Putri menatap pria yang seumuran dengan ayahnya, pikirannya tak menentu. Melihat Deru napas pria tersebut yang masih memburu, membuktikan kalau paman Sudi berlari untuk sampai kerumah ini. Sepertinya dia baru saja dari sawah, tampak terlihat jelas dari penampilannya.
Paman mengatur napasnya yang masih memburu. Setelah dirasa cukup, dia mulai mengatakan maksud tujuan kedatangannya kerumah ini. "Put, semalam suamimu ditangkap polisi!"
Putri diam membeku, lidahnya terasa kelu untuk menjawab. Berusaha mencerna kabar yang membuat tubuhnya seketika menegang.
Put, semalam suamimu ditangkap polisi. Ulang Putri dalam pikirannya.
Benar. Apa yang di dengarnya itu tidak salah. Pendengarannya masih bagus, tidak mungkin salah dengar, yakinnya dalam hati.
"Apa maksudmu?" Bukan Putri yang bertanya, melainkan laki-laki yang menjadi ayah kandungnya.
"Ya, Mas. Semalam Yanto ditangkap polisi karena narkoba."
Bukan hanya Putri yang terkejut. Ayah dan Ibu yang berada di sana pun mengeluarkan reaksi yang sama. Mereka bertiga jadi terdiam dengan segala pemikiran masing-masing.
Dibelakang rumah, tepatnya di dapur, para sanak saudara yang masih disini untuk membantu beberes langsung gaduh.
Padahal usia pernikahan Putri baru satu minggu, tapi satu kabar berita itu langsung membuat wanita itu menyandang status janda.
Tak lama setelah kabar berita itu, sang Ayah meminta Putri untuk bercerai. Putri tidak bisa menolak keinginan sang ayah. Dia pasrah dengan nasib pernikahannya. Sementara Yanto menolak untuk bercerai, tetapi dia juga tidak bisa berbuat apa-apa. Akhirnya gugatan cerai itupun dilakukan hingga surat cerai Putri dapatkan.
*
*
Tidak terasa sudah satu tahun berlalu dan sudah satu tahun pula Putri menyandang status jandanya. Setelah kejadian itu kehidupan Putri berubah drastis. Tidak ada yang berjalan semestinya. Tidak jarang gadis muda itu dijadikan bahan gosip tetangganya, lantaran dia menyandang status janda di usia yang terbilang masih sangat muda. Bayangkan gadis berusia 19 tahun menyandang status janda lantaran suaminya masuk penjara.
Akhirnya ia memutuskan untuk merantau ke kota Jakarta, Ayah dan ibu mendukungnya setelah melihat bagaimana Putri selama ini menjalani kehidupan dengan status janda.
Hidup memang tak semudah yang kita bayangkan. Sebagai manusia kita hanya bisa berencana, Tuhan yang menentukan.
Sampai di Kota kehidupannya tidak jauh berbeda seperti di desa. Hampir diperkosa juga ia rasakan. Tidak mudah untuk menlanjutkan hidup bagi korban pemerkosaan meskipun belum sampai diperkosa, tapi Putri sudah dua kali mengalaminya. Bertahan hidup adalah keputusan yang tidak mudah.
Disaat ia merasa berada di titik paling bawah, Tuhan mengirim seorang wanita yang memberinya tempat berteduh dan memberinya pekerjaan.
Bekerja sebagai pelayan hotel sudah dijalaninya selama setahun ini. Dia sudah terbiasa menghadapi pria hidung belang.
Digoda, bahkan dilecehkan sering ia alami selama bekerja di hotel. Namun, ia tetap bertahan untuk menyambung hidup.
Putri bersiap untuk pulang, pekerjaannya sudah selesai.
"Ayo, kak!" ajak Putri pada teman rasa saudaranya. Wanita yang menjadi penyelamatnya di saat ia terpuruk. Ratna memberinya tempat berteduh, padahal mereka tidak saling mengenal.
Mereka masuk ke salah satu restoran yang berada tak jauh dari hotel untuk makan malam dulu sebelum pulang.
"Put, aku ke toliet dulu ya," kata Ratna.
"Mau makan apa, kak?"
"Samakan saja," jawab Ratna lalu pergi meninggalkan Putri.
"Hi ... sayang." Sapa seorang pria yang sudah terlihat matang. "Kau selalu cantik alami, aku suka. "
Putri tersenyum getir melihat pria yang duduk dihadapannya tanpa membalas sapaan pria itu.
Laki - laki itu mengeluarkan sebuah cek lalu menyodorkannya tepat didepan Putri.
"Satu M, malam ini kau jadi milikku!"
Mati aku. Om ini gila apa ya? 1 M hanya untuk tidur denganku.
Putri melebarkan senyumnya. "Om bercanda ya?" Ya Putri memanggilnya om karena perbedaan usia mereka.
Laki-laki yang disetiap kesempatan ingin membawanya ke ranjang pria itu.
"Tidak sama sekali, malam ini om jadi milikmu."
Putri tertawa cekikikan untuk menyembunyikan kegugupannya.
Putri melirik ke arah pintu depan restoran. "Om, terlambat."
"Maksudmu?"
"Malam ini sudah ada yang booking Om. Aku sedang menunggunya."
Om itu tertawa pelan, karena dia melihat dengan jelas Putri bersama seorang wanita.
"Kau bohong!" Om berucap penuh percaya diri.
Putri beranjak dari duduknya, lalu berjalan ke arah seseorang yang masuk ke restoran itu.
Aduh, kenapa tidak ada yanga lain? aktor atau siapa gitu Ya Tuhan. Tapi tak apalah dari pada tidak ada sama sekali.
"Hallo, Dad." Sapa Putri pada laki - laki tua yang baru saja masuk kedalam restoran. "Dady lama sekali, membuatku lama menunggu," ucap Putri manja sambil merangkul lengan laki - laki tua itu.
Laki - laki itu mengernyitkan keningnya, bingung dengan kelakuan wanita asing itu. Tiba - tiba saja ada wanita muda yang memeluknya, padahal dia tak punya cucu perempuan.
"Tuan, tolong aku," bisiknya ke telinga laki - laki itu.
Laki - laki tua itu mengerti lalu tersenyum ke arah Putri.
"Maaf, membuatmu lama menunggu manis." Lalu mereka melangkah bersama.
Om yang duduk di kursi menatap Putri. Ia melihat dan mendengar dengan jelas interaksi keduanya.
"Dia juga suka kakek tua, tapi kakek itu kan?" Om tampak berpikir, lalu pergi meninggalkan restoran setelah ingat siapa kakek tua itu. Ia tidak mau mendapat masalah berurusan dengannya.
*
*
Di ruangan VIP
"Kakek, terima kasih sudah menolong ku, semoga Tuhan yang membalas kebaikan kakek."
Dia memanggilku kakek. Wanita yang cukup berani.
"Kau wanita malam?" tanya kakek to the point.
"Hampir saja, Kek?" jawab Putri santai dan jujur.
Kakek itu mengerutkan keningngnya. "Maksudnya?" tanya kakek bingung.
Putri berpikir sebentar. Kakek ini terlihat baik, mungkin tak apa jika aku cerita.
"Kakek bisa memanggilku Putri. Aku kerja di hotel mewah. Banyak sekali tamu pria hidung belang yang menggoda ku Kek, bahkan mau meniduri ku. Yah, meskipun aku sudah janda, tapi aku bukan janda gatal seperti kata orang."
"Janda?"
"Ya, kek aku janda muda yang masih segar." Seketika kakek tertawa mendengar ucapan Putri tentang statusnya.
Masih muda tapi sudah janda, pasti hidupnya tak mudah.
"Apa pria tadi yang akan menyewa jasamu?"
"Ya, Kek. Seharga 1 M," jelas Putri dengan mata membola ke arah kakek. Lalu berdiri.
"Coba kakek lihat, bagian depan, ukurannya standar, not big," ucapnya sambil memegang dadanya, lalu beralih memegang bokongnya. "Gak bahenol juga, hanya sedikit montok." lalu Putri duduk kembali.
"Hanya orang gila yang mau membayar 1M untuk satu malam. Aku kira itu sudah harga yang tinggi hingga tak ada orang yang akan mengeluarkan uang sebnayak itu. Eh ternyata aku salah, si om ternyata membawa cek 1 M." Putri menghela nafas lalu menyandarkan punggungnya ke sandaran sofa.
Kakek itu menatap Putri dengan pikiran yang tak terbaca. Sedetik kemudian menyunggingkan senyum dibibirnya.
"Bagaimana kalau aku yang membayarmu 1M," ucap kakek yang baru saja menolongnya.
"Apa?" Putri terlonjak kaget dari sofa lalu duduk tegak.
Putri menarik nalas lalu menghembuskannya perlahan.
"Ternyata kakek sama saja, hidung belang." Putri beranjak dari duduknya hendak berdiri.
"Duduklah!" Perintah kakek. "Aku membayarmu bukan untuk urusan ranjang, aku masih setia pada almarhum istriku."
Putri berbalik lalu menatap kakek itu.
"Duduklah!" ulang kakek. Mau tidak mau Putri pun duduk kembali.
"Jadi perawat cucuku, jika kau mau aku akan membayarmu 1 M."
Putri tidak menjawab, ia masih diam sambil berpikir.
Pekerjaan apa? Gajinya bisa 1 M. Mencurigakan.
"Apa kakek pedagang manusia?" tanya Putri masih curiga. Kakek tertawa keras mendengar perkataan Putri.
"Sepertinya aku tidak salah pilih. Bagaimama kau bersedia?"
"Menjadi babysitter?" Putri bertanya balik, ia belum yakin dengan pekerjaan yang ditawarkan kakek.
Menjaga balita bayarannya sebesar itu. Seajaib apa balitanya?
"Yah, semacam itu," jawab kakek, tidak menjawab dengan jelas.
"Pikirkanlah dulu, jika kau bersedia hubungi kakek."
Putri mengambil kartu nama itu lalu berpamitan karena temannya sudah menunggu.
"Masuklah!" titah kakek pada asistennya diluar ruangan setelah kepergian Putri. Pintu terbuka dari luar lalu asisiten itupun masuk.
"Apa yang kau dapatkan?" tanya kakek. Asisten kakek selalu cekatan dalam bekerja, tanpa disuruh pun ia sudah tahu apa yang harus dilakukan.
"Ini Tuan." Asisten itu menyerahkan beberapa lembar dokumen.
"Dia benar janda." Kakek berucap dengan sedikit tersenyum.
*
*
Putri langsung pulang karena tadi dia sudah menghubungi Ratna dan menyuruhnya untuk membungkus pesanan makanan mereka.
Setelah sampai dikontrakan. Ia menceritakan apa yang dialaminya pada sahabatnya itu.
*
*
Akhirnya di sinilah Putri berada saat ini, berdiri di depan rumah yang berpagar tinggi.
"Pagarnya tinggi sekali. Apa cucu kakek sering kabur?" tanya Putri masih berpikir kalau yang akan dijaganya anak kecil. Dia belum tahu kalau yang akan dirawatnya adalah pria dewasa.
Putri masih menatap pagar tinggi itu, sudah bisa dilihat kalau rumah di dalamnya pasti tidak sederhana.
"Pagar orang kaya mah beda, benar kata kak Ratna." Putri masih menatap kagum pagar yang menjulang tinggi itu.
"Ah ... " Putri spontan menutup mulutnya saat pikirannya melayang tinggi. "Jangan - jangan pagar tinggi ini karena ada binatang buas di dalam. Orang kaya biasanya aneh. Oh, tidak ... " Ia takut apa yang dibayangkannya jadi kenyataan.
Dengan tergesa Putri berbalik, namun belum sempat untuk melangkah, pintu pagar itu terbuka. Putri menoleh ke belakang, terlihat seorang laki - laki paruh baya muncul dibalik pagar.
"Nona Putri," panggilnya.
Dia mengenalku.
"Iya," jawab Putri terbata.
"Silahkan masuk, Nona. Tuan sudah menunggu Anda."
"Em... Aku... mendadak ada keperluan lain, mungkin lain kali aku akan bertemu kakek." Putri paham yang disebut Tuan pastilah kakek.
"Masuklah!" titah kakek, entah sejak kapan kakek itu datang. Putri tidak bisa mengelak lagi, dengan langkah gontai ia mengikuti kakek masuk kedalam rumah, yang juga disusul oleh orang yang pertama menemuinya.
Putri mengaga lebar saat melihat penampakan luar rumah itu.
"Wah besar sekali." Rasa kagum tak berhenti disitu saja saat pintu rumah itu terbuka. Ketakutannya seakan lenyap terganti dengan kekagamuman akan pesona rumah itu.
"Ini benar rumah, Kakek?" tanya Putri tak percaya. Kakek hanya tersenyum, tidak menjawab pertanyaan konyol Putri.
"Ini bukan rumah majikan kakek, kan?" Putri bertanya lagi. Kakek menatap Putri.
"Kau ingin melihat sertifikat rumah ini?" tanya kakek.
"Tidak... Tidak... Putri percaya, Kek. Kakek tinggal dengan siapa?" Rumah sebesar ini pasti banyak penghuninya kan, pikir Putri.
"Putra bungsu yang belum menikah dan cucuku."
Kakek mempersilahkan Putri untuk duduk di sofa.
"Hanya bertiga?" Tanya Putri terkejut, rumah sebesar ini hanya bertiga. Kakek pun mengangguk.
"Sepi. Cucu Kakek mana?" Karena sebesar apapun rumah itu pasti ramai oleh anak kecil, itulah pemikiran Putri.
"Jadi kau setuju?" bukannya menjawab kakek malah balik bertanya.
Putri menganggukkan kepalanya, meskipun masih ada keraguan dihatinya.
"Baiklah, ayo ke kamar cucuku?" ajak kakek lalu berdiri yang diikuti Putri dari belakang. Mereka berjalan menuju ke arah lift. Tidak heran jika rumah sebesar itu ada liftnya.
Selama dikampung Putri tidak pernah naik lift. Tapi bukan berarti dia katrok meskipun benar. Ratna sudah mengajarinya naik lift selama bekerja dihotel.
Mereka berdua berhenti di depan sebuah kamar. Kakek menatap Putri sebentar lalu membuka pintu kamar. Kakek melangkah masuk dan Putri ikut masuk ke dalam kamar itu.
Kamar tampak rapi tidak ada tanda-tanda penghuni anak kecil disana.
"Cucu kakek pasti anak yang patuh, kamarnya rapi sekali?" Putri belum melihat keberadaan cucu kakek itu.
"Dia tidur," tunjuk kakek dengan ekor matanya. Putri mengikuti arah yang ditunjukkan kakek.
Putri terkejut melihat seorang pria terbaring dibawah selimut hanya sedikit rambutnya yang terlihat.
Daritadi dia hanya melihat sekitar, tanpa melihat ke arah ranjang. Anak kecil pasti suka bermain pikirnya.
"Pria dewasa?" tanya Putri melongo.
"Ya cucuku seorang pria dewasa." Lalu kakek meninggalkan kamar itu membiarkan Putri sibuk dengan pikirannya.
Putri masih diam terpaku didalam kamar itu, entah apa yang dipikirkannya, saat sadar ia kembali mencari keberadaan kakek.
"Kakek ... Kakek," teriaknya lalu berhenti setelah melihat kakek tua itu duduk disebuah sofa.
"Kakek jangan bercanda?"
"Tidak, kakek sangat serius."
"Kek, bagaimana bisa aku menjaga pria dewasa, harus memandikannya, memakaikan baju, mengajaknya bermain, dan entah apa lagi," jelas Putri, itu semua yang harus dilakukan perawat bukan, lebih tepatnya pengasuh.
Kakek tertawa mendengar ocehan Putri yang panjag kali lebar.
"Kau tak perlu melakukan apa yang kau katakan tadi, dia masih bisa melakukannya sendiri."
"Lalu?"
"Kau hanya perlu menghiburnya."
"Menghiburnya?"
"Ya, setelah enam bulan menikah, cucuku mengalami depresi setelah istrinya meninggal dalam kecelakaan. Sudah 2 bulan sejak kejadian itu, dia tidak pernah keluar kamar, hanya termenung, dan jarang menyentuh makanan. badannya sangat sehat hanya saja pikirannya yang terganggu." Kakek menceritakan keadaan cucunya sengan sendu.
"Dokter tidak bisa melakukan apapun karena cucuku sendiri yang tidak punya gairah untuk melanjutkan hidup."
"Kau hanya perlu membuatnya tersenyum dan menjaga pola makannya. Buatlah dia hidup normal kembali," lanjut kakek.
"Hanya itu?" tanya Putri. Dia merasa tugasnya tidak terlalu sulit.
Hanya membuatnya tersenyum, bukankah sangat mudah.
Kakek menganggukkan kepalanya. "Jika kau berhasil, 1 unit apartemen akan jadi milikmu."
"Kakek serius?" tanya Putri dengan senyum lebar yang diiringi anggukan kepala oleh kakek.
"Aku terima pekerjaan ini, Kek. Jangan lupa 1 M dan 1 unit apartemen setelah pekerjaan ini selesai. Kakek jangan menipuku."
"Tentu."
"Bersiaplah untuk kehilangan uang, Kek." Lalu Putri menjabat tangan Kakek.
"Semoga kau betah, karena perawat sebelumnya sudah kabur kurang dari satu minggu."
"Demi 1 M. Aku akan bertahan, kek. Tapi...."
Kakek mengerutkan keningnya karena Putri ragu untuk melanjutkan ucapannya.
"Emmm ... Bagaimana kalau aku atau cucu kakek jatuh cinta?" tanya Putri dengan tangannya membentuk hati
"Begini, Kek. Aku dan cucu kakek kan setiap hari bersama, apalagi dalam satu ruangan yang sama. Bisa saja tumbuh benih-benih .... "
"Aku setuju," potong kakek.
"Setuju?" Putri kaget dengan jawaban kakek tidak seperti yang ia bayangkan.
"Jika kalian saling mencintai, maka tinggal menikah saja."
"Semudah itu?" tanya Putri sambil mengangguk-anggukkan kepalanya.
Tidak ada drama cinta terlarang orang tua karena perbedaan kasta.
"Kek, tapi aku miskin, Kakek setuju?" tanya Putri setelah sadar dengan status mereka.
"Tidak masalah," jawab kakek santai dengan senyum di bibirnya.
Meskipun baru mengenal Putri, entah apa yang membuatnya menyukai Putri. Mungkin karena kepribadian Putri yang ceria, berani dan apa adanya. Sesuai dengan namanya Putri ceria.
"Astaga ... " ucap Putri setelah sadar dengan apa yang telah diucapkannya. "Maaf Kek, bekerja saja belum, sudah berpikiran jauh, maaf ya Kek."
Kakek hanya tersenyum. Ada harapan dihati kakek semoga dengan hadirnya Putri cucunya bisa sembuh. Dia sudah melakukan berbagai cara tapi nihil, cucu satu-satunya itu seperti tidak ingin hidup lagi.
Meskipun kakek puya dua putra tapi cucunya hanya satu, putra bungsunya belum juga menikah diusianya yang sudah matang. Malah cucunya dulu yang menikah.
"Kapan kau akan mulai bekerja?"
"Besok pagi, Kek."
Mereka berbincang sebentar, setelah itu Putri pamit undur diri. Putri juga sudah mengatakan kalau dia akan tetap bekerja di hotel. Kakek mengijinkan selama Putri bisa membagi waktunya.
Keesokan paginya Putri bersiap berangkat ke rumah kakek kaya. Ya Putri memanggilnya kakek kaya.
"Selamat pagi, Kek?" sapa Putri pada Kakek yang sedang sarapan.
"Duduklah! Kita sarapan bersama."
"Putri sudah sarapan, Kek. Boleh, Putri menemui cucu kakek?"
"Raditya? Tentu."
"Oh ... Namanya Raditya."
Lalu kakek meminta bibi untuk menyiapkan sarapan untuk Raditya yang akan dibawa oleh Putri.
Putri mengambil nampan yang sudah disiapkan bibi.
"Terima kasih, Bi."
Setelah itu dengan semangat yang tinggi Putri berjalan menuju kamar Raditya.
"Kenapa kakek sarapan sendirian, bukankah kakek juga tinggal bersama putranya?" tanya Putri pada dirinya sendiri saat berjalan menuju kamar Raditya. Putri mengenyahkan rasa penasarannya karena itu bukan urusannya.
Sampai di depan pintu, Putri mengetuk pintu dengan nampan ia letakkan di atas salah satu pahanya yang ia angkat ke atas.
Tidak ada sahutan. Ia buka pintu itu tanpa permisi lalu masuk ke dalam. Sunyi. Terlihat seorang pria dewasa duduk menghadap jendela. putri meletakkan nampan di atas nakas lalu berjalan ke arah pria itu.
"Dari cerita kakek, usianya 25 tahun, masih muda sudah duda," gumamnya lirih. Lalu ia terkikik sendiri ketika teringat akan statusnya. "Janda muda ngatain duda muda."
Putri berhenti dibelakang pria itu. Ada perasaan ragu untuk berbicara, tapi mengingat uang 1 M, Putri kembali semangat.
"Selamat pagi, Tuan. Saya Putri yang akan merawat Tuan." Putri memperkenalkan dirinya.
Tak ada jawaban, pria itu hanya diam dan memandang jauh ke arah jendela.
"Tuan mau sarapan?" Menunggu sesaat, tidak terdengar jawaban, hanya suara helaan nafas pelan yang terdengar dari pria itu.
Putri memberanikan diri melangkah ke samping untuk melihat wajah pria itu.
"Astaga... " ucap Putri terkejut melihat wajah pria itu sambil menutup mulutnya dan sedikit mundur kebelakang karena terkejut.
"Tampan sekali, benarkah dia depresi hanya karena istrinya meninggal? Kenapa harus depresi cari saja istri yang lainnya, aku yakin dia hanya tinggal tunjuk," ucap Putri yang hanya bisa ia ucapkan dalam hati.
"Tuan, mau sarapan?" tanya Putri kembali. Tatapan pria itu kosong.
Putri menatap pria itu fokusnya bukan pada sarapan yang dibawanya, tapi dia terhipnotis oleh ketampanan pria itu.
Sudahlah Tuan jangan depresi lagi, aku mau kok gantiin istri Tuan.
Putri memukul kepalanya, berani sekali pikirannya itu berpikir jauh. Ia jadi tertawa sendiri dalam hati.
Ia kembali meletakkan nampan itu ke atas nakas. Lalu berpikir bagaimana caranya pria tampan yang bernama Raditya itu menganggapnya ada.
Putri mendekati Radit lagi lalu mengintp wajah pria itu dari arah belakang.
Tatapannya masih sama, gak capek ya. Aku aja capek.
Putri berjalan berputar sekarang posisinya tepat berada dihadapan pria itu tanpa menghalangi arah pandang mata pria itu.
"Dilihat dari depan kelihatan jauh lebih tampan." gumam Putri sembari menikmati wajah pria itu.
Putri mendekatkan wajahnya. "Wah, kulitnya mulus sekali, putih bersih, aku saja yang seorang wanita tak semulus itu."
"Boleh disentuh gak ya? Dikit saja." Putri menjauh sambil menutup mulutnya. Dia benar-benar lancang.
"Tuan!" panggil Putri dengan suara keras, sengaja ia lakukan untuk mengejutkan pria itu. Tapi tak sedikitpun ada perubahan dari pria itu. Pergerakan, perubahan ekspresi tak terlihat sama sekali.
"Ternyata tidak mudah," keluhnya.
*
*
Hardian keluar dari kamarnya. Hari ini ia tidak bekerja. Dia melihat punggung seorang wanita masuk ke dalam kamar keponakannya itu.
"Ayah, apa perawat Raditya sudah datang?" ya Kakek yang merupakan ayah kandung Hardian sudah memberitahu pada putra bungsungnya tentang perawat itu.
"Sudah, dia masih sangat muda, semoga perawat kali ini bisa membuat Raditya hidup normal kembali. "
Setelah mendapat jawaban dari sang ayah. Hardian berlalu dari sana. Ia memang irit bicara dan dingin.
Hardia melewati kamar Raditya, samar-samar ia pendengar wanita yang menjadi perawat keponakannya itu bicara.
Usia mereka hanya terpaut limat tahun. Hardian berusia 30 tahun, sementra Raditya berusia 25 tahun. Mereka cukup dekat karena mereka tinggal bersama. Bahkan Raditya lebih dekat dengannya daripada ayah kandungnya sendiri yang merupakan kakak kandung Hardian.
Hardian masuk ke ruang kerjanya, tak lama asisten kepercayaannya menyusul keruangan itu. Lalu meletakkan beberapa dokumen di meja kerja itu.
Semua dokumen yang berada di atas meja jatuh bersamaan oleh tangan pria yang duduk di kursi belakang meja. Ia meluapkan amarah, mengeluarkan rasa sesak dihati. Setelah dokumen itu ia buka.
"Kapan mereka pergi?" tanya Hardian setelah mendapat loparan dari asisten setianya.
Hardian Malik pengusaha yang sukses diusia muda. Dia terkenal pria yang dingin dan tak tersentuh. Dia belum menikah di usianya yang menginjak 30 tahun.
Bukan karena dia jelek, ketampanannya mampu membuat wanita bertekuk lutut jika dia menginginkan wanita itu.
Hardian jarang terlihat dengan seorang wanita. Namun, tiga tahun terakhir dia dekat dengan seorang wanita dari kalangan pengusaha juga. Mereka menjalin hunungan selama tiga tahun.
"Tadi malam, Tuan."
"Dia lebih memilih selingkuhannya." Lalu laki - laki itu tertawa, namun dibalik tawanya mengandung kesedihan. Bagaimana tidak, jika kekasihnya selingkuh dan pergi dengan selingkuhannya.
Satu minggu yang lalu saat ia melamar kekasihnya, wanita itu menolaknya karena pria lain. Hardian dengan hati lapang memaafkan kekasihnya itu asal wanita itu mau kembali padanya. Mungkin karena sudah dibutakan oleh cinta, kesalahan sebesar apapun bisa ia maafkan.
"Apa yang harus saya lakukan, Tuan?"
"Blokir semua kartu yang aku berikan dan jual apartemen yang juga aku berikan padanya."
Hardian tersenyum sinis, senyum yang mengerikan bagi orang yang melihatnya.
Sakti pamit undur diri setelah selesai melaksanakn tugasnya.
Hardian masih terlihat marah.
"Semua wanita tidak bisa dipercaya."
Hardian adalah tipe pria yang setia. Pernah patah hati saat remaja membuatnya malas untuk berdekatan dengan wanita. Namun Sayla berbeda, dia wanita yang selalu ada untuknya. Wanita yang selalu menerima kekurangannya.
Entahlah apa kekurangan pria tampan dan kaya itu. Hanya Hardian yang tahu.
"Murahan! Apa begitu sulit untuk mereka setia?"
Menjalin hubungan selama tiga tahun bukan waktu yang sebentar baginya. Tapi ada yang harus ia syukuri, ia tahu semua itu sebelum mereka menikah.
*
*
Hardian keluar dari ruang kerjanya setelah Sakti pergi. Ia melewati kamar Raditya. Pintu kamar hanya tertutup sebagian. Sayup-sayup dapat ia dengar seorang permpuan sedang bicara, meskipun tidak jelas ditelinganya apa yang perempuan itu ucapkan.
Ia dapat melihat wanita yang berdiri bingung di belakang keponakannya itu. Wanita itu semampai dan lumayan tinggi. Ia pikir ayahnya akan mencarikan babysitter yang sudah paruh baya.
Apa ayah punya rencana lain? Atau ini hanya kebetulan saja. tanyanya dalam hati.
Tak lama Hardian kembali ke kamarnya.
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!