**BAB 1. **
POV LARAS
Suamiku berdiri dan tertunduk.
"Apa yang kamu lihat tadi, sayang?" tanyanya.
"Kamu sedang berpelukan dan berciuman dengan perempuan, pelakor! Ceraikan aku sekarang mas!!" Teriakku.
"Sayang, jangan begitu dong. Aku minta maaf, tapi apa yang kamu lihat itu, jangan disalah artikan!" ucapnya membela diri.
"Apa yang disalah artikan! Kamu sedang berciuman dengan hot dan aku menyalah artikan apa yang sudah aku lihat dengan mata kepalaku sendiri mass!! Brengsek kamu!! Pergi kamu! Dan ceraikan aku sekarang juga!" Teriakku dengan mata melotot.
"Sabar sayang, semua bisa dibicarakan!" ucapnya.
"Tidak! Aku tidak mau bicara lagi denganmu! Sekarang kamu pergi!! Atau aku laporkan kamu ke polisi!!" ancamku.
"Baik-baik, aku akan pergi!!" Kemudian dia berjalan keluar kamar dan pergi dari rumah dengan
mobilnya.
Aku jatuh ke lantai dan duduk bersimpuh lutut...Menangis dan menangis sambil berteriak sekencang-kencangnya. Aku harus tegar, walaupun hidup tanpa dia aku akan berusaha mengurus anakku yang ada di dalam kandunganku ini. Kuberdiri dan langsung menuju ke lemari menurunkan tas koperku. Kuisi beberapa pakaian yang cukup kupakai. Aku ambil semua perhiasan dan barang berharga yang kumiliki dan kumasukkan ke dalam sebuah kecil dan dimasukkan ke dalam tas.
Beberapa polis asuransi yang mas Bobby sudah lunaskan preminya juga kumasukkan ke dalam koper. Kuberjalan menggeret koper yang besar melenurma ruang tamu. Berhenti dan memandang Foto pernikahan kami yang menurutku sudah hancur ini dengan pengkhianatan yang dilakukan mas Bobby tadi pagi.
Setelah pintu kukunci. Pesan taxi online dan menunggu sekitar lima belas menit, aku masuk ke dalam mobil dan kupandangi lagi rumah yang pernah membuatku bahagia bersama suamiku.
Tanpa terasa air mata menetes di pipi dan hilang semua kenangan, di saat taxi sudah mulai menjauh dari rumah.
Tujuan perjalanan ini adalah ke rumah kakakku bernama Mas Mahendra. Dia adalah kakak laki-lakiku satu-satunya. Dia yang ada dan selalu membantuku di kala susah dulu. Aku adik perempuan satu-satunya sangat dia bela. Apalagi kalau nanti dia tau, kalau adiknya sudah dikhianati oleh suaminya sendiri.
Sampai di depan rumahnya yang tak jauh hanya sekitar setengah jam saja dari rumah, kuturun dari mobil. Kuberjalan dengan menggeret koperku yang besar. Ada pembantunya mbok Ijem yang sedang menyapu halaman dan langsung berlari mendekat untuk membantu menggeret koperku.
"Eh non Laras, kok bawa koper besar? Mau pergi kemana non?" tanyanya.
"Saya mau menginap disini, bi. Bapak ada?" tanyaku.
"Ada non di dalam. Beliau kebetulan juga lagi kurang enak badan, jadi tak masuk ke kantor."
"Ya sudah bi, saya masuk ke dalam dulu ya..." Ucapku
"Baik non, biar kopernya saya yang bawa!" Ucapnya.
"Ya, terima kasih bi." Aku tersenyum dan masuk ke dalam rumah yang besar dan mengucapkan salam.
"Assalamualaikum."
"Waalaikumsalam." Ada jawaban dari kakakku dan istrinya yang muncul dari kamar tidur mereka. Mereka kaget melihatku dengan koper yang sedang digeret oleh pembantunya.
"Laras kamu sama siapa? Kenapa kamu bawa koper besar begini?" Aku berlari memeluk mas Mahendra yang langsung dibalas pelukanku. Aku menangis di pelukannya. "Sudah...Sudah...Ayo kamu duduk dulu...Berhenti menangis..!" Dia rangkul pundakku dan kami duduk disofa. Aku masih terisak dan menghapus air mata yang memenuhi pipiku dengan tisue.
"Sudah kamu yang tenang dulu, baru bicara.." ucap mas Mahendra. Istrinya, Mbak Nurma, duduk
disebelahku. Mas Mahendra pindah ke sofa satu. Tak lama kemudian. "Sudah bisa cerita?" tanyanya.
"Sudah mas...Mas Bobby selingkuh mas! Aku mau cerai dan pisah saja dengannya!" ucapku masih sedikit terisak.
"Loh dia selingkuh sama siapa? Kamu sudah melihatnya?" tanyanya heran.
"Tadi pagi aku ke kantornya dan memergokinya sedang berciuman dengan seorang wanita! Sebelumnya aku menemukan ****** ***** wanita yang bekas dipakai di koper dinas luar kotanya kemarin malam!" Ceritaku.
"Sialan! Kurang Ajar! Mau apa dia kok berani-beraninya dia selingkuh dengan wanita lain!" Geram mas Mahendra yang mengepal tangan kanannya.
"Sudah mas, semuakan bisa dibicarakan dengan baik-baik," sahut mbak Nurma.
"Enak aja! Jelas-jelas dia telah memberikan luka di hati adikku!! Kurang apa Laras mengurusi suaminya!" geram mas Mahendra.
"Iya, tapi bisa dibicarakan dengan Bobby juga. Mas Telepon dia, kasih tau kalau dia bisa ke rumah ini menjelaskan semuanya. Kalau memang dia memilih perempuan itu, ya baru kita ambil tindakan!" Timpal mbak Nurma.
"Ini sudah yang kedua kali mas. Sebelumnya dua bulan yang lalu dia juga pernah ketauan olehku telah menjalin hubungan dengans seorang SPG rokok. Tapi akhirnya dia tinggalkan! Tapi, sekarang saya tidak tahu dengan siapa dia berhubungan!"
"Memang sebelumnya kamu curiga karena apa?" tanya mbak Nurma.
"Ya karena ****** ***** itu, dan setelah dia pergi ke kantor, ponselnya terjatuh di kamar. Ada telpon dari namanya Sandra di layar ponsel mas Bobby...." Aku terisak lagi. Mbak Nurma mengelus punggungku untuk bersabar.
"Hmm, ya sudah kita minta penjelasannya saja! Aku akan telpon si Bobby!" ucap mas Mahendra.
Kemudian dia berdiri dan mengambil ponselnya yang ada di kamar. Mas Mahendra duduk kembali dan memencet nomer Hp mas Bobby. Tak lama kemudian tersambung.
"Halo, Bobby, nanti sore kamu ke rumah saya!" ucap mas Mahendra dengan nada ketus.
"Ya saya tunggu secepatnya atau kau akan menyesal nanti!" ucap mas Mahendra dan langsung mematikan
ponselnya.
"Sudahlah Laras. Kamu istirahat saja di kamar tamu. Mah anterkan Laras ke kamar tamu!" ucapnya.
"Iya pah, Ayo Laras, kita ke kamar, biar kamu bisa tiduran disana."
"Iya mbak."
FLASHBACK PERISTIWA ITU….!!
"Eh...eeehhhmmm....Oh Iya ada di kantong tas kecilku. Maaf aku baru ingat!" ucapnya dan langsung masuk ke dalam kamar lagi.
Aku siapkan nasi goreng, kopi hitam dan ayam goreng yang sudah kumasak tadi.
"Mas, makan yuk mumpung masih panas, mas!" Teriakku dari meja makan.
"Iya sebentar!" Tak lama kemudian dia datang dengan membawa ponselnya.
"Tumben bawa ponsel waktu makan pagi? Biasanya kalau makan kamu tidak suka aku bermain ponsel?" tanyaku ketus.
"Oh, iya, ini loh, Pak Satria, bos ku sedang mau kirim email katanya mau untuk bahan presentasi nanti siang. Jadi aku menunggu emailnya dan memperlajarinya dulu," ucapnya sambil duduk di kursi makan.
Kemudian aku menyendokkan nasi goreng ke piringnya dan dia mengambil ayam goreng dan telur dadar. Dia memakan dengan lahap. Dan tiba-tiba ada telpon yang masuk dan ponselnya bergetar terus. Dia melihat ke layar ponselnya dan dia diamkan saja.
"Kok nggak diangkat mas? Angkatah! Biar kamu nggak terganggu makannya!" ucapku.
"Sudah nanti saja, bukan telpon dari pak Satria kok!" Balasnya dan dia kembali makan dengan lahap.
Ponselnya sudah bergetar beberapa kali, tapi tetap tak diangkatnya. Setelah dia minum air putih sampai habis, segera dia ambil ponselnya dan berjalan ke teras depan. Terlihat dia sedang menelpon seseorang. Aku bisa melihatnya dari dalam yang tembus ke teras melalui kaca yang sudah kubuka kordennya.
Semua cucian piring kuselesaikan dan kumasuk ke kamar lagi dan menyiapkan baju kerja suamiku. Celana, kemeja dan dasinya. Sesudah itu, aku berjalan ke teras untuk memanggilnya. Terlihat dia sedang berdiri dan menelpon menghadap ke arah jalanan, jadi dia tak tahu kalau aku datang ke teras.
"Hm, ya sudahlah, tunggu saja ya disana. Aku tidak lama kok, abis ini berangkat ke kantor...Iya...Tenang saja, oke." Suaranya lembut sekali seperti berbicara dengan seorang wanita.
"Ehem..." Aku berdehem.
"Ya nggak papa pak, santai saja. Baiklah, nanti bapak bisa tunggu di ruangan saya saja! Ada sekretaris saya. Segera saya ke kantor pak, baik, terima kasih pak!" Dia meninggikan suaranya supaya terdengar olehku.
Kemudian Ponselnya dia matikan dan berbalik arah melihat ke arahku.
"Eh, udah lama kamu disitu??" tanyanya sedikit panik.
"Hm, Kamu lagi bicara dengan siapa mas?" tanyaku curiga. Dia terlihat berusaha untuk tenang sebelum membalas pertanyaanku.
"Oh itu tamu ku yang calon clien itu yang tadi malam bertemu. Dia ternyata sudah datang di kantor!" ucapnya dengan penuh nada khanurmar.
"Oh, kirain dengan siapa." Aku kembali berjalan ke dalam dan mengarah ke dapur. Suamiku berjalan di belakangku dan masuk kembali ke kamar.
Aku langsung menghidupkan air untuk mengisi tabung cucian dan memberikan detergennya. Setelah airnya cukup aku langsung putar dan mesin cuci pun hidup menggiling.
Ku berjalan ke kamar untuk membantu suamiku siap-siap menuju ke kantor.
"Kamu sudah siap mas?" tanyaku.
"Sudah sayang. Aku buru-buru ya sayang." Dia langsung mengambil tas kerjanya kemudian mencium keningku. Dia berjalan cepat ke arah mobil dan langsung pergi menghilang. Aku masuk ke dalam rumah dan menutup pintu depan dan menguncinya. Kumasuk ke dalam kamar untuk merapikan kembali ranjang tidurku.
Drrrtttttt Drrrrrrrttttttt
Kucari suara Hp yang berbunyi getar. Ternyata Hp mas Bobby yang berbunyi. Dan aku melihat HPnya terjatuh di
bawah nakas. Mungkin dia tak tahu kalau HPnya terjatuh.
Kuambil HPnya yang masih bergetar. Di layar tampak ada telpon masuk dari Sandra Sweat.
"Siapa ini Sandra Sweat?" Kudiamkan saja dan kuletakkan kembali diatas nakas.
'Mas Bobby punya selingkuhan kayaknya! Kenapa ada telpon dari perempuan yang di beri nama Sandra Sweat ya?'
"Wah aku harus selidik! Tidak bisa dibiarkan!!" Kulihat HPnya berhenti bergetar dan langsung ada suara getar dua kali dan kulihat ada pesan masuk. Aku ambil HPnya dan kubuka yang ternyata tidak terkunci. Isinya membuat aku naik pitam!
["Mas, jangan lupa CD merahku kamu bawa ya...Hihihihi..."] Langsung darahku bergolak dan tak pakai lama, aku langsung mengganti baju dan bersiap ke kantor mas Bobby. Sesudah kupakai hijab seadanya, memesan taxi online yang sekitar sepuluh menit kemudian datang.
Jarak dari rumah ke kantornya mas Bobby lumayan jauh jadi setelah sekitar satu jam baru sampai di kantornya. Aku masuk dan beberapa security yang sudah mengenalku, mempersilahkan aku untuk langsung ke lantai atas menuju ruangan suamiku.
Begitu sampai di depan ruangan suamiku aku membuka pintu kacanya dan melihat sekretaris suamiku yang bernama Yuni sedang bekerja dengan laptopnya. Dia langsung berdiri.
"Pagi Mbak Yuni. Suami saya ada?" tanyaku dan berdiri di depan mejanya.
"Eh Ibu, Pagi..Eh...hmmm...Bapak sedang rapat bu di dalam. Ada perlu apa bu? Nanti saya sampaikan!" Dia tampak ketakutan.
"Kamu sakit Yuni? Kok kayak pucat gitu mukamu! Aku mau kasih HP suamiku yang ketinggalan di rumah. Dia kan memerlukannya!" ucapku dan memperlihatkan HP yang kupegang.
"Sini bu saya saja yang memberikannya. Bapak sedang tak bisa diganggu!" Dia mencoba mengambil HP ditanganku tapi kutarik kembali HPnya dan kugenggam.
"Biar Saya saja yang memberikannya! Lagi pula kenapa saya mengganggu? Kan saya istrinya!" ucapku membalas.
"Iya bu, tapi bapak pesan kepada saya kalau dia tak bisa diganggu oleh siapapun. Karena ini client penting! Kalau Ibu masuk saya nanti akan dipecat bu!" ucapnya dengan nada agak kasar.
"Sepenting apa? Saya mau masuk! Rapat kok di ruang kerja!" Aku Langsung berjalan melewati meja Yuni dan membuka pintu yang tidak terkunci.
"Mas....!! Kamu lagi apa itu? Ya Allah!!!" Aku tak percaya yang sedang kulihat dengan mataku sendiri.
Aku langsung menjatuhkan HP yang sedang kupegang dan sambil menutup mulutku dengan telapak tanganku.
"Ohh..Mass!! Kamu sedang apa??"
PRANK
Suamiku sedang memangku seorang wanita yang menghadap ke arahnya. Mereka sedang berciuman sambil berpelukan. Perempuannya sempat menengok ke belakang dan tersenyum sinis setelah ciumannya dilepas.
Suamiku melongok di samping badan wanita yang di pangkuannya itu.
"Sayang!" ucapnya setelah melihatku. Aku langsung berlari keluar dari ruangannya dengan menangis. Suamiku sepertinya mengejarku. Sesampainya di jalan raya aku langsung menyetop taksi yang pas saja lewat. Langsung aku naik ke dalam taksi dan menyuruhnya jalan.
Mas Bobby tampak keluar dari gedung kantornya dan mengejar taksiku tapi dia berhenti karena taksinya melaju dengan cepat. Aku menangis di dalam taksi. Betapa jahatnya dia telah membohongiku demi nafsu bejatnya. Dia sudah melukaiku hatiku karena dia telah membohongiku dan berselingkuh dengan perempuan yang berkulit putih dan berambut panjang tadi.
Aku masih ingat ketika dia sedang berciuman dengan bergairah dan kedua tangannya yang ada di punggung dan ada di dalam kemeja putih yang dipakai perempuan itu. Aku tak sanggup lagi Ya Allah. Sesampainya di rumah aku masuk dan menangis di dalam kamarku sejadi-jadinya.
Tak terasa aku pun sampai tertidur dan lupa untuk menutup pintu.
Tampak kudengar sayup-sayup suara mobil datang dan orang yang keluar dari dalam mobil.
"Sayang! Sayang!" Mas Bobby berlari kedalam kamarku dan memelukku.
"Sayang, kamu ada apa ke kantor tadi?" tanya suamiku tanpa ada rasa bersalah sedikitipun. Aku menepis pelukannya dan berdiri menjauh sampai bersender di depan kusen pintu. Dia pun akhirnya berdiri dan ingin mendekatiku.
"Pergi kamu!!! Aku tak sudi mempunyai suami tukang selingkuh! Pergi!!" teriakku.
BACK TO STORY**
Sorenya kami sedang diteras rumah mas Mahendra, kita berkumpul sambil minum teh. Ada mobil yang kulihat adalah mobilnya mas Bobby berhenti di depan pagar. Kulihat mas Bobby turun dan dari pintu mobil sebelah kiri turun Ibu Mas Bobby.
"Mas, ada mas Bobby dan Ibunya datang," Ucapku.
"Hmm...Dasar pengecut! Kalau apa-apa selalu bawa Ibunya!" Mas Mahendra, mbak Nurma dan aku langsung
berdiri menyambut kedatangan Ibu dan mas Bobby.
"Assalamualaikum," ucap mas Bobby yang menggandeng Ibunya.
"Waalaikumsalam," jawab kami.
"Ibu..." Aku mencium punggung tangan Ibu mertuaku. Dia melengos saja tak mau menengok ke arahku. Kemudian aku mencium tangan suamiku. Mereka juga bersalaman.
"Ayo kita masuk saja ke dalam," ucap mas Mahendra.
Kami semua masuk ke dalam ruang tamu. Mas Mahendra menghidupkan lampu dan duduk di sofa dan aku juga duduk di sebelah mas Mahendra. Mbak Nurma masuk ke dalam rumah untuk mengambil minum.
Kami masih sama-sama diam.
"Bagaimana bu, sehat?" tanya mas Mahendra kepada Ibu nya mas Bobby.
"Alhamdulillah sehat, Nak Mahendra bagaimana sepertinya sedang kurang sehat ya?" tanya Ibu.
"Iya tadi saya tidak masuk kantor. Tadi abis subuh badan saya demam dan tak enak badan. Jadi saya istirahat saja di rumah," jawab mas Mahendra.
"Iya istirahat saja." Mas Bobby menundukkan kepalanya dari tadi. Aku melihat ke arahnya.
"Jadi gimana mas Bobby kabarnya?" tanya Mahendra.
"Eh..Ehmm Baik mas...!"
...
...
BERSAMBUNG
BAB 2.
POV Penulis.
"Ibu silahkan ini diminum, minum dek Bobby," ucap Nurma.
"Iya terima kasih," Jawab mereka berdua. Nurma duduk di sebelah Laras. Sedangkan Bobby dan Ibunya duduk bersebelahan.
"Begini Bobby, saya sebagai kakaknya Laras ingin menanyakan langsung kepada kamu, karena Laras datang ke sini dengan membawa koper besar!" ucapnya.
"Begini mas Mahendra, saya sebelumnya mau minta maaf kepada Istri saya, dia tadi pagi datang ke kantor saya dan masuk ke ruangan saya tiba-tiba dan dia sudah melanggar privasi dan aturan kantor saya. Saya memang sedang bersama tamu saya di ruangan!" jawab Bobby.
"Bukan itu masalahnya, dia itu mau mengembalikan HP mu yang ketinggalan. Dia sekaligus mengantarkan HPmu karena waktu dia menemukan Hpmu di bawah nakas di dalam kamarmu, ada telpon dari perempuan, namanya siapa Laras?" tanya mas Mahendra.
"Namanya Sandra Sweat...!" ucap Laras.
"Sandra itu tamu saya yang datang ke kantor mas, dia memang calon klien saya!" ucapnya dengan nada keras untuk membela diri.
"Jangan bicara dengan keras! Saya tidak tuli!" ucap mas Mahendra kesal.
"Maaf mas! Saya bukannya mau meninggikan suara saya, tetapi Istri saya sudah mempermalukan saya di kantor!" Balas Bobby.
"Mempermalukanmu bagaimana? Aku cuma mau mengembalikan HPmu! Karena setelah si Sandra telpon dia juga kirim pesan yang isinya jangan lupa bawa celana dalamku warna merah ya! Gitu kok!" Laras membalas tuduhan Bobby. Bobby diam saja.
"****** ***** warna merah apa maksudnya?" tanya mas Mahendra.
"Aku memang menemukan ****** ***** merah di dalam koper dinasnya, sewaku aku mengambil pakaian kotornya untuk dicuci mas. ****** ***** bekas!" ucapku kesal.
"Nah, bagaimana kamu bisa menjelaskannya, Bobby??" tanya mas Mahendra.
"Itu boong mas! Saya sudah memeriksanya sebelum saya keluar dari hotel! Gak ada itu ****** ***** merah!" ucapnya dengan sombong.
"Loh, itu buktinya ada, kok?" tanya mas Mahendra kesal.
"Kamu memang nggak mau kalah mas! Dengan mata kepalaku sendiri aku melihat kamu ciuman dengan wanita yang nggak mungkin kamu dan tamumu berciuman dengan sangat bergairah begitu! Mana dia dipangku lagi!!" Ucap Laras kesal.
"Astagfirullah!" timpal mas Mahendra dan mbak Nurma.
"Jadi kamu maunya apa, hah!??" teriak Bobby ke Laras.
"Ceraikan aku! Dan Jual itu rumahmu aku menuntut harta gono gini dari rumah itu!!" ucap Laras kesal.
"Enak saja, itu rumahku! Dan semuanya juga dari uangku, bukan uangmu!!" ucap Bobby.
"Sudah, sudah, sudah, berisik!" Ibunya marah.
"Sudah kalau kamu mau bercerai tak apa-apa! Gitu aja kok repot Bobby! Perempuan banyak disana, kenapa kamu masih mempertahankan perempuan yang nggak bisa hamil!" ucapnya, yang membuat mas Mahendra naik Pitam.
"Bu, jaga omongan Ibu! Kita seharusnya menjadi penengah bukan malah jadi kompor! Kita jangan saling menyalahkan, tapi mencari kebenaran!" teriak mas Mahendra dengan keras.
"Heh Mahendra! Kalau Laras bisa menjadi istri yang soleha, dan jadi istri yang baik dan setia, melayani suami dengan baik, kenapa anak saya bisa selingkuh dengan perempuan lain! Kalian harusnya instropesksi diri dong!" Ibunya tak mau kalah dengan bentakan Mahendra.
"Aduhhhhh....Ternyata kamu salah memilih suami Laras! Ibunya yang seharusnya menjadi orang yang lembut dan menjadi panutan dari anaknya ternyata sama saja dengan kelakuan anaknya! Tidak punya hati!" Mahendra tampak heran dan bingung dengan kelakuan dan perkataan ibu Bobby.
"Jangan nuduh sembarangan! Laras bisa enak hidupnya karena suaminya. Dia bisa tinggal dirumah bagus, enak, nyaman, diurus oleh suaminya, dikasih baju bagus! Ini malahan suami ada salah sedikit dia kabur! Istri apa itu??!!" ucap Ibunya ketus.
"Ibu yang terhormat! Saya memang diberikan makan, dibelikan baju bagus oleh suami saya. Tapi saya juga mengurus dan menjaga harta suami saya dengan baik. Uang yang diberikan oleh mas Bobby juga setengahnya sudah diberikan kepada Ibu, kan? Saya hanya sepuluh persen saja yang saya pakai untuk membeli bahan makanan untuk makan sehari-hari!"
"Heh, sok tau banget kamu! Kamu itu sudah dikasih segitu juga sudah harusnya bersyukur! Bobby itu anak saya, dia harus berbakti kepada Ibunya sendiri! Dan kamu sudah tiga tahun menikah belum hamil-hamil! Dasar Mandul!" Tuduh Ibu Bobby lagi.
BRAAKKK
Mas Mahendra menggebrak Meja! Mereka semua kaget.
"Sudahlah bu! Ibu silahkan keluar dari rumah ini kalau hanya memperkeruh suasana! Saya bisa panggilkan warga untuk mengusir Ibu, kalau Ibu dan anak Ibu ini tidak segera keluar dari rumah ini!! Cepat!!" Teriak Mahendra.
"Sabar Pah...!" ucap Nurma kepada suaminya.
"Ayo Bob, kita pergi! Dasar keluarga bobrok! Gak tau berterima kasih! Pulang!" Ibunya berdiri dan menarik lengan Bobby mengajak pulang.
"Cuih! Keluarga Sialan!" ucap Bobby.
Plakkkk
Mahendra melempar tisue yang ada di atas meja ke muka Bobby dan berdiri menghardiknya.
"Jaga omonganmu!! Sini kalau berani!!" Teriak Mahendra. Melihat Mahendra menantang mereka berdua langsung berlari menuju ke arah mobilnya dan langsung melajukan mobilnya menjauh.
"Kurang ajar Bobby dan Ibunya! Sudahlah Laras, aku akan bantu gugat ke Pengadilan Agama, biar kamu bisa segera pisah dengan Bobby. Suami tak bertanggung-jawab. Mau enaknya saja selingkuh malah menyalahkan kamu!"
"Iya, kurang ajar banget sih Ibunya itu! Udah anak salah, dibela saja!" balas Nurma.
"Ya namanya juga dia itu dikasih uang terus sama anaknya! Aku malah cuma satu juta sebulan, Udah semuanya mbak. Bayar air, listrik, makan sehari-hari. Aku memang tak pernah beli baju selalu dibelikan baju oleh mas Bobby, tapi juga nggak setiap bulan mbak!" balas Laras.
"Cuma segitu kamu dikasih uang sebulan?" tanya mbak Nurma. "Mana cukup uang segitu buat semuanya!"
"Iya mbak, Aku tak pernah mengeluh! Namanya juga semua pemberian suami selalu aku terima dan tak pernah komplen kenapa cuma segini? Gak pernah mbak!"
"Ya sudah kamu sekarang tinggal saja disini. Aku akan urus gugatan ceraimu kalau kamu serius mau pisah dengannya!" ucap Mahendra yang masih dongkol.
"Iya mas, saya serius.Selingkuh itu penyakit mas, bukan sebuah ketidaksengajaan ataupun iseng!" ucap Laras.
"Ya sudah. Aku akan segera mengurus nya!" Kemudian kami semua makan malam dan beristirahat.
*
POV LARAS
Paginya aku buka Ponselku dan kulihat banyak pesan yang masuk dari mas Bobby semua. Aku baca satu per satu dan kututup HP ku lagi. Ku beranjak ke kamar mandi untuk mengambil air wudhu dan sholat subuh di kamar itu. Setelah itu kukeluar kamar dan menemui mas Mahendra yang sedang duduk diteras. Dia sedang memegang ponselnya.
"Mas, boleh aku bicara?" tanyaku.
"Iya Laras, ada apa, boleh duduklah."
"Mas sebenarnya aku hamil!" ucapku.
"Hah, kamu hamil? Kamu sudah mengeceknya?" tanya mas Mahendra yang langsung meletakkan ponselnya di atas meja.
"Iya mas, aku sudah mengecek pakai testpack kemarin pagi. Tapi ada satu permintaanku!"
"Apa itu Laras?"
"Jangan beritahukan hal ini kepada mas Bobby. Kalau nanti aku melahirkan aku akan mencari uangku sendiridan menghidupi anakku sendiri mas."
"Ya sudah, kamu bisa tinggal disini sementara waktu sampai semua urusan dengan Bobby beres!"
"Iya mas, tapi beneran mas! Jangan dikasih tau kepada mas Bobby!" pintaku kepadanya.
"Iya Laras. Tapi kamu harus ke dokter dulu Laras. Cek kandunganmu! Jangan kalau ada apa-apa nanti kamu dan janinnya berbahaya!" saran mas Mahendra.
"Iya mas."
"Eh, Laras sudah bangun. Sudah sholat dek?" tanya Mbak Nurma.
"Sudah mbak." Mbak Nurma meletakkan kue dan seteko teh melati dengan gula yang terpisah dan duduk di sebelah mas Mahendra.
"Mah!"
"Ya."
"Laras ternyata hamil, mah!" ucap mas Mahendra.
"Hmmm Beneran kamu hamil, dek?" tanya mbak Nurma.
"Iya mbak, saya sudah mengecek dengan testpack kemarin pagi."
"Ya kamu harus segera ke dokter kandungan dulu atau bidan di Puskesmas supaya kamu bisa tenang dan menjaga kandunganmu."
"Iya mbak."
"Mbak, Shinta keponakanku kemana? Kok dari kemarin aku tak melihatnya mbak?" tanyaku.
"Oh Shinta sedang menginap di rumah ibuku. Dia masih libur sampai besok. Palingan nanti sore dia pulang," jawab mbak Nurma. "Kirain kemana? Aku ya tidak sadar kalau Shinta tidak di rumah."
Tak lama kemudian kami diberitahu oleh Bi Ijem kalau sarapannya sudah siap. Pada saat kami berjalan, kepalaku
berasa pusing dan pandangan seperti kabur dan aku jatuh tak sadarkan diri.
"LARAS..Ya Allah!!.."
...
...
BERSAMBUNG
BAB 3.
POV LARAS
Begitu aku bangun, sudah ada di atas tempat tidur. Mbak Nurma sedang duduk di pinggir ranjang.
"Mbak, aku kenapa?" tanyaku.
"Kamu pingsan tadi waktu mau sarapan. Kamu harus cek ya, biar bidan tetangga kami mengecek kondisi kamu. Sedang dipanggilkan oleh Mas Mahendra," ucap mbak Nurma.
"Hmmm, aku pusing, bu. Kepalaku kayak muter begitu tadi pas jalan ke dalam!"
"Ya sudah kita tunggu saja mas mu datang dengan Ibu bidan Dita." ucap mbak Nurma.
"Maafkan aku ya mbak, aku jadi merepotkan mbak sekeluarga."
"Iya tak apa, namanya juga kamukan adek kami..." Mbak Nurma mengelus rambutku.
Tak lama kemudian mereka berdua datang.
"Ini bu bidan, silahkan masuk," ucap mas Mahendra yang datang diikuti oleh Ibu Bidan Dita yang masih muda.
"Oh, iya pak." Kemudian dia duduk dipinggiran Kasur dan mengukur tensiku.
"Mari mbak, sini saya ukur tensi dulu ya. apa yang dirasakan?" tanyanya.
"Pusing dokter." Kemudian sesudah di cek dia membereskan alatnya.
"Ibu tekanan darahnya rendah, Ibu sedang hamil ya?" tanya bidannya.
"Iya bu bidan, saya kemarin cek pakai testpack saya hamil...."
"Kalau begitu saya akan kasih obat dan vitamin ya ibu. Jangan lupa selalu minum susu khusus ibu hamil dan makan-makanan yang bergizi. Supaya janin yang didalam kandungan Ibu bisa sehat," ucap bidan Dita.
Setelah memberikan vitaminnya dan obat yang harus diminum serta menjelaskannya, bidan Dewi segera pamit pulang.
"Nah, kamu harus mulai makan yang banyak dan bergizi, Ras. Minum vitamin dan susunya juga. Nanti mbak akan belikan susunya," ucap mbak Nurma.
"Terima kasih mbak."
"Iya sama-sama, ayo kamu makan dulu. Mau dibawakan atau kamu jalan sendiri ke meja makan?"
"Biar saya jalan saja mbak ke meja makan!" ucapku.
"Baiklah. Kami juga belum makan, yuk sama-sama."
Kemudian kami berdua ke meja makan. Mas Mahendra yang sudah selesai mengantarkan bidan Dita, langsung ke meja makan gabung sarapan dengan kami.
"Papah mau ke kantor hari ini?" tanya mbak Nurma.
"Hm, ya nanti saja agak siangan. Laras, kamu harus jaga kesehatan dan kandunganmu ya. Itu vitamin dan obatnya jangan lupa diminum. Dan nanti malam kita ke swalayan beli susumu." ucap mas Mahendra sambil menyentong nasi.
"Iya mas. Terima kasih. Mungkin aku stress dengan kejadian ini dengan mas Bobby. Aku minta maaf ya mas, jadi merepotkan mas dan mbak disini."
"Ya sudahlah, kitakan cuma dua bersaudara, kita harus bisa saling membantu."
"Baiklah mas, sekali lagi terima kasih."
Setelah kami sarapan, aku minum obat dan vitamin yang diberikan dokter dan istirahat. Beberapa hari kemudian kondisiku semakin membaik. Hp tak pernah kubuka supaya mas Bobby tak menggangguku.
Pagi itu aku berniat untuk ke kantornya mas Bobby, untuk menyelidiki perselingkuhan yang dilakukan oleh suamiku. Setelah bersiap aku keluar kamar dan bertemu dengan mbak Nurma.
"Mbak, aku mau ke kantor mas Bobby, aku mau menyelidikinya supaya nanti gugatan ceraiku ke mas Bobby ada dasar yang kuat karena ada pihak Pelakor!" ucapku.
"Ya sudah hati-hati di jalan. Kamu naik apa?" tanya mbak Nurma.
"Aku naik taxi online saja."
"Kamu sebaiknya di antar oleh supir supaya kamu enak mengikutinya. Lagi pula nanti sekalian bisa menjemput Shinta di rumah neneknya.'
"Ya sudah boleh mbak. Terima kasih sebelumnya."
Kami berdua ke depan, Pak Joni supir keluarga mbak Nurma segera siap dan naik ke mobil setelah disuruh mengantarkanku.
"Saya pergi dulu mbak, assalamualaikum."
"Waalaikumsalam."
Aku naik ke dalam mobil dan melaju ke kantor mas Bobby. Kami sengaja masuk ke dalam Are parkir dan mobil mengarah ke pintu lobby kantor itu agar aku bisa melihat orang yang keluar masuk kantor itu.
Tiba-tiba ada sebuah mobil melewati mobil kami yang ternyata adalah mobil mas Bobby.
"Mau kemana dia. Pak Joni ikutin mobil warna putih itu!" ucapku.
"Ya bu." Segera mobilnya kami ikuti. Tak jauh dari gedung kantornya dia berhenti di sebuah halte dan seorang perempuan berambut panjang dan mempunyai ciri-ciri yang sama dengan wanita yang aku lihat di pangkuan mas Bobby waktu itu, naik ke dalam mobil.
"Sialan tu Pelakor, janjian sama mas Bobby!" ucapku.
"Ikutin terus bu?" tanya Joni dari depan.
"Iya ikutin terus pak. Jangan sampai tertinggal, tapi juga jangan dekat-dekat!"
"Baik bu." Mobil itu mengarah ke sebuah hotel dan masuk ke dalam halaman hotel tersebut.
"Ikutin terus pak, masuk saja. Dia tak kenal mobil ini kok. Kalau bisa parkir di samping mobilnya," suruhku.
"Baik bu." Mobil segera parkir di samping mobil mas Bobby. beda tiga meter. Ternyata mereka masih ada di dalam mobilnya. Kulihat mobil nya bergoyang-goyang. Aku arahkan camera HPku ke mobilnya dan lima menit kemudian mereka keluar.
'Bener itu si pelakor! Kurang ajar!' ucapku dalam hati.
Kamera HP terus mengarahkan ke mereka, mereka berjalan berangkulan menuju ke dalam hotel. Aku turun dengan memakai topi mas Mahendra yang ada di dalam mobil dan mengikuti mereka dan HP kukantongi di bajuku dan camera nya masih merekam.
Aku berjalan berhati hati masuk ke dalam lobby hotel. Tampak kedua orang tersebut ada di receptionis sepertinya mau membooking kamar. Kududuk tak jauh dari mereka membelakangi mereka. Kamera HP kumatikan dan kuhidupkan kembali dengan kamera depan, sehingga bisa terlihat di layar apa yang mereka lakukan.
Kamera Hp kumatikan setelah mereka pergi menuju ke lift dan setelah sejam kumenunggu mereka keluar dari dalam lift. Kamera rekam kuhidupkan kembali. Mereka mengembalikan kunci kamar di receptionis dan keluar dari hotel. Tampak Mereka habis mandi jadi rambut mereka berdua masih basah.
Kuikuti terus mereka sampai mereka manaiki mobil, di dekat mobil mereka ku sembunyi di sebuah mobil supaya tidak terlihat oleh mereka. Setelah mobil mereka pergi aku langsung berjalan ke mobil dan menaiki mobil.
"Huhhh...Ayo pak ikuti lagi mereka. Saya mau mengikuti si perempuan itu, dimana rumahnya!" perintahku.
"Baik bu."
Setelah kami mengikuti mereka yang arahnya bukan ke arah kantor mas Bobby. Di depan sebuah jembatan kecil di atas sebuah kali, perempuan itu turun. Ternyata itu adalah sebuah gang.
"Pak Turunkan saya di tempat perempuan itu turun, ya!" ucapku.
"Baik bu, nanti saya parkir di sebelah sana ya bu."
"Oke pak Joni."
Aku turun di depan jembatan yang menghubungkan sebuah gang kecil. Tempat ini terkenal dengan kumuh. Aku berjalan mengikuti si perempuan itu jalan. Tak lupa aku sudah menghidupkan kamera HP ku. Video sudah berputar.
Perempuan itu masuk ke sebuah rumah kecil yang depannya sudah rusak. Aku mendekat terus ke rumahnya.
Di depan pintu rumahnya yang sudah tertutup aku ketok.
TOK
TOK
TOK
"Ya....!"Aku menunggu pintu dibuka dari dalam.
"Ya." Pintu dibuka tampak seorang wanita cantik dan kurus, mukanya ada beberapa jerawatnya, tampaknya dia memang sudah berganti pakaian sebelum membuka pintu sehingga kulihat pakaian nya sudah ganti.
"Kamu masih kenal saya?" tanyaku.
"Oh, istrinya mas Bobby? Ada apa? Berani sekali kamu datang ke rumah ini?" tanyanya sambil melipat tangannya di depan dada.
"Hm, sejak kapan kamu berhubungan dengan suamiku?" tanyaku sambil menahan amarahku.
"Hm sejak kamu sudah jarang memberikan pelayanan yang memuaskan untuk suamimu!" Jawanya dengan memajukan wajahnya.
"Atas dasar apa kamu tau kalau suamiku tidak puas denganku?" tanyaku membantah.
"Ya, karena kamu sering menolak dia untuk berhubungan intim! Tidak memuaskan, tidak kreatif dan selalu monoton!!" jawabnya.
"Kapan saya menolaknya, dia dari kantor saja selalu langsung tidur atau palingan menelpon kamu pelakor!!" Jawabku dengan nada agak tinggi.
"Sudahlah, kamu pulang saja! Kalau mau jelasnya kamu tanya saja kenapa suamimu mau samaku! Aku mau istirahat, tadi habis melayani suamimu di hotel!" ucapnya dengan sinis.
"Apa yang kamu mau dari suamiku?" tanyaku dengan nada gemetar menahan amarah.
"Hah? Apalagi kalau bukan uang! Suamimu kaya, manager di perusahaan besar!! Dan dia kalau main sama aku selalu puas, karena banyak gaya, kalau sama kamu palingan gaya konvensional aja! Hahahaha." Dia meledekku dengan senang.
"Awas kamu, kalau kamu lanjutkan menggoda suamiku! Aku akan laporkan ke polisi dengan Tuduhan berzinah!"
"Halah, mana buktinya? Hahaha, sudahlah sana!" Dia mendorong dadaku dan aku mundur selangkah.
"Hm, kamu memang pelakor!! Sialan!!" Aku maju dan tarik rambutnya, kugoyang-goyangkan kepalanya dan kudorong kepalanya ke depan. Aku langsung masuk dan memukuli wajahnya.
PLAKKK
PLAAKKK
"Dasar pelakor!" Ucapku kesal dan dia berteriak.
Karena keributan dirumahnya, ternyata ayahnya yang baru pulang dari Mesjid datang dan segera melerai kami.
"Ada apa ini?!! Ibu siapa? Kenapa berkelahi dengan anak saya dan memukulinya!!??" tanyanya dengan marah.
"Suami saya sudah digoda oleh anak bapak!" ucapku dan membenarkan hijabku yang sudah mau lepas.
"Benar kamu menggoda suaminya, Sandra???" tanya Bapaknya.
"Saya tak menggodanya, wong suaminya sendiri yang mengejar aku, Pah!" Jawabnya.
"Kamu sudah berapa kali sudah papah larang untuk menggoda laki-laki orang! Apa sih yang kamu inginkan? Uang mereka? Kepuasan hah??!!"
PLAAAKK
"Anak kurang ajar!! Masuk kamu!!"
"Gak mau!! Saya memang suka dan cinta sama suaminya!" Balasnya dengan teriakan.
"Anak kurang ajar dibilang nggak boleh mengganggu orang lain!! Papah hajar kamu!" Bapaknya langsung mengambil sapu ijuk dekatnya, melihat itu Sandra langsung lari ke kamarnya dan menutup pintunya dengan keras.
BRAAKK
"Heh, keluar kamu!! Anak nggak tau diuntung!!" Teriaknya di depan pintu kamar Sandra.
"Sudahlah pak, saya pamit dulu. Tapi tolong bilang sama anak bapak, karena suami saya sekarang sering jalan dengannya ke hotel!" ucapku.
"Maafkan anak saya ya bu, nanti saya pasti akan menghajarnya!" Jawab orangtuanya.
"Jangan dihajar pak, bicarakanlah dengan baik-baik!"
"Dia sudah tiga kali dan ini ke empat menggoda keluarga orang yang sedang bahagia. Mereka rata-rata orang berada dan sukses. Saya tidak tau kenapa Sandra menjadi anak yang seperti itu??" Ucap bapaknya menundukkan kepalanya.
"Baiklah pak, saya mohon pamit dulu!" ucapku. Kamera tetap merekam semua kejadian itu.
"Baik Bu, maafkan anak saya sekali lagi."
"Assamualaikum."
"Waalikumsalam." Aku berjalan kembali keluar gang menuju ke mobil. Di dalam mobil aku langsung duduk dan membuka HPku untuk melihat semua rekaman yang terjadi.
'Aku sudah punya bukti kuat! Sekarang tidak ada lagi yang harus dipertahankan, aku sudah muak denganmu mas!'
Mobil langsung menuju ke rumah mas Mahendra. Sesampainya dirumah aku langsung mandi dan mengganti pakaian. Setelah rapi kukeluar dan makan di meja makan bersama Shinta.
"Tante, masih lamakan disini?" tanya Shinta.
"Masih lama kok. Emang liburnya sampai hari ini? Besok masuk sekolah lagi?" tanyaku.
"Iya tante, besok aku sudah masuk sekolah lagi!" jawabnya.
Setelah makan, aku beristirahat di teras dan tak lama kemudian mas Mahendra pulang dari kantornya.
"Wah, lagi santai Ras. Gimana sudah enakan belum?" tanyanya.
"Sudah mas Alhamdulillah. Mas masuklah dulu. Aku ada yang mau diomongin," ucapku.
"Baiklah saya masuk dulu ya," jawab mas Mahendra.
"Iya mas," Jawabku. Kulanjutkan minum teh nya.
Setelah Magrib kami makan malam bersama. Setelah itu mas Kirsna, Mbak Nurma dan aku duduk di di ruang tamu.
"Kamu tadi katanya ada yang mau disampaikan? Apa?" tanya Mas Mahendra sambil menyesap kopinya.
...
...
BERSAMBUNG
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!