Cell No. 9
Beberapa wanita terbaring telentang di alas tipis yang melapisi lantai dingin sel penjara. Malam menunjukkan pukul 23. 45 waktu setempat, menarik para tahanan ke dalam mimpi - mimpi mereka.
Tapi tidak dengan Annora dan Ariana, setiap ada kesempatan mereka akan bercerita tentang kehidupan masing - masing. Mereka berdua mengecilkan suara mereka, akhirnya yang terdengar hanya lah suara bisikin - bisikan dari keduanya agar tidak menganggu napi lain yang sudah tertidur.
"Bajingan Brox itu, aku akan membunuhnya dengan tanganku sendiri jika aku keluar dari sini nanti!" geram Nora dengan suara cicitannya, mengutuk Brox yang adalah suami dari Ariana.
Ariana tersenyum miris, "Lelaki itu memang bajingan, menikahiku hanya karena kekayaanku, aku bahkan tidak tau dia sudah memiliki wanita lain sebelum denganku bahkan mempunyai anak. Nora, pengacaraku masih berpihak padaku. Semua kekayaanku akan jatuh pada suamiku kalau aku meninggal, aku harus merencanakan dengan matang agar kamu menjadi penggantiku. Kamu bisa, bukan?"
Mata Nora membelalak, "Apa yang kau katakan?! Aku apa?"
"Aku merencanakan pelarian kita berdua, waktuku tidak banyak lagi. Seluruh organ tubuhku sudah hancur, gantikan aku... uhukk..." darah menyembur dari mulut Ariana.
Nora bangun mencari kain untuk membersihkan darah dari mulut temannya, ia mengelap dengan telaten setiap tetes muntahan darah yang keluar. "Muntah darahmu semakin sering, sebaiknya kamu jangan bergadang. Jaga tubuhmu, tidurlah."
"Nora... berjanjilah kamu akan menurutiku, kamu temanku 'kan? Bahkan kita sudah seperti saudara, bukan?"
"Ana, kamu..." lirih Nora kasihan.
"Berjanjilah."
Nora menatap mata sayu temannya, ia ingin menolak karena merasa tidak percaya diri dengan permintaan temannya.
"Terima saja, Nora! Aku juga akan membantu kalian! Jangan ragu - ragu!" sang ketua geng di dalam sel angkat bicara, wanita paruh baya berbadan gempal dengan wajah garang. Narapida dengan kejahatan berat, membunuh suaminya karena suaminya ketahuan berselingkuh olehnya. Tahanan no 220.
"Nyonya Marde, maaf Anda jadi terbangun," ujar Nora.
"Aku juga terbangun, hoamm," satu teman sel lainnya bangun, tahanan no 221. Ia menguap sembari merentangkan kedua tangannya, kejahatan wanita itu mencuri uang untuk membeli makanan kedua anaknya karena suaminya kabur dengan wanita lain.
"Kenapa kalian berbisik - bisik tapi masih terdengar oleh kami, jika begini kami juga terlibat dengan rencana kalian," satu lagi tahanan sel terbangun, tahanan no 222 dengan kejahatan menusuk langganan pelayanan sexs-nya. Ia seorang kupu - kupu malam, sudah masuk ke dalam prostitussi sejak remaja.
Lima wanita tahanan dalam sel, mereka sudah seperti saudara dan saling menjaga. Bahkan tahanan no 222 selalu memberikan pengalaman bela dirinya pada Annora, bahkan pengalaman tentang memuaskan para pelanggan-nya di atas ranjang.
"Jadi, kapan rencana kalian melarikan diri?" bisik Nyonya Marde, ketua dalam sel.
"Bantu aku bangun, Nora," Ariana berusaha bangun tapi tubuhnya semakin lemah untuk bergerak saja wanita itu semakin kesulitan.
Nora membantu Ariana bangun dibantu tahanan no 221, Nyoya Neli.
"Pengacaraku sudah menyusun rencana, beberapa hari lagi ada pembersihan sel dan satu hari kebebasan bagi para tahanan. Semua sel akan terbuka hari itu, aku berencana kabur membawa Nora bersamaku. Aku ingin Nora berubah identitas, merubah wajahnya menjadi aku. Saat aku meninggal, tidak akan ada yang tau."
Semua orang saling berpandangan, Nyonya Marde mengangguk. "Kalian semua juga tau, aku masuk penjara karena membunuh suamiku yang berselingkuh dan aku tidak menyesal sedikit pun. Kamu Nora, balaskan dendam Ariana dan juga dendam-mu sendiri pada Ibu mertua dan keluarga suamimu yang menjebakmu. Kamu sudah banyak mendapatkan pengalaman dari kami, lakukanlah. Balas dendam!"
"Ya, Nora. Lakukan!" timpal tahanan no 221.
"Kamu pasti bisa!" timpal tahanan no 222.
Seketika api balas dendam dalam dirinya membara, Nora menajamkan matanya. "Akan kulakukan!"
Siang harinya setelah melakukan kegiatan - kegiatan di dalam penjara, para tahanan masuk ke dalam kantin. Mereka akan mengantri mengambil makanan, dan satu meja dipenuhi lima orang dari sel no 9.
"Ariana, kamu makan lah sedikit. Paksakan dirimu," ujar Nyonya Marde.
"Ana, aku suapi ya," ujar Nora.
Ariana menggeleng, nafasnya terdengar lemah. "Aku harus kuat, sampai kita keluar."
Kondisi Ariana semakin hari semakin memprihatinkan, akhirnya hari yang ditunggu - tunggu tiba.
Pengacara Ariana sudah menyiapkan segalanya, menyusupkan pakaian penjaga wanita ke dalam sel sejak beberapa hari lalu dan mereka sembunyikan saat ada inspeksi para petugas sel setiap malam.
Hari ini semua tahanan dibebaskan keluar sel selama satu hari dan bebas berkeliaran tapi masih berada di sekitar dalam penjara. Ariana dan Annora memakai pakaian petugas tahanan, dibantu ketiga teman sel-nya. Nora dan Ana berpura - pura menjadi petugas yang mendampingi mereka bertiga.
Annora dan Ariana menyusuri lorong sel menuju keluar penjara lewat jalan belakang dengan jantung yang berdegup kencang takut ketahuan, sedangkan kunci sudah dikantongi.
"Kalian berdua mau kemana?" seseorang bertanya dari belakang mereka.
Degh !
"Kami akan memeriksa bagian belakang, atasan menyuruh kami," jawab Annora tenang.
"Hm, pergilah," lalu terdengar langkah kaki di belakang mereka semakin menjauh.
"Hhh, kita berhasil lolos. Ayo," Annora menggandeng tubuh lemah Ariana kembali menyusuri lorong - lorong penjara, Cctv di sana sudah dimatikan sejak tadi oleh petugas yang disuap Pengacara Ariana.
Setelah sampai di depan pintu belakang, Nora memasukan kunci ke dalam gembok. Detik itu juga gembok terbuka lalu terlepas dari rantai yang membelit gagang pintu.
Dengan sekali sentakan, pintu terbuka. "Ayo cepat."
Annora dan Ariana berjalan dengan cepat, seorang petugas lelaki yang juga disuap sedang menunggu mereka di gerbang luar. "Cepat pergi, aku yang akan mengurus semuanya dari sini."
Ariana dan Annora keluar pintu gerbang, dengan cepat masuk ke dalam mobil hitam dengan plat nomer palsu.
Seketika mereka lega saat mobil itu berjalan menjauh dari penjara.
"Apa ini aman?" tanya Nora.
"Tidak bisa dipastikan, tapi setidaknya para penjaga yang saya suap akan membersihkan jejak - jejak pelarian Anda berdua. Apalagi semua tahanan memang sedang dibebaskan dari sel - sel mereka dan hari ini tidak akan dicurigai ketidakberadaan Anda berdua di penjara. Saat pembersihan selesai oleh para petugas itu, kita sudah bisa lolos."
"Terima kasih, Tuan Arnold," ujar Ariana pada pengacaranya.
"Ini sudah kewajiban saya, Nyonya."
Sekitar 5 kilometer jauhnya, mereka berganti mobil, di dalam mobil mereka sudah berganti baju. Mereka sampai di dermaga kapal, menaiki kapal sewa lalu menjauh dari kota itu.
Beberapa minggu kemudian, mereka berdua kembali tertangkap lebih tepatnya sengaja agar tertangkap saat para polisi mencari mereka.
"Kalian sekarang sudah bertukar wajah, bagaimana keadaanmu Ana?" tanya Nyonya Marde di dalam sel.
"Aku lelah, Nyonya. Aku sudah tak sanggup lagi," ujar Ariana, wajahnya sudah berubah menjadi wajah Annora karena saat pelarian mereka berdua melakukan operasi wajah dan bertukar.
Ariana berbalik menoleh pada Annora.
"Balaskan dendam-mu, Nora. Balaskan dendam-ku juga, waktuku sudah tidak banyak," Ariana terbaring lemah di alas tidurnya di lantai sel yang dingin.
Ariana Grade, seorang pewaris kaya raya dijebak suaminya bahkan diracuni sampai akhirnya sekarat di dalam penjara. Dendam yang dimilikinya, ia pertaruhkan pada teman yang senasib dengannya.
"Aku berjanji akan membalas mereka yang telah menyakiti kita! Mata dibalas mata! Gigi dibalas gigi! Darah dibayar darah! istirahatlah dalam damai, kawan..." Annora tersenyum sadis.
Annora, seorang istri yang telah kehilangan anak dalam kandungannya bahkan dijebak telah membunuh suaminya sendiri.
___Bersambung.
2 Bulan Kemudian.
Annora yang sudah berganti identitas dan berganti wajah menjadi Ariana keluar dari penjara, tuduhan atas penggelapan dana Perusahaan tidak terbukti dan Ariana dibebaskan dari segala tuduhan.
"Istriku," Brox suami Ariana memeluk istrinya yang baru keluar dari pintu gerbang. Nora sangat muak melihat wajah palsu suami dari temannya itu, ingin sekali segera merobek kebusukannya.
"Hm," Nora hanya bergumam.
"Ayo pulang, sayang."
"Ya, ayo pulang."
Brox terpaku, suara istrinya terasa berbeda. "Suaramu kenapa, sayang?"
Nora sudah mengantisipasi pertanyaan itu, " Aku sempat demam tinggi, suaraku bahkan serak lalu hilang sama sekali. Saat suaraku kembali, suaraku menjadi seperti ini."
Brox mengangguk, berwajah sedih. "Maafkan aku, sayang. Aku sudah berusaha keras mengeluarkanmu dari penjara lebih cepat. Tapi, aku bukan siapa - siapa di Perusahaan. Aku tidak berkuasa seperti kamu."
'Bajingan! Aktingmu sangat luar biasa! Tunggu saja pembalasanku padamu, demi Ariana!
Brox membuka pintu mobil bersikap bak pelayan yang memper-ratu istrinya tapi nyatanya Nora tau dengan benar sifat dan sikap asli suami dari temannya yang telah menghembuskan nafas terakhirnya dan dikubur atas nama dirinya.
Tak lama mobil sampai di Mansion besar milik Ariana, seluruh kekayaan dari Ayahnya yang telah meninggal diwariskan pada Ariana putri satu - satunya.
Annora melihat ada seorang wanita tersenyum palsu padanya berdiri di pintu masuk dengan pakaian formal assisten rumah tangga, Ariana sudah menceritakan padanya semua tentang kebiasaan, tentang orang - orang yang berada di sekitarnya. Selama berbulan - bulan ia sudah menghapal semuanya bahkan diluar kepalanya, kini ia akan mulai membalas semua sakit hati Ariana lalu setelah itu membalaskan dendamnya sendiri dari orang - orang yang bekerja sama menjebaknya.
"Sayang, aku lelah sekali. Maukah kamu menggendongku dalam pelukanmu? Aku sangat merindukan wangi tubuhmu," manja Nora pada Brox.
"Tentu saja, sayang. Apapun keinginanmu." Brox mengangkat tubuh istrinya, dia ingin terlihat sebagai suami yang berbakti dan penyayang.
Tapi mata wanita selingkuhan Brox menajam, Nora tersenyum senang melihat wajah Bianca si pelakor itu marah.
Brox bahkan tidak melirik Bianca sedikit pun dan hanya melewati wanita selingkuhannya begitu saja. Memangku tubuh istrinya menuju kamar mereka.
Di dalam kamar tidur, Brox membaringkan tubuh istrinya di atas ranjang berukuran besar. "Sayang..."
Lelaki itu mendekatkan bibirnya ke wajah Annora, wanita itu memalingkan wajahnya. "Maaf, sayang. Aku masih capek dan lelah."
Brox tidak marah dengan penolakan istrinya, ia memaklumi penolakan wanita itu karena mungkin baru saja bebas dari tempat yang mengurungnya selama beberapa bulan, ia tidak mencurigai apapun.
"Baiklah, mau aku panggilkan asisten pribadimu, Bianca?" tawar Brox.
"Boleh, biarkan dia membawa air hangat. Aku merasa lengket karena berkeringat di dalam penjara tadi, biarkan dia membersihkan tubuhku."
"Baik, sayang. Tunggu sebentar, ya. Aku juga akan menyiapkan makan siangmu, steak kesukaanmu. Chef pasti merindukan memasak steak untukmu," Brox mengecup pipi istrinya sekilas lalu pergi keluar dari dalam kamar.
Diluar Bianca sudah menunggu, dia menatap tajam Brox menunjuk ruangan sebelah dengan dagunya. Wanita itu berjalan masuk ke dalam ruangan, diikuti Brox.
"Brox! Sikapmu keterlaluan! Di depanku kau bersikap mesra dengan Ariana!" teriak Bianca marah.
"Hei! Tenanglah. Kita sudah membicarakan ini, Bianca. Kita tidak menyangka dia akan sembuh dari penyakit karena racun - racun yang sering kita berikan. Aku harus mencari cara lagi untuk membunuhnya, aku masih harus berpura - pura menjadi suami penyayang. Ini demi kita, anak kita. Kamu jangan seperti ini," kesal Brox.
Tanpa mereka berdua ketahui, Nora mendengarkan percakapan mereka diluar pintu. Pengacara Ariana sudah memberikan denah rumah dan juga tempat Cctv di pasang. Di lantai atas, tepatnya di tempat dia berada sekarang tidak terpasang Cctv jadi dia aman jika menguping pembicaraan kedua bedebah di dalam ruangan yang membicarakan tentang membunuhnya lagi, ahh... membunuh Ariana yang sudah meninggal.
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!