NovelToon NovelToon

Zoeyael [between love and death]

•Chap 1 [Awal mula sebuah hubungan]

[Pantang menyerah, hadapi semua. Dengan ketulusan hati, aku menjadi berani]

Apa yang akan kau rasakan ketika suamimu sendiri membenci dirimu? Situasi ini terjadi dalam hidupku saat aku menikah dengan Rafael, teman kecilku sekaligus atasanku sendiri. Dalam pikiranku ataupun dalam mimpiku tak pernah sekalipun aku berpikir bahwa dia bisa saja menjadi suamiku.

Jika Rafael membenciku, menurutku hal itu wajar saja karena aku sudah mematahkan janji pertemanan yang kami buat. Janji yang seharusnya ku tepati tapi aku malah mengacaukannya dan membuatnya marah besar. Baru pertama kali aku melihat dia semarah itu, namun dia tak bisa melakukan apapun untuk menghentikan pernikahan kami. Dan berujung situasi saat ini ketika ia menarik paksa rambutku dan wajahku berada tepat di depannya.

Sorot matanya berkaca-kaca seperti menahan rasa sakit di hatinya, namun dia juga tak kalah dengan kemarahan yang tersirat di dalam matanya. Emosinya yang meledak-ledak sampai aku tak bisa mengenali siapa pria yang benar-benar menarik rambutku ini. Benarkah dia temanku? benarkah dia Rafael yang ku kenal?

Aku meringis kesakitan diiringi air mata yang mengalir terus dari mataku. Bunga-bunga yang bertaburan, semua hiasan kamar pengantin, semua benda yang berada di sini menjadi saksi betapa menyedihkan dan hancurnya hubungan pertemanan kami berdua.

"Hal itu tidak mengubah bahwa kau memilihku. Kenapa kau tidak memaksa Kakakku saja, dia yang lebih matang umurnya untuk menikah denganmu. Dia yang lebih baik, kau pun menyukainya kan? Lalu kenapa kau memilihku, kau tau aku tak bisa menjalankan hubungan seperti ini!" katanya dengan nada penuh amarah kemudian melepaskan genggaman kuat di rambutku dengan kasarnya.

Aku menangis sejadi-jadinya, situasi ini sangat menyakitkan bagiku. Sungguh aku tak ada niat sedikitpun untuk mengingkari janji pertemanan kami. Aku tak bisa berbuat apapun selain memilihnya demi Ibuku.

Aku berusaha mencegahnya ketika dia akan pergi, aku ingin Rafael mendengarkanku dengan kepala dingin dan tidak emosional seperti tadi. Namun tetap saja, dia tak mau mendengarkan perkataan ku bahkan dia menepis tanganku. Rafael mendekat ke arahku masih dengan melontarkan perkataannya yang menyakitkan, dia berkata akan mengingkari janjinya juga. Aku takut, takut dengannya, maka dari itu aku berjalan mundur.

Sampai aku tak sadar di belakangku ada ranjang disana dan membuatku terjatuh dengan posisi duduk. Rafael melirik serangkaian hiasan bunga yang menjuntai di ranjang itu dengan tatapannya yang tajam. Ia menariknya paksa dan membuat semua bunga-bunganya berhamburan di lantai.

Aku merasakan dadaku sangat sesak sekali, ketika mengingat aku sempat berpikir Rafael mungkin memaafkanku dan ingin memulai hubungan kami dari awal. Seakan aku diterbangkan begitu tinggi dan ternyata semua yang kupikirkan salah besar. Dan situasi ini seperti aku di jatuhkan sampai ke dasarnya inti bumi.

"Semua hiasan ini, kasur penuh bunga ini sangat menjijikkan bagiku. Apalagi kau! Aku takkan pernah menyentuhmu atau bahkan menganggapmu sebagai istriku"

Aku menatap punggungnya yang lebar menjauh pergi dari kamar pengantin kami, aku tertunduk diam menangisi hubungan kami yang hancur berantakan. Entah itu hubungan pertemanan ataupun pernikahan, semua yang terjadi ini karena kesalahanku.

...***...

Belasan tahun yang lalu [POV Tya]

Putraku Rafael memiliki nama panggilan, biasanya orang-orang terdekatnya memanggilnya dengan sebutan Ael. Dia anak yang periang, lincah, dan lebih berani di banding dengan Kakaknya Tama. Mereka berdua memiliki sifat yang bertolak belakang. Tama cenderung lebih pendiam dan kalem.

Masa itu adalah masa terbaik dalam hidupku. Aku memiliki 2 putra yang tampan-tampan nan lucu. Dan kedua sahabatku Zaya dan Roma, kami sudah berteman sejak berseragam rok biru.

Mereka juga sudah menikah salah satunya sudah memiliki anak sama sepertiku dan satunya lagi masih belum di karuniai seorang anak. Tapi itu tidak menjadi masalah bagi persahabatan kami, kami terus menyemangatinya dan berusaha selalu di sisinya.

Bukan hal mudah menjaga persahabatan kami untuk tetap bertahan selama ini. Meski banyak kesibukan dengan kehidupan kami masing-masing, beruntungnya kami masih sedikit menyempatkan waktu untuk sekedar bertemu.

Tapi suatu hari, aku sangat menyesali mengundang mereka ke rumahku. Karena aku salah satu sahabatku kecelakaan dalam perjalanan menuju rumahku. Dia Zaya, ibunya Zoeya. Mobil mereka meledak, Zaya dan suaminya tidak selamat.

Namun Zoeya selamat dan ajaibnya Zoeya di temukan oleh kedua putraku yang tengah mengambil bolanya di pinggiran sungai. Disekitaran rumah kami memang terdapat aliran sungai tapi airnya tidak begitu dalam.

Kami begitu terpukul dengan kepergian Zaya, sangat prihatin melihat Zoeya kecil terbaring tak berdaya. Tak pernah kubayangkan anak sekecil ini hidup sebatang kara. Akhirnya sahabatku yang belum di karuniai anak, yaitu Roma. Ia memiliki niat untuk mengadopsi Zoeya. Aku sangat mendukung keputusannya, dan Zoeya resmi menjadi anak angkatnya.

Sayangnya setelah kejadian naas itu, Zoeya tak kunjung membaik. Kesehatan mentalnya terganggu, tapi di saat itu terjadi Ael berada di sampingnya. Menjadi temannya, dan melindungi nya.

Author POV

"Mamiii, kenapa anak itu diam saja?" Tanya Rafael kecil (10th). Ia diajak menjenguk Zoeya kala itu.

"Zoeya lagi sakit sayang jadi dia sedang beristirahat" sahut Tya seadanya agar putranya itu lebih mudah memahami.

Rafael kecil menggaruk kepalanya, "apa aku boleh menyapa nya?"

Maminya itu mengangguk dan membiarkan putranya bersama gadis kecil itu.

Rafael mendekati Zoeya perlahan. Lalu pelan-pelan ia duduk di sebelahnya. Gadis itu menatap kosong, sama sekali tak menghiraukan keberadaan Rafael. Di saat itu Tya menanyakan kepada sahabatnya Roma yang baru saja berbicara dengan dokter.

"Apa kata dokter? bagaimana kondisi Zoeya?" Roma tak menjawab apapun, ia mengajak Tya untuk berbicara di luar saja. Tya mengiyakan dan mereka berdua keluar dari kamar rawat inap.

"Hey cepatlah sembuh" ucap Rafael menggenggam tangan Zoeya seakan memberi kekuatan. Zoeya kecil menatap kedua netra Rafael, air matanya mulai berjatuhan dan mulai berteriak histeris. Rafael jadi gelagapan dan panik, ada apa dengan anak itu pikirnya dan berusaha menjauh darinya.

Segera para orang tua dan medis menenangkan tubuh kecil itu, yang seakan tak memiliki harapan hidup lagi. Rafael memeluk Maminya, ia ikut menangis karena reflek dari Zoeya tadi membuatnya terkejut. "Apa dia akan sembuh?" Tanya Rafael di sela isak tangisnya.

"Zoeya akan segera sembuh, berdoalah untuknya ya" Rafael hanya mengangguk kecil.

Setelah beberapa hari di rawat, Zoeya akhirnya sudah diperbolehkan pulang. Roma mengabarkan bahwa Zoeya mengalami amnesia disosiatif. Tya sangat prihatin mendengarnya tapi mungkin ini adalah jalan yang terbaik untuknya untuk tidak mengingat kejadian naas itu.

Rafael yang sedang bermain dengan Tama tak sengaja mendengar pembicaraan Maminya. Ia segera menghampiri untuk menanyakan keadaan Zoeya. "Mami apakah anak itu sudah sembuh?" Tya tersenyum hangat "Yaa dia akan segera sembuh, tapi Ael coba beritahu Mami kenapa akhir-akhir ini Ael selalu bertanya kondisinya? Apa kalian sudah berteman?"

Rafael menggeleng, "Belum, tapi aku akan segera menjadi temannya" jawab Rafael mantap. Tya tersenyum lebar mendengarnya, "Jadilah teman yang baik ya nanti" Tya mencium pipi putranya dengan gemas. "Syiap laksanakan" ucapnya tegas sambil memberi hormat.

Beberapa bulan berlalu pagi hari ini begitu cerah, angin pun terasa sejuk ketika menyentuh raga. Pagi itu Tya menyirami tanaman di halaman rumahnya yang luas. Sedangkan kedua putranya mulai aktif bermain kesana kemari. Terkadang keduanya akur tapi ada juga momen saat mereka bertengkar.

Hari-hari Tya diisi dengan tingkah kedua putranya. Ia sempat memikirkan keadaan Zoeya bagaimana, baru saja ia memikirkannya ternyata Roma datang sambil menggandeng tangan mungil Zoeya. Tya tersenyum lebar melihat kedatangan sahabatnya setelah beberapa bulan lamanya tak bertemu. Segera ia menyambut mereka dan mempersilahkan untuk masuk ke dalam rumah.

•Chap 2 [Permen karet di rambutnya]

"Bagaimana kabarmu?" sapa Tya seraya merangkul sahabatnya itu. "Kami baik-baik saja, Zoeya juga mulai membaik. Dia sudah mau makan dan mau berbicara dengan orang disekitarnya"

Tya sangat senang mendengar gadis kecil itu berangsur-angsur membaik, dalam hati ia mengucapkan syukur kepada Tuhan.

"Ael, Tama. Kemari sayang" panggil Tya sedikit berteriak. Putra sulungnya itu langsung menghampiri dimana Maminya berada.

"Kenapa Mam?" Tanya Tama.

"Ajaklah Zoeya bermain bersama kalian. Oh iya dimana adikmu?"

"Sorry Mam, sebentar lagi aku pergi les jadi tak bisa mengajaknya bermain. Kalau soal Ael tadi dia masuk ke kamar entah sedang apa"

Tya mengangguk mengerti "Yasudah cepatlah bersiap sayang nanti kamu terlambat" Tama pun mengiyakan dan pergi ke kamarnya.

Setelah itu Tya mengajak Zoeya untuk menemui Rafael di kamar, dan Zoeya kecil pun menyetujuinya. Tya terkejut kala melihat Rafael sedang sembunyi-sembunyi memakan coklat. "Ohh jadi disini kamu bersembunyi. Ayo kemari anak nakal" Tya menggandeng tangan putranya dan menyeretnya keluar diikuti oleh Zoeya di belakangnya.

"Berapa kali Mami bilang kamu ga boleh makan coklat! Sekarang jujur sama Mami siapa yang kasih kamu coklat?" Tanyanya menahan kesal.

Rafael mencoba mengalihkan pandangan, dan ia pun bertatapan dengan Zoeya.

"Jawab pertanyaan Mami" lanjutnya tegas.

"Papi" sahut Rafael singkat lalu menunduk.

Tya menghela nafas panjang "Kamu Mami hukum karena sudah melanggar aturan yang Mami buat. Jatah nonton kartunmu hari ini & besok tidak ada. Dan ditambah lagi hari ini kamu akan menemani Zoeya"

Rafael hanya menunjukkan ekspresi cemberutnya seperti tak terima namun ia tak bisa berbuat apa-apa.

"Silahkan jalani hukumanmu dengan menghabiskan waktu untuk belajar. Dan untuk Zoeya kalau kamu ngerasa jenuh bersama Rafael, kamu bisa temui Aunty ya sayang" Gadis itu mengangguk kecil dan memberikan senyuman tipis. Tya meninggalkan keduanya dan pergi menuju ruang tamu untuk menghabiskan waktu bersama sahabatnya.

"Payah" celetuk Rafael lalu masuk lagi ke kamarnya diikuti Zoeya di belakang dengan raut keheranan. "Hey tolong ambilkan aku air" ujarnya seraya menunjuk air yang berada di atas meja. Gadis itu mengerutkan keningnya dan ikut melirik ke atas meja. "Kamu nyuruh aku?" Tanyanya bingung.

"Ya siapa lagi? Kamu pikir aku menyuruh cicak di dinding itu untuk mengambil air" sahut Rafael dan menunjuk kembali arah yang sama, lebih tepatnya menunjuk pada cicak yang memang berada dekat dengan meja.

Meskipun tahu Zoeya hanya diam saja dan lebih memilih duduk di sofa kecil yang berada disana tanpa menghiraukan perkataan Rafael.

"Hey apa kau tuli? Aku menyuruhmu apa tadi?" Zoeya hanya menatap sinis dan berkata "Aku bukan pembantumu"

Rafael tak mau kalah ia balas menatap gadis itu dengan sangat tajam. Setelah saling beradu tatap selama beberapa menit, Rafael menyadari sesuatu.

"Tunggu dulu, kamu anak yang dirawat itu kan? Ternyata kamu sudah sembuh. Memangnya kamu sakit apa sampai teriak histeris begitu?"

Zoeya menunjukkan ekspresi bingung "kapan? Aku tak pernah di rawat. Ini pun pertama kalinya bertemu denganmu" ucapnya mengelak tak percaya. Rafael tertawa kecil kemudian ia tersenyum "Haha dasar pembohong, kenapa juga kamu tak mau ngaku" sindir Rafael lalu bangkit dan mengambil buku-bukunya.

Ia mulai membaca sambil memakan permen karetnya, sesekali ia tiup dan permennya mengembang seperti balon. Gadis itu jadi penasaran dan tertarik untuk membaca juga,

Ia mengambil satu buku yang berada di rak buku milik Rafael. "Aku pinjam bukumu ya"

"Ya, ya ambil saja gadis pembohong"

Zoeya kembali menatap Rafael dengan perasaan kesal. "Aku bukan pembohong! Kamu yang berbohong"

Rafael membuat ekspresi takjub "Woah kau ternyata pintar juga memutar balikkan fakta"

Gadis kecil itu semakin kesal dan memilih untuk diam dan tak mau berbicara lagi dengan Rafael. Sedangkan Rafael tersenyum tipis karena sangat senang membuat gadis itu kesal.

Ia teringat percakapannya dengan sang Mami yang menyuruhnya berteman baik dengan Zoeya. Baginya inilah yang di namakan teman baik, membuat teman kesal, menjahilinya, dan membuatnya menangis.

Dengan kejahilan dan kenakalannya Rafael diam-diam menempelkan permen karet di rambut Zoeya, ia pun terkikik lalu berpura-pura tidak terjadi apa-apa. Zoeya yang masih tak sadar hanya menatap Rafael keheranan. "Kenapa kau tertawa sendiri? Dasar aneh" Tanyanya heran, Rafael hanya diam tak menjawab lalu ia pergi untuk mengambil cemilan sambil menahan tawa.

Saat Zoeya ingin bersandar pada tembok di belakangnya ia merasa ada sesuatu di rambutnya. Ia terkejut hingga ternganga melihat rambut panjangnya melekat bersama permen karet. Wajahnya memerah menahan kesal.

Selagi Rafael tak ada ia akan membalas dendam padanya pikir gadis itu. Ia memiliki rencana di dalam kepalanya. Beberapa menit kemudian Rafael masuk dengan membawa beberapa camilan, kemudian ia duduk di kursinya.

"Kenapa kau menatapku? Kau mau?"

Gadis itu hanya diam membisu dan menatap tajam.

"By the way, kau tidak papakan?" Tanya Rafael basa basi sambil melirik rambut Zoeya. Gadis cantik itu tersenyum kecut lalu membuang mukanya.

Rafael terkekeh namun saat ia akan bangkit dari duduknya, ia tidak bisa. Rafael masih berusaha untuk melepaskan kursi itu dari bokongnya tapi tetap tidak bisa. Ia pun beralih menatap Zoeya penuh kecurigaan bahwa ini merupakan ulahnya untuk membalas dendam.

•Chap 3 [Lem perekat di bokongnya]

"Kau..." Wajahnya memerah menahan kesal, ia kembali berusaha melepaskan kursi itu dari bokongnya dengan susah payah.

Sedangkan Zoeya sang pelaku tertawa sangat puas sampai terbatuk-batuk. Ia begitu puas membalaskan dendamnya.

"Awas kau ya" ancam Rafael menggebu-gebu, mungkin kalau bisa dilihat di kepalanya sudah ada tanduknya. Gadis itu menjulurkan lidahnya meledek.

"Ketika rambutku melekat bersama permen karet maka disitulah kau tidak bisa bangun" setelah mengatakannya Zoeya pergi diiringi loncatan kecil di setiap langkahnya.

"Mamiiiiii" teriak Rafael putus asa.

Tya yang tengah menikmati waktunya bersama Roma langsung menghampiri putranya diikuti Roma di belakang setelah mendengar teriakan Rafael. "Ada apa nak?" Tanyanya khawatir. Saat melihat putranya hanya terduduk di kursi Tya menghela nafas lega.

"Sebenarnya apa masalahmu El? Kau ini membuat khawatir saja"

Rafael menunjuk pada bokongnya, tapi Tya tidak paham maksud dari Putranya itu. "Ada apa?" Tanyanya sekali lagi.

"Aku tak bisa bangun"

Tya mendekat dan memastikannya lalu mengangkat Rafael namun kursinya pun jadi ikut terangkat.

Tya akhirnya paham dan beralih menatap Zoeya yang bersembunyi di belakang Roma. Tya menyunggingkan senyumnya "Zoeya.. kau mulai nakal ya"

Roma pun menggendong Zoeya dan bertanya perihal kursi yang menempel pada Rafael.

"Kau yang melakukannya? Coba beritahu Ibu kenapa kau melakukan itu" tanya Roma seolah penasaran, tak ada nada marah sama sekali saat ia bertanya.

Zoeya terdiam sejenak dan akhirnya membuka suara "Karena dia menempelkan permen karet pada rambutku" jawabnya lalu memperlihatkan rambutnya.

Tya dan Roma terkekeh melihat perseteruan antara kedua anak mereka.

"Dia yang memulai dulu Mami, makanya aku balas. Tapi aku tak menyangka dia akan membalasku lagi" ujar Rafael membela diri.

"Oh begitu ya Tuan, bagaimana pembelaan mu wahai nona tersangka?" Ujar Tya menatap Zoeya seolah ia berperan sebagai hakim dalam permasalahan ini.

"Aku tak melakukan apapun, dia yang tiba-tiba menempelkan permen karet. Padahal aku hanya diam saja" sahut Zoeya tak mau kalah.

Rafael memberikan tatapan tajam pada gadis itu.

"Kau duluan yang memulai karna kau berbohong. Aku tak suka dengan orang yang berbohong, makanya aku beri kau sedikit pelajaran"

Zoeya benar-benar kesal, ia pun tak kuasa menahan tangisnya saking kesalnya.

"Aku sudah bilang aku tak bohong!" gadis itu masih dengan pendiriannya bahwa ia tidak bersalah.

Rafael tersenyum tipis melihat lawannya itu menangis.

"Baiklah cukup bertengkarnya. Entah siapa yang bohong atau tidak tapi kalian berdua harus saling minta maaf, ayo minta maaf"

"Aku tak mau minta maaf pada anak nakal" jawab Zoeya seraya menghapus air matanya.

"Oh hallo.. berkacalah dulu. Kau tidak lihat aku masih melekat dengan kursi ini, Gadis nakal"

Tya tak percaya dengan Rafael yang berkata seperti itu. Ia pun memelototi putra nakalnya itu.

"Anak ini.. maaf Roma entah siapa yang mengajarinya. Aku pun terkejut mendengarnya" Sahabatnya itu tersenyum lebar "tak apa namanya juga anak kecil. Tya aku pamit dulu ya sudah siang"

Tya mengantarkan mereka sampai ke depan dengan berat hati karena masih belum puas bertemu.

"Aku akan kemari lagi nanti" ucap Roma sebelum berpisah lalu memeluk Tya. Bertepatan mereka akan pergi ternyata Tama pulang dari les nya bersama dengan suami Tya, Hansel.

Zoeya pun berpapasan dengan Tama, mereka saling melempar senyum. Begitu pula dengan Hansel yang mengangguk kecil sebagai sapaan sopan pada Roma.

Setelah kepergian sahabat nya itu, Tya menyambut kedatangan putra dan suaminya.

"Kenapa kau juga ikut pulang?" Tanyanya pada suaminya, Hansel mengecup singkat pipi Tya.

"Pengen pulang aja sekalian menjemput Tama"

"Yasudah ayo masuk" Hansel merangkul istrinya lalu masuk ke dalam rumah.

Roma dan Zoeya sampai di rumah mereka. Disana sudah ada Zaid suami Roma yang menunggu kepulangan mereka. Zoeya segera berlari menuju Zaid untuk mengadukan kejadian yang terjadi hari ini.

"Ayah lihat! Rambutku jadi jelek" Zaid menangkap putrinya itu lalu mendudukannya di pangkuannya.

"Lho apa yang terjadi? Katamu hari ini akan bertemu dengan teman baru"

"Iya aku bertemu dengannya, tapi ternyata dia anak yang menyebalkan. Aku tidak mau berteman dengannya lagi"

Zaid terkekeh mendengar keluhan Zoeya. "Putriku yang cantik yang baik, kita tidak boleh langsung memutuskan pertemanan karna satu kesalahan. Mungkin dia melakukannya karna ada alasannya, ingatkan memaafkan itu jauh lebih baik"

Zoeya mengangguk kecil, "Baik Ayah, tapi aku juga sudah membalas perbuatannya"

"Benarkah? Apa yang kau lakukan"

"Dia menempelkan lem perekat di kursi Rafael, entah bagaimana dia bisa memikirkan hal itu untuk membalas dendam" sahut Roma menyela pembicaraan mereka.

Zaid menatap Zoeya, gadis itu langsung menundukkan kepalanya "maaf Ayah"

Zaid tersenyum lalu mengecup pipi Zoeya "Hmm jangan di ulangi tapi keren juga" mereka berdua tertawa bersama, Zoeya melanjutkan ceritanya tentang Rafael yang menyebalkan. Zaid hanya menjadi pendengar yang baik sesekali ia terkekeh mendengar cerita putrinya.

Roma ikut tersenyum melihat interaksi keduanya. Ia berharap dengan kehadiran Zoeya bisa membawa berkah dalam rumah tangganya. Ia sangat berharap bisa melahirkan anak kandungnya sendiri dan memberikan kasih sayang yang sama seperti kasih sayang yang di terima Zoeya.

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!