NovelToon NovelToon

Cinderella dan Calon Ketua Mafia

Prolog

Cinderella, panggil saja Ella, menatap lekat pusaran sang Ayah yang meninggal beberapa tahun lalu. Hanya tampak gundukan tanah dengan beberapa bunga kamboja. Ingin rasanya Ella memberi taburan bunga untuk sang Ayah, tapi Alena si Ibu tiri tidak pernah memberikan uang sepeserpun padanya.

Semenjak kepergian sang Ayah, Ella di perlakukan buruk bak pembantu. Lena sengaja tidak memberi uang pada Ella agar gadis yang di sebutnya sumber kekayaan tidak bisa kabur.

Sang Ayah mewariskan rumah dan isinya pada Ella. Sebuah usaha mini market juga sudah atas nama Ella sehingga mau tidak mau, Lena harus memikirkan cara untuk menyingkirkan Ella lebih dulu sebelum menguasai harta nya.

Saat niat untuk membunuh terencana, Lena malah berbalik haluan ketika seorang pengusaha minyak menginginkan Ella menjadi Istrinya. Kehidupan mewah sudah pasti melambai-lambai ke arahnya. Lena mengurungkan niatnya, dia ingin merawat Ella sampai berumur 19 tahun lalu menjodohkannya dengan si pengusaha minyak tersebut.

"Ayah. Bisakah Ayah kirimkan penolong untukku." Ucap Ella pelan dengan berderai air mata. Dia berusaha mengeringkan pipinya namun air dari sudut matanya tidak juga berhenti mengalir." Aku tidak mau menikah dengan lelaki yang seumuran dengan Ayah. Wanita itu memaksa ku. Satu bulan lagi. Aku hanya punya waktu satu bulan." Eluhnya seakan berbicara dengan sang Ayah.

Sebuah kebebasan di janjikan tapi apa bedanya? Toh Ella akan menjadi Istri si pemilik perusahaan minyak bernama Prapto. Mungkin saja kehidupannya semakin buruk sebab Prapto memiliki puluhan Istri.

"Apa aku salah Yah. Ingin hidup normal. Menyelesaikan kuliah dan menikah dengan orang yang ku inginkan."

Tidak adanya tempat berkeluh kesah membuat Ella kerapkali datang ke pemakaman. Lena membatasi pergaulan karena tidak ingin Ella memiliki hubungan dengan lelaki lain. Jangankan untuk berpacaran, berteman dengan sesama gadis pun di larang keras. Sampai-sampai Lena mewajibkan Ella memakai pewarna kulit agar kecantikannya tertutupi.

"Tolong kirim seseorang Yah. Aku mohon."

Setelah mengucapkan itu, Ella terlihat berdiri lalu mengusap nisan sejenak kemudian berjalan pergi. Besok adalah hari pertama dia masuk kuliah ke universitas ternama. Lena bilang jika itu hadiah karena kepatuhan Ella. Tapi entahlah? Sebab mimik wajah Ella tidak memancarkan kebahagiaan.

🌹🌹🌹

Nay menatap lemah ke arah Darrel yang tidak menunjukkan sikap menyesal. Dia kembali terlibat perkelahian hanya karena berebut wanita. Sungguh sikapnya jauh dari Kai yang cenderung dingin. Anak semata wayangnya bak penjahat wanita yang suka bergonta-ganti pasangan.

"Tundukkan kepalamu Darrel!!!" Teriak Kai geram. Menatap tajam ke arah Darrel yang malah tersenyum simpul.

"Papa bilang aku tidak boleh menundukkan kepala."

"Tapi aku orang tua mu!!" Sungguh Kai merasa muak melihat kelakuan Darrel. Meskipun untuk hal ketangkasan sudah teruji, namun yang melemahkan adalah ketika Darrel di hadapkan dengan seorang wanita.

"Sudahlah Pa. Aku menyukai gadis itu. Papa bilang harus mengejarnya sampai dapat."

"Hanya untuk satu nama bukan banyak nama!"

"Mereka semua sangatlah cantik." plaaaaaakkkkkk!!! Meski tamparan di hadiahkan. Kepala Darrel masih tegak menatap Kai. Dia sudah terlatih menerima berbagai kekasaran." Aku serius Pa." Imbuhnya malah tersenyum simpul. Nay mendekat lalu menatapnya tajam. Sehingga seketika kepala Darrel di tundukkan.

Sungguh aneh, sebab Darrel lebih patuh pada Nay daripada Kai. Padahal seharusnya dia memperlakukan keduanya sama rata. Tapi nyatanya dia hanya tunduk pada Ibunya saja.

"Astaga Nak. Kenapa kamu mengucapkan itu."

"Aku sudah jujur Ma."

"Lihat Mama! Jangan menunduk!" Pinta Nay setengah berteriak. Rasanya dia terlalu memanjakan Darrel sampai membuatnya menjadi lelaki brengsek.

"Ya. Mama sangat cantik." Alan tertunduk menahan tawa sementara Kai duduk lemah sambil mencengkram erat kepalanya yang mendidih.

"Berapa umurmu?"

"27."

"Berhentilah bermain-main." Pinta Nay tegas.

"Kata Mama tidak masalah asal masih dalam batas normal."

Nay membebaskan Darrel berpacaran asalkan jangan sampai mengenal adegan ranjang. Nay mengira jika Darrel tidak mungkin bisa menjadi play boy mengingat watak Kai begitu kaku. Tapi rupanya kebebasan itu membuat Darrel lepas kendali sampai-sampai kerapkali membuat masalah.

"Cukup Darrel. Mama bilang berhenti memacari mereka. Kamu itu penerus kekuasaan Papamu."

"Darrel paham Ma. Aku sudah terlatih. Tanyakan pada Paman." Menunjuk ke arah Alan.

"Ya lakukan sesuai keinginan. Kau lupa kalau Mamamu juga seorang wanita?" Seketika mata Darrel membulat ketika menyadari manik Nay yang berkaca-kaca. Dia tidak sampai hati melihat Nay bersedih.

"Maaf Ma. Jangan menangis." Pintanya pelan.

"Fokus pada kuliahmu. Tahun ini kamu harus lulus dengan nilai terbaik. Kalau tidak, Mama tidak mau lagi melihat mu." Nay beranjak dari tempatnya lalu berjalan menaiki anak tangga. Darrel hendak menyusul tapi teriakan Nay menghentikan langkahnya." Jangan ikuti Mama." Kai tampak berdiri, menatap Darrel sejenak kemudian mengikuti langkah Nay.

"Kenapa begini sih Paman? Apa salahku?" Alan merangkul pundak Darrel seraya tersenyum.

"Wanita satu-satunya obyek yang bisa melemahkan."

"Aku hanya bermain-main."

"Silahkan berprotes pada Mamamu." Darrel menggaruk kepalanya yang tidak gatal. Sebejat apa perbuatan, sekalipun dia tidak pernah membantah permintaan Nay.

"Ini tidak seru."

"Daripada membuang waktu, akan lebih baik kamu fokus belajar dan melatih ketangkasan."

Gelar Mafia yang di sandang Kai membuat Alan menempatkan orang untuk mengawal Darrel ketika berada di lingkungan Universitas. Beberapa dari mereka menjadi mahasiswa di sana. Mereka membentuk organisasi untuk melatih Darrel jika nantinya Kai memberikan kekuasaan penuh.

"Paman tahu kalau untuk hal itu aku sudah terlatih? Apa salahnya memberi warna pada hidup. Aku hanya tidak ingin menjadi patung seperti Papa." Alan tersenyum simpul. Tangannya menepuk-nepuk punggung Darrel lembut.

"Orang yang kamu sebut patung sudah memberikan kemudahan untuk hidup mu."

"Bisakah kehidupan ku berkurang warna merahnya."

Terkadang Darrel belum memahami akan takdir yang harus di jalani. Dia masih saja sulit untuk di kendalikan ketika Kai menyuruhnya bersembunyi sedikit dari publik.

Darrel tidak tahu kalau semenjak dia lahir di dunia, banyak kalangan yang menginginkan dia mati. Butuh ekstra kerja keras untuk melindunginya dari musuh-musuh Kai yang tentu menginginkan kematian Darrel, satu-satunya penerus kekuasaan sang ketua Mafia.

🌹🌹🌹

Lena meletakkan sebuah botol kecil ke pangkuan Ella yang tengah duduk merenung di kamarnya. Dia memang bahagia sebab esok hari pertama memasuki kuliah. Namun pernikahan yang sudah terencana satu bulan lagi, memberatkan otaknya.

"Gunakan itu pada wajahmu besok." Menunjuk ke pipi.

"Apa ini?" Tanya Ella pelan. Dia enggan memanggil Lena dengan sebutan Ibu atau Mama.

"Kau tidak boleh tampil cantik. Kau tidak boleh punya teman karena hidupmu sudah menjadi milik Prapto." Ella tertunduk. Sengaja dia memakai baju lusuh begitupun warna kulit yang sengaja di buat gelap. Tapi rupanya itu tidak cukup untuk memuaskan hasrat penyiksa si Ibu tiri.

"Kulitku sudah seperti ini. Apa harus di tambah?" Segera saja Lena menempeleng kepala Ella hingga sampai terjungkal.

"Buat tanda lahir yang besar agar penghuni kampus menjauhi mu. Ingat ya Ella. Kuliah ini hanya agar lelaki dungu itu tidak curiga." Ucapan Lena di tujukan pada Arya, orang kepercayaan Almarhum Ayahnya yang bertugas memantau keadaan Ella agar hak waris tidak di salahgunakan.

"Bagaimana kalau Kak Arya tahu?"

"Jangan sampai dia tahu! Kau yang akan ku bunuh." Ella mengangguk patuh. Seraya melirik ke sebuah buku yang tergeletak di meja.

Semoga dia tidak melihatnya. Buku itu mungkin bisa menjadi jalan agar aku bisa terlepas dari sini..

Tanpa Lena ketahui, Ella kerapkali mempelajari sebuah buku bela diri yang di dapatkannya dari seorang pedagang kaki lima. Tidak ada lagi yang bisa Ella lakukan kecuali berusaha menjaga dirinya sendiri. Dia berencana kabur pada malam pernikahannya. Namun jika itu gagal di lakukan, tidak ada pilihan lain kecuali menerima.

🌹🌹🌹

Mohon dukungannya agar cerita ini bisa berlanjut 🤗🙏 Terimakasih ❤️

Bagian 1

pagi itu seperti biasa. Ella bangun ketika matahari belum tampak. Dia menyelesaikan semua perkerjaan rumah selayaknya pembantu. Dari hal mengepel lantai, mencuci baju sampai memasak menjadi rutinitas sehari-hari. Ingin rasanya dia berhenti, tapi hal itu akan membuatnya mendapatkan siksaan dan ancaman yang lebih keji lagi.

Pernah suatu hari Ella tidak melakukan satu perkerjaan karena terlambat bangun. Dia di sekap ke dalam gudang belakang bahkan tidak di beri makan sampai menjelang malam.

Sungguh kejam Lena memperlakukannya. Padahal sang Ayah sudah mewanti-wanti agar Lena menganggap Ella sebagai anak kandungnya sendiri sejak awal mereka bertemu. Tapi rupanya itu hanya janji semu.

Lena wanita yang pintar berpura-pura. Menyembunyikan kebusukan di balik senyum ramah dan hangat. Sehingga saat sang Ayah tiada. Kulit kepalsuannya mengelupas lalu menunjukkan sikap aslinya.

Dengan gerakan mengendap-endap, Ella mencari di mana letak pisau dan barang tajam lainnya. Walaupun memasak menjadi tugasnya. Namun Lena selalu menyimpan benda-benda tajam untuk menghindari hal-hal yang tidak di inginkan.

Semua bahan makanan seperti ayam dan daging, sudah terpotong-potong kecil. Begitupun bumbu masak yang tentu sudah di kupas bersih sehingga Ella tidak punya kesempatan memegang pisau.

Daripada ketahuan, Ella bergegas memasak sajian sesuai request Lena semalam. Setelah selesai, dia berjalan kebelakang untuk mengurus cucian baju sambil berlari-lari kecil di halaman belakang rumah.

Sungguh Ella merindukan kehidupannya dulu ketika kedua orang tuanya masih hidup. Usaha mini market sang Ayah, lebih dari cukup untuk memenuhi kebutuhan keluarga. Ella tidak pernah kekurangan apapun termasuk kasih sayang juga perhatian.

Namun semenjak sang Ibu meninggal di susul sang Ayah, kehidupan berubah selayaknya di neraka. Jangankan untuk bisa bebas, Lena bahkan tidak pernah memberinya uang sepeserpun.

"Jangan terlalu dekat dengan pintu pagar samping." Teriak Lena yang ternyata sudah bangun. Larangan tersebut selalu terlontar ketika Ella akan mencapai pintu pagar. Lena tidak ingin ada seseorang yang melihat bagaimana cantiknya penampakan Ella sebenarnya.

"Ya." Jawab Ella singkat seraya berjalan masuk.

"Cepat mandi dan persiapkan diri." Imbuh Lena menatap tajam ke arah Ella yang hanya mengangguk lalu masuk ke sebuah kamar yang berada tidak jauh dari sana.

Bergegas saja Ella membersihkan diri sambil menatap lekat ke arah cermin. Kulitnya tampak putih dengan rambut bergelombang panjang. Sejak kecil warna rambutnya memang tidak hitam sampai-sampai para tetangga menyebut Ella blasteran Indonesia-Belanda.

Namun yang jadi masalah ketika warna rambut pirangnya di padukan dengan kulit hitam buatan. Sungguh hal itu membuatnya terlihat sangat buruk.

Bukan hanya teman sekolah. Para tetangga bahkan mencibir penampilan Ella yang di fikirnya berubah. Mereka kerapkali menyarankan untuk menyemir rambut Ella dengan warna hitam agar kulit gelapnya tidak terlihat buruk.

Setelah mandi, Ella mengoleskan pewarna kulit ke seluruh tangan kaki juga leher. Tubuhnya sengaja tidak di beri karena tertutup oleh pakaian.

Perlahan tangannya meraih botol pemberian Lena kemarin. Dengan terpaksa, dia melukis sebuah tanda lahir cukup besar ke pipi kirinya.

Pewarna kali ini rasanya sedikit tidak nyaman. Ella merasa kulit wajahnya menebal. Mungkin karena tekstur terlalu kasar sehingga menimbulkan efek seperti itu.

"Aku benci melihat wajahku." Eluhnya berpaling. Dia mengambil tas ransel lalu berjalan keluar kamar sebab waktu menunjukkan pukul setengah delapan.

Terlihat Lena sudah menunggu di ruang makan. Terdapat sebuah piring yang berisi nasi dan lauk pauk.

Lena menggeser piring dengan kasar ke arah Ella yang masih berdiri mematung. Maniknya menatap ke makanan yang terlihat seperti sisa.

"Hari ini kau ada kelas sampai pukul dua belas." Ella mengangguk lalu duduk. Dia memakan nasi sisa yang di berikan Lena.

"Apa aku di antar?"

"Tentu saja!"

"Aku berjanji akan pulang tepat waktu."

"Kau mau kabur hah!!" Bentak Lena dengan bola mata hampir keluar.

"Tidak."

"Lantas kenapa berprotes?! Pokoknya seperti biasa, pulang pergi Pak Kirman akan mengantarkan mu. Kalaupun ke kuburan, kau harus lapor padaku dulu! Cepat! Pak Kirman sudah menunggu!!"

Ella mengangguk patuh. Dia mempercepat kunyahannya sambil sesekali melirik ke arah Lena yang tengah menerima panggilan telepon. Setelah selesai sarapan, tidak lupa Ella mencuci piring kotor baru berangkat kuliah.

Terlihat di spion, Pak Kirman menatap iba ke arah Ella yang tengah termenung. Sungguh dia ingin memberikan pertolongan namun ancaman juga perkerjaan menjadi pertimbangan berat.

"Non Ella sudah sarapan?" Tanya Pak Kirman seraya tersenyum.

"Sudah Pak."

"Sabar ya Non." Ella tersenyum namun maniknya terlihat berkaca-kaca.

"Sudah Pak." Jawabnya lagi.

"Bapak tidak bisa bantu. Nyonya Lena mengancam akan membunuh Bapak dan keluarga."

Pak Kirman tahu tentang rencana perjodohan yang akan di gelar satu bulan lagi. Dia juga tahu jika Ella tidak menginginkan pernikahan tersebut bahkan kerapkali di perlakukan buruk oleh Lena.

Ella hanya mengangguk tanpa menjawab. Maniknya kembali menatap keluar kaca sampai mobil tiba di depan pintu gerbang kampus.

"Nanti Bapak tunggu di sini ya kalau pulang."

"Ya Pak. Terimakasih." Setelah tersenyum canggung, Ella turun dari mobil. Terlihat suasana kampus cukup ramai sebab ini adalah hari pertama para mahasiswa baru.

Awalnya semua tampak normal. Namun ketika Ella keluar dari mobil. Tatapan sekitar terfokus padanya.

Cibiran langsung terlontar di dalam hati juga bisik-bisik. Tentu saja penampilan Ella menyita perhatian. Kulit coklat gelap dengan rambut pirang. Terlihat mencolok seakan-akan Ella tengah memaksakan dirinya mengikuti tren.

"Astaga mataku sakit." Ledeknya seraya terkekeh.

Ella sendiri mencoba menutup telinga. Dia terbiasa dengan cibiran tersebut sejak Lena menyuruhnya berpenampilan buruk. Tidak ada satupun orang mau mendekat apalagi berteman.

Langkah Ella langsung tertuju pada dena kampus. Dia tidak ingin bertanya ataupun berniat bertanya. Setelah menemukan letak ruangan kuliah sesuai jurusan. Dia kembali melangkah tanpa peduli pada tatapan sekitar sampai seseorang menabraknya dari belakang.

Bruuuukkk!!!

Ella hampir terjungkal. Dia duduk berjongkok lalu memunguti buku miliknya yang berserakan tanpa perduli pada beberapa lelaki yang mengelilinginya.

"Maaf, aku tidak sengaja."

"Ya Kak." Jawab Ella singkat. Sengaja dia memperlambat gerakan tangannya agar segerombolan anak laki-laki yang ada di sekelilingnya pergi. Namun sontak Ella menegang ketika sebuah tangan membantunya memungut buku.

"Nih bukumu. Aku harus pergi." Ella menerima tumpukan buku dengan sedikit mendongak. Salivanya langsung tertelan kasar ketika dia sosok tampan di hadapannya. Makhluk apa ini? Batin Darrel malah berkata demikian.

Tanda lahir buatan yang ada pada pipi kiri Ella terlihat begitu nyata dan menjijikan. Tapi hinaan hanya bisa tertahan di kerongkongan. Nay mewanti-wanti Darrel membully seseorang yang tidak bersalah.

"Iya Kak terimakasih." Astaga tampan sekali.

"Hm maaf ya. Ayo." Darrel melanjutkan langkahnya sambil berlari kecil ketika beberapa gadis tampak mengejarnya.

Setelah mendapatkan perintah dari Nay. Pagi ini Darrel memutuskan semua pacar-pacarnya secara sepihak. Tentu saja mereka tidak mau menerima walaupun Darrel di kenal sebagai berandalan tak punya masa depan.

Kehidupan pribadinya tersimpan rapi sebab kepala Dosen mengenal baik sosok Kai. Para wanita itu bahkan tidak perduli jika Darrel hanya orang miskin. Sudah bisa di tebak jika alasan ketertarikan adalah fisik serta ketampanan Darrel yang melebihi batas wajar.

"Kemana dia? Pokoknya aku tidak mau putus." Ella hanya terdiam sambil memperhatikan gadis bernama Agatha, sang idola kampus yang haus akan pujian. Kesempurnaan yang di tunjukkan semata-mata ingin di akui sebagai gadis paling populer.

"Kita cari ke kelas saja, mungkin dia sudah di sana." Meski Agatha sempat melihat ke arah Ella. Ketiga gadis itupun berjalan melewatinya begitu saja.

🌹🌹🌹

Bagian 2

Darrel membolak-balikkan kaos putih miliknya yang terdapat noda coklat memanjang. Dia tengah mengingat-ingat bagaimana noda itu bisa di dapatkan.

Aku tadi tidak jatuh. Gadis itu yang jatuh. Apa dia tidak pernah mandi sampai-sampai kulitnya sekotor ini?

"Ini kaosnya." Seseorang memberikan sebuah kaos. Dia adalah Ano salah satu anak buah Alan yang sengaja di perintahkan untuk melindungi Darrel.

Terdengar aneh, sebab meski Darrel begitu tampan. Kekejaman melebihi batas normal. Dia sudah terlatih membunuh. Tujuannya tidak lain ingin membentuk kepribadian kuat selayaknya Kai.

"Apa warna kulit bisa mengelupas." Ano terkekeh bersama yang lain." Aku yakin noda ini berasal dari gadis aneh tadi." Imbuhnya seraya memakai kaos.

"Mana mungkin?! Kecuali dia tidak mandi." Tebakan tersebut juga bersarang di otak Ano.

"Sekotor apapun tubuhnya. Tidak mungkin bisa luntur jika tanpa pewarna kulit."

Darrel tersenyum simpul. Cukup masuk akal walaupun dia tidak ingin memikirkannya.

"Kamu mau membolos?" Tanya Ano akrab. Alan memang menyuruh mereka mengobrol selayaknya teman bukan antara anak buah dan Bos.

"Ibu negara bisa marah. Aku benci melihat itu." Bagi Darrel, kemarahan Nay adalah hal yang sangat di takutkan sebab sejak kecil sosok tersebut selalu membelanya.

"Kami akan tutup mulut. Daripada kamu di kejar-kejar Agatha."

"Kita masuk sedikit terlambat lalu kabur ketika pelajaran selesai."

Darrel merupakan perpaduan antara watak Nay juga Kai. Walaupun dia terbentuk dari teknologi namun wataknya tidak jauh berbeda dari kedua orang tuanya.

Adakalanya Darrel berbuat kejam bak penguasa berdarah dingin. Namun adakalanya dia bisa berubah menjadi sangat ramah bahkan begitu ramah.

.

.

Tepat saat Dosen masuk, Darrel terlihat baru saja masuk ke dalam kelas. Agatha mengambil tas yang sengaja di letakkan agar bangku di sisinya kosong. Namun Darrel malah terus berjalan dan memilih duduk di belakang bersama Ano juga Ella yang ternyata juga duduk di sana.

Kesempatan tersebut di pakai Darrel untuk menjawab rasa penasarannya. Sesekali dia memperhatikan Ella yang terlihat fokus menyimak mata kuliah.

Kalau dia tidak mandi. Mungkin aromanya sampai ke sini. Lantas kalau dia memakai pewarna kulit? Untuk apa? Astaga.. Tanda lahirnya buruk sekali.

Darrel kembali fokus pada pelajaran. Tebakan yang bersarang di otaknya hanya membuang-buang waktu. Ella tidak tampak menarik baginya. Nay juga menyuruhnya berhenti bermain-main dan fokus pada kuliah. Menurutnya perintah itu lebih penting daripada memikirkan para gadis yang memang cenderung melemahkan.

Sepanjang pelajaran Ella tidak fokus pada penjelasan dosen. Dia malah memikirkan sebuah cara agar bisa terbebas dari jeratan pernikahan. Kehidupannya sudah sangat tersiksa akibat perbuatan Lena. Lalu sekarang dia harus menghabiskan sisa hidupnya untuk orang yang lebih mirip di panggil Ayah.

Enak sekali menjadi mereka. Sedangkan aku harus... Terdengar helaan nafas berhembus berat. Ella merasa tidak akan ada gunanya mengeluh dan meratapi nasib.

"Kau tuli!!!" Ella mendongak ke arah Agatha yang sudah berdiri di samping mejanya.

Darrel tampak tidak perduli. Pelajaran ternyata belum selesai. Si dosen pergi sebentar dan memberikan tugas pada mereka. Itu kenapa Agatha ingin Ella pindah agar dirinya bisa duduk di samping Darrel.

"Apa?" Tanya Ella pelan hampir tidak terdengar. Sebagian penghuni kampus menatapnya rendah.

"Pindah." Ella melirik ke arah Darrel, dia baru sadar sudah duduk di sampingnya. Fokus sering menghilang begitu saja akibat beban hidup yang menghantam.

"Kamu yang menyuruh ku duduk di sini." Sebelum Darrel datang, Ella hendak duduk di bangku paling depan tapi Agatha mencegahnya dan malah menyuruhnya duduk di belakang.

"Jangan banyak mulut! Pindah saja cepat." Pintanya kasar.

"Seret paksa." Ledek Ano terkekeh. Dia yakin Agatha jijik menyentuh Ella.

"Menjijikan sekali menyentuh dia!!" Menunjuk ke arah Ella yang tentu tersinggung dengan ucapan tersebut." Cepatlah hei anak baru! Aku ini senior mu!!" Teriak Agatha geram.

Tepat di saat Ella akan mengangkat bokongnya. Darrel mencegahnya dengan menyentuh lengannya. Sambil menyelam minum air. Selain ingin menghindari Agatha, rasa penasaran Darrel akan terjawab ketika kulit mereka bersentuhan.

Lengket, begitulah kesan pertama. Tapi di sini Darrel tidak mencium aroma kurang sedap jika memang Ella tidak mandi berhari-hari.

"Tetap di sana." Pinta Darrel pelan. Sontak saja Ella menarik lengannya kasar. Selain kaget, dia juga tidak terbiasa di sentuh. Sungguh mencurigakan. Apa tujuan gadis ini kalau memang ini hanya pewarna kulit? Sebuah noda coklat tampak ada pada telapak tangan Darrel.

"Aku tidak mau putus Darrel. Salahku apa?" Darrel menghela nafas lembut lalu menatap ke arah Agatha.

"Kamu tidak salah. Mama ku tidak memperbolehkan ku berpacaran." Huuuuuuuuu!! Sontak riuh terdengar menggema memenuhi ruangan.

"Kamu hanya beralasan. Aku mohon, jangan putus."

Oh jadi gadis ini pacarnya. Hm sangat cocok. Mereka sama-sama memiliki paras yang cantik dan tampan. Tapi sikap gadis ini buruk sekali. Batin Ella berpura-pura tidak perduli.

"Terserah. Aku tidak bisa menolak keinginan cinta pertama ku."

"Jangan konyol Darrel. Kamu sudah besar dan bisa memilih jalan hidup." Darrel kembali tersenyum simpul. Dia tidak peduli pada pendapat orang lain.

"Aku memang hanya bermain-main Agatha. Jalan hidup seperti apa yang kau ceritakan? Apa kau sudah berandai-andai ku jadikan Istri?" Huuuuuuuuu Kini sorakan riuh di iringi kekehan penuh ejekan.

"Hubungan memang berakhir pada pernikahan. Aku serius."

"Aku tidak." Darrel melirik ke arah Ella yang terlihat menunduk. Dia sedang menerka tujuan Ella mewarnai tubuhnya menjadi gelap. Apa dia salah satu musuh Papa? Mencurigakan sekali.

Tebakan itu malah bersarang di otak Darrel. Banyaknya musuh Kai membuatnya di haruskan tetap waspada.

"Kembali ke tempatmu. Kerjakan tugas sebelum Pak Iksan kembali." Agatha mendengus seraya menatap kesal ke arah Ella. Dia memutar tubuhnya dan kembali duduk di bangku awal.

Awas saja! Kau berani menolak keinginan ku! Akan ku buat kau menyesal sudah berani duduk di samping Darrel ku!!!

Agatha tersenyum sinis. Mulai merencanakan sebuah pembullyan untuk Ella tanpa sepengetahuan Darrel yang menentang keras perbuatan itu.

Organisasi kecil memang terbentuk di kampus. Tapi bukan untuk membully, melainkan untuk menjaga keamanan kampus. Bagaimana mungkin Darrel tidak populer. Kampus menjadi aman karenanya. Semua kalangan mengidolakan juga memujanya.

"Siapa namamu?" Tanya Darrel pelan. Dia menaruh curiga pada Ella yang di anggap sebagai musuh yang menyamar.

Namun Ella berpura-pura tidak mendengar meski untuk pertama kalinya ada seseorang yang menanyakan namanya.

Untuk apa dia bertanya nama? Ella juga merasa penasaran walaupun dia tidak bisa berbuat banyak. Ancaman di bunuh tentu membuatnya takut melanggar. Dia hanya ingin kabur tanpa jejak.

"Kamu tidak dengar?" Tanya Darrel mengulang. Ella membereskan buku juga alat tulis juga laptop dan memasukkannya ke dalam tas. Lebih baik dia menghindar daripada harus banyak bicara." Hei." Ucapan Darrel tidak membuat Ella berhenti melangkah keluar.

"Serius kamu ingin berkenalan?" Tanya Ano berbisik.

"Kau tidak curiga." Darrel menunjukkan noda coklat pada telapak tangannya." Dia sengaja mewarnai tubuhnya. Pasti untuk memata-matai ku." Imbuh Darrel sambil mengerjakan tugas dari Dosen. Tidak lupa dia menyingkir kursi di samping dengan cara menendangnya.

"Dia terlihat tidak membahayakan. Hanya seorang gadis kecil. Ku perkiraan umurnya masih 19 tahun."

"Terkadang yang terlihat jinak lebih membahayakan. Selidiki gadis itu." Ano menutup laptopnya lalu mulai mengirimkan pesan untuk para anak buah yang tersebar di seluruh jurusan.

Tanpa Darrel sadari, Agatha mengikuti kepergian Ella. Dia berjalan seraya menghubungi beberapa kacungnya. Mereka merupakan para mahasiswa yang kerapkali di manfaatkan Agatha karena kebodohannya.

🌹🌹🌹

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!