Pict* hanya pemanis hehe
...>>>Happy Reading<<<...
...21+...
....
Bab 1
"Astapilullah, Dadi! Bangun Dadi! Udah pagi tawu! Dadi halus pelgih ke kampus cepat! Nantih tellembat masuk ke kampus!" pekik seorang gadis mungil naik ke tubuh ayahnya. Mengguncang Aidan yang belum beranjak dari tempat tidur.
"Umhh, Ayyila? Ada apa, baby?" Aidan duduk dan mengucek sudut matanya yang berkabut.
"Dadi! Ayoh na ikut ama Ayyila, kita pelgih mandi ama Momi di kamal na balleng Ayyiko!" jawab Aila seperti biasa mulut mungilnya berceloteh setiap pagi. Ada saja alasan baby girl cilik itu membangunkannya.
Aidan menghirup sedikit udara segar, dan tercium dari tubuh Aila ada wangi sampo strawberry kesukaan balita kecil itu.
"Ayila udah mandi ya?" tanya Aidan melihat putri kecilnya itu cuma pakai jubah mandi dan rambut pendeknya yang sudah basah kusut.
"Yudah pake sampoh tadi, tapi Ayyila ndak belum pakai sabung!"
"Loh, kenapa gak pakai sabun?" tanya Aidan berdiri dan mengambil handuknya.
"Sabung na habis jadi Momi suluh Ayyila ambil ama Dadi," jawab Aila agak belepotan.
"Haha, begitu ya," tawa Aidan lalu menggendong Aila.
"Kalau begitu, sini biarkan Dadi yang mandikan Ayila." Aidan mengambil cadangan sabun mandinya di dalam lemari kemudian menuju ke kamar dua malaikat twinsnya itu. Ia pun tidak sengaja berpapasan dengan Evan, adik iparnya yang baru-baru ini menikah dengan saudara kembarnya, Keyra.
Dan lagi, adik ipar berparas bule dan blonde itu juga pernah menyukai istrinya sejak SMA(*) dan mungkin sampai sekarang Evan masih memendam rasa itu di dalam hatinya.
"Ancel Epang! Ancel! Mawu na pelgih mana?" tanya Aila menghentikannya. Tetapi Evan cuma tersenyum paksa lalu berjalan kembali ke arah kamarnya.
"Ihh, Dadi! Ancel Epang peyit! Senyum ajah jeyek!"
"Udah, tidak apa-apa, tidak usah mikirin dia. Sekarang kita lihat Momi dan Aiko apa yang mereka lakukan di kamar."
"Emhh, okey Dadi!" Angguk balita polos nan bawel itu. Saat mau membuka pintu, tiba-tiba pintu kayu di depannya terbuka sendiri, tapi itu karena ditarik oleh Qila yang mau keluar bersama Aiko, bocah laki-laki cilik berparas tampan rupawan seperti ayahnya dan juga saudara kembar Aila. Punya sifat pemalu, polos, penyayang, pendiam dan juga penakut, beda dari Aila yang berisik, kadang usil, suka heboh, tapi pemberani. Bahkan suka memata-matai Evan yang sering bertingkah aneh, misalnya Evan diam-diam memperhatikan Ibunya jika Aidan tidak ada di rumah. Gerak-gerik Evan seperti ingin melakukan sesuatu yang mencurigakan pada Ibunda cantiknya.
"Ehh, Momi yudah mandi yah?" tanya Aila.
"Hmm, iya, sekarang Momi mau ke kamar dulu ambil handbody buat kalian," ucap Qila melihat pada Aila saja.
"Yahhh, kenapa cepat sekalih? Ayyila ama Dadi kan balu na mawu mandi, Momi," keluh Aila cemberut.
"Ayila mandinya sama Dadi aja ya, sekarang Momi udah gak bisa ikut mandi sama kalian," tolak Qila memang sengaja, ia pun kemudian menggandeng tangan kecil Aiko keluar dari kamar.
Aila menunduk sedih, begitupula Aidan yang juga sedih tidak disapa oleh istrinya. Memang ia dulu bersalah telah melukai hatinya, tapi semua itu sudah berlalu tiga tahun yang lalu. Sudah seharusnya Qila membuka hati untuknya, tapi istrinya seakan enggan mencintainya. Tentu saja, ada seseorang yang masih belum Qila lupakan dan itu tidak diketahui oleh Aidan.
"Hmm, Ayila kenapa nekuk muka gitu?" tanya pria bersempakk biru itu sambil memandikan Aila.
"Dadi, Momi kenapa telus gituh yah?" tanya Aila sedih.
"Hmm, kenapa apanya?" tanya Aidan membersihkan busa-busa dari tubuh mungil putrinya.
"Ntuh yoh, Momi ndak pelnah senyum ama Dadi," ucap Aila membuat Aidan diam. Sedikit terkejut saja melihat putrinya sudah memahami sifat dingin dari Ibunya itu.
"Tidak ah, Momi kalian pernah kok senyum ke Dadi. Aila ingat tidak, waktu nikahan aunty Keyra sama uncle Evan kemarin? Momi kamu itu senyum manis banget ke Dadi loh," kata Aidan mencubit pipi Aila.
"Tapi Momi senyum ndak tuyus. Momi senyum na jeyek." Celetuk Aila menghentakkan kaki kecilnya.
"Ihh, huss... jangan bicara gitu, nanti Momi kamu ngambek tawu," ucap Aidan menyelimuti Aila dengan handuk.
"Yawudah, Dadi halus na buwat Momi senyum cantek-cantek!" Sentak Aila berkacak pinggang.
"Iya-iya, Dadi usahakan, sekarang berhenti cerewet, ayo kita ke kamar Dadi dan Momi." Aidan yang juga sudah pakai jubah mandi, ia pun menggendong putri tukang bawelnya itu yang kadang polos dan kadang tiba-tiba perhatian.
"Hayyok, Dadi, lettego! Lettego!" Seru Ayyila hampir menonjok hidung ayahnya itu. Untung Aidan bisa menghindari tinju kecilnya. Ia pun cuma bisa menahan tawa mendengar kata demi kata nyanyian (Let It Go) yang keluar dari mulut cibinya.
.
🤗AYILA UDAH GEDE YA, UDAH TAWU BAHASA ENGLISH JUGA WKWK, DIAJARIN SAMA Atok Rayden itu haha...
(*)Buat yang penasaran percintaan masa-masa SMA mereka, silahkan baca cerita Little Twin's Daddy. Terima kasih...
Semoga kalian paham ucapan bocil tiga tahun ini😅🤗
Like dan komen dipersilahkan hehe...
...💗 Happy Reading 💗...
Di atas meja makan yang panjang itu sudah tersedia sarapan pagi di setiap anggota keluarga di rumah besar itu. “Pagi, Pa, Ma!” sapa Keyra, pengantin baru yang menikah dengan Evan lima hari lalu.
“Pagi, Ma, Pa,” sapa Evan juga dan duduk di sebelah istrinya.
“Hm, pagi.” Deham Rayden balas menyapa pasutri baru itu, ia adalah Bos Mafia Rayzard dan juga Tuan besar di rumah mewah itu. Berwatak arogan, dingin, dan juga galak.
“Oh ya, Key, Aidan sama Qila mana?” tanya Arum, istri tercinta Rayden dan Nyonya besar di rumah itu. Sekaligus Ibu kandung si kembar Aidan dan Keyra.
“Hmm, mungkin lagi urus cucu Mama sih,” jawab Keyra mulai menyantap duluan sarapan nasi gorengnya.
“Kalau begitu, biar aku yang memanggil—” ucap Evan mau berdiri tetapi Rayden melarangnya.
“Tidak usah.” Lalu Rayden memanggil Bik Ida, asisten tetap di keluarga itu.
“Bik, tolong panggil mereka turun,”
“Baik, Tuan.” Bik Ida mengangguk lalu pergi melaksanakan perintah. Evan pun kembali sarapan dan dalam hati sedikit kesal, merasa bagaikan menantu yang kurang bebas di rumah istrinya itu.
‘Andai saja Qila tidak ada di sini, sudah aku pastikan akan meninggalkan rumah ini,’ batin Evan menggerutu.
“Hm, kamu kenapa meringis begitu, Evan?” tanya Keyra.
“Oh itu, ini cuma lagi mikir tugas kampus,” jawab Evan bohong.
“Ohhhh.... kirain kamu mikirin itu,” ucap Keyra lesu karena belum mendapat suprise malam pertama.
“Hmm, itu? Apa?” tanya Evan sambil menyantap sarapannya.
“Evan, Mama mau tanya sesuatu, kalian berdua sudah ada niat mau honeymoon gak?” tanya Arum mengartikan maksud pertanyaan putrinya itu.
Evan terdiam. Sedangkan Rayden menunggu jawaban menantunya itu. “Haha, soal itu, kami berdua bakal ada rencana kok, Ma. Tapi untuk sekarang kayaknya kami belum bisa melakukannya,” ucap Evan sedikit tertawa malu-malu.
“Kenapa?” tanya Rayden seperti biasa tatapannya selalu sinis menakutkan. Evan mencoba tenang dan berusaha tersenyum.
“Itu, kami berdua kan baru-baru ini menikah, dan juga sepertinya Keyra akhir-akhir ini sibuk, jadi kalau kesibukan kami sudah tidak ada, rencana untuk honeymoon pasti akan kami lakukan, Pa,” jelas Evan berharap alasannya itu dapat diterima oleh mertuanya itu.
“Hm, benar juga yang kamu katakan. Mungkin lebih baik, rencana itu kalian lakukan dua Minggu atau bulan depan saja.”
Evan menghela nafas lega dalam hati melihat Rayden setuju atas pendapatnya itu. Tetapi tidak untuk Keyra yang sedikit kecewa. Bukan karena dia kebelet ingin melakukan hubungan suami istri itu, hanya saja dia mau membuktikan apakah Evan bersedia menyentuhnya atau tidak. Apalagi dalam hatinya, Keyra tiba-tiba ragu soal pernikahannya ini. Entah kenapa, hubungan ini terasa hambar tanpa bumbu-bumbu cinta.
Dan itupun yang dirasakan Aidan. Selama tiga tahun ini, bumbu-bumbu cinta tidak pernah dirasakan lebih dalam. Kecuali dari anak-anaknya yang masih tahu cara bagaimana menyayanginya. Seperti sekarang, Aiko yang sudah berpakai sepasang dengan Aila, ia tiba-tiba merengek padanya.
“Dadi, Ayyiko boleh ikut na Dadi?” tanya bocil laki-laki itu mendongak ke ayahnya. Meminta ikut ke kampus ayahnya itu untuk melihat apa saja yang dilakukan orang tuanya itu. Keingintahuannya yang amat tinggi sekali.
“Nononono...! Ayyiko, ndak boleh! Ntuh punya olang besal! Omah pelnah bilang, kalau Ayyiko na Ayyila boleh na pelgih ke Tayeka ajah (TK).” Timpal Aila dengan menggerakkan jari telunjuknya.
“Tapi na Ayyiko udah besal!” sentak Aiko naik ke tempat tidur terus lompat ke punggung Aidan sehingga tingginya sejajar dengan ayahnya itu yang sudah siap dengan seragam kuliahnya.
“Ihh, Ayyiko na culang! Ndak boleh gituh!” Celetuk Aila tetapi Aiko tetap memeluk leher Aidan. Karena tidak mau ketinggalan, bocil imut itu merengek ke Qila yang selesai merias wajahnya dengan dandanan yang polos saja. Tak lupa memakai kacamata hitam sebagai ciri khasnya.
“Momi, Ayyila na mawu gendong!” Mengulurkan kedua tangannya ke Qila. Qila pun menuruti permintaannya daripada nanti bertengkar dengan Aiko.
“Momi, Ayyila boleh na ikut, ndak?” tanya Aila tersenyum. Tetapi Qila cuma menjawab datar tanpa balas tersenyum. “Maaf ya sayang, kalian berdua gak boleh ikut, di sana banyak orang besar dan bahaya untuk kalian, di sana bukan tempat permainan anak-anak kecil seperti kalian,” ucap Qila sedikit membujuk mereka agar memahami keadaannya.
“Kalau begitu, Ayyiko na mawu ciyum, boleh, ndak?” tanya Aiko di pundak Aidan yang tersenyum padanya, tetapi Qila tetap tidak memberi ekspresi apapun. Wajahnya datar seperti tembok tebal di belakangnya.
“Momi, Ayyila mawu na juga diciyum.” Pinta Aila tidak mau kalah juga dari Aiko. Dilihat-lihat, sifatnya kadang mirip Keyra dulu yang tidak mau tertinggal apapun dari Aidan.
“Boleh, dong.” Qila mengecup kening Aila dan kini dengan sedikit canggung, ia mengecup kepala Aiko.
“Yeah, makacih, Momiiiiiii!” Cium Aila balas di pipi Ibunya. Qila mengangguk, senang dalam hati. Tetapi tiba-tiba ia kaget mendapat permintaan dari Aiko.
“Momiiii!!!” panggil Aiko.
“Kenapa, hmm?” tanya Qila cuma melihat pada Aiko dan membuang muka dari Aidan. Sungguh perih rasanya melihat Qila seperti itu padanya.
“Sebeyum na pelgih kampus, Momii... ciyum na Dadi duluh!” pinta Aiko menunjuk pipi Aidan. Akhirnya di kesempatan ini, Aidan bisa ditatap oleh istrinya yang tampak kaget menerima permintaan itu. Dalam hatinya, Aidan merasa senang dan tersipu malu-malu.
“Hayook, Momi! Hayook ciyum! Ciyum na Dadi! Hayuk!” Aila yang paham maksud saudaranya, ia melompat-lompat dan menggoyangkan tangan Ibunya itu.
“Gak usah, Dedi kalian udah gede, gak perlu pakai cium segala,” tolak Qila enggan. Membuat Aiko dan Aila lesu. Sedangkan Aidan, kembali sedih.
“Hm, Qila....” Aidan maju ingin bicara sesuatu, tetapi tiba-tiba Bik Ida datang memanggil mereka. Qila pun secepatnya mengangguk paham.
“Ayiko, Ayila, sini kita turun sarapan sama Omah dan Atok kalian,” ajak Qila menggandeng tangan Aiko yang turun dari pundak Aidan, pergi ke dapur bersama dua bocilnya.
“Tuan muda, anda baik-baik saja?” tanya Bik Ida melihat Aidan murung. Aidan tersenyum saja lalu menyusul istri dan anak-anaknya. Melihat raut wajah anak majikannya, Bik Ida kadang kasihan melihat Aidan tersiksa dengan sikap dingin istrinya itu.
...
Bersambung
“Dadah ... Momi, Dadi! Atih-atih di jalan na!" Tangan mungil Aila melambai ke arah Qila dan Aidan yang berjalan di belakang Evan dan Keyra. Aidan membalas lambaian dua anak kembarnya itu yang digendong oleh Arum dan Rayden di dekat pintu rumah.
Setelah mereka masuk ke mobil, Arum dan Rayden juga membawa dua cucunya masuk ke dalam rumah. Seperti biasanya, yang mengemudi mobil adalah Evan. Duduk di depan bersama Aidan, sedangkan Qila duduk di kursi tengah bersama Keyra.
Hening..
Tidak ada obrolan diantara mereka di tengah perjalanan, sampai mobil itu tiba juga di tempat kuliah mereka. Qila dan Keyra keluar duluan, disusul Evan dan Aidan.
“Hei, Qila!” sapa Raiqa, kakak pertama Qila. Yang dulunya sedikit berandalan, sekarang sudah terlihat rapih layaknya Tuan muda di keluarganya. Kecanduannya terhadap game pun juga sudah berkurang dan sekarang Raiqa sibuk mencari pasangan hidup. Tetapi sejujurnya, yang dia harapkan ada di depannya sekarang.
“Hmm, Kak Raiqa? Kok sendiri? Hana, mana?” tanya Qila tidak melihat saudara kembarnya itu. Sejak dia bersama Rayden, Hana selalu menghindar dari mereka.
“Oh itu, dia masuk kelas duluan,” jawab Raiqa jalan di sebelah adiknya itu sambil melirik Aidan yang murung. Raiqa tahu, sahabatnya itu pasti belum pernah diberi sarapan malam telur ceplok oleh istrinya dan sekarang ia penasaran apakah Evan sudah membuka segel istrinya atau belum.
“Oh ya, kalian udah tahu, gak?”
“Hmm, tau apa?” tanya Evan dan Keyra kompak melihat Raiqa.
“Itu loh, katanya ada Dosen baru di kampus kita. Tapi gue sih belum tahu gimana orangnya. Moga-moga aja sih orangnya wanita cantik dan seksi, hehe,” jawab Raiqa dengan muka-muka mesumnya dan seketika saja ...
'PAkh'
Qila, Aidan, dan Evan berhenti jalan saat melihat Keyra maju menggetok kepala Raiqa menggunakan buku tebal di tangannya.
“Keyra! Lu kenapa, sih? Dari dulu selalu aja mukul kepala gue, masalah lu ke gue apaan sih?” ringis Raiqa, tapi dalam hati senang membuat istri sahabatnya itu kesal.
“Lu itu ya, udah masuk kuliah masih aja bikin muka jelek kayak gitu. Ngeselin banget tau! Bikin gue eneg!” kata Keyra mencibir.
“Ayok, Van, kita masuk duluan.” Lalu menggandeng tangan suaminya meninggalkan Raiqa.
“Dih, muka ganteng gini dibilang jelek! Emang dasar tukang sewot!” celetuk Raiqa cemberut.
“Dulu dia juga gak suka sama Evan, tapi sekarang, dia mau aja nerima lamaran Evan,” sambungnya sedikit cemburu.
“Kak, aku ke kelas duluan ya,” ucap Qila hanya pada Raiqa saja kemudian pergi tanpa mengucapkan satu kata pada suaminya, Aidan yang ditinggal begitu saja.
“Hufttt... selalu aja begini,” keluh Aidan di sebelah Raiqa.
“Hmm, lu belum baikan ya, Aidan?” tanya Raiqa berjalan di sampingnya, menuju ke kelas yang sama.
“Udah sih, udah lama, cuman yah gitu, gue belum dapat hatinya. Gue heran banget, kenapa sulit sekali dia jatuh cinta lagi sama gue,” jawab Aidan.
Raiqa berhenti, menepuk bahu dan mengucapkan sesuatu pada iparnya itu. “Kalau mau jujur, gue juga sebenarnya masih kecewa sama lu, tapi karena gue laki-laki, gue masih bisa paham perasaan lu itu, Aidan. Tapi ya, kalau dipikir-pikir sih harusnya Qila gak perlu dingin kayak gitu lagi,” ucap Raiqa.
“Nah itu, gue heran, apa sih alasan dia bersikap dingin?” gumam Aidan.
“Jangan-jangan dia itu udah gak cinta sama lu, terus cintanya sama ke orang lain?” tebak Raiqa.
“Dihh, lu harus tahu, Rai, kalau dia gak cinta sama gue, kenapa setiap hari dia selalu nyiapkan kebutuhan gue?”
“Yah ... itu karena kewajiban dia sebagai istri, kan?” ucap Raiqa menjawab.
“Wuihh, lu udah mulai cerdas ya,” puji Aidan.
“Lah, emangnya dulu gue bego?”
“Yah gak bego amat sih, cuman tol*l dikit,” kata Aidan meledek.
“Shiiittttt! Lu sama Keyra emang gak ada bedanya, sialan,” umpat Raiqa mau menonjok tetapi Aidan menghindar cepat.
“Haha, canda woi, lu jangan emosian dah.” Tawa Aidan hanya bisa terhibur dengan cara ini. “Ck, gak ada yang lucu dari itu.” Cibir Raiqa jalan cepat, begitu pun Aidan menyusulnya dan tidak menyadari di dekat pagar, ada seseorang sedang diam-diam memperhatikan mereka dari tadi.
“Tidak salah lagi, Dosen yang dulu aku curigai di sini adalah diriku sendiri.” Dengan memakai masker, orang itu menutupi wajah aslinya yang sekilas mirip Aidan kemudian pergi dari tempatnya.
.
Dan mulai muncul nih Bram🤫
Bersambung
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!