang lebar.
"Terima kasih banyak, Kakek Guru betdua. Semua nasehat dan ajaran Kakek adalah pedoman hidup Rangga," ucap Rangga Loka Jaya.
"Bagus, Cucuku. Tetaplah menjadi pemuda yang rendah hati, jangan pernah menjadi manusia yang sombong. Karena kesombongan akan menghancurkanmu, Cucuku," ucap When Liang. Rangga hanya mengangguk pelan, tak terasa malam pun telah cukup larut. Sinar pelita tampak menyinari goa di dasar jurang itu.
Goa Kematian menjadi saksi bisu perjalanan dan perkembangan seorang bocah yatim yang cerdas itu.
.
.
Bersambung...
Jangan lupa like komentar dan favorit ya..
Terima kasih...
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!