NovelToon NovelToon

Pernikahan Singkat

Mendadak Nikah

Seorang gadis berusia delapan belas tahun duduk melamun di meja belajarnya.

Gadis itu harus menahan lapar saat jam istirahat, sudah dua hari ini Puri hanya makan singkong rebus, karena tak memiliki makanan dirumahnya.

Usaha ayah Puri mengalami kebangkrutan dengan hutang-hutang yang bertumpuk-tumpuk.

Terlebih lagi ayahnya yang sakit keras itu, membutuhkan biaya yang tak sedikit. Puri tak lagi memiliki ibu tempat mencurahkan kasih sayang.

'Ya Allah, bagaimana caranya agar aku bisa membayar hutang dan pengobatan ayah,' batin Puri sambil menghela nafas panjang.

"Puri!" suara lantang mengagetkannya.

"Ada apa Lisa?" tanya puri ketika melihat Lisa yang terburu-buru menghampirinya.

"Pur, ada paman loh datang nyariin loh. Katanya penting."

"Paman? tapi kenapa paman datang nyariin aku?"

Puri syok, sebelumnya pamannya tak pernah datang ke sekolah.

Jantung Puri berdebar dengan kencang perasaan khawatir menyelimutinya, apalagi sang ayah yang kini terbaring di rumah sakit.

Dengan langkah sedikit gemetar putri menghampiri pamannya.

"Ada apa Paman?" tanya Puri pada supir pribadi ayahnya yang kini masih setia bekerja untuk mereka.

"Pur, ikut paman pulang Nak."

"Ta-pi kenapa?"

"Ayahmu meminta kamu untuk menemuinya."

"Paman, tidak terjadi sesuatu pada ayah kan?" tanya Puri was-was.

"Tidak Nak, ayo Puri ikut paman."

Setelah meminta izin dengan pihak sekolah, putri dan Hendri sang sopir menghampiri rumah sakit.

Tiba di rumah sakit ternyata ada dua orang yang berusia paruh baya yang sedang menunggu berbincang dengan ayahnya.

Kedua orang itu sepertinya sepasang suami istri.Mereka tersenyum ramah ke arah Puri.

Sebagai anak yang memiliki attitude yang baik, Puri menghampiri kedua orang itu kemudian bersalaman serta mencium punggung tangannya.

"Oh jadi ini yang namanya Puri?" ucap salah seorang wanita berusia paruh baya namun masih terlihat cantik dan seksi.

"Iya, ini Puri, anak saya," ucap Pak Dodi.

Puri tersenyum ke arah kedua orang itu.

Kemudian ia menghampiri ayahnya.

"Ayah, Ayah kenapa memanggil Putri ?" tanya Puri. Pak Dodi menatap Putri dengan tatapan berembun.

"Puri, mungkin Ayah tak bisa menjaga kamu lagi Nak. Ada suatu rahasia yang belum sempat Ayah katakan pada kamu. Dan ayah rasa inilah saatnya."

"Rahasia apa Yah?"

"Ayah dan Pak Wilman sudah menjodohkan kamu sejak kamu masih kecil dengan putranya yang bernama Rasya."

Bukan main kagetnya Puri ketika mendengar hal itu.

"Dan hari ini, Ayah bermaksud menikahkan kamu dengan Rasya, Ayah ingin menjadi wali nikah kamu dan melihat kamu menikah."

Puri semakin kaget. Bahkan ia tidak mengenal siapa itu Rasya, mendengar namanya saja baru pertama kali.

"Menikah Yah? Tapi Puri belum siap."

Pak Dodi meraih tangan anaknya dengan tangan yang gemetar.

"Ayah tahu ini terlalu buru-buru. Tapi mungkin ini akan jadi yang pertama dan terakhir kalinya Ayah melihat dan menjadi wali dan pernikahan kamu. Ayah yakin pak Wirman dan ibu Mita bisa menjaga kamu Nak. Mereka adalah orang-orang baik yang ayah percayakan."

Seketika bulir bening menetes di pipi Puri. Tak pernah terbayangkan olehnya harus menikah di usia dini, padahal begitu banyak cita-cita yang masih dia ingin gapai dan raih.

Namun, Puri juga tak ingin mengecewakan sang ayah, apalagi semakin hari penyakit ayahnya semakin parah.

Puri tak bisa memberikan apa-apa untuk berbakti pada ayahnya, setidaknya dengan menuruti permintaan terakhir dari ayahnya Puri takkan merasa bersalah setelah kepergian ayahnya.

"Baiklah Yah," ucap Puri dengan suara parau karena menahan tangisnya.

Pak Dodi pun tersenyum sambil meraba wajah putrinya.

"Terima kasih Puri, sekarang ayah bisa pergi kapan saja dengan tenang."

"Iya yah, tapi jangan bicara seperti itu," tangis Puri.

Bu Mita menghampiri Puri.

"Ayah kamu meminta pernikahannya dilaksanakan hari ini. Karena itu Mommy sudah mempersiapkan segalanya Nak," ucap bu Mita.

Puri mengangguk sambil berusaha menahan tangisnya. Sementara bu Mita tersenyum karena akan mendapatkan seorang menantu yang cantik dan ayu seperti puri.

"Daddy, kamu panggil Rasya, sebentar lagi penghulu dan dua orang saksi dan akan hadir jangan sampai dia terlambat," ucap Bu Mita.

"Iya mommy, sebentar Daddy hubungi Rasya terlebih dahulu," ucapan Wirman sambil berjalan keluar dari ruangan tersebut.

Puri memintal jarinya dengan ujung kemeja putih yang dikenakannya. Hari ini ia seperti bermimpi akan menikah dengan seorang lelaki di usia belia, terlebih lagi pria itu tak pernah ia kenal sama sekali. Puri harus menahan air matanya agar tak mengecewakan sang ayah  meskipun ia begitu kecewa.

***

Sementara itu, di sebuah kampus ternama di kota Jakarta.

"Rasya!" kamu kok bengong sih?" tanya seorang gadis yang mendaratkan bokongnya di depan Rassya.

"Ah tidak."

"Sayang, beberapa hari ini aku lihat kamu sepertinya murung, Ada apa sih ?" tanya Sherly.

Rasya tersenyum kecil sambil menggelengkan kepalanya.

"Nggak ada apa-apa kok Sayang aku lagi memikirkan pekerjaan. Makmum saja aku adalah pewaris dari kedua orang tuaku. mereka memiliki beberapa perusahaan dan mereka memintaku untuk menjadi pemimpin salah satu dari perusahaan Itu."

"Wah bagus dong Sayang. Dengan begitu secepatnya kita bisa menikah," ucap Sherly.

Rasya tersenyum getir.

Sebenarnya bukan itu yang ada dalam pikiran Rasya. Rasya tengah memikirkan perjodohan orang tuanya dengan seorang gadis yang tak ia kenal.

Padahal Rasya sudah memiliki kekasih yang sudah dua tahun ia pacari. Selama ini orang tua Rasya memang memintanya untuk tak menjalin hubungan dengan seorang gadis karena sejak kecil ia sudah dijodohkan.

Tret… getaran suara handphone terdengar hingga membuyarkan lamunan Rasya untuk kedua kalinya.

Sementara Sherly hanya menatap Rasya yang beberapa hari ini terlihat berbeda.

"Halo Rasya." Wirman di ujung telepon.

"Ada apa daddy?" tanya Rasya dengan ketus.

"Kamu datang kerumah sakit sekarang juga. Calon istri kamu sudah nunggu."

"Daddy, aku gak mau nikah! "

"Rasya kamu jangan membantah perintah daddy, atau Daddy tarik semua fasilitas kamu?!"

Rasya menghela nafas panjangnya yang terasa berat.

"Iya daddy, aku akan kesana sekarang!"

Rasya menutup teleponnya sambil mendengus.

"Sudah gila kali!"dengus Rasya sambil menghempaskan ponselnya.

Sherly menghampiri Rasya yang terlihat kesal.

"Sayang kamu kenapa seperti terlihat kesal begitu sih?"tanya Sherly.

"Tidak apa-apa. Sayang aku harus pergi ke rumah sakit ya, jenguk teman Daddyku." Rasya coba untuk menahan emosinya agar Sherly tak curiga.

"Aku ikut dong. "

"Tidak bisa Sayang. Kamu tahukan orang tua aku tidak senang jika aku bawa pacarku."

"Tapi sampai kapan kita akan merahasiakan hubungan kita ini?" tanya Sherly.

"Tenang saja, setelah aku diangkat jadi presiden direktur di salah satu perusahaan daddy ku, aku akan mengenalkan kamu sebagai calon istri ku," ucap Rasya.

Sherly tertunduk.

"Sudahlah, itu tak akan lama lagi, selesai wisuda aku pasti akan bawa kamu menemui keluarga ku dan meminang kamu jadi istri ku," ucap Rasya sambil mengecup kening Sherly.

Rasya langsung berlalu dari Sherly.

Sementara Sherly menatap kepergian Rasya dengan tatapan bengis.

"Aku harus dapat kan kamu, apa pun caranya."

***

Rasya tiba di rumah sakit, saat itu ia kaget karena sudah ada beberapa orang lainya di ruangan VIP itu.

"Nah ini dia calon pengantin prianya," ucap Bu Mita sambil menghampiri Rasya.

Puri menoleh ke arah Rasya, begitupun sebaliknya Rasya melihat ke arah Putri, seorang gadis yang masih berseragam putih abu-abu.

"Ayo Rasya, kamu hafalkan nama calon istri kamu dan ayahnya, setelah itu lakukan akad nikah, karena pak penghulu sudah terlalu lama menunggu," ucap pak Wirman.

Pak Wirman memberikan secarik kertas pada Rasya.

Rasya dipaksa menghafal ucap ijab kabul. Setelah siap mereka pun duduk bersama-sama di karpet yang sudah disediakan.

Sementara pak Dodi di tuntun untuk duduk, pria itu begitu ingin menjadi wali nikah putrinya.

"Baiklah karena keadaan mendesak, kita lakukan akad nikahnya saat ini juga," ucap penghulu.

"Pak Doni! Nak Rasya sudah siap kan?" tanya penghulu.

"Siap!" sahut Rasya yang didesak oleh pak Wirman.

"Baiklah, silahkan pak Dodi dan Nak Rasya berjabat tangan."

Pak Dodi dan Rasya berjabat tangan. Rasya merasakan tangan pak Dodi yang gemetar dan dingin sama, seperti dirinya yang juga bergetar karena grogi.

"Faaz Rasya Hakim , saya nikah dan kawinkan kan kamu dengan putri saya dengan Almaira Puri binti Dodi Karim dengan mas kawin sebentuk cincin emas dibayar tunai."

"Saya terima nikah dan kawinnya Almaira Putri binti pak Dodi Karim dengan mas kawin sebentuk cincin di bayar tunai!" ucap Rasya.

"Sah?" tanya Penghulu.

Hay, selamat membaca karya author. Kali ini Author mau ngajak para reader refreshing sejenak  jadi dengan kisah remaja yang berbalut kisah romantis dan penuh perjuangan. Jika suka silahkan masuk kan ke dalam rak bukunya ya. 

Jika tidak suka jangan masukan kedalam hati 🙏🥰

Setelah Akad Nikah

"Sah," sahut para saksi.

Puri terdiam dengan bulir bening menetes di pipinya.

"Alhamdulillah,sekarang kalian sudah sah menjadi pasangan suami istri," ucap Bu Mita.

"Puri! Sini Nak!"panggil Bu Mita.

Puri menoleh ke arah bu Mita kemudian berjalan menghampirinya.

"Puri sini,kamu cium tangan suami kamu dulu dan pakai cincin pernikahan kalian berdua, setelah itu kalian berdua minta doa restu pada ayah dan daddy," ucap Bu Mita.

Hah, Putri terbengong.

"Ayo Puri, kemarilah."

"Iya, Tante."

"Eh, jangan panggil Tante dong. Panggil mommy."

"Iya mommy," sahut Puri sungkan.

Puri melangkah menghampiri Rasya kemudian duduk di sebelah Rasya dengan jarak sejengkal.

Rasya menoleh ke arah Putri.

'Apa gue nikah sama bocil?' batin Rasya. 'Tapi gak apa, sepertinya dia gadis polos yang gampang diatur,' imbuhnya sambil tersenyum menyeringai

Keduanya tampak sungkan untuk berjabat tangan.

"Rasya ayo sematkan cincin di jalan mari manis Puri!" titah Bu Mita lagi.

Dengan wajah masam Rasya membuka kotak cincin, kemudian mengambil salah satu cincin.

"Puri ayo sodorkan tangan kamu pada Rasya!" perintah Bu Mita.

Rasya kemudian menyematkan cincin ke jari manis Puri, begitupun sebaliknya. Setelah saling menyemat cincin mereka berdua kembali diam, seperti bingung harus berbuat apa lagi.

"Puri ayo cium tangan suami kamu. Dan kamu Rasya, cium kening Puri. Kalian berdua sudah halal, karena sudah menjadi pasangan suami istri."

Puri mengangguk dengan patuh, dia melangkah dengan lututnya menghadap Rasya.

Puri menjabat tangan Rasya dengan gemetar, kemudian mencium punggung tangan Rasya selama 1 detik.

Setelah itu keduanya saling membuang pandangan.

"Ayo Rasya, cium kening istri kamu kamu juga boleh memeluknya," goda Bu Mita ketika melihat pasangan suami istri itu terlihat sungkan.

Rasya mendelik ke arah bu Mita. Rasanya Rasya begitu sungkan untuk mencium gadis yang tak dikenal, walaupun Puri kini telah menjadi istrinya.

"Ayo Rasya Puri itu istrimu, kau harus melakukan kewajibanmu sebagai seorang suami mulai saat ini. Kalian juga harus membiasakan diri untuk bersama agar tidak canggung," perintah Bu Mita.

Rasya mengangguk kemudian ia mendekatkan wajahnya kepada wajah Puri, sedetik kemudian Rasyaa mengecup kening Putri sebentar.

Bu Mita Pak Wirmar dan juga Pak Dodi tersenyum.

"Biasalah Pak, mereka belum saling mengenal, Nanti kalau sudah terbiasa paling juga bucin sendiri," cetus Bu Mita.

"Iya bener itu, namanya juga masih remaja," cetus Pak Wilmar.

"Kalau begitu sekarang kalian sungkeman pada ayah dan Daddy ya."

Seperti kedua boneka yang digerakkan dengan remote control Rasya dan Putri pun melakukan apa yang diperintahkan oleh Bu Mita.

Mereka berdua sungkeman pada Bu Mita pada Pak Dodi dan pada Pak Wilmar.

Setelah sungkeman dan acara akad nikah selesai, penghulu dan kedua saksi memutuskan untuk pulang.

Tinggallah kedua keluarga itu.

"Pak Dodi, oleh karena Pak Dodi sudah menjadi besan kami Saya bermaksud untuk membayar semua pengobatan Pak Dodi. Saya juga akan membayar hutang-hutang Pak Dodi dan membuat usaha pak Dodi kembali berproduksi," ucap pak Wilmar.

Bola mata Pak Dodi berbinar mendengar niat baik besannya itu.

"Terima kasih kepada bapak dan ibu. Saya tidak meminta apa-apa, saya mohon jagakan saja anak saya. Untuk masalah hutang saya rasa aset yang saya miliki masih cukup untuk membayar hutang-hutang saya," ucap pak Dodi.

"Iya Pak anda tenang saja, Putri akan aman bersama kami, untuk saat ini Pak Dodi tidak usah memikirkan biaya pengobatan Pak Dodi. Saya dan suami yang akan menanggungnya," timpal bu Mita.

"Terima kasih bapak dan Ibu."

"Sudah Pak Dodi, jangan terlalu dipikirkan. Kami juga bisa seperti ini karena bantuan Pak Dodi dulu terhadap keluarga kami, jadi sudah sepantasnya kami membalas jasa Pak Dodi," ucapan Wilmar.

Pak Dodi tersenyum bahagia mendengar itu.

Pak Wilmar dan Bu Mita mengobrol panjang lebar saat itu.

Sementara Putri dan Rasya lebih banyak diam.

Apalagi Rasya yang lebih banyak memainkan handphone nya daripada berbincang atau mendengarkan pembicaraan mereka.

***

Waktu menunjukkan pukul 05.00 sore. Bu Mita melirik penunjuk waktu di pergelangan tangannya.

"Baiklah Pak Dodi, karena waktu sebentar lagi sore, kami berdua izin pulang. Namun, kami berencana untuk membawa Puri pulang bersama kami, bagaimana Pak?" tanya Bu Mita

Puri kaget mendengar ucapan Bu Mita.

"Tapi Tante eh Mommy, kalau Puri pulang, siapa yang akan jagain ayah?"

"Tidak apa Puri, ada suster yang akan membantu Ayah selama di rumah sakit. Kamu pulang saja bersama suami dan mertua kamu. Kamu juga pasti sudah lelah karena sudah seminggu menjaga ayah selama di rumah sakit."

"Tapi Yah…." Puri terlihat ragu.

"Sudahlah Nak, kamu ikut saja suami kamu, hari ini kamu sudah resmi menjadi seorang istri, Ayah ridho kok. Karena kewajiban seorang istri adalah mengikuti suaminya. Apalagi ini hari pertama kalian menikah."

Putri tertunduk karena tidak bisa membantah perkataan ayahnya.

"Ayo Putri, bereskan barang-barang kamu. Hari ini juga Kamu akan tinggal bersama saya. Kamu tenang saja, saya akan menyuruh seseorang untuk menjaga Ayah kamu."

"Iya mommy," sahut Putri lirih.

"Kalau begitu, ayo kamu bereskan barang-barang kamu kita pulang sekarang."

Putri hanya bisa menuruti permintaan Bu Mita. Meskipun saat itu dirinya takut untuk pulang bersama dengan keluarga yang baru ia kenal.

Selama ini Puri memang tinggal di rumah sakit, seragam sekolah dan pakaian sehari-hari pun ia bawa karena selama seminggu Puri tak pernah pulang ke rumahnya.

Setelah membereskan barang-barangnya, Putri berpamitan pada Pak Dodi dan ia ikut pulang bersama mertua dan suaminya.

Tiba di lobby Bu Mita dan Pak Wilmar menghentikan langkahnya.

"Rasya Kamu pulang bersama putri,"ucap Bu Mita.

"Iya Mom," sahut Rasya ketus.

"Oke baiklah kalau begitu kita langsung pulang," ucap Bu Mita sambil menggandeng tangan suaminya menuju mobil.

"Ayo pulang sama aku," Ucap Rasya dengan ketus ketika Putri hanya diam di tempat.

Tanpa banyak berkata, Putri mengikuti langkah kaki Rasya menuju parkiran mobil.

Sebuah mobil sedan mewah Itu parkir rapi di antara jejeran mobil lainnya.

Rasya membuka mobil BMW berwarna merah.

Langkah Putri tercekak di depan mobil. Dia masih ragu untuk ikut kedua orang mertua dan meninggalkan ayahnya di rumah sakit.

"Ayo cepat buruan masuk! Kamu mau aku bukakan pintu mobil ini dulu baru masuk?"

Puri semakin menundukkan kepalanya. Dia tak menyangka wajah semanis Rasya, ternyata memiliki perangai yang keras dan tempramental.

" Enak saja kamu pikir kamu tuan putri?!" Ucap Rasya dengan ketus.

Putri semakin menundukkan wajahnya, dengan langkah yang gontai ia menghampiri mobil Rasya kemudian membuka pintu bagian belakang mobil karena tak ingin duduk berdekatan dengan Rasya yang sepertinya tak menyukainya.

"Kamu pikir aku sopir pribadi kamu gitu? duduk di depan!" perintah Rasya.

Tanpa banyak berkomentar, Putri membuka pintu bagian depan mobil dan duduk manis di samping Rasya.

Rasya membawa mobilnya secara perlahan keluar dari halaman parkir rumah sakit itu.

Beberapa saat keadaan hening karena tak seorangpun dari mereka yang memulai pembicaraan.

"Aku tahu kamu juga tak menginginkan pernikahan ini," ucap Rasya yang seketika memecahkan kesunyian di antara mereka.

Puri menundukkan kepala tanpa menoleh ke arah lawan bicaranya.

"Aku minta kamu rahasiakan pernikahan kita kepada siapapun. Aku sudah memiliki pacar dan aku sudah berjanji untuk menikah tahun depan, setelah aku wisuda."

Puri tetap bergeming sambil menyimak penuturan dari Rasya.

"Itu berarti, setelah 1 tahun kita akan bercerai, dan selama satu tahun pula kita harus bersandiwara menjadi suami istri di depan Mommy dan Daddy. Kau tenang saja aku takkan pernah menyentuhmu."

Puri tetap bergeming tanpa menyahut sedikitpun.

"Kau tak usah mengurusi urusanku, Aku pun tak akan mengurusi urusanmu. Kau bisa lakukan seperti apapun yang ingin kau lakukan. Silakan kau memiliki pacar dan kau jangan pernah melarangku atau mengurusi urusanku dengan pacarku."

Sambil menyetir Rasya memperhatikan Puri yang hanya tertunduk.

"Kau dengar tidak?!"bentak Rasya karena ucapannya tak satupun direspon oleh Putri.

"I-iya dengar," jawab Puri lirih.

"Bagus, awas saja kau beri tahu rahasiaku padamu Mommy dan Daddy. Sekali saja kau mengadu, akan ku buat kau menyesal seumur hidup!" ancam Rasya kembali.

Lagi-lagi Puri hanya menunduk dan bergeming.

"Mengerti tidak ?!" bentak Rasya.

"Iya Kak mengerti," sahut Putri dengan kaget.

"Mengerti apa?!"

"Saya tidak akan mengadu."

"Bagus."

Setelah pembicaraan itu tak ada lagi percakapannya di antara mereka berdua.

Rasya mempercepat laju mobilnya hingga mereka tiba terlebih dahulu sebelum kedatangan bu Mita dan Pak Wilmar.

Salah Sangka

Mobil yang dibawa oleh Rasya masuk ke dalam garasi.

Keduanya  turun dari mobil dengan hampir bersamaan. Puri mengedar pandangan ke sekelilingnya.

'Ruang garasi saja sudah besar seperti ini,' batin Puri.

"Eh kamu mau diam saja di sini? atau mau tidur di garasi?" tanya Rasya ketika melihat putri yang hanya diam.

Mendengar pertanyaan Rasya, Puri buru-buru menghampirinya.

Rasya menaiki anak tangga menuju kamarnya. Karena tak ingin dibentak lagi, Puri bergegas mengekori Rasya

Rasya membuka pintu kamarnya kembali Puri berdiri di depan pintu kamar.

"Ayo masuk!"Seru Rasya lagi ketika melihat puri terbengong di depan pintu kamarnya.

"Ini kamar aku, untuk sementara kita tempati berdua. Karena hanya ada satu tempat tidur di kamar ini, Aku akan tidur di sofa. Kamu boleh pakai furniture di kamar ini asal Jangan pernah menyentuh barang-barang kesayanganku, mengerti?!."

"Iya Kak."

"Bagus, sekarang kamu boleh beristirahat. Setelah itu kita akan makan malam,kita harus bersikap seperti suami istri di depan Mommy dan Daddy."

"Iya Kak."

"Sekarang kamu bereskan barang-barang kamu, Ingat jangan pernah memberantakkan kamar ini karena aku tidak suka melihat barang-barang ku berantakan."

"Iya kak!"

Rasya melepaskan jaket yang ia kenakan begitupun dengan kaosnya. Setelah itu Rasya masuk ke kamar mandi.

Puri melepaskan ransel dari punggungnya. Ia memang tidak membawa banyak pakaian di ransel itu. Biasanya dua sehari sekali atau 3 hari sekali dia akan pulang ke rumah untuk mengambil pakaian bersih.

Setelah melepas ransel dan menaruh pakaiannya di lemari yang sudah ditunjuk, puri duduk di atas tempat tidur sambil memegangi perutnya yang terasa begitu lapar.

Saking lapar tubuh Puri sampai gemetaran.

"Ya Allah lapar sekali aku," guman puri sambil menahan perih pada bagian perutnya.

Puri melirik ke arah kamar mandi, tubuhnya begitu terasa gerah, rasanya ia sudah tak sabar untuk mengguyur tubuhnya dengan air.

***

Bu Mita  keluar dari mobil, kemudian masuk ke dalam rumah mereka untuk mencari keberadaan Puri dan Rasya.

Bu Mita tak melihat keberadaan Puri, ia pun mencari Puri di dapur.

"Bi,ada lihat Rasya?" tanya Bu Mita pada salah seorang asisten rumah tangganya.

"Tadi den Rasya bersama seorang gadis naik ke kamarnya nyonya. Saya ingin larang tapi…."

Bu Mita tersenyum.

"Nggak usah dilarang Bi, mereka sudah sah menjadi suami istri," cetus Bu Mita.

"Suami istri Nya?"

"Iya Bi, Puri itu menantu saya, jadi perlakuan dia dengan baik ya,"

Bi Inem menggaruk kepalanya yang tak gatal.

Setelah tak mendapati Purii, Bu Mita langsung menuju kamarnya.

"Rasya dan Puri mana Mom? tanya Pak Wilmar yang juga baru masuk ke kamar mereka

"Mereka langsung ke kamar Daddy, namanya juga pengantin baru," ucap Bu Mita.

"Hehe iya juga sih ya, tadi saja malu-malu, sekarang sudah sekamar berdua," cerusa pak Wilmar.

'Eh tapi, Tapi bagaimana kalau mereka langsung melakukan hubungan suami istri?" tanya Pak Wilmar.

"Loh Bagus dong Daddy, jadi kita bisa cepat menimang cucu."

"Iya tapi si Puri kan masih sekolah, apa kata teman-temannya apa kata gurunya jika Puri hamil?"

"Oh iya juga ya, mommy gak kepikiran daddy. Kalau begitu Mommy suruh Amin beli pil kontrasepsi, biar Putri tidak langsung hamil."

"Iya sebaiknya begitu."

Bu Mita memanggil Pak Iwan dan menyuruh sopir pribadinya itu membeli pil kontrasepsi.

***

Setelah setengah jam di kamar mandi, Rasya keluar dengan handuk sepinggang dan rambut yang sedikit basah. Dengan santai ia berjalan menghampiri lemari pakaian.

Melihat rasya yang sudah keluar dari kamar mandi, Puri langsung membawa satu stel piyama dan handuk. Sementara saat ini ia masih mengenakan seragam sekolah putih abu-abunya.

Di dalam kamar mandi barulah Puri melepas seragam tersebut. Setelah mandi Ia juga memakai piyamanya di dalam kamar mandi.

Hanya 10 menit Puri sudah keluar dengan piama bergambar kartun kesayangannya.

Puri membuka pintu kamar mandi seketika aroma maskulin yang lembut menyeruak di kamar itu.

Saat itu ia masih melihat Raysa yang bertelanjang dada sambil menggunakan handbody ke seluruh tubuhnya.

Bahkan Rasya belum mengenakan pakaian dan hanya handuk yang melilit di pinggangnya.

Tak tahu berbuat apa Puri menghampiri tempat tidur Kemudian duduk bersandar di atas tempat tidur membelakangi Rasya.

Tubuhnya bergetar karena menahan lapar. Ketika tiba waktu shalat Puri menunaikan salat di kamar itu sementara Rasya sedang menelpon Sherly di balkon kamarnya.

Setelah menunaikan sholat Magrib, tanpa sengaja Puri Mendengar pembicaraan Rasya dengan seseorang yang berada di sambung telepon.

"Iya Sayang, besok aku aku temani kau belanja. Maaf hari ini aku sibuk, jadi aku lupa menelpon kamu," ucap Rasya.

Nada bicara Rasya begitu lembut dan manis di sambungan teleponnya berbanding terbalik ketika ia berbicara dengan Puri.

Berkali-kali Rasya mengucapkan kata sayang disambungkan teleponnya dan Puri bisa menduga jika yang menelpon itu adalah kekasih Rasya.

Setelah salat magrib, Puri melanjutkan salat isya sambil menahan lapar.

Setelah selesai menunaikan salat isya, Rasya masih berada di balkon kamar, sudah 1 jam dia berteleponan dengan seseorang. Kata-kata manis dan romantis terdengar di telinga Puri ketika pria yang menjadi suaminya itu memuji wanita lain di sambungan teleponnya.

Meski mereka tak memiliki perasaan apapun, namun ada desiran aneh di dada Puri, seketika dadanya terasa sesak. Puri teringat akan kesepakatan yang dibuatnya bersama Rasya di dalam mobil.

Rasya akan menceraikannya setelah pernikahan mereka berusia 1 tahun. Itu berarti dirinya akan menjadi janda muda.

Seketika bulir bening menetes di pipi Puri. Tak pernah terpikir olehnya akan menjadi istri seseorang di usianya yang sekarang. Apalagi Rasya sudah memberi gambaran jika dirinya akan diceraikan dalam waktu 1 tahun. Entah bagaimana nasib dirinya kelak. Namun Puri bertekad untuk mempertahankan prestasi akademiknya.

Puri hanya bisa menahan perih pada bagian perutnya, Ia juga harus menahan sesak di bagian dada ketika mengingat apa yang akan terjadi padanya setelah ini.Ini bagaikan sebuah mimpi bagi puri.

Suara gedoran pintu mengagetkan keduanya.

"Sudah dulu ya sayang," ucap Rasya kemudian memutus sambungan teleponnya.

Rasya buru-buru masuk ke dalam kamar dan menghampiri pintu.

Krek pintu pun terbuka.

"Mommy," ucap Rasya ketika melihat Bu Mita berada di depan pintu.

Bu Mita tersenyum sambil mengintip di balik tubuh Rasya.

Saat itu wajah Puri terlihat begitu pucat dengan rambut basah yang terkerai.

"Duh pengantin baru betah banget di dalam kamar sampai lupa jam makan malam," cetus bu Mita.

"Apaan sih Ma," sahut Rasya sambil mendelik.

"Ayo Pur, kita makan dulu!"

'Alhamdulillah,' batin Puri ketika mendengar Bu Mita menyebutkan makan malam.

Dengan segera Puri beranjak dari tempat tidurnya menghampiri Bu Mita.

Bu Mita memperhatikan wajah Puri yang terlihat pucat dan lelah, Ia pun menyimpulkan jika pasangan suami istri itu sudah melakukan hubungan intim melihat dari raut wajah Rasya yang terlihat segar, sementara Putri terlihat pucat dengan rambut yang bergerai.

Bu Mita menarik tangan Putri dan merasakan telapak tangan putri yang sedikit gemetaran. Bu Mita pun tersenyum, ia semakin yakin jika sepasang suami istri itu sudah melakukan kewajiban mereka di malam pertama.

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!