NovelToon NovelToon

The Mafia's Twins

Bab 1

"AKU TIDAK PERNAH INGIN ADIK PENYAKITAN SEPERTIMU!!

"Kak---"

"DIAMLAH SIALAN! KAU INI PEMBAWA SIAL! AKU BAHKAN TIDAK MERASAKAN KASIH SAYANG KEDUA ORANG TUAKU SEMENJAK KAU SAKIT-SAKITAN!!"

"Jo cukup! Jaga bicaramu!" ucap Salzano

"LIHAT? BAHKAN KAU JUGA MENGAMBIL KAKAKKU JUGA! SEMUANYA KAU AMBIL, KENAPA KAU TIDAK MATI SAJA!" Teriak Jo sambil menunjuk nunjuk adiknya Jeanne

Semua orang yang ada di ruangan keluarga terbelalak melihat dan mendengar hal itu.

Bugh

Arnold yang melihat hal itu langsung menghampiri Jo dan meninju muka Jo dengan keras. Jo membelalakan matanya tak percaya karena ayah yang begitu dia sayangi memukulnya dihadapan semua orang

"Ay.. ah... sudahlah... " ucap Jeanne lirih sambil meremas dadanya yang sakit.

"Mas, ayo cepat kita bawa Jeanne ke rumah sakit dulu!" teriak Felly

Sontak Arnold langsung berbalik dan berlari kearah Jeanne yang mulai kehilangan kesadarannya. Arnold langsung menggendong Jeanne.

"Cepat siapkan mobil!" teriak Arnold menyuruh bawahannya

Jo yang masih membeku karena tinjuan ayahnya itupun, hanya bisa memegangi pipinya yang perlahan mulai memanas dan rasa sakitnya sudah mulai terasa.

Salzano hanya melihat Jo dengan mata tak percaya sambil menghela nafas panjang. Kemudian Salzano menepuk pundak Jo pelan dan berkata

"Apa kau benar-benar melupakannya?"

Mendengar kata-kata dari kakaknya itu, Jo hanya bisa terdiam kebingungan.

Apa yang telah dia lupakan?

Setelah keluarga inti keluar mengantar Jeanne yang memburuk, para pembantu membersihkan kekacauan di ruang keluarga dan tak lupa mengobati luka Jo.

Setelah beberapa jam berlalu, salah satu bodyguard kepercayaan Arnold kembali ke rumah dan menemui Jo yang saat itu ada di balkon kamarnya. Jo saat itu sedang menatap kosong kedepan, memikirkan apa yang dikatakan oleh kakaknya.

Bodyguard itu, Giovanni mendekati Jo dan memberi salam

"Tuan muda"

Sadar karena namanya di panggil, Jo berbalik dan menatap Gio.

"Apa?"

"Apa tuan tidak ingin menjenguk nona?"

Tiba-tiba saat mendengar hal itu Jo langsung marah. Dan kemudian melempar gelas yang ada di meja didekatnya ke arah kepala Gio.

Untungnya Gio dengan sigap menghindarinya.

"Untuk apa aku harus menjenguknya, dia memiliki semua yang kupunya!" teriaknya sambil membuang pandangannya.

"Ya itu memang benar... Tapi nona tidak memiliki tubuh yang sehat seperti tuan muda"

Mendengar hal itu Jo langsung menatap Gio lagi dengan senyum remeh

"Ya itu kekurangannya, aku berharap dia cepat mati saja. Merepotkan sekali"

Mendengar perkataan Jo, Gio lantas membungkuk lalu berjalan keluar kamar Jo.

"MATI SAJA KAU JEANNE!!!" teriak Jo sekuat tenaga.

*************

Di rumah sakit, semua orang dari keluarga Chevron berkumpul di ruang tunggu IGD

Saat dibawa ke rumah sakit, dokter yang memeriksa Jeanne berkata kalau Jeanne dalam keadaan kritis dan harus segera dibawa ke IGD. Tapi untungnya mereka segera ke rumah sakit, telat sedikit saja mungkin nyawa Jeanne sudah tidak tertolong.

Pintu IGD terbuka. Semua keluarga berdiri. Arnold mendekati dokter

"Bagaimana dok?"

"Kita harus segera mencari donor jantung, kalau tidak, hidup Jeanne hanya tidak akan lebih dari 2 tahun."

"Ibu!"

"Ugh anakku...."

Mendengar hal itu Felly hampir terjatuh dan untungnya ada Salzano disana.

"untuk sekarang, Jeanne harus di rawat di rumah sakit untuk dimonitoring kondisinya" lanjut dokter sambil menepuk pundak Arnold

Tangis Felly pecah, melihat putri kecilnya yang sangat lemah itu. Keluarga Chevron sejak saat itu bergantian untuk menjenguk Jeanne di rumah sakit, kecuali Jo. Dan semenjak saat itu juga, Arnold seperti menganggap kalau Jo tidak ada dihadapannya sekalipun. Felly mencoba memahami Jo, tapi kadang Jo salah sangka padanya. Dan tidak jarang Jo membentak ibunya itu. Hal itu kadang membuat emosi Arnold dan Salzano, tapi tetap saja Felly mencoba mendinginkan mereka berdua, agar tidak ada perkelahian dirumah.

Sebulan kemudian

Keadaan Jeanne sudah mulai membaik dan diperbolehkan pulang. Teressa, seorang bodyguard kepercayaan Jeanne yang seumuran, mendorong kursi roda Jeanne.

"Akhirnya nona pulang ya" ucapnya

"Ya... Aku sudah bosan menghirup udara rumah sakit" ucap Jeanne sambil tersenyum sangat manis dengan bibir pucatnya.

"Oh iya nona, nona dengan Fadell dulu sebentar ya? Saya akan mengambil obat nona dulu" ucap Teressa sambil berjongkok di depan Jeanne

"Okey"

Lalu Teressa berdiri dan menatap Fadell yang sudah bersiaga di belakang kursi roda Jeanne.

Bukan hanya Fadell, tapi ada sekitar 10 bodyguard di depan dan belakang Jeanne. Itu juga perintah Arnold karena dia tidak bisa menjemput putrinya langsung karena ada bisnis mendadak. Jadi dia menyuruh anak buahnya menjemput Jeanne. Bagaimana dengan Salzano? Dia bersekolah, karena sudah kelas 3 SMA, dia tidak diizinkan membolos untuk alasan apapun. Dan karena Arnold sangat ketat pada pendidikan anaknya. Jadi dia tidak mengizinkan Salzano.

Sambil menunggu Teressa kembali, Jeanne memainkan ponselnya, sesekali Fadell menawarkan minum atau buah yang sudah dikupas kan. Dan dengan senang hati Jeanne menerimanya

"Terima kasih Fadell" ucapnya

"Sama sama nona" balas Fadell

Jeannette D'Rioz Chevron, gadis cantik, imut, ramah, baik hati dan penyayang. Dia memiliki mata yang biru rambut yang coklat dan lebat. Dia bak seorang malaikat yang jatuh ke keluarga mafia Chevron. Berkatnya, rumah yang dulu sangat dingin jadi sangat hangat dan penuh dengan kehidupan. Sayangnya jantungnya bermasalah. Teressa adalah teman sekaligus Bodyguard nya. Bahkan Arnold rela membayarkan uang sekolah dan segala biaya sekolah Teressa, agar dia bisa menemani dan melindungi Jeanne disekolah. Jeanne memiliki kembaran, yang bernama Joshua

Joshua Alpa D'Rioz Chevron, seorang laki-laki yang sangat baik,ramah, rendah hati dan suka menolong, dia juga sangat menyayangi adiknya. Tapi semenjak kejadian 10 tahun yang lalu. Sifatnya berubah 360°. Dia jadi laki-laki yang kasar, egois, pemarah, sombong, penindas hanya untuk Jeanne. Dia akan menunjukkan sifat aslinya kepada sahabatnya

Shuzo D'cpair Shcrizrr, salah satu sahabat Jo, dia sangat dingin,cuek,dan sangat pendiam tapi dibalik sifatnya yang seperti itu, dia adalah pendengar yang baik dan sangat perhatian kepada sahabatnya sendiri

Salzano D'Rioz Chevron, dia adalah anak pertama sekaligus penerus dari semua usaha bisnis dari Arnold dan Felly serta dia akan menjadi pemimpin dari geng mafia yang dipimpin oleh Arnold sekarang ini

Teressa Van Dwijk, gadis yang ramah tegas,cantik dan seorang bodyguard sekaligus teman Jeanne. Dia mengabdikan seluruh hidupnya bagi keluarga Chevron, khususnya Jeanne. Yang saat dulu pernah menyelamatkannya dari daerah kumuh tempat para pecandu narkoba.

Teressa Pov On

Aku berjalan menyusuri koridor rumah sakit menuju apotek dengan membawa resep dokter yang sudah diresepkan untuk ditebus di apotek rumah sakit.

Setibanya di apotek aku melihat antrian yang sedikit panjang. lalu aku mulai mengantri dan mengambil nomor antrian sambil menyerahkan resep tersebut ke apoteker.

Aku melihat ke kanan kiri mengamati semua orang di ruang tunggu apotek tersebut. Kemudian kepalaku mulai berputar dan semua pembicaraan dokter dan tuan Arnold terngiang di otakku.

"Kita harus segera mencari donor jantung, kalau tidak, hidup Jeanne hanya tidak akan lebih dari 2 tahun."

Pembicaraan itu benar-benar mengganggu pikiranku. Kemudian masa lalu mulai terputar di depan mataku seperti sebuah pertunjukan film

Flashback On

BERSAMBUNG...

Bab 1.1 Cecilia

Pembicaraan itu benar-benar mengganggu pikiranku. Kemudian masa lalu mulai terputar di depan mataku seperti sebuah pertunjukan film

Flashback On

Di sebuah kota pinggiran yang kumuh. Sinar matahari yang hangatpun tidak bisa masuk. Semua orang di kota itupun tidak bisa merasakan hangatnya sinar matahari atau indahnya bulan saat malam hari. Layaknya sebuah sisi yang gelap tanpa cahaya. Layaknya sebuah kota yang terisolasi oleh dunia luar. Kota pinggiran ini benar-benar tidak terawat. Toko-toko pinggir jalan yang rusak parah. Sampah dimana-mana, orang tergeletak dimana-mana, pengedar narkoba yang terang-terangan menjual produknya, para wanita yang tidak memakai baju dan hanya pakaian dalam. Para anak kecil yang kurus kering dan mengais makanan dari tempat sampah. Hanya beberapa orang

" ... "

Gadis kecil itu mulai berjalan menjauh dari kerumunan anak-anak itu dan mulai berjalan. Dia menoleh ke kanan dan ke kiri, melihat keadaan orang-orang disekitarnya sambil berjalan pelan.

Kemudian gadis kecil itu menatap ke langit. tampak langit langit itu tertutup oleh padatnya kabel, tali jemuran dan juga segala macam kain mota yang tebal.

(Kain terpal yang biasa dibuat untuk kemah)

Namanya Cecilia. Ini adalah pertama kalinya dia keluar. Dia baru saja keluar dari panti asuhan. Padahal dia baru berumur 8 tahun. Karena dikota ini banyak bayi terlantar, jadi ketika anak-anak berumur 8 tahun. Panti asuhan akan melepas mereka.

Cecilia hanya menatap kosong kearah depan. Berjalan tanpa tujuan dan arah. Tanpa tersadar sudah sampai di ujung kota. Terdapat pagar besi menjulang tinggi disana. Tapi ada sebuah lubang kecil mengarah keluar. Cecilia mengintip dari lubang tersebut. Matanya melebar.

Dunia di balik jeruji itu sangat berwarna menurut Cecilia. Cecilia seketika itu mencari cara untuk keluar dari kota ini. Dia mencari batang besi dan mencoba mencongkel pagar besi itu. Tapi sayangnya saat dia mencoba mencongkelnya, tangannya melemas dan dia terjatuh ketanah. Cecilia tidak memiliki tenaga sedikitpun karena semenjak dia keluar dari panti, dia belum makan ataupun minum.

Tapi karena semangat dan harapan Cecilia untuk pergi dari kota kelam ini sangat besar, dia berusaha berdiri sambil bertumpu pada batang besi itu.

Cecilia berjalan melintasi pertokoan. Disaat Cecilia melintasi gang kecil, Cecilia melihat ada orang yang baru membuang sampah sejenis makanan cepat saji ke tempat sampah. Cecilia memperhatikan orang itu. Tepat setelah orang itu masuk, Cecilia segera berlari ke arah tempat sampah itu dan meninggalkan Batang besi tergeletak di jalan.

Cecilia dengan cepatnya membuka tempat sampah itu dan melihat banyak makan dan sisa yang baru saja dibuang oleh orang tersebut. Cecilia langsung memungut makanan tersebut dan segera memakannya. Walaupun makanan tersebut kotor, Cecilia tetap memakannya dengan lahap.

Tak berselang lama tiba-tiba kepala Cecilia mulai pusing dan pandangan Cecilia mulai mengabur. Lalu Cecilia pun pingsan di tempat. Walaupun Cecilia tak sadarkan diri tapi Cecilia bisa mendengar dengan baik kalau pintu toko tersebut terbuka dan ada beberapa langkah kaki orang keluar dari sana.

"Lumayan tangkapan kita"

"Yah.."

"Dia juga sudah cukup umur untuk kita jual"

"Yah apalagi matanya cantik, orang pasti mau membayar mahal untuk membelinya"

Mendengar hal-hal yang didengar olehnya sangat ketakutan hingga keringatnya mengucur deras. Tapi kemudian kesadarannya hilang sepenuhnya.

*******

Goncangan terasa sangat kuat, Cecilia terasa seperti sedang ada diatas kereta kuda. Tapi dia tidak bisa melihat apa-apa didepannya. Matanya ditutup oleh kain hitam.

"Aku dimana?" tanya Cecilia sambil menoleh ke kanan dan ke kiri, mencoba untuk melepaskan penutup mata itu

"Oh kau sudah bangun ya?"

"Kau siapa?"

"Tidak perlu tau, cukup diam dan jangan berisik.

Setelah mendengar perkataan itu Cecilia diam. Tiba tiba ada sesuatu yang bergerak gerak disebelah Cecilia. Karena terkejut dan ketakutan, Cecilia teriak sangat kencang

"AAAAAAAAA"

"HUAAAAAAAA"

"WAAAAAAAAA"

Entah kenapa teriakannya menjadi 3, entah itu bergema atau bagaimana. Tapi Cecilia mendengar kalau ada 2 suara lainnya.

Plakk

Sesuatu dilemparkan dari luar kereta dan itu mengenai punggung Cecilia.

"Aw..."

"BERISIK!! SUDAH KUBILANG UNTUK DIAM! MALAH KALIAN TERIAK TERIAK!!"

Terdengar suara lelaki kisaran paruh baya yang berbeda dengan yang tadi. Cecilia makin kebingungan. Lalu tiba-tiba ada suara dari belakang Cecilia

"Hiks... Hiks .. Ayah ibuuu"

"Su.. sudahlah Jeanne.. jangan menangis hiks..."

"Kakak... Aku takut... disini gelap..."

"Iya kakak tau... Tapi ayah pasti akan segera menemukan kita"

"Iya kak... Hiks..."

Cecilia yang mendengar percakapan itu hanya bisa diam dan mendengarkan suaranya itu.

"Kalian siapa?"

Mendengar suara Cecilia, 2 anak kecil itu terkejut dan ketakutan. Mereka tidak berbicara sepatah katapun ataupun menjawab pertanyaan Cecilia

"Jawablah..Aku tidak akan menyakiti kalian"

"Janji?"

Terdengar suara lelaki kecil menyauti perkataan Cecilia. Cecilia sedikit lega mendengarnya dan langsung menjawab

"Iya aku janji"

Mendengar jawaban Cecilia, Lelaki kecil itu menghela nafas panjang lalu mulai membuka mulutnya.

"Namaku Joshua Alpa D'Rioz Chevron, panggil saja Jo, dan dia adikku Jeannette D'Rioz Chevron."

"Ah salam kenal.." sahut Cecilia.

Cecilia tidak tau dan kenal dengan mereka. Jadi dia hanya membiarkan saja dengan santai.

"I I Iya..." jawab gadis kecil itu

"Lalu kenapa kalian ada disini?" tanya Cecilia

"Kami juga tidak tau... Tadi kami sedang bermain di halaman rumah, lalu alarm kebakaran berbunyi. Lalu para penjaga berlari. Dan 2 orang penjaga membawa kami lari juga.. Tapi kemudian penjaga itu menutup mata dan mengikat kami"

"Ah begitu..." ucap Cecilia

Kemudian Cecilia berpikir mungkin mereka sedang diculik untuk dijual. Karena sebelum dia pingsan sempat ada percakapan "harga tinggi" yang keluar dari mulut pria tadi.

Cecilia memutar otaknya mencoba mencari jalan keluar tapi semua itu percuma karena matanya ditutupi.

Cecilia berusaha memberontak dengan cara membuat suara berisik dengan kedua kakinya.

Sang kusir yang mulai kesal dengan sikap Cecilia, memberhentikan kereta kudanya lalu masuk ke kereta.

"Kau ini! Maumu apa!!" teriak si kusir yang sekaligus penculik.

"Aku ingin buang air... tolong.." ucap Cecilia polos

Melihat hal itu, si kusir itu mendengus kesal dan mulai menggendong Cecilia keluar dan meletakkannya di tanah

"....."

Kusir yang melihat Cecilia diam lalu membentak Cecilia lagi

"KENAPA DIAM SAJA? CEPAT BUANG AIRLAH?!"

"Aku tidak bisa lihat dan tanganku terikat..."

"Ah sialan... Aku benci pekerjaan ini"

Dengan kesal sang kusir membuka penutup mata dan ikatan di tangan Cecilia.

Cahaya menyilaukan kedua mata Cecilia. Cecilia mengerjap-ngerjapkan matanya untuk memfokuskan pandangannya. Lalu di depannya hanya ada pepohonan. Artinya dia ada di hutan. Si Kusir mendorong Cecilia kasar.

"Cepatlah! kalau kau berani-beraninya kabur.. Akan kupatahkan kakimu"

Dengan ketakutan dimatanya, Cecilia pergi ke semak-semak. Tapi bukannya buang air, dia sedang memilih batu yang runcing yang bisa digunakan untuk memotong tali. Setelah menemukan batu yang dirasa pas, dia segera menaruhnya di sakunya. Lalu bergegas kembali ke kereta tersebut. Si kusir menarik Cecilia dan mengikat tangan Cecilia, tapi tidak dengan menutup matanya. Cecilia kemudian digendong oleh si Kusir ke atas kereta.

Cecilia menatap 2 anak kecil didepannya. Mereka punya baju yang bagus dan sepatu yang bagus. Wajah mereka juga sangat bersih, tidak seperti Cecilia.

Cecilia tidak berniat untuk menyelamatkan mereka juga. Dia hanya ingin menyelamatkan dirinya sendiri dan pergi sejauh-jauhnya.

Suasana benar-benar hening saat itu. Tidak ada percakapan sama sekali dari saat kereta itu berjalan sampai kereta itu berhenti lagi.

"Kalian turunlah!" ucap Kusir itu sambil membuka penutup mata milik Jeanne dan Jo

Mereka bertiga hanya bisa pasrah pada keadaan dan menuruti perkataan si Kusir itu. Mereka bertiga berjalan memasuki sebuah gedung tua besar dan tentu saja diikuti oleh si kusir.

Setelah tiba di aula gedung. Ada banyak orang disekitar mereka bertiga. Orang orang dengan badan besar, luka di sekujur tubuh mereka dan tato di mana-mana. Cecilia hanya diam menyembunyikan ketakutannya. Sementara Jo dan Jeanne semakin ketakutan begitu melihat logo yang ada di depan sana.

Logo itu adalah Logo kalajengking dan di bawah logo itu duduk seorang yang tidak asing bagi mereka

Axel Brian Carlisle, seorang mafia yang merupakan musuh ayah mereka, Arnold.

Axel adalah orang yang sangat licik dan jahat. Dia tidak akan segan untuk membunuh orang.

"Wah wah wah... keponakan kesayangan ku... Akhirnya tiba juga"

Axel berbicara sambil berjalan mendekati Jo dan Jeanne, lalu memeluk mereka berdua dan melepaskannya

"Pa paman... mau apa" tanya Jo

"Eh kenapa takut? paman baik kok" ucap Axel sambil mengelus kepala Jo.

Bukannya tenang, Jo dan Jeanne makin ketakutan dan berkeringat dingin.

2 anak kecil ditangan musuh mafia ayahnya.

******

Di lain sisi Arnold sedang mengerahkan semua armada yang dia punya untuk mencari kedua anaknya itu. Sampai sampai Arnold meminta bantuan dari mafia lain.

****

Kembali ke gedung tua itu, Axel menenangkan Jo dan Jeanne. Mereka berdua diam tapi tetap ketakutan.

Sementara Cecilia hanya melihat keadaan sekitar. Axel yang menyadari ada anak lain disitu segera menoleh kearah kusir yang tadi.

"Siapa dia?"

Kusir itu segera maju dengan ketakutan

lalu menjawab

"Seseorang menjualnya dengan harga murah, jadi aku membelinya. Dia bisa kita manfaatkan" ucapnya

"Oh begitukah? Baiklah. Bawa saja dia masuk dan kunci di penjara sana" ucap Axel sambil menunjuk ke arah jeruji di pojokan gedung.

Mendengar hal itu, Cecilia kaget dan memberontak. Cecilia berlarian kesana kemari dikejar oleh beberapa bawahan Axel. Axel yang terlihat geram itupun mengeluarkan pistolnya dan menodongkannya ke kaki Cecilia.

Dooor

"ARRGHHHH!!"

Buagh!

Tembakan itu tepat mengenai paha Cecilia. Darah mengucur deras, tapi para penjaga itu tidak memperdulikannya dan segera menggendong Cecilia masuk ke jeruji tadi.

Jo dan Jeanne membuka matanya lebar-lebar melihat kejadian yang terjadi.

Axel kemudian mendekatkan kepalanya ke Jo dan Jeanne sembari berkata

"Aku tidak suka anak kecil yang berlarian dan berisik"

Mendengar hal itu Jeanne dan Jo mengangguk pelan sambil menahan air mata mereka.

Axel melihat mereka berdua sejenak, lalu mendongak keatas sembari memberi isyarat kepada bawahannya.

Lalu 2 bawahan Axel membawa Jeanne dan Jo ke jeruji tempat dimana Cecilia yang sedang kesakitan berada.

Jeanne dan Jo duduk di sebelah Cecilia yang terus terusan meraung kesakitan. Tapi tidak ada siapapun yang memperdulikannya. Seolah raungan Cecilia adalah musik yang indah bagi mereka.

Jeanne yang melihat Cecilia menangis dan meraung kesakitan, mulai mendekat ke arah Cecilia

"Aku... Aku akan membantumu..." ucap Jeanne.

"Ugh... Jangan bercanda!" Teriak Cecilia

"Tapi kumohon jangan berteriak... Atau kita akan mati" ucap Jeanne

Cecilia melihat Jeanne. Lalu Cecilia mulai menggigit bibir bawahnya agar tidak ada suara yang keluar.

Melihat Cecilia yang seperti itu, Jeanne merobek lengan gaunnya yang masih bersih dan mengambil tali rambutnya.

Jeanne segera mengikat paha Jeanne agar pendarahannya tidak parah, dan kemudian membalut luka Cecilia.

Mulai saat itu Cecilia mengagumi Jeanne. Dan berupaya untuk mengikutinya kemanapun dan dimanapun.

Setidaknya itu sedikit membantu. Pendarahan Cecilia tidak se deras tadi. Melihat yang dilakukan Jeanne, Axel mulai tertarik pada Jeanne.

Axel masuk ke dalam jeruji itu dan menarik Jeanne kasar, Jeanne hanya bisa pasrah dan mengikutinya. Jo yang melihat adiknya ditarik paksa keluar dari jeruji, hanya bisa melihat dari balik jeruji.

"Hey kau"

"Ah iya bos?"

"Ambilkan minuman itu dibelakang"

"Baik boss"

Bawahan Axel segera berlari ke belakang untuk mengambil minuman itu.

Axel membawa Jeanne duduk di pangkuannya

"Kau sangat cantik Jeanne" ucap Axel sambil mengelus pipi Jeanne

"Kau mengingatkanku pada ayahmu Arnold.. Mari kita tunggu dia disini ya..."

Saat tadi Jeanne membalut luka Cecilia, ada telfon kalau beberapa markas Mafia milik Axel di obrak abrik oleh Arnold. Jadi dia bersiap-siap "menyambut" kedatangan Arnold.

"Kalian semua bersiap-siaplah Arnold si Elang emas akan segera datang" teriak Axel

Anak buah Axel bersorak gembira sambil mempersiapkan senjatanya.

Lalu suara baku tembak dari luar gedung mulai terdengar. Lalu para bawahan Axel mulai maju dan bersiap untuk melindungi Axel.

Kemudian dengan Gagahnya Arnold memasuki gedung tua itu sambil membawa senapan SS V2 dikedua tangannya

Melihat hal tersebut Axel berdiri sambil menggendong Jeanne di tangannya.

"Wah wah ini dia si elang emas"

Arnold menatap Axel dengan penuh kebencian. Tapi dia tidak bisa menembak karena ada putrinya ditangan Axel

"Lepaskan anak+anakku sekarang kau sialan!"

Melihat ayahnya Jeanne dan Jo yang ada di balik jeruji menangis. Namun Jo sedang berusaha mengotak atik gembok tua itu dengan pisau sakunya. Dan begitu berhasil Jo segera menyelinap sambil membantu Cecilia dan dengan mulus sampai ke pintu keluar bagian belakang yang bahkan sepi. Disana ada Salzano yang sedang menunggunya. Jo membantu Cecilia duduk lalu berlari kearah kakaknya.

"Dimana Jeanne?"

"Dia di tangan Axel kak hiks..."

"Kalian tunggu disini, aku akan menyergapnya sendiri"

Mendengar hal itu Salzano, langsung berdiri dan menitipkan kedua bocah itu pada bawahannya.

"Baik"

"Iya kak..."

Salzano menyamar menjadi salah satu anak buah Axel dan masuk ke gedung dari belakang.

Bab 1.2 Racun

Salzano berhasil masuk ke gedung tersebut lewat pintu belakang dan mulai berbaur dengan kerumunan di belakang Axel. Hanya ada 10 orang dibelakang Axel kali ini. Dan semua orang itu terfokus kedepan saja dan tak menyadari kehadiran Salzano

******

Axel yang menggendong Jeanne ditangannya sedang menatap Arnold remeh.

"Keponakanku benar-benar cantik ya" ucap Axel sambil berputar-putar. Jeanne memeluk erat Axel karena takut terjatuh.

Melihat hal tersebut Arnold makin geram dan berteriak

"JANGAN GILA KAU AXEL!"

Mendengarkan teriakan Arnold, Axel semakin yakin kalau putri kecil ini adalah kelemahan Arnold.

Axel berhenti berputar-putar. Jeanne merasa sedikit pusing tapi tetap tidak ingin melepas pelukannya sambil menangis.

"Hiks hiks hiks"

"Oh...Maaf sayang.. Om berlebihan ya? Maaf maaf"

Axel menurunkan Jeanne tapi kemudian menggenggam tangan Jeanne.

"Om bikinin minum dulu ya?"

Setelah berkata seperti itu, tanpa aba-aba Axel menembak kearah Arnold.

Hal itu membuat semua orang disana terkejut tapi itu jadi tanda kalau baku tembak di mulai. Axel tau kalau Arnold tidak akan menembak atau memerintahkan bawahannya menembak. Jadi Arnold membuang senjatanya dan maju kedepan dan dengan tangan kosong, dia menghajar anak buah Axel.

Axel yang melihat adegan itu tertawa terbahak-bahak dan bertepuk tangan.

"Pertunjukan yang sangat bagus ahahahah"

"Tapi kalau anak buahku pakai senjata itu curang kan" Lanjut Axel. Kemudian Axel memberi isyarat dengan tangannya. Dan semua anak buah Axel melepas senjatanya dan mulai bertarung dengan tangan kosong.

Axel tampak terhibur dengan apa yang ada di depannya. Sementara Jeanne ketakutan sambil memegang tangan Axel dengan kuat. Axel menunduk melihat Jeanne, kemudian menyeringai. Lalu Axel mengambil minuman yang sudah tersedia dan memberinya ke Jeanne.

Jeanne melihat minuman di tangan Axel lalu melihat wajah Axel dengan ketakutan.

"Minumlah" ucap Axel sambil menyodorkan gelas berisi minuman berwarna merah ke Jeanne.

Jeanne melihat gelas itu ketakutan karena tidak mungkin musuh ayahnya sebaik itu padanya. Lalu dengan gemetaran Jeanne menggelengkan kepalanya. Axel menaikkan satu alisnya dan bertanya

"Kenapa?"

"A.. Aku tidak ha haus om..." ucap Jeanne terbata-bata sambil melirik kearah ayahnya yang sedang beradu jotos dengan anak buah Axel.

"Ah apa kamu mengkhawatirkan ayahmu?" ucap Axel sambil tersenyum menakutkan dan mengelus kepala Jeanne.

Lalu Axel berjongkok di sebelah Jeanne. Dan memutar tubuh Jeanne ke arah Arnold yang ada di depan sana.

Terlihat di depan sana Arnold mulai kewalahan dan mulai babak belur. Dan bawahan Arnold pun mulai kelelahan juga. Karena jujur saja, saat ke tempat persembunyian Axel yang ini, Meraka hanya membawa 100 orang sementara Axel dan pasukannya ada 500 orang.

Lalu beberapa pukulan melayang ke arah Arnold, tapi Arnold berhasil menangkis pukulan itu.

"Arnollllddddd!!!"

Seseorang dari belakang Arnold berteriak lalu...

Buagh!!!

Punggung Arnold di pukul oleh kursi besi dengan sangat kencang dan cepat.

Arnold yang terkena serangan itu langsung terkapar, tapi dia masih mempertahankan kesadarannya. Anak buah Arnold menahan tangannya dan menginjak tubuhnya. Melihat kejadian itu Axel semakin melebarkan senyumnya. Sementara Jeanne melihat itu dan berteriak

"AYAH!!!!"

Jeanne hendak lari kearah ayahnya tapi tangannya di pegang kuat oleh Axel. Kemudian Axel menariknya mundur dan mencengkeram pipi Jeanne.

"Lihatlah... Bagaimana kalau aku menembak kepala ayahmu tersayang itu??"

Mendengar hal itu Jeanne semakin histeris dan memberontak. Arnold yang melihat itu juga memberontak sekuat tenaga.

"Lihat?? Kalian seperti kecoa yang berusaha lepas dari tanganku ahahahaha"

"Lepaskan anakku bajingan!!!"

"Ck ck ck, kita ini sama-sama bajingan Arnold."

Axel mengambil gelas merah tadi dengan tangan kirinya dan secara kasar menumpahkan air didalam gelas itu ke mulut Jeanne. Tapi Jeanne memberontak dan menyembur-nyemburkan air itu sampai-sampai dia terbatuk-batuk.

"Uhuk uhuk"

Axel tersenyum melihat Jeanne terbatuk-batuk. Kemudian Axel menarik rambut Jeanne agar dia mendongak keatas. Lalu dengan santainya dia kembali memberi minuman ke mulut Jeanne. Jeanne tidak bisa memberontak lagi karena posisinya yang tidak mendukung, apalagi rambutnya dijambak.

Jeanne meminumnya sampai habis, walau banyak air yang tumpah tapi ada juga yang terminum. Axel melepas jambakan rambut Jeanne dan menendang Jeanne seperti bola. Jeanne terjatuh ke tangga yang cuman beberapa itu dan menggelinding ke dekat ayahnya.

Kepala Jeanne berdarah mungkin terluka karena benturan dari tangga-tangga tersebut. tapi dia masih mempertahankan kesadarannya dan berusaha bangkit

"Ahahahaha Arnold... Bagaimana? Apa kau puas dengan hadiahku"

Arnold yang melihat hal itu benar-benar geram dengan Axel mata Arnold memerah dan semua urat di wajahnya kelihatan. Arnold marah besar karena tingkah Axel itu. Dengan sekuat tenaga Arnold berusaha bangkit. Tapi sayangnya orang-orang bawahan Arnold menekannya dengan kuat.

Salzano amarahnya benar-benar naik menyaksikan adiknya diperlakukan seperti itu. Dia langsung mengambil balok kayu dan memukuli semua orang di depannya.

"Kau!"

BUAGH

UWAGHHH

ARGHHHH

BUGH

BAGHH!!

"Kalian anjing sialan menyingkirlah!!!!" teriak Salzano

Axel yang mendengar suara pertarungan di belakangnya, berbalik dan melihat ada Salzano di sana.

Setelah berhasil mengalahkan 10 orang itu Salzanko langsung menyerang ke arah Axel. Axel kemudian langsung mengeluarkan senjata yang dari tadi disimpannya di saku kemejanya dan menembak kearah Salzano.

Doorrr

Salzano tertembak di lengannya. Salzano meringis kesakitan sambil memegang bahu kirinya. Tapi dia tidak roboh dan langsung menyerang ke arah Axel. Tapi sayangnya dia kalah cepat, Axel segera menghindar. Dan menembak kaki Salzano.

"Aarghhhh!!!"

Salzano teriak kesakitan, sementara Arnold yang mendengar hal itu membuatnya semakin marah. Akhirnya dia berusaha bangkit sekuat tenaga dan berhasil berdiri dan menyingkirkan sisa bawahan Axel.

Bawahan Salzano yang ada di pintu belakang mendengar teriakan Salzano dan segera memasuki gedung itu.

bawaan saldo langsung membantu Arnold menghabisi sisa-sisa para bajingan itu.

"Selamat menikmati hadiahnya, Arnold"

Teriak Axel sambil berlari kabur meninggalkan gedung itu dan dikawal oleh beberapa pasukan kepercayaan Axel.

"Kejar bajingan itu dan bawa kemari hidup-hidup! Beberapa orang bantu aku membopong Salzano" perintah Arnold pada bawahan Salzano yang masih bugar itu.

"BAIK"

Beberapa bawahan Salzano membantu membopong Salzano yang kesakitan itu. Dan sisanya mengejar Axel yang kabur itu.

"Uhuk uhuk"

Arnold menoleh karena mendengar suara batuk tersebut dan melihat anaknya yaitu Jeanne sedang terbatuk-batuk. Kemudian dengan cepat Arnold mendatangi Jeanne karena khawatir dan melihat kalau Jeanne muntah darah.

"Saa... kittt"

Arnold membelalakkan matanya dan segera menggendong Jeanne keluar dari gedung tersebut. Arnold yang kebingungan segera memecahkan jendela mobilnya sendiri untuk membangunkan beberapa bawahan yang sedang tertidur di mobilnya.

"Sialan! Cepat buka mobilnya!!!"

Mendengar hal itu bawahan Arnold terbangun dan segera membuka pintu mobil Arnold. Sebelum berangkat Arnold menurunkan jendela mobilnya lalu berkata pada bawahan yang ada di luar mobil

"Bawa Salzano dan Jo dengan cepat menyusul ku! Dan juga orang orang yang terluka parah"

"Baik pak"

Arnold menepuk-nepuk kursi depannya untuk mengisyaratkan agar mobil itu segera berjalan. bawahnya yang paham makan isyaratnya langsung mengekas mobilnya dengan kecepatan penuh menuju ke rumah sakit. Sementara Jeanne terus terpatuk-batuk sambil memuntahkan banyak darah.

"Sayang... bertahanlah... Lebih cepat lagi!!!"

Jeanne merasa pusing dan kemudian secara perlahan kesadaran Jeanne mulai menghilang. Arnold semakin panik melihat Jeanne pingsan.

Setibanya di rumah sakit. Arnold segera berteriak dengan kencang

"TOLONGGG!!! KUMOHON TOLONG ANAKKKUUUUUU!!!"

Melihat Arnold yang penuh darah dengan Jeanne digendongannya membuat para staf rumah sakit langsung berlarian ke arah Arnold.

"TOLONG ANAKKU DIA BATUK DAN MUNTAH DARAH!!"

Para staf tersebut mengambil alih Jeanne yang dalam gendongannya dan segera membawanya ke UGD. beberapa staf bertanya pada Arnold

"Pak apa anda terluka?" sambil melihat Arnold.

"Tidak, saya tidak apa apa. Tolong anak saya saja"

Tak berselang lama datanglah Salzano yang dibopong oleh dua bawahannya.

Dan juga Jo yang menggendong Cecilia.

Para staf terkejut melihat mereka dan langsung membantu Salzano untuk duduk di kursi roda dan mengambil alih Cecilia dari tangan Jo.

"Mereka berdua tertembak" ucap salah satu bawahan tersebut

Mendengar hal tersebut, para staf itu langsung melihat muka kedua orang itu yang mulai memucat karena kekurangan darah.

Dan segera mengobati membawa mereka berdua masuk ruang operasi.

Arnold berjalan mendekati 2 bawahannya tersebut.

"Bagaimana? kalian berhasil menangkap bajingan itu?"

Kedua bawahan yang menunduk dari tadi itu langsung menjawab

"Maaf pak, kami hanya berhasil menembak kakinya. Dia kabur memakai helikopter dari gedung sebelah"

Arnold mengepalkan tinjunya dan meninju tembok untuk melepaskan kekesalannya.

"Jika terjadi sesuatu pada anak-anakku, aku akan memburunya kemanapun dia pergi"

Jo merasa bersalah karena dia tidak bisa melakukan apapun hanya duduk diam.

"Jo.."

Mendengar suara Arnold, Jo pun mendongak.

"Apa kau baik-baik saja?"

"Ya ayah... Maaf"

"Tidak apa-apa nak.. Ini bukan salahmu."

"...."

"Telfon ibumu dan suruh dia kemari."

"Baik ayah"

Segera setelah itu, Jo menelepon Felly untuk segera datang ke rumah sakit tersebut

25 menit kemudian, Felly, Dylan ( Ayah Felly) dan Vallency (Ibu Felly) telah sampai dan berlari kearah Jo dan Arnold. Felly memastikan Jo tidak apa apa dan memeluknya.

"Kedua anak kita sedang ada di UGD"

Mendengar hal itu, Felly hampir ambruk tak percaya dengan apa yang dikatakan Arnold. Tapi Vallency mencoba menenangkan Felly dan menyuruh Felly untuk duduk bersama Jo dikursi ruang tunggu.

Arnold mendongak ke arah atas dan melihat tulisan "operasi" masih berwarna merah.

"Kita hanya bisa berdoa, semoga mereka kuat dan baik-baik saja" ucap Arnold

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!