Walaaa......!
Teriak Surya Jaya yang tak mampu menahan rasa sakit di bagian dahi, ditambah pipinya yang terasa panas akibat tamparan Galih.
"Jangan dikasih ampun Mang, kasih mampus sekalian.....!" teriak Galih sambil mengeratkan gigi, suaranya terdengar jelas oleh Surya Jaya membuat hati pawang babi itu terasa panas, rasa sakit yang diderita tidak dihiraukan lagi dia pun bangkit dengan membulatkan mata.
"Dasar setan.....! kamu sangat kejam....! Dasar begal....! tidak menyangka ternyata di daerah Ciandam ada begal yang sangat kejam, rasakan kalian....! karena aku juga tidak akan tinggal diam."
Dengan segera Surya Jaya pun mencabut golok dari pinggang, bajanya terlihat mengkilap tersinari oleh sinar matahari, membuat Saipul Dan Galih merasa kaget karena mereka sudah tidak memegang golok, yang ada di pinggang hanya tinggal serangkanya saja, karena tadi mereka lupa mengambil goloknya setelah bertarung dengan Jana dan Dadun.
Tapi walaupun seperti itu mereka tidak berniat untuk mundur, karena mereka merasa lebih kuat, soalnya dua lawan satu rasanya sangat mustahil kalau tidak mampu mengatasi musuhnya. dengan segera Galih pun maju sambil memasang kuda-kuda dipenuhi dengan kehati-hatian dan kewaspadaan, beda dengan Saipul yang tidak tergesa-gesa ketika mengambil tindakan, dia memindai area sekitar mencari benda yang bisa dijadikan senjata, sehingga mata itu terhenti di sebuah batu sebesar kepalan tangan, tanpa berpikir panjang Saipul pun mengambil batu itu.
"Hahaha kamu anggap aku seekor ular, pake mau menyerang menggunakan batu segala. kalau berani Ayo maju b4ngsat....!" Tantang Surya Jaya yang terdengar mengejek, goloknya terlihat dimainkan menakut-nakuti kedua musuhnya.
"Jangan sombong Kamu....! jangan mentang-mentang punya golok....! Kamu kira aku takut, hah....!" jawab Galih sambil memajukan langkah kemudian merapatkan kuda-kuda, tapi kalau menyerang duluan tidak berani, takut dengan senjata yang berada di tangan musuh.
Surya Jaya tidak berbicara lagi, dia pun mulai menyerang mengarah ke leher Galih. dengan segera Pemuda Ciandam itu mundur selangkah ke belakang menghindari serangan musuhnya, sehingga golok itu hanya menyabet angin. dengan segera Galih pun memajukan kembali kakinya ke arah depan , hendak menyerang Surya Jaya. tapi golok yang tadi lewat kembali lagi menyerang tubuhnya, sehingga Galih pun loncat ke arah samping, namun dengan segera Surya Jaya pun membalikkan tubuh hingga dia sudah menghadap kembali ke arah Galih, bersiap hendak melanjutkan serangan selanjutnya.
Setelah saling menatap seolah sedang mengukur kekuatan masing-masing, Surya Jaya pun mulai kembali melayangkan serangan selanjutnya. Serangan yang sekarang mengarah ke arah lengan Galih, dengan segera pemuda itu menghindar hingga akhirnya Galih hanya bisa menghindari serangan Surya Jaya tanpa bisa membalas.
Semakin lama Surya Jaya semakin beringas ketika menyerang, dia membubat babit goloknya ingin segera mengakhiri hidup Galih.
Melihat keadaan seperti itu, membuat Saipul merasa bingung harus bagaimana dia menjatuhkan musuhnya. dia hanya bersiaga sambil tetap memegangi batu yang tadi diambil, ketika dia mau melemparkan senjatanya dia ragu-ragu, takut salah sasaran.
"Jang.....! mundur Jang....!" teriak Saipul mengingatkan.
Mendapat peringatan seperti itu, Galih pun menurut. dia loncat ke arah belakang, kemudian berdiri di samping Saiful. sehingga Surya Jaya pun menyusul ingin menyerang mereka berdua, tapi Saiful dengan segera melemparkan batu yang digenggamnya menggunakan seluruh kekuatan.
Trang!
Lemparan itu tepat mengenai golok yang sedang dipegang oleh Surya Jaya, membuat tangan pawang babi itu terasa bergetar, hingga akhirnya golok itu terjatuh.
Melihat kesempatan yang sangat baik, Saipul tidak membuang waktu. dia menerjang tubuh musuhnya sehingga kedua tubuh itu terjatuh, sedangkan Galih dengan segera dia pun mengambil golok Surya Jaya yang tadi terjatuh. dengan segera dia pun mengancam Surya Jaya dengan menempelkan golok itu ke dadanya.
Mendapat Serangan yang begitu mendadak, dan tidak diperkirakan sebelumnya. Surya Jaya hanya terdiam melongo, mulutnya menganga.
"Ayo bangkit......! Ayo bangkit sial4n, Kalau kamu masih memiliki keberanian, bergerak sedikit saja kamu akan pindah ke akhirat. sekarang kamu pilih mending menyerah atau mampus, Biar jasi tumbal jalan.....! jawab....!" Bentak Galih sambil membulatkan mata, membuat Surya Jaya tidak bisa bergerak Dia terpaksa terdiam sambil mengatur nafas yang memburu, Terkesima mendapat kejadian yang sangat mengagetkan.
Saipul yang masih terlentang, dia pun membangkitkan tubuhnya dengan perlahan, kemudian menatap Surya Jaya yang sudah terdesak, dari kedua sudut bibirnya terukir senyum ejekan.
"Hahaha, seekor ular kadut ternyata tidak ada kekuatan, mana ucapanmu yang menggelegar mengalahkan petir. Nah, Lihat golok yang kamu jadikan kesombongan, sekarang sudah dipegang oleh sahabatku. Ayo kamu mau bertingkah apalagi?" tantang Saipul sambil mondar-mandir, tangannya tertolak di pinggang.
Bugh!
Tanpa terduga, tanpa disangka, kaki Saipul melayang ke arah rahang Surya Jaya, membuat Surya Jaya membuang wajah, matanya terlihat mendelik.
"Halah dasar setan alas....! dasar maling....! dasar licik, Kalau benar kalian memiliki keberanian, kalian harus bertarung secara Satria, satu lawan satu. dasar iblis....!" Gerutu Surya Jaya mengeluarkan semua unek-unek yang berada di dalam hati, wajahnya terlihat memerah seperti besi mentah.
"Hahaha kenapa kamu berbicara seperti itu, apa kamu Nggak sadar bahwa kamu juga tidak bertarung secara Ksatria. buktinya kamu sudah membelakangi mencuri babi, nah sekarang kamu rasakan akibatnya, karena orang jahat tidak akan bebas dari hukuman, sehingga aku bisa menemukannya dengan mudah."
"Apa kamu bilang, aku tidak merasa menikam dari belakang?"
"Halah....! Jangan banyak bacot...! dasar iblis, bukti sudah ada, kamu tidak akan bisa mangkir lagi..., pokoknya kamu sudah berani mencuri babiku, dasar licik...! dasar maling....! dasar koplok....!" ujar Saipul yang mengejek Surya Jaya, membuat hati sang pawang babi itu terasa geregetan, dipenuhi dengan kemarahan. tapi apa daya tangan Tak Sampai, karena dia tidak bisa melawan, soalnya ujung golok sudah menempel di dada.
Kalau dia mencoba bergerak, pasti Galih akan menekan golok itu menusuk tembus ke dadanya. hingga akhirnya Surya Jaya hanya bisa mengatur nafas yang memburu, akibat amarah yang memenuhi dada, matanya terlihat membulat giginya dikancingkan.
"Berdiri Kamu b4ngsat...! berdiri....!" bentak Galih sambil sedikit menekan ujung golok yang dipegangnya.
Surya Jaya pun mengikuti kemauan anak muda itu, dia berdiri dibarengi dengan hati yang berdebar. karena dalam hatinya dia ingin balik menerjang Galih, tapi akal Sehatnya masih bekerja karena nyawanya lebih penting dari apapun.
Setelah berdiri tangannya pun dipegang oleh Saipul, ditarik ke belakang lalu diikat menggunakan tali sarung golok sampai kencang.
"Siapa nama kamu, siapa...?" bentak Galih menunjukkan keganasannya.
"Kamu tidak perlu tahu, karena Apa gunanya mengetahui Namaku....," jawab Surya Jaya sambil membalas tatapan tajam Galih, meski sudah terdesak tapi amarahnya masih berkobar.
Mendengar Jawaban seperti itu Galih pun dengan segera memindahkan ujung golok yang berada di dada ke leher, giginya terdengar kemeretak menahan amarah yang berada di dalam dada, membuat mata Surya Jaya membulat sempurna takut golok itu masuk menusuk lehernya, dengan segera dia pun memundurkan tubuhnya selangkah, namun dengan segera Saiful menendang bokong sang pawang babi itu.
"Jawab.....! kalau kamu tidak menyebutkan nama, tenggorokan kamu akan putus hari ini."
"Silakan saja kalau berani, karena aku tidak takut dengan kematian."
"Gobl0k kamu, Dasar sombong....!" bentak Galih Tapi walau begitu dia tidak berani memuntahkan darah dari kulit Surya Jaya, sehingga golok itu terlihat menjauh dari leher musuhnya, tapi walaupun begitu dia mengalihkan golok ke tangan kirinya lalu.
Plak!
Satu tamparan terkena tepat di wajah Surya Jaya, membuat orang itu membuang wajah tidak kuat menahan tamparan yang begitu keras.
"Satu kali lagi Jang...! biar genap," saran Saiful yang berdiri di belakang Surya Jaya.
"Baik Mang, sebelah kanan apa sebelah kiri?"
"Terserah Ujang saja, hahaha."
Galih pun menarik tangannya ke belakang, Lalu mengalirkan seluruh tenaganya ke telapak tangan, hingga tangan itu melayang.
Plak...!
Tamparan yang kedua kalinya tetap tepat mengenai sasaran, sehingga tubuh Surya Jaya oleng ke arah samping, kepalanya semakin terasa berat, akibat siksaan yang begitu keras. Tapi walau begitu semangat Surya Jaya masih berkobar, tanpa disangka kakinya pun melesat mengarah tubuh Galih.
Bugh!
Aduuuuuh!
Tubuh Galih langsung terjatuh, karena serangan Surya Jaya menghabiskan seluruh kekuatannya, golok yang dipegangnya pun terjatuh entah ke mana. melihat musuhnya sudah terkapar, Surya Jaya merasa di atas angin dengan segera dia berlari hendak menginjak-nginjak leher Galih.
Saipul yang berdiri di belakang Surya Jaya, melihat musuhnya hendak menyerang sahabatnya, dia tidak tinggal diam dengan segera dia melayangkan pukulan ke arah kepala belakang.
Bugh....!
Tinjuan Saipul tepat mengenai sasaran, sehingga membuat tubuh Surya Jaya terdorong ke depan, telinganya terasa mendenging, penglihatannya berkunang-kunang. sebelum dia bisa menguasai keadaan, serangan susulan dirayakan oleh Saipul, tepat mengenai telinganya, hingga tubuh itu tidak kuat lagi menahan beban siksaan yang begitu berat, akhirnya tubuh itu ambruk dengan kepalanya terasa berputar, keadaan sekitar terasa miring, bahkan langit saja terasa mendekat.
"Kurang ajar kamu.....! Sampai berani menyerang dari belakang, dasar maling ban9sat....!"
"Belikat saya terasa sakit Mang, Aduh kurang ajar si sial4n ini, Awas aku sembelih kamu.....!" ujar Galih yang merasa kesal.
Dengan meringis Galih pun membangkitkan tubuh, kemudian mendekat ke arah golok yang tadi terjatuh langsung mendekat ke arah Surya Jaya, ingin melenyapkannya menggunakan golok. tapi akal sehat Saipul masih berjalan sehingga dia pun mengingatkan.
"Jang.....! Jang....! jangan Jang....! jangan sampai berlebihan, Jangan sampai memetik nyawa orang lain. kita harus tetap berpikir jernih, jangan Jang....! jangan di teruskan ini sangat berbahaya," begitulah ujar Saipul membuat Galih menghentikan niatnya, Sebenarnya dia pun masih sadar dia juga takut menanggung akibatnya.
"Harus diapakan orang ini mang?"
"Sumpal mulutnya....! ikat kaki dan tangannya, lalu kita lempar ke jurang biar dia Jera....!"
"Baik Mang, baik.....! setuju kalau seperti itu juga."
Surya Jaya yang sudah tidak berdaya, dia hanya terdiam tanpa bisa berbuat apa-apa. ketika mendengar diskusi kedua musuhnya, hati Surya jaya masih terasa panas, nafsunya masih berkobar, bara di dalam dada tapi apa daya tangan Tak Sampai mau melawan dia tidak berdaya. badannya terasa sangat sakit, tenaganya sudah terkuras sudah tidak ada kemampuan untuk melawan.
Uuuu...! uuuuuu! uuuu....!
Tak menunggu lama, Surya Jaya pun sudah tidak bisa berbicara karena mulutnya sudah disumpali dedaunan oleh Galih. kemudian tangan dan kakinya diikat menggunakan ikatan sarung golok miliknya, ditambah dengan ikat pinggang bahkan ikat kepalanya pun dibuka untuk memperkuat ikatan yang berada di tangan.
Setelah semuanya beres, Surya Jaya pun disuruh duduk di tepian jalan, wajahnya ditatap oleh Galih dengan begitu lekat. sementara waktu keadaan di tempat itu terlihat sangat sepi, hingga akhirnya memori otak mereka bisa bekerja, karena mungkin mereka bisa berpikir dengan tenang.
Kejadian yang sudah berlalu mulai diputar kembali oleh memori otak Galih, hingga akhirnya dia pun mengingat ke kejadian yang berlangsung di cipelang, bahkan dia pun mengingat kembali ketika dia mencuri babi ketika di kampung cisarua. Akhirnya dia pun ingat bahwa manusia yang disiksa olehnya adalah Surya Jaya, pakar babi yang sudah tersohor dari kampung cipelang.
"Oh saya ingat sekarang Mang, ternyata orang ini adalah si Surya Jaya....!" ujar Galih sambil mendelik ke arah Saipul.
"Ah, yang benar Jang....!"
"Iya mang....! coba Mamang perhatikan saja lebih teliti dan ingat-ingat kembali ketika kita menonton pertunjukan pemilik sirkus babi. kalau Mamang sadar bahwa orang inilah orang yang menjadi pawangnya, lihat saja wajahnya yang sebelah kiri terlihat ada goresan luka."
"Halah....! Iya benar Jang, Kenapa kita baru sadar sekarang. Coba tanya yang benar.....! Apakah benar orang ini adalah Surya Jaya," jawab Saiful sambil menatap ke arah pawang babi diakhiri dengan pertanyaan. tapi sayang Surya Jaya tidak menjawab, karena mulutnya disumpali oleh dedaunan.
"Ah, Biarkan saja Mang....! jangan sampai banyak bertanya, karena tidak akan ada gunanya. sekarang kita lemparkan saja ke rumpun tebu timbarau, takut ada orang lain yang mengetahui. karena saya sudah yakin bahwa orang ini adalah si Surya Jaya, orang yang dulu pernah menyiksa saya," ujar Galih yang masih memiliki dendam ketika dia dikejar-kejar oleh anak buah Surya Jaya.
Tanpa ada pembicaraan lagi, setelah tenaga mereka terkumpul kembali. akhirnya tubuh Surya Jaya yang sudah tidak berjaya lagi, Galih dan Saiful Gotong lalu dilemparkan ke rumpun tebu, beruntung di bawahnya tidak ada batu, sehingga tubuh Surya Jaya tidak terlalu merasakan sakit.
Surya Jaya tidak bisa bergerak dengan leluasa, karena kaki dan tangannya diikat mulutnya disumpel menggunakan dedaunan. sedangkan Galih dan Saiful setelah membuang tubuh Surya Jaya, dia pun dengan segera menghampiri babi yang diikatkan ke pohon.
Ranti tidak banyak bergerak. dari tadi dia hanya tengkurap sambil memperhatikan orang yang sedang bertarung, dari sudut matanya terus mengalir cairan bening sambil mengumpat di dalam hati. di satu sisi dia merasakan kebahagiaan ketika bertemu dengan mantan pacarnya, tapi setelah memperhatikan apa yang Galih lakukan, rasa yang dulu pernah menghiasi hatinya, sekarang sirna seketika berubah menjadi benci.
Ranti baru tahu bahwa sikap Galih sangat kejam dan sangat egois, dia sampai tega menghilangkan kebebasan orang lain, hanya untuk mencapai tujuannya. Ditambah sekarang hati Ranti sudah ada yang mengisi yaitu Pemuda yang selalu setia menemaninya, meski banyak kekurangan tapi pengorbanannya, kesetiaannya, membuat Ranti sampai bertekuk lutut di hadapannya
Khayal Ranti kembali terbang membayangkan wajah Eman yang sangat ketakutan, ketika melihat Surya Jaya mengeluarkan pisau belati, membuat babi itu menarik nafas dalam, merasa takut tidak bisa bertemu lagi dengan pemuda yang sudah singgah di hatinya.
"Mau diapakan babi ini mang?" tanya Galih setelah sampai berada di hadapan Ranti.
"Mau diapakan Bagaimana Jang, sudah jelas babi ini kita akan bawa ke kampung Ciandam untuk disetorkan ke bah Abun. tidak mungkin kan kalau kita sembelih, Lagian dagingnya juga najis, hahaha." jawab Saiful tidak bisa menyembunyikan kebahagiaannya.
"Yah Mamang suka ngelantur aja, maksudnya babi ini mau dibawa Seperti apa, karena tidak mungkin kan kalau harus dituntun seperti si Surya Jaya, nanti babi ini bisa ngamuk atau menyeruduk kita."
"Oh begitu, bagaimana ya Jang?" ujar Saipul sambil mendudukkan tubuhnya di hadapan sang babi, matanya terus menatap ke arah Ranti, seolah ingin puas menatap hewan yang sudah lama dia cari.
"Yah Mamang malah duduk, Bukannya bantu saya mikir Bagaimana cara membawanya?"
"Sebentar Jang istirahat dulu, karena kalau membawa babi itu sangat mudah."
"Caranya?" tanya Galih.
"Kita tinggal cari bambu buat pikulan, nanti tinggal masukkan saja ke tali yang berada di kakinya, lalu tinggal bawa ke kampung Ciandam."
"Kalau dicolok seperti itu, Nanti dia bergerak-gerak Mang, Mending kalau kita tidak terpental, Bagaimana kalau terpental dan terluka, itu sangat berbahaya."
"Ya sudah, kita buat tali bambu, lalu untuk tambahan ikatan nanti kita bisa ikat tubuhnya kepikulan, agar kakinya tidak sakit." jawab Saiful memberikan saran
"Ya sudah ayo kerjakan Mang....!" jawab Galih yang sudah tidak sabar dengan segera, dia pun memindai area sekitar beruntung tidak jauh dari tempat dia berdiri ada rumpun bambu tali. dengan segera dia pun menebang pohon lalu membuat tali untuk mengikat tubuh Ranti.
Setelah selesai membuat apa yang mereka butuhkan, Galih dan Saiful pun mendekat kembali ke arah Ranti, tanpa membuang waktu kedua orang itu mengikat dada dan perut sang babi, di atasnya disimpan bambu lain untuk pikulan, persis seperti babi jarah hasil dapat berburu.
Mendapat kenyataan yang seperti itu, membuat Ranti semakin merasa sedih, harga dirinya semakin jatuh karena Galih sebenarnya sudah tahu bahwa babi yang berada di hadapannya, bukan babi jarah, bukan babi hutan, melainkan babi ngepet, babi beranting yang aslinya adalah seorang manusia bernama Ranti.
Tapi kenapa Galih tega berbuat seperti itu, menyamakan diri Ranti dengan babi hutan, tapi walaupun begitu Ranti tidak bisa berbuat banyak, dia harus menerima dengan semua kenyataan yang pahit ini, soalnya Dia sangat sadar bahwa wujud yang sekarang bukan wujud manusia yang sempurna, melainkan wujud babi.
"Ayo Mang, kita bawa ke kampung Ciandam....!"
"Siap Jang, tapi kalau bisa nanti jangan langsung ke rumah Mbah Abun."
"Lah kenapa emang Mang, terus kalau tidak dibawa ke rumah Mbah Abun mau dibawa ke mana Babi ini?"
"Yey, bukan begitu Jang....! kalau bisa kita tahan dulu saja di rumah Ujang."
"Bentar, bentar....! kenapa bisa seperti itu, apa tujuannya Mang?" Tanya Galih yang semakin tidak mengerti
"Karena kita harus meyakinkan dulu janji sayembara yang dibuat oleh Mbah Abun."
"Sebabnya?" tanya Galih sambil menatap penasaran ke arah Saipul.
"Sebabnya Siapa tahu saja Bah Abun mengingkari janji yang dia buat, kalau sudah mendapat Kepastian yang sesuai dengan sayembara yang diembarkan, baru kita serahkan babi ini, begitulah Jang! Bagaimana mengerti?" jelas Saipul yang terlihat khawatir, seperti orang yang sangat ketakutan tidak jadi mendapatkan hadiah dari pekerjaan yang ia kerjakan.
"Oh begitu.....! kalau begitu saya mengerti Mang. tapi...," ucap Galih seperti kebingungan, karena dia merasa berat ketika mendengar saran Saipul yang mau menyimpan terlebih dahulu babi ngepet di rumahnya.
"Tapi apa Jang?" tanya Saipul sambil menatap ke arah Galih.
"Resikonya sangat besar Mang, ketika menyimpan babi ini di rumah. Bagaimana kalau ada orang yang merebut, Bagaimana kalau babinya kabur...?" jelas Galih mengungkapkan kekhawatirannya.
"Mamang juga sangat mengerti dengan resiko itu Jang. tapi itu bisa kita akali, bisa kita siasati, biarkan Nanti Mamang Yang akan menjaganya, daripada kita menanggung kerugian tidak dibayar itu akan lebih menyulitkan, sudah bekerja keras tapi tidak membuahkan hasil."
"Oh kalau begitu.....! ke kampung ciandamnya kita harus menunggu waktu malam."
"Iya benar begitu, tapi tidak harus susah..."
"Kenapa emang mang?" tanya Galih sambil menatap ke arah Saipul.
"Lihat kerupuk Barat, eh. Keupuk barat matahari sudah berada di sana, mungkin sebentar lagi akan bersembunyi ke balik gunung."
"Oh iya, yah...! Ya sudah ayo kita berangkat," ajak Galih sambil bangkit dari tempat duduknya, begitupun dengan Saipul yang mengikuti.
Sebelum melanjutkan pekerjaan, mereka pun menepuk-nepuk baju yang sudah tidak berbentuk, karena sudah sangat dekil dan dipenuhi banyak sobekan. setelah merasa bersih kedua orang itu mengambil pikulan bambu yang ada di punggung sang babi ngepet. hingga akhirnya tubuh Ranti pun terangkat digotong oleh Galih dan Saiful.
Setelah pikulan berada di pundak masing-masing, kedua orang itu mulai melanjutkan perjalanan dengan santai, karena memang sengaja seperti itu. agar nanti ketika sampai ke rumah sudah agak gelap, supaya tidak diketahui orang lain dan tidak menimbulkan buah pikiran yang baru.
Sedangkan makhluk yang berada di dalam gotongan, dia tidak berani membuka matanya, tidak mau melihat kenyataan yang membuatnya merasa Getir dan menakutkan. semilir angin kecil menimbulkan suara kemerosok dan kemeresek, di sahuti oleh burung-burung kecil yang terlihat loncat-loncat di ranting-ranting pohon, seperti sedang mencari penginapan. dari kebun bambu sudah terdengar grapung yang saling menyahuti, seperti sedang menyemangati Galih agar cepat sampai ke rumahnya.
Sedangkan langit kala itu tidak terlalu jelas, matahari saja hanya terlihat sebagian, cahayanya tidak terlalu terang tertutup oleh awan hitam yang menggulung, dari sebelah Selatan seperti mau hujan besar. sedangkan Galih dan Saipul mereka terus berjalan sambil menggotong babi ngepet menuju Kampung Ciandam, dengan membawa hati yang sangat bahagia karena perjuangan selama berbulan-bulan sudah membuahkan hasil, mereka terus menjauh dari tempat pertarungan dan penyiksaan Surya Jaya.
~
Setelah kepergian Galih dan Saipul, terlihat ada sosok bayangan yang keluar dari tempat persembunyian. sudah sekian lama dia memperhatikan orang yang bertarung, namun dia tidak berani ikut campur, bahkan ketika tadi melihat Surya jaya disiksa dia hanya terdiam sambil gemetaran, merasa takut melihat kengerian yang sedang terjadi.
"Benar apa yang diutarakan oleh Bapak, ketika kita mengikuti sayembara kita harus memiliki ilmu yang persegi. baik dari ilmu lahir maupun batin, tidak cukup hanya mengandalkan keberanian dan keinginan, tapi harus mempunyai keahlian, banyak pengalaman, banyak memakan asam manis kehidupan, karena ternyata beginilah kenyataannya sampai-sampai Mang Surya Jaya tersiksa seperti itu. kasihan kamu mang Surya, Semoga Mamang tidak sampai meninggal, sabar...! sebentar saya akan menolong Mamang," gumam hati orang itu. ternyata setelah diperhatikan orang itu adalah Wira anaknya Pak Ustad, keponakannya Surya Jaya yang dulu Sudah berjanji akan mengikuti mamangnya dari kejauhan
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!