NovelToon NovelToon

Kesabaran Hati Menantu

Bab 1 - Kecelakaan Dahsyat

"DOKTER!" pekik seorang wanita muda tengah berjalan tertatih menuju ruangan gawat darurat.

Dimana kondisinya saat ini tangan dan pelipisnya terluka. Walaupun sudah dibalut sedikit perban, namun tetap ada bekas darah menetes pada luka tersebut.

Jejak air mata dan tubuhnya gemetaran serta perasaan yang campur aduk melingkupi raga dan jiwa wanita muda tersebut.

"Cepat lakukan penanganan!" pekik seorang dokter pada suster wanita

"Siap Dok," jawab sang suster.

"Bagaimana kondisi Mas Handika ya Tuhan?" batin Aisha.

"Ayah,"

"Ibu,"

"Hiks... hiks... hiks," rintih tangisan Aisha meluncur deras tanpa diminta sang empunya yang yang saat ini tengah duduk di depan ruang gawat darurat rumah sakit di mana di dalamnya terdapat sang suami yang tengah berjuang antara hidup dan mati.

Headline News, Yogyakarta.

Sebuah kecelakaan tunggal menimpa keluarga Atmajaya di daerah Sleman, Yogyakarta. Siapa yang tidak mengenal seorang Handika Atmajaya di Jakarta. Pengusaha muda yang baru-baru ini namanya tengah naik daun di dunia bisnis properti dan real estate.

Di duga sopir mengantuk sehingga terjadi deep sleep dan menabrak pembatas jalan hingga keluar jalur. Di dalam mobil Toyota Fortuner berwarna putih tersebut terdapat lima orang termasuk sopir.

Kabar terbaru kecelakaan naas tersebut merenggut dua korban yang meninggal dunia yaitu Surya (60 tahun) dan Lestari (55 tahun). Kedua korban adalah orang tua dari Aisha Permata Jingga, istri dari Handika Atmajaya sekaligus besan dari keluarga Atmajaya. Surya meninggal di tempat sedangkan sang istri bernama Lestari meninggal di rumah sakit.

Sang sopir bernama Antok selamat. Hanya mengalami syok dan luka ringan. Sedangkan korban lainnya yaitu Handika Atmajaya mengalami luka berat dan saat ini sedang dalam kondisi kritis. Aisha Permata Jingga, istri dari Handika Atmajaya berhasil selamat dan hanya mengalami luka ringan.

Sekian berita yang dapat kami sampaikan dan saat ini seluruh korban sudah berada di RSUP Dr. Sardjito, Sleman, Yogyakarta guna penanganan lebih lanjut.

🍁🍁🍁

Flashback beberapa saat sebelumnya,

Suasana riuh dan hiruk pikuk terjadi di instalasi gawat darurat RSUP Dr. Sardjito, Sleman, Yogyakarta. Sebuah kecelakaan tunggal dan tragis menimpa keluarga Atmajaya dan besannya di ruas jalan arah Sleman menuju kota Yogyakarta.

"Ayah! Kenapa secepat ini ninggalin Aisha? Tidak! Bangun Yah, huhu..." jerit Aisha dan tangisan pilu saat dirinya melihat langsung jenasah sang Ayah terbujur kaku di kamar mayat rumah sakit.

"Nyonya Aisha!" pekik seorang suster dengan langkah tergopoh-gopoh.

"Ada apa Sus?" tanya Aisha dengan bibir bergetar.

"Cepat ikut saya ke ruangan Ibu Anda. Beliau sepertinya ingin memberi pesan penting," ucap sang suster dengan terbata-bata.

Akhirnya suster tersebut menuntun Aisha yang tengah berada di atas sebuah kursi roda. Aisha beruntung hanya mengalami luka ringan di bagian tangan dan pelipis saja. Tidak ada gegar otak maupun cidera dalam lainnya setelah di CT Scan.

Namun karena kondisinya yang masih syok akibat kecelakaan dan lemas, akhirnya suster berinisiatif menyarankan Aisha memakai kursi roda agar tidak terlalu letih berjalan ke sana kemari. Dan Aisha pun menurutinya.

Ceklek...

Pintu kamar inap ibunya pun terbuka. Setibanya di ruangan sang ibu, pikiran Aisha langsung dipenuhi hal negatif. Sebab kondisi ibunya cukup parah daripada dirinya. Aisha mendekat pada ranjang ibunya dan meraih tangannya.

Lestari pun membuka mata kala melihat tangannya digenggam oleh sang putri. Hal ini dikarenakan Aisha memanggilnya walaupun dengan suara cukup lirih dan sendu.

"Aisha," panggil Lestari.

"Ibu huhu... ibu harus kuat ya," ucap Aisha berusaha tegar walaupun kesedihan itu tidak dapat ia tutupi dengan sempurna sebab sang ibunda sudah melihat dari sorot mata Aisha yang tidak pernah berbohong.

Lestari hanya tersenyum menanggapi ucapan putrinya itu. Lalu tanpa basa basi ia segera memakaikan sebuah gelang emas putih bermata berlian pada tangan sebelah kanan Aisha.

"Apapun yang terjadi jangan pernah dilepas gelang ini ataupun kamu jual ya sayang," ucap Lestari terbata-bata dan menangis pilu dengan buliran air mata jatuh membasahi pipinya.

"Apa ini, Bu? Kenapa ibu memberiku sebuah gelang di saat seperti ini?" tanya Aisha cukup heran.

"Maukah kamu berjanji di depan Ibu bahwa kelak apapun yang terjadi ke depan, kamu akan menjaga gelang ini dengan baik seperti nyawamu?" tanya Lestari lirih dan terbata-bata.

"Baik Bu. Aisha janji akan menjaganya dengan baik," ucap Aisha sendu.

"Maafkan Ayah dan Ibu yang tak bisa terus menjagamu. Semoga kelak takdir membawamu pulang ke tempat asalmu, Nak".

Bip...bip...tiiitttt....

Sebuah garis lurus terpampang di layar monitor EKG (elektrokardiogram) yaitu prosedur medis yang dilakukan untuk memeriksa fungsi jantung, termasuk aktivitas kelistrikannya.

"Ibu... ibu... Ibuuu!" jerit Aisha menggema.

Tubuhnya merosot ke depan hampir terjungkal dari kursi roda beruntung dengan sigap suster menahannya. Sebab kakinya tak seimbang.

Niat hati ingin meraih tubuh ibunya guna dipeluk namun fisiknya yang masih lemah dan terjangan syok hebat akibat kecelakaan yang baru saja terjadi membuat Aisha tak dapat menopang tubuhnya dengan benar.

Tim dokter dan perawat berusaha memberikan pertolongan segera. Namun takdir berkata lain bahwa Lestari menyusul sang suami yang telah berpulang terlebih dahulu.

Tangisan pilu memenuhi ruangan mendiang Lestari. Aisha meraung sedih. Liburan bersama keluarganya kali ini berbuah petaka kesedihan mendalam yang berujung ditinggal pergi untuk selama-lamanya oleh kedua orang tuanya.

Tak lama setelah sang Ayah menghembuskan nafas terakhirnya, sang ibu akhirnya pun ikut menyusul. Lalu bagaimana nasib suaminya, Handika, sang belahan jiwanya yang kabarnya tengah berjuang antara hidup dan mati?

Flashback off

Ia pun segera meminta suster menemani dirinya ke ruangan sang suami. Dan baru saja duduk sesaat di depan ruang IGD, pintu pun terbuka menampilkan dokter keluar dan tampak sedikit lesu. Aisha langsung berdiri dan berjalan tertatih menuju sang dokter.

"Bagaimana kondisi suami saya, Dok?" tanya Aisha cemas.

"Kami mohon maaf yang sebesarnya Nyonya Handika, suami Anda telah meninggal dunia. Baru saja menghembuskan nafas terakhir akibat pendarahan hebat pada kepalanya. Dan hantaman keras akibat kecelakaan tersebut juga mengenai di bagian dada korban, tempat vital jantungnya."

Deg...

🍁🍁🍁

Bab 2 - Duka yang Mendalam

"Mas Handika! Bangun Mas... kamu pasti bercanda kan. Kamu cuma ngeprank aku kan Mas, huhu..."

"Kamu janji akan bawa aku pergi umroh ke Tanah Suci bulan depan. Supaya kita bisa berdoa lebih dekat pada Allah. Siapa tahu sepulang dari umroh, kamu diberi kesembuhan jadi kita bisa segera mendapatkan momongan seperti yang kita tunggu selama ini. Mana janjimu, Mas. Kamu pembohong!" teriak Aisha dengan derai air mata dan tubuhnya memeluk jenasah suaminya, Handika.

Cobaan bertubi-tubi menimpa seorang Aisha Permata Jingga hari ini. Dalam satu hari, ia ditinggal pergi untuk selama-lamanya oleh kedua orang tuanya dan juga suaminya.

Hatinya pun tengah gusar berbalut kesedihan perih menyayat hati. Sebab ia tak sanggup rasanya untuk menghadapi kemurkaan sang ibu mertuanya. Selain kondisi fisik dan hatinya tengah lemah tak berdaya, terlebih pencetus ide liburan ke Yogyakarta adalah dirinya.

Apalagi suaminya itu adalah putra kandung semata wayang ibu mertuanya. Tentu sangat disayang bak porselen berharga yang tidak akan dibiarkan tergores sedikitpun.

Dikarenakan keinginan dirinya yang menggebu berbalut rindu ingin berkunjung ke rumah kedua orang tuanya di Sleman sekaligus berlibur ke kota Yogyakarta, kini rindu itu hanya meninggalkan duka lara dan nestapa padanya.

Namun tak lama tiba-tiba tubuhnya ditarik oleh seseorang dari belakang dan sontak Aisha berdiri. Saat menoleh, matanya membelakak sempurna sebuah tatapan tajam menghunus padanya.

"Plakk..."

Sebuah tamparan panas melesat di pipinya sebelah kiri oleh tangan dingin ibu mertuanya yang bernama Ida Sagita Atmajaya, 55 tahun.

"Dasar menantu pembawa sial!"

"Putra semata wayang yang aku sayang setengah mati, dengan teganya kamu mengirim dia ke akhirat lebih dahulu daripada aku! Sekarang belum juga jenasah putraku di makamkan, apa kamu bilang tadi? Kesembuhan untuk mendapatkan momongan?"

"Dasar wanita mandul! Berani-beraninya kamu menuduh putraku yang mandul. Dasar menantu tidak tahu terima kasih. Bukan orang kaya tapi belagu!" hardik Ida Sagita Atmajaya.

Jika waktu bisa diputar kembali, tentu Aisha akan membatalkan niat kepergiannya ke Sleman, Yogyakarta. Ataupun jika memang sudah digariskan oleh takdir dan Tuhan memberikan pilihan padanya, lebih baik dirinya yang pergi bersama kedua orang tuanya kembali pada Sang Pencipta asalkan suaminya tetap hidup.

Supaya sang suami tetap bisa berkumpul dan bahagia bersama sang ibu mertua. Dikarenakan Ayah mertuanya, Budi Atmajaya, 60 tahun, telah meninggal dunia sejak lama. Jauh sebelum dirinya menikah dengan Handika Atmajaya.

Derap langkah sol sepatu seorang pria muda menggema di selasar ruangan IGD RSUP Dr. Sardjito, Sleman, Yogyakarta. Dirinya begitu syok ketika dikabarkan bahwa sang kakak, Handika Atmajaya, mengalami kecelakaan bersama istri dan kedua orang tua Aisha.

Walaupun Handika adalah kakak tirinya, tetapi ia sangat menyayangi lelaki itu seperti kakak kandungnya sendiri. Terlahir dari satu Ayah yang sama tetapi dua ibu yang berbeda.

Tetap tak menyurutkan ikatan batin dan kasih sayang antara keduanya. Handika pun sangat menyayangi adik satu-satunya itu walaupun tidak lahir dari rahim yang sama. Akan tetapi sikap ibu kandung Handika sangat bertolak belakang dengan putranya itu dalam hal menyayangi Faizan, anak tirinya.

Faizan berharap kabar tersebut hanya hoax semata. Namun setelah ia memastikan dengan baik ternyata memang fakta tersebut benar adanya. Alhasil dirinya langsung melesat dengan pesawat komersil yang tersedia hari itu juga dari Batam ke Yogyakarta.

Beruntung ada penerbangan tercepat satu jam lagi menuju Yogyakarta yang menyisakan satu seat kosong. Walaupun dengan harga yang sangat mahal sebab bertepatan dengan long weekend. Maka tiket itu pun ia beli demi sang kakak dan juga keinginan hati untuk melihat kondisi wanita yang selama ini diam-diam ia cintai.

POV Faizan Atmajaya On

Faizan Atmajaya, 25 tahun, adik tiri Handika Atmajaya sekaligus adik ipar Aisha. Lelaki yang lebih muda usianya lima tahun dari Aisha ini, sesungguhnya telah lama menaruh hati pada sang kakak ipar. Namun cinta itu hanya bisa ia pendam di hati.

Diam-diam mencintai seorang gadis penjaga loket penjualan tiket kereta api di Stasiun Gambir, Jakarta. Gadis bersurai hitam panjang, berkulit putih dan berlesung pipi. Cinta pada pandangan pertama, itulah yang dialami Faizan Atmajaya pada sosok Aisha Permata Jingga.

Bukan karena Aisha yang cantik parasnya tetapi juga mulia hatinya. Hal ini terbukti secara sengaja suatu hari Faizan mengikuti gadis yang ia cintai itu untuk mengetahui keseharian Aisha.

Ternyata setelah Aisha bekerja di stasiun Gambir, gadis ini tidak lantas pulang ke kosannya melainkan pergi ke sebuah lapangan kosong nan kumuh yang tidak jauh dari kolong jembatan di Jalan Sukabumi, Menteng, Jakarta Pusat.

Dengan motor maticnya, Aisha setiap hari setelah pulang kerja selalu menyempatkan mengajar anak-anak kolong jembatan. Baik itu membaca, berhitung maupun membuat suatu prakarya.

Jiwa sosial dan kepedulian yang sangat tinggi dimiliki oleh Aisha membuat Faizan terpesona akan daya pikat gadis berlesung pipi ini. Bahkan ia pernah tidak sengaja melihat Aisha memberhentikan motornya lalu menepikan di pinggir jalan, ternyata dia turun hanya untuk membantu menyeberangkan seorang nenek tua renta.

Nenek tersebut membawa sebuah karung besar seperti berisikan kaleng-kaleng bekas yang diambil dari tong sampah dan ia letakkan di punggungnya. Dan tanpa jijik karung tersebut berpindah dari punggung si nenek ke punggung Aisha. Lalu gadis itu menggandeng tangan sang nenek tersebut untuk menyeberang jalan.

"Gadis yang langka," batin Faizan seakan tersihir atas kelembutan hati seorang Aisha.

Namun cinta itu hanya bertepuk sebelah tangan kala ia mengetahui ternyata Aisha adalah kekasih sang kakak tirinya, Handika Atmajaya. Bahkan keduanya bersiap naik ke pelaminan.

Pupus sudah harapan Faizan untuk menyunting gadis pujaan hatinya itu. Alhasil selepas pernikahan sang kakak dengan Aisha, ia bertolak ke Batam. Meninggalkan cinta dan hatinya di Jakarta.

Faizan memutuskan menerima tawaran pekerjaan dari sahabat dekatnya bernama Benny, 25 tahun, untuk bekerja di perusahaan milik tantenya. Berharap cinta itu hilang dengan sendirinya jika berjauhan dari sang pemilik hatinya.

Namun ternyata satu tahun berselang, tetap cinta tersebut tidak luntur. Bahkan semakin memenuhi relung jiwanya. Walaupun banyak pinangan cinta datang padanya dari wanita yang lebih muda usianya dari Aisha dan berasal dari keluarga berpunya.

Tetapi tetap ia tolak sebab di hatinya hanya ada satu nama bidadari cintanya yaitu Aisha Permata Jingga. Hanya Aisha dan dia tidak menginginkan yang lainnya.

POV Off

"Bagaimana kondisi Aisha sekarang ya Tuhan?" batin Faizan.

🍁🍁🍁

Bab 3 - Suratan Takdir

Ceklek...

Derit pintu kamar tempat Handika Atmajaya terbuka dan sungguh perih hatinya melihat kondisi memilukan ini ada di hadapannya secara nyata bukan mimpi belaka.

Sang kakak yang gagah kini terbujur kaku di ranjang dan di sebelahnya tampak Aisha tengah menundukkan kepalanya. Pipinya basah akan jejak air mata yang diyakini Faizan sebab kehilangan mendalam yang dialami oleh Aisha.

Siapa yang menduga bahwa dalam sehari, gadis berlesung pipinya ini ditinggal pergi oleh ketiga orang yang sangat berharga dalam hidupnya. Tentu saja pohon yang kokoh tersebut rapuh sebab akarnya dicabut paksa.

Takdir sungguh kejam pada Aisha. Mungkin sebagian manusia yang melihat dari sudut pandangnya akan berpikir sedangkal itu.

Akan tetapi bagi orang yang beriman selalu percaya bahwa setiap cobaan dalam hidup kita tentu akan ada hikmah yang berharga di balik itu semua. Semua sudah suratan takdir dari sang pemilik kehidupan.

Tinggal bagaimana manusia itu ikhlas menjalani takdirnya dan lebih banyak bersyukur bukan mengeluhinya terus menerus tergerus kesedihan dan kekecewaan.

Faizan mulai merasakan sesuatu yang janggal sebab Aisha tengah menunduk dan tangan kirinya memegang pipinya. Sang ibu tirinya tengah berkacak pinggang di depan kakak iparnya ini.

"Ada apa ini, Ma?" tanya Faizan sontak keduanya melihat ke arah sumber suara tersebut termasuk Aisha dan Mama Ida.

"Lihat ini kelakuan kakak iparmu yang sok kecantikan. Sudah ngeyel merengek minta pergi liburan alasan rindu orang tuanya tapi hasilnya begini. Mana sekarang dia dengan lantangnya nuduh kakakmu mandul. Dasar perempuan gak tahu diri," sarkas Mama Ida.

"Ya ampun Mah, ini sudah takdir dari Sang Pencipta. Kita harus ikhlaskan semuanya supaya Mas Handika juga tenang. Kakak di sana bisa menjaga Papa yang lebih dahulu lama berpulang," ucap Faizan lembut untuk meredam emosi ibu tirinya seraya mengelus pundak Mama Ida.

Tanpa basa basi Mama Ida langsung menarik Aisha dan mendorongnya ke sisi lain menjauhi ranjang putra kandungnya.

"Pergi kamu dari sini. Aku haramkan kamu menyentuh jenasah putraku baik itu seujung kukunya sekalipun wanita mandul!" pekik Mama Ida dengan tajam.

"Tapi Mah_" ucapan Faizan teropong.

"Gak ada tapi-tapian. Kamu urus saja itu kakak iparmu yang pembawa sial!" potong Mama Ida dengan nada yang cukup tinggi dengan matanya melotot pada Faizan dan Aisha. Keduanya pun hanya bisa pasrah dan tampak terdiam tanpa bisa membantah.

Di keluarga Atmajaya selepas sang Papa, Budi Atmajaya (60 tahun) meninggal dunia, memang kendali rumah ada di tangan Mama Ida sebagai istri pertamanya. Faizan pun tidak bisa banyak berbuat sebab ia hanya anak dari istri kedua.

Terlebih ibu kandungnya, Resya Damayanti telah lama meninggal dunia sejak melahirkannya. Otomatis dirinya sejak kecil diasuh oleh Mama Ida bersama sang Papa.

Faizan pun mengajak Aisha untuk keluar terlebih dahulu dari kamar Handika sebab situasi sedang tidak kondusif dan penuh emosi jiwa. Tentu dirinya tidak ingin Aisha jadi sasaran empuk kemarahan sang ibu tirinya itu.

Walaupun begitu Faizan paham ibu tirinya sangat terpukul karena kehilangan sang kakak sehingga membutakan logika dan hatinya untuk saat ini. Orang tua mana yang tidak akan bersedih bila kehilangan putra tunggalnya.

Karena seluruh harapan dan kehidupannya ia gantungkan pada sang putra. Kini penopang itu berpulang pada Sang Pencipta dengan cara seperti ini dan mendadak. Pastinya ia sangat syok sebab berangkat sehat namun pulang dalam kondisi tinggal nama.

Sebelum keluar, ia menoleh kembali dan melihat Mama Ida memeluk jenasah sang kakak. Wanita berusia senja itu meraung-raung pilu memanggil nama putranya yang telah meninggal.

Dirinya teringat kesedihannya yang lalu dan merasa de javu. Saat masih berumur lima belas tahun, sang Papa meninggal dunia akibat sakit jantung. Dirinya, sang kakak dan Mama Ida menangis pilu. Bahkan ibu tirinya itu sampai pingsan.

Aisha awalnya tidak bersedia meninggalkan jenasah suaminya. Ia ingin selalu berada di sisi mendiang suaminya hingga dikebumikan. Namun Faizan sedikit memaksa dan memberinya pengertian agar sang kakak ipar memberi ruang dan waktu sejenak untuk ibu tirinya itu.

Akhirnya Aisha dengan tertunduk lesu keluar bersama Faizan. Kini keduanya duduk tak jauh dari kamar Handika. Suasana canggung sedikit melingkupi keduanya. Sebab sejak pernikahan bahkan sebelum pernikahan Handika dengan Aisha, keduanya sangat jarang berinteraksi.

Terlebih dalam kondisi berdua saja seperti ini, hal itu sangat jarang sekali terjadi. Apalagi komunikasi via ponsel. Sejak Faizan pergi ke Batam, keduanya sangat jarang berkomunikasi kecuali hal mendesak seperti ibu mertuanya yang pernah opname karena sakit darah tingginya kambuh ataupun hal lainnya atas perintah Handika.

"Maafkan Mama ya Mbak. Pasti itu pipi Mbak merah akibat cap lima jari dari Mama," ucap Faizan sendu melihat pipi belahan jiwanya tampak memerah akibat tamparan dari sang ibu tirinya.

"Iya enggak apa-apa, Dek. Kamu tenang saja, Mbak paham kok kondisi Mama. Yang pasti sedih kehilangan Mas Handika jadi mudah terbawa emosi," tutur Aisha dengan lembut seraya menunduk.

Dalam keheningan dan kecanggungan itu tiba-tiba ada seorang dokter memanggil Aisha.

"Nyonya Aisha," panggil sang dokter melangkah menuju tempat duduk Faizan dan Aisha.

Sontak keduanya pun berdiri dan menatap sang dokter lelaki tersebut. Aisha ingat dokter ini yang sebelumnya menangani Handika, suaminya.

"Iya Dok," Aisha pun menjawabnya dengan lirih.

"Maaf sebelumnya, ada hal penting yang ingin saya sampaikan pada Nyonya Aisha. Tetapi sebelumnya, apakah saudara Tuan Handika yang bernama Tuan Faizan Atmajaya sudah hadir di rumah sakit ini atau masih dalam perjalanan?" tanya sang dokter.

"Saya Faizan, Dok. Ada apa ya, Dok?" tanya Faizan dengan serius.

"Silahkan kalian berdua ikuti saya ke ruangan yang lain. Sebab hal ini sangat penting dan bersifat pribadi," ucap sang dokter.

Deg...

"Ada apa gerangan?" batin Faizan bergemuruh.

"Ya Tuhan ada masalah apa lagi ini? Kuatkan hamba ya Tuhan," batin Aisha sendu bercampur cemas.

🍁🍁🍁

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!