NovelToon NovelToon

Suamiku Bukan Milik Ku

Bab I

"Gimana? Udah ada kabar baik?" Tanya ibu mertua.

"Belum Bu." Jawab Nadira.

"Gimana sih? Udah 3 tahun nikah, masa sampe sekarang belum juga ada tanda-tanda hamil?" Marah Ibu Mertua.

"Iya, mau gimana lagi Bu? Aku juga udah coba Promil dan Alternatif, tapi masih belum juga d kasih." Ucap Nadira kesal.

"Jangan-jangan kamu mandul?" Tuduh ibu mertua.

"Astaghfirullah, ibu. Jangan bicara begitu Bu, aku selalu periksa kesehatan untuk program kehamilan dan aku sehat2 aja." Ucap Nadira, dengan mata yang berkaca-kaca, mendengar ucapan ibu mertua nya.

"Terus maksud kamu Tio anak ibu yang mandul? Enak aja kamu ngomong, di keluarga kami tidak ada sejarahnya mandul. Yang ada kami itu subur-subur semua." Marah ibu mertua.

"Bukan begitu Bu. Mas Tio setiap aku ajak k dokter untuk program kehamilan pasti banyak sekali alasannya dan aku selalu periksa sendiri, dokter juga bilang aku sehat-sehat aja." Jelas Nadira.

"Itu sama aja kamu menyalahkan Tio, dasar menantu tidak berguna." Hardik ibu mertua ku sambil pergi keluar dari rumah ku.

Dan aku pun langsung terduduk lesu, ntah apa yang harus aku lakukan lagi. Pengorbanan yang selama ini aku lakukan tidak pernah dihargai siapa pun lagi, termasuk suami ku.

Selama ini aku rutin ke dokter kandungan, dan beberapa alternatif. Agar aku bisa segera mengandung, namun hingga kini Allah belum memberikan kepercayaan itu kepada kami.

Aku sudah melakukan program kehamilan, di pijat oleh alternatif, minum obat ini dan itu, bahkan minuman herbal pun sudah aku lakukan. Tetapi belum membuahkan hasil.

Kecewa, sedih dan putus asa yang aku rasakan. Apalagi Mas Tio tidak pernah mau 1 kali pun ikut dengan ku untuk menjalani rangkaian pengobatan demi aku bisa hamil.

Ibu mertua selalu memonopoli suami ku, bahkan beliau memutuskan untuk tinggal dengan kami.

Semua terasa berbeda, saat ibu mertua mulai tinggal dengan kami. Segala sesuatu harus sesuai dengan keinginannya dan harus meminta izin untuk melakukan apa pun.

Ibu mertua selalu mencari-cari kesalahan ku dan melaporkan ke Mas Tio. Padahal bukan aku yang salah, namun aku selalu di salahkan.

Ntah akan sampai kapan ibu berperilaku seperti itu..

"Semoga aku bisa selalu sabar dalam menghadapi sikap ibu." Do'a ku.

Seperti biasanya sebelum waktu subuh aku bangun, untuk beres-beres rumah, mencuci dan lainnya.

Setelah itu aku langsung menjalankan kewajiban ku shalat subuh. Baru selesai aku merapikan sajadah, mertua ku berulah kembali.

Buru-buru aku menghampiri mertuaku.

"Nadira. . . Nadira. . ." Teriak Ibu Mertua dari dapur.

"Pagi-pagi bukannya beres-beres rumah, malah asik aja dikamar, ngga tau apa ibu itu cape beres-beres rumah, bikin sarapan. Kamu itu enak-enak aja keluar kamar jam segini" Ucap Ibu Mertua sambil marah-marah.

"Aku udah bangun Bu, bahkan sebelum subuh. Pekerjaan rumah semua udah aku kerjain, ini masakan juga kan aku yang masak. Cuman belum aku siapin di meja, karna masih subuh" Ucap Nadira sambil menjelaskan ke Ibu Mertua.

"Kebiasaan banget sih. Dikasih tau malah ngejawab terus" Ucap Ibu Mertua dengan ketus

"Ada apa sih ini? Setiap hari ribut terus, kapan rumah ini tentram hah?" Marah Mas Tio.

"Ini loh, istri mu. Ibu cuman ngajarin yang baik-baik aja. Dia malah ngelawan terus, ibu jadi kesel" Adu Ibu Mertua.

"Ngga gitu loh mas" Sela Nadira

"CUKUP, bisa ga 1 hari aja kalian ga ribut? Bikin pusing aja!" Marah Mas Tio.

Kami pun diam.

"Ayo duduk! Kita makan." Ucap Mas Tio.

Setelah sarapan aku dan Mas Tio pun masuk kembali ke dalam kamar, karna Mas Tio harus bersiap untuk berangkat bekerja.

Aku pun memberanikan diri untuk bicara pada Mas Tio.

"Mas, maafin aku iya" Ucap Nadira sesal.

Ku lihat Mas Tio menarik napas panjang.

"Mas juga minta maaf iya. Udah marah-marah tadi" Ucap Mas Tio, sambil mengelus rambutku.

"Ngga apa-apa mas, tadi aku cuman ngejelasin aja k ibu. Kalau aku kan emang dari dulu juga selalu bangun sebelum subuh untuk beres-beres rumah sama bikin sarapan. Terus aku shalat subuh dulu, tapi ibu malah marah-marah gitu" Adu Nadira kepada suaminya.

"Iya udah yang sabar aja iya dek. Kalau ibu ngomong apa-apa, kamu jawab iya aja ya dek. Ibu udah tua, kita harus lebih sabar Bu iya" Nasehat Mas Tio.

"Iya mas, aku akan berusaha lebih sabar. Aku minta maaf iya mas" Ucap Nadira sambil tersenyum.

"Iya udah ngga perlu diperpanjang lagi iya dek. Yuk antar mas ke depan, mas mau berangkat. Udah siang nih" Ucap Mas Tio.

Kami pun keluar dari kamar, dan kulihat ibu sedang asik nonton tv di ruang keluarga. Kami pun menghampirinya.

"Bu, aku berangkat ke kantor dulu" Ucap Mas Tio, sambil mengulurkan tangan untuk mencium tangan ibunya.

"Iya, kamu hati-hati iya" Ucap Ibu Mertua.

"Iya Bu" Ucap Mas Tio.

Aku dan Mas Tio pun berjalan menuju depan rumah.

"Ini mas tasnya" Ucap Nadira.

"Iya dek, inget kamu harus lebih sabar dan mengalah iya dek" Ucap Mas Tio.

"Iya mas, aku akan coba lebih sabar lagi. Hati-hati iya di jalan! Semangat kerjanya, semoga Allah selalu menjaga dan melindungi mas" Do'a Nadira, yang selalu aku ucapkan saat suamiku berangkat bekerja.

"Aamiin, makasih iya dek selalu mendoakan mas. Mas berangkat iya" Ucap Mas Tio.

"Iya mas" Ucap Nadira dengan senyum dan mencium tangan suaminya.

Ku Lambaikan tangan mengantar kepergian suami ku, kemudian aku kembali ke dalam rumah.

"Ngadu apa aja kamu sama anak ku? Pasti kamu ngadu yang nggak-nggak! Iya kan, jawab!" Ucap Ibu Mertua dengan tangan di pinggang sambil marah-marah, padahal aku masih di depan pintu rumah ku.

Sebelum aku menjawab, ku tarik napas ku dulu. Agar aku tidak emosi.

"Kenapa diem aja? Ngga punya mulut? Atau berubah jadi bisu?" Hardik Ibu Mertua dengan kedua tangannya di pinggang.

"Astaghfirullah Bu, ko ngomong nya gitu? Aku ngga kaya gitu iya Bu." Ucap Nadira dengan mata yang sudah berkaca-kaca.

"Alah sok polos, padahal tukang ngadu. Dasar menantu ga berguna!" Ucap Ibu Mertua sambil melengos pergi ke kamarnya.

"Ya Allah sabarkanlah aku dalam menghadapi Ibu Mertua ku. Lembut kan lah hati Ibu Mertuaku." Do'a ku.

Itulah yang terjadi hampir setiap hari. Masalah kecil selalu di besar-besarkan oleh mertuaku.

'Ntah apa salahku selalu di fitnah mertuaku sendiri.' Ucap Nadira dalam hati.

Bab II

Tahun demi tahun aku lalui seperti ini, ibu mertua yang selalu menyuruh ini dan itu, kemudian memfitnah ku di depan suami ku. Sering kali aku mengadu pada suami ku, awalnya dia selalu percaya padaku. Namun kini dia tidak pernah percaya lagi pada ku dan selalu berpikir bahwa aku berbohong dan memfitnah ibu mertua ku.

"Nadira, . . ." Teriak Ibu Mertua.

Aku pun menghampirinya.

"Ada apa Bu?" Ucap Nadira.

"Kamu itu, kalau ibu panggil lama banget. Lagi ngapain sih kamu? Pasti lagi males-malesan dikamar." Tuduh Ibu Mertua.

"Astaghfirullah ibu, aku tadi lagi shalat Dzuhur dulu. Jadi nya lama nyamperin ibunya." Ucap Nabila membela diri.

"Alah kamu itu banyak banget alasannya! Udah sini mana uang bulanan yang tadi pagi Tio kasih!" Ucap Ibu Mertua dengan ketus.

"Ada Bu, di kamar uangnya. Emang ada apa iya Bu?" Tanya Nadira pelan.

"Udah jangan banyak tanya. Bawa sini uangnya, ibu mau pake." Ucap Ibu Mertua.

"Waktu itu Nadira kan kasih ibu 1 juta Bu? Masih kurang iya? Iu butuh berapa? Biar Nadira ambilin" Ucap Nadira lembut.

"Bawa aja semua, cepet lama banget kamu itu." Ketus Ibu Mertua.

"Loh, ko semua Bu? Nanti buat kita makan sehari-hari dan bayar tagihan gimana Bu?" Ucap Nadira bingung.

"Iya tinggal minta lagi aja, Tio juga pasti kasih. Udah mana uang nya? Lama banget!" Ucap Ibu Mertua dengan sebal.

"Sebentar iya bu, aku telpon Mas Tio dulu." Ucap Nadira dengan senyum terpaksa.

"Mau ngapain kamu telpon Tio segala? Mau ngadu kamu, hah? Dasar menantu ga berguna! Ngasih cucu ga bisa! Dimintain uang aja pelit banget! Dasar menantu ga tau diri." Marah Ibu Mertua sambil menunjuk muka ku.

"Astaghfirullah ibu, bukannya gitu Bu. Mas Tio udah percayain uang itu buat 1 bulan. Kalau sekarang aku kasih k ibu semua, kita nanti mau makan apa? Bayar tagihan listrik, air gimana?" Ucap Nadira sambil menjelaskan perlahan.

"Alah, dasar aja kamu. Menantu pelit!" Marah Ibu Mertua, sambil pergi ke kamarnya.

Aku pun langsung masuk ke dalam kamarku, sambil beristighfar di dalam hati.

"Ya Allah, kenapa ibu mertua ku semakin ke sini, semakin seenaknya sendiri" Gumam Nadira sambil menghela napas.

'Semangat, Nadira pasti kuat!' Seru Nabila menyemangati diri nya sendiri.

Sore pun datang, ku dengar suara motor berhenti didepan rumah.

"Pasti itu Mas Tio."Ucap Nadira senang dan bergegas keluar kamar.

Tiba-tiba.

Brakk..

"Kamu itu ngapain aja seharian di rumah? Emang ngga punya waktu cuman buat bantu ibu beres-beres rumah?" Bentak Mas Tio dengan muka memerah marah.

"Astaghfirullah, mas. Apa maksud kamu? Datang-datang langsung marah-marah ga jelas gini?" Ucap Nadira bingung.

"Alah ga usah sok ga tau kamu iya! Kamu anggep ibu Mas itu apa? Seenak nya kamu perlakuan ibu Mas seperti pembantu! Kurang ajar sekali kamu iya!" Marah Mas Tio, sambil

Tangannya menunjuk-nunjuk aku.

Luluh sudah air mata ku, selama ini aku sudah berusaha kuat dengan yang aku alami. Sakit sekali hati ku di bentak suami yang sangat aku cintai.

"Mas sudah dengar semua nya dari ibu! Bahkan ibu sampe nangis, karna perbuatan kamu! Sekarang juga kamu minta maaf ke ibu! Dan mulai sekarang uang bulanan, ibu yang pegang!" Tegas Mas Tio, kemudian pergi ke kamar kami.

Seketika tubuh ku luluh ke lantai, sakit sekali diperlakukan seperti ini. Di salahkan untuk sesuatu yang tidak aku lakukan.

Tidak bisakah mencari tau dulu apa yang sebenarnya terjadi?

Aku dan aku yang selalu di salahkan.

Aku pun menghapus air mataku, dan berjalan menuju kamar ibu mertua.

Sebelum aku mengetuk pintu, aku mendengar obrolan Ibu Mertua dengan seseorang di telpon.

"Tentu berhasil dong, enak aja si mandul pegang duit banyak dari Tio. Mending juga duit nya buat ibu shopping, pasti tuh si mandul lagi nangis kejer di marahin Tio" Tawa bahagia Ibu Mertua.

'Astagfirullah, jadi ibu mengadu yang nggak-nggak ke Mas Tio, karna masalah uang bulanan.' Ucap Nadira dalam hati.

"Tadi ibu telpon Tio sambil nangis-nangis, dan ibu bilang aja kalau istrinya ga ngasih uang buat ibu bayar arisan. Awalnya sih Tio ga percaya, iya udah ibu fitnah aja tuh si mandul." Tawa Ibu Mertua dengan senang, sambil menjawab telpon.

"Ibu bilang aja setiap hari ibu di suruh ini itu, sedangkan dia asik aja main hp. Belum lagi ibu cuman di kasih uang 500.000 buat keperluan dapur, ibu selalu nambahin uang belanja pake uang tabungan ibu." Ucap Ibu Mertua ku di telpon.

"Hahaha. . . Mana rela ibu pake uang ibu cuman buat nambahin uang belanja. Sengaja ibu bilang begitu, biar Tio marahin si mandul. Lah menantu pelit kaya gitu. Biar tau rasa dia, hahaha. ." Tawa Ibu Mertua.

"Hahaha. . . Pinter kan ibu, enak aja dia ngabisin duit Tio. Jelas-jelas ibu yang lebih berhak, ibu yang lahirin dan ngurus Tio dari bayi." Ucap Ibu Mertua dengan bangga.

"Udah dulu telpon nya, nanti takut ada yang denger. Tenang aja, nanti ibu kasih bagian kamu." Ucap Ibu Mertua.

Setelah memastikan ibu menutup telponnya. Aku pun segera menghapus air mata ku, kutarik napas ku, agar lebih tenang.

Kemudian aku ketuk pintu kamar Ibu Mertua.

"Ibu. . . bu. . . Ini Nadira Bu, boleh aku masuk Bu?" Ucap Nadira sopan.

"Masuk." Ucap Ketus Ibu Mertua.

'Bismillah, harus sabar' Ucap Nadira dalam hati, sambil membuka pintu kamar Ibu Mertua ku.

"Mau ngapain kamu? Mau marah karna ibu ngadu ke Tio? " Ucap Ketus Ibu Mertua.

"Nadira ke sini cuman mau minta maaf ke ibu, kalau ada perkataan aku yang menyinggung ibu." Ucap Nadira hati-hati.

"Akhirnya sadar juga, dasar menantu ga berguna. Liat kan Tio lebih percaya ke Ibu dari pada kamu, jadi kamu jangan macam-macam sama ibu. Ngerti ga?" Ancam Ibu Mertua.

"Iya, Nadira tau Bu. Bahwa Mas Tio sangat menyayangi Ibu, tapi apa harus dengan memfitnah aku didepan Mas Tio? Apa ibu ga kasian sama aku yang harus dimarahi karna fitnah ibu?" Ucap Nadira kesal.

"Emang nya kenapa? Mau ngadu kamu? Silahkan aja, ibu jamin Tio ga akan percaya sama kamu! Hahaha. ." Tawa Ibu Mertua mengejek.

"Astaghfirullah Bu, apa salah Nadira ke ibu? Kenapa ibu kaya gitu?" Ucap Nadira dengan mata yang berkaca-kaca.

Namun, tiba-tiba.

"Maafin ibu iya, Nad. Ibu janji ga akan cerita apa-apa sama Tio lagi, ibu tadi bingung mau minta uang ke siapa lagi? Uang simpanan ibu udah abis, ibu pake buat nutupin uang belanja yang kamu kasih. Jadi ibu telpon Tio, kamu jangan marah lagi iya sama ibu." Ucap Ibu Mertua yang tiba-tiba nangis keras.

Aku pun mengernyitkan dahi, bingung apa yang ibu lakukan. Hingga tiba-tiba Mas Tio datang dan marah, oh. . Ternyata itu yang membuat ibu bicara berbeda.

Bab III

"Apa-apaan kamu, dek? Harus nya kamu yang minta maaf, bukan ibu yang minta maaf. Mas kecewa sama kamu!" Bentak Mas Tio, kemudian keluar dari kamar ibu.

Sedangkan aku masih diam berdiri kaku, aku masih syok dengan apa yang terjadi barusan. Kemudian aku sadar dari lamunan ku, saat ibu mertua ku berbicara.

"Liat kan? Siapa yang lebih Tio percaya. Hahaha. ." Ucap senang Ibu Mertua.

"Ingat jangan macam-macam lagi kamu sama ibu! Kamu bisa ibu tendang dari rumah ini kalau kamu macam-macam." Ancam Ibu Mertua pada ku.

Tanpa mengucapkan apa pun, aku keluar dari kamar ibu mertua.

Aku menangis dikamar ku.

'Ya Allah kenapa ibu setega itu padaku? Apa salahku padanya?" Ucap lirih Nadira, dengan air mata yang terus mengalir.

Bisakah aku terus bertahan dengan keadaan yang seperti ini?

Aku seperti berjalan sendiri, tanpa arah dan tak tau akan kemana aku sampai.

Selalu di tuntut untuk sabar, namun tidak pernah mengerti keadaan ku dan tidak pernah bertanya keluh kesah ku.

Lelah menangis, aku pun tertidur. Menjelang subuh aku terbangun seperti biasa, kulihat kasur sebelah ku ternyata kosong. Berarti semalam Mas Tio tidur di kamar tamu.

"Kenapa, Mas kamu lebih percaya ucapan Ibu dari pada mendengar penjelasan aku? Apa selama ini aku memang tidak berarti apa pun untuk mu mas?" Ucap Nadira dengan air mata yang mengalir.

Tak mau memperkeruh suasana, aku pun keluar kamar dan mengerjakan pekerjaan rumah seperti biasanya dan kembali ke kamar untuk shalat.

Setelah shalat subuh aku kembali ke dapur, ternyata ibu sudah ada didapur, untuk menghidangkan masakan yang aku buat.

"Udah sana pergi, jangan ganggu ibu" Ucap Ketus Ibu Mertua, mengusir ku dari dapur.

Namun aku tetap melakukan kegiatan ku.

"Heh, kamu budeg iya? Sana pergi" Usir Ibu Mertua.

Tanpa banyak kata aku meneruskan pekerjaan ku. Dan ku lihat muka ibu sangat kesal.

"Ntah apa yang akan ibu lakukan lagi" Ucap Nadira tak habis pikir dengan kelakuan ibu mertuanya.

Suami ku pun datang ke meja makan, sudah lengkap dengan stelan kerja yang aku siapkan.

Dia pun duduk, tanpa banyak bicara.

"Ayo, Tio ini cobain. Seperti biasa ini ibu semua yang masak, kamu pasti suka. Sini piring nya" Ucap Ibu Mertua dengan bangga, kemudian mengambil piring suami ku dan di isi lauk oleh ibu mertua.

Padahal semua masakan itu aku yang membuatnya, tapi ya sudahlah aku ga mau ambil pusing lagi.

"Makasih bu" Jawab Mas Tio.

"Gimana enak kan Tio?" Tanya Ibu Mertua semangat.

"Iya Bu, enak" Ucap Mas Tio.

"Tentu, ibu yang masak" Ucap Ibu Mertua dengan bangga.

Aku hanya diam, tanpa mengeluarkan sepatah kata pun.

"Mulai hari ini semua keuangan biar ibu yang pegang, kamu serahin sisa uang bulanan ke ibu semua. Biar ibu yang atur semua uang" Tegas Mas Tio.

"Iya Mas" Ucap Nadira pelan, kemudian Nadira pun pergi ke kamar.

"Ini sisa uang bulanan dari Mas Tio, ada 4.850.000 semua rincian uang yang udah aku pake, ada semua di buku ini. Dan ini semua tagihan yang belum terbayarkan bulan ini" Ucap Nadira, sambil menyerahkan buku dan uang kepada Mas Tio.

Mas Tio pun mengambil nya dan melihat isi buku tersebut, sedangkan Ibu Mertua ku.

"Loh ko tinggal segitu, Nad? Kamu boros amat jadi orang! Nih jadi istri itu harus pinter-pinter nyimpen uang, kalau sewaktu-waktu perlu uang kan ga repot. Ini baru tanggal segini uang tinggal segitu, pasti kamu hambur-hamburin kan uangnya?" Tuduh Ibu Mertua ketus

"Ibu bisa lihat di catatan nya, untuk apa aja aku ngeluarin uang." Ucap Nadira santai.

"Alah bisa aja itu rekayasa kamu semua, cuman tulisan gitu doang juga ibu bisa." Ucap Ibu Mertua menyepelekan ku.

"Sini-sini biar ibu yang pegang uang nya" Ucap Ibu Mertua, sambil mengambil sisa uang bulanan yang ada di meja.

Sedangkan suami ku masih membaca rincian yang selama ini aku tulis.

Iya betul, selama ini aku selalu menuliskan semua pengeluaran ku di buku. Untuk berjaga-jaga hal seperti ini terjadi, tak lupa aku selalu mefoto dan melampirkan bukti pengeluaran.

Setiap bulan Mas Tio memberikan aku uang bulanan 8 juta, untuk keperluan rumah, bayar tagihan, bayar cicilan rumah dan untuk Ibu Mertua.

Sebenarnya uang itu tidak pernah cukup hingga akhir bulan, karna Ibu Mertua selalu meminta uang dengan berbagai alasan. Hingga aku selalu menggunakan uang tabungan ku.

Mas Tio pun memandang ke arah ku, kemudian ke arah Ibunya. Sedangkan aku hanya diam.

"Aku berangkat" Ucap Mas Tio dengan muka yang masih terlihat bingung.

"Iya hati-hati, Tio" Ucap Ibu Mertua, saat Mas Tio mencium tangan nya.

Aku pun mengantar Mas Tio ke depan, tanpa mengeluarkan sepatah kata pun.

Saat sampai di depan rumah, aku menyerahkan tas kerja suami.

"Ini mas, hati-hati di jalannya. Semoga Allah melancarkan pekerjaan Mas hari ini dan semoga Allah selalu melindungi Mas." Do'a ku untuk Mas Tio, sambil mencium tangannya.

"Aamiin, makasih Dek. Maafin Mas iya Dek, semoga kamu mengerti kondisi Mas." Ucap Mas Tio sendu.

"Iya, mas." Ucap singkat Nadira, sambil melambaikan tangan.

Kemudian aku pun masuk kedalam rumah, untuk membereskan piring di meja makan. Ibu pun keluar dari kamar nya dengan pakaian rapih, berjalan melewatiku.

Aku hanya menggelengkan kepala, sambil terus beristighfar.

'Kita lihat apa yang akan terjadi selanjutnya, aku diam bukan karna aku lemah. Tapi aku pengen liat drama apa lagi yang akan terjadi' Ucap ku dalam hati.

Tanpa pamit ibu pergi keluar rumah.

Sedangkan aku di rumah, untuk strika baju atau mengerjakan pekerjaan yang lainnya.

Hingga siang hari Ibu Mertua ku belum juga kembali, aku khawatir takut terjadi apa-apa sama Ibu Mertua.

Aku pun menelpon ibu mertua, namun hanya jawaban dari operator yang ku dengar. Akhirnya aku telpon suami ku.

"Assalamualaikum, Mas" Ucap salam Nadira lewat telpon.

"Wa'alaikum salam, ada apa dek? Mas lagi kerja ini!" Ucap Mas Tio kesal.

"Maaf Mas mengganggu. Aku cuman mau bilang, ibu dari tadi pagi pergi dan sampe sekarang belum pulang. Aku udah coba telpon, tapi ga aktif nomor nya. Barangkali mas tau, aku khawatir sama ibu." Ucap Nadira hati-hati.

"APA? Sampe jam segini belum pulang? Emang tadi kamu ga tanya ke mana ibu pergi? Kamu kan yang seharian di rumah, harusnya kamu lebih perhatian ke ibu! Tanya ibu mau ke mana, pulang jam berapa atau apa ke gitu!" Marah Mas Tio.

"Maaf mas, tadi ibu keliatan nya buru-buru. Mau aku tanya ibu keburu pergu." Ucap Nadira sambil menjelaskan.

"Alah bilang aja kamu emang ga pernah peduli sama ibu!" Marah Mas Tio langsung mematikan telpon.

'Ya Allah apalagi ini, kenapa semakin lama ucapan ku tidak lagi di dengar Mas Tio. Bahkan Mas Tio sudah tidak perhatian seperti dulu lagi.' Ucap Lirih Nadira dengan air mata yang mengalir.

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!