NovelToon NovelToon

Satu Atap Tanpa Cinta

[SATC - 01]

Sebuah pernikahan baru saja berlangsung dengan singkat. Pernikahan atas dasar perjodohan yang tidak mampu ditolak oleh mereka membuat garis senyuman tidak terlihat di wajah mereka. Kata orang cinta akan datang karena terbiasa, hal itu juga yang kedua orang tua dari dua keluarga itu katakan ketika mereka menyampaikan kabar ini. Tapi memulai hubungan tanpa sebuah rasa cinta juga bukan menjadi pilihan yang baik karena dari awal itu pula komunikasi akan terjalin dengan buruk.

Meninggalkan ballroom hotel mewah yang telah disewa dan dihias sedemikian rupa, dua orang yang baru saja terikat dalam ikatan suci itu berada dalam ruangan dengan ranjang di dalamnya yang biasa disebut dengan kamar. Tempat privasi mereka yang akan menjadi tempat memadu kasih. Lantas, apakah hal itu akan benar-benar terjadi? Jika awal dari ini semua tidak terjadi dengan sepenuh hati mereka.

"Lo tau gue udah punya pacar? Gue nggak mau dia tau soal ini!"

Pernikahan ini terjadi dengan privat tanpa mengundang awak media yang akan menyebarkan berita pernikahan dari dua keluarga tersohor di negara ini. Pernikahan yang hanya dihadiri keluarga dan kerabat terdekat.

"Gue juga nggak berminat nyebar hal ini."

"Nggak usah sksd."

"Sorry, it's not my habit."

Mereka adalah pasangan muda, sangat muda karena menikah diusia yang baru satu tahun setelah usia legal. 18 tahun dan keduanya masih berada di bangku kelas 12 SMA. Samantha Artemis Edward dan Dante Laurent Frederick.

"Lo tidur di sofa."

"Sorry, Dante. Gue nggak masalah dengan tidur terpisah karena gue nggak pernah ngarep tidur seranjang sama lo. Tapi sorry to say, gue nggak akan pernah mau tidur di sofa. Kalau lo mau, lo bisa tidur di sana."

Sammy yang menjadi nama pendek dari Samantha kini mulai meluruskan tubuhnya diatas ranjang empuk yang hotel sediakan.

Dante menatap tidak suka dengan perempuan yang kini menjadi istrinya. Dengan celana pendek tanpa atasan, Dante mulai merebahkan tubuhnya di sofa yang bahkan tidak bisa menampung tubuhnya dengan baik.

...\=\=\=\=\=\=...

Sebuah rumah berlantai dua yang berada di kawasan elite kota itu menjadi tempat tinggal baru untuk Sammy dan Dante. Rumah yang diberikan oleh kedua orang tua mereka sebagai hadiah pernikahan. Mereka akan tinggal dengan satu pembantu rumah tangga berusia setengah baya dan satu penjaga rumah.

Mereka sudah memutuskan untuk tidur di kamar yang berbeda tanpa sepengetahuan kedua orang tua mereka.

Sammy mendorong kopernya masuk ke dalam kamar pertama yang ada di lantai dua. Sebelumnya mereka Sammy telah berkeliling dan kamar yang dia pilih memiliki balkon yang tidak ada dikamar lain.

Sedangkan Dante, mengambil kamar lain yang juga berada di lantai dua. Di lantai dua ada 2 kamar dengan kamar milik Dante lebih kuas tapi tidak ada balkon.

Sammy turun dari keluar dari kamarnya setelah selesai beberes. Berjalan menuju dapur untuk membuat camilan sebagai teman ketika menonton Netflix nanti. Netflix and chill time!!

Bahan-bahan dapur telah penuh, itu semua disiapkan oleh orang tua mereka jadi, tidak perlu khawatir untuk makanan. Untuk hari ini pembantu dan penjaga rumah belum datang dan akan datanh besok.

"Buat apa?"

Dante datang dengan pakaian rumahan, membuka kulkas dan mengambil minuman kaleng dari dalam lemari pendingin itu.

"Popcorn sama mi, buat nonton Netflix."

"Buatin gue mi juga."

Sammy yang sedang mengaduk jagung dengan mentega yang telah meleleh mengangguk. Menutup panci berisi jagung yang beberapa saat kemudian mulai berubah menjadi popcorn.

Sammy menuangkan air panas di dua gelas styrofoam berisi mi yang masih mentah. Menutup mi tersebut dan mulai memindahkan popcorn yang telah selesai ke dalam mangkuk yang telah diberi lelehan coklat.

"Besok berangkat sekolah lo naik apa?"

Besok mereka kembali bersekolah dengan Sammy yang akan menjadi murid pindahan di sekolah itu. Sebelumnya, Sammy mengemban ilmu di negeri orang.

"Mobil, gue udah tau jalannya. Punya lo."

Dante menerima mi miliknya dan mengikuti Sammy yang berjalan melewatinya dengan membawa satu gelas mi dan semangkuk popcorn.

"Gue ikut."

Sammy hanya mengangguk mendengar permintaan Dante. Dia kembali ke dapur untuk mengambil satu kaleng minuman bersoda dan air mineral.

Ini adalah film yang sudah kesekian kalinya Sammy tonton tapi rasa bosan belum juga mendatanginya. Film yang berasal dari korea bercerita tentang mayat hidup atau zombie.

Sammy dan Dante menonton film itu dengan tenang, sesekali suara yang dihasilkan ketika menyeruput mi terdengar.

"Lo kenapa nerima pernikahan ini?"

"Nggak bisa nolak."

Percakapan mereka benar-benar singkat dan kaku membuat suasana kembali hening.

Suara deringan ponsel milik Dante membuat Sammy harua menjeda terlebih dahulu filmnya.

"Halo, Yola."

Dante berjalan menjauh untuk mengangkat panggilan telepon dari pacarnya, Morana Yolanda. Sammy hanya menatap kepergian Dante sekilas sebelum kembali melanjutkan filmnya yang terjeda.

"Gue keluar dulu." Dante kembali menemui Sammy dengan pakaian yang rapi.

"Iya, hati-hati."

Dante pergi dengan mobil hitam miliknya pribadi. Menjemput pujaan hati di rumahnya untuk pergi berkencan.

"Hai." Dante keluar dari mobilnya setelah sampai di rumah dengan pagar hitam setinggi dadanya.

"Hai, juga."

Yola tampil manis dengan dress tartan berwarna hijau tua yang bertali spaghetti ditambah dengan cardigan polos yang berwarna hijau muda. Rambutnya yang bergelombang dibiarkan terurai dengan hiasan hairpin.

"Mau jalan kemana?" Mobil kembali berjalan dengan kecepatan rata-rata.

"Pengen ke pantai, tapi ini siang jadi pasti panas."

"Jadinya?"

"Kamu nggak ada rekomendasi gitu?" Yola memajukan bibirnya yang dilapisi lip tint dan lip gloss membuat bibirnya tampak lembab dan sehat.

"Udah makan? Ini udah mau siang, mau makan dulu? Nanti baru jalan-jalan."

"Boleh! Kebetulan udah lapar, soalnya tadi cuma sarapan roti." Yola kembali tersenyum dengan memperlihatkan gigi putihnya yang rapi, rata, dan kecil-kecil.

"Berapa kali aku bilang, kamu itu nggak perlu diet aku tetep sayang sama kamu. Nanti kamu sakit kalau cuma makan roti." Dante menatap Yola dengan tatapan tidak suka sekilas sebelum kembali menatap jalan raya.

"Sekarang kamu emang bilang gitu, tapi kan nggak ada yang tau kedepannya. Lagian aku udah kenyang sarapan roti gitu, ini juga udah siang jadi wajar kalau aku lapar lagi."

[SATC - 02]

Kini perjalanan mereka terasa senyap tanpa percakapan diantara keduanya. Hubungan mereka sudah berjalan 6 bulan lamanya dan pertengkaran kecil ini sudah kerap kali terjadi dengan akhir Dante yang mengalah.

Sebuah restoran yang menghidangkan makanan Jepang menjadi pemberhentian mereka. Restoran yang tidak jauh dari ornamen kayu dan bunga sakura itu sudah biasa mereka datangi sebelumnya. Hal ini karena Yola yang menyukai makanan yang dihidangkan restoran itu walaupun harganya cukup mahal.

Yola memesan salah satu jenis mi soba dan 3 jenis sushi dari semua jenis yang ada. Sedangkan Dante, hanya memesan chicken katsu.

"Kamu seneng nggak?"

"Hm?" Dante yang sedang mengunyah makanannya bertanya maksud ucapan Yola dengan gumamannya.

"Kita kan jarang ada waktu."

"Kamu yang selalu sibuk."

"Aku sibuk kan juga karena harus les buat nanti ke perguruan tinggi."

"Aku paham, La. Nggak usah gitu. Aku berusaha ngertiin kamu kok."

"Kamu udah bosen ya sama aku?" Yola menatap sedih Dante.

"Kamu ngomong apa sih?! Emang ada aku bilang gitu? Aku dapetin kamu susah loh."

Yola tertawa kecil mendengar ucapan kesal Dante. "Nggak kok, cuma bercanda. Peace." Yola mengangkat jari telunjuk dan jari tengahnya.

Mengingat awal mula mereka pacaran ketika Dante tidak sengaja bersitatap dengan Yola pada saat MOS. Tatapan polos dari kedua mata besarnya itu membuat Dante berdesir dan merasakan hal yang tidak biasa. Sejak saat itu Dante mencoba merebut hati Yola bersaing dengan banyak laki-laki lain sampai akhirnya 6 bulan lalu mereka berstatus pacaran. Semua orang tahu bagaimana perjuangan Dante untuk mendapatkan Yola, semua perhatian dan sikap manis yang jarang terlihat diperlihatkan secara jelas dan gamblang pada Yola.

"Makannya hati-hati, kebiasaan."

Yola yang sedang menikmati sushi dengan shoyu itu mengerjapkan kedua kelopak matanya ketika ibu jari Yola mengusap sudut bibirnya.

"Hehe."

Waktu makan mereka telah selesai kini mereka pergi ke salah satu mall sembari menunggu sore datang untuk pergi ke pantai.

"Dante lihat deh, gelangnya lucu!" Yola mengambil gelang buatan tangan yang terpajang di salah satu toko aksesoris terkenal. Sebuah gelang dari manik-manik yang dirangkai dengan indah.

"Mau beli?"

"Eh, nggak jadi deh." Yola tidak sengaja melihat harga pada hang tag kecil diantara manik-manik yang terpasang. Harga untuk gelang manik-manik yang Yola ambil adalah 150.000 untuk setiap unitnya.

"Kenapa? Aku yang bayar."

"Dante, nggak usah. Aku bisa buat sendiri nanti."

"Beli lebih gampang, nggak usah repot-repot. Ambil yang kamu mau, aku yang bayar."

"Tapi aku nggak enak sama kamu." Yola menunduk merasa bersalah pada Dante. Seharusnya dia melihat harganya terlebih dahulu sebelum bereaksi.

"Nggak enak kenapa? Kamu pacar aku, kalau aku mampu aku beliin. Dan gelang ini, aku masih bisa beliin buat kamu. Jangan sungkan sama aku, oke? Ambil yang kamu mau." Dante memegang pundak Yola yang sebatas dadanya, menatap dalam kedua bola mata yang dalam sekali lihat mampu membuat dirinya jatuh ke dalam pesona Yola yang polos dan baik.

"Tapi…." Yola masih meragu.

"Ambil aja, Yola! Apa perlu aku ambil semua buat kamu?"

"Nggak usah! Aku sendiri aja."

Dante menggelengkan kepalanya lalu menyusul Yola. Pacarnya itu benar-benar menggemaskan walaupun mereka juga tidak jarang memiliki perbedaan pendapat. Namun, Dante akan berusaha memahaminya mengingat Yola besar tanpa sosok ayah.

Kegiatan mereka berlanjut dengan menonton film di bioskop yang sedang booming saat ini. Yola memaksa menonton film bergenre horor walaupun sebenarnya dia adalah penakut.

"Akh!" Yola menutup matanya dan mengeratkan genggamannya pada Dante ketika suara dari film yang membuat jantungnya berdetak lebih cepat dibarengi dengan munculnya sosok menakutkan.

"Gitu aja takut." Dante mengejek Yola dengan suara berbisik.

"Bukan takut, tapi kaget!" Yola mengelak ejekan Dante dan kembali melihat layar kaca lebar itu lagi. Walaupun beberapa kali Yola terpaksa menahan jeritannya agar tidak menggangu yang lain.

Mereka pergi dari mall setelah film itu selesai dengan beberapa paper bag kecil berisi aksesoris yang Yola beli. Walaupun begitu harganya lumayan juga tentunya kualitasnya tidak perlu diragukan lagi.

Mereka kini pergi menuju pantai yang cukup jauh untuk menghabiskan waktu dijalan. Sesekali juga karena mereka jarang memiliki waktu bersama 2 bulan terakhir.

"Semoga hubungan kita tetep bertahan sampai kita menikah dan tua nanti, Dante."

Bersamaan dengan matahari yang mulai tertelan air lautan menyisakan semburat jingga yang indah Yola menyenderkan kepalanya di pundak Dante dan berbisik pelan. Dante yang mendengar bisikan Yola tersentak namun tubuhnya langsung kembali rileks seperti sebelumnya.

"Ya, semoga."

Dante telah selesai mengantarkan Yola sampai di rumahnya dengan aman dan juga sempat bertemu dengan ibu Yola. Hari sudah gelap dan Dante tidak memberi kabar pada Sammy sama sekali.

Pintu terbuka dan keadaan rumah berlantai dua itu sepi. Berjalan masuk indera penciuman Dante menangkap aroma masakan.

"Buat apa?" Sammy yang sedang membuka oven merasa de Javu dengan pertanyaan Dante. Pertanyaan yang sama di waktu yang berbeda.

[SATC - 03]

Mengeluarkan pan dari dalam oven dengan tangannya langsung yang memegang kedua bagian pegangan pan yang dilapisi karet.

"Baked mac and cheese." Sammy membawa pan itu menuju meja makan yang berada di dekat dapur.

"Mau ikut makan?" Sammy menawarkan Dante yang berjalan mengikutinya.

"Boleh."

Melihat lelehan lelehan keju mozzarella yang menutupi macaroni membuat Dante tergiur untuk mencobanya.

Sammy kembali ke dapur untuk mengambil dua piring dan dua sendok untuk dirinya dan Dante tentunya. Baked mac and cheese itu dibagi menjadi dua bagian dan diletakkan di dua piring yang Sammy bawa, mereka makan dalam suasana hening. Sesekali Dante melihat Sammy sekilas. Perempuan itu terlihat tenang sejak kemarin. Terkadang Dante berpikir bahwa Sammy bukan orang karena untuk berbicara saja sangat jarang dan susah.

"Ini lebih enak dari yang pernah gue coba." Dante memulai dengan memberi penilaian pada makanan yang Sammy buat.

"Oh ya? Thanks buat pujiannya."

"Mau jalan-jalan?" tawar Dante pada Sammy yang telah selesai menghabiskan bagiannya.

"Lo yakin? Lo nggak capek?" tanya Sammy memastikan tawaran yanh Dante berikan.

Sammy tentu saja sagat tertarik untuk berjalan-jalan keluar tapi semenjak ke datangannya di Jakarta belum ada yang mengajaknya untuk jalan-jalan. Bukannya manja, tapi keluar sendirian tidak seenak itu untuk Sammy.

"Yakin! Lo mau? Tapi gue harus mandi dulu."

"Nanti kalau kita nggak sengaja ketemu temen atau pacar lo, gimana?"

Tentu saja Sammy khawatir akan hal itu, sedangkan keduanya sudah sepakat untuk tidak memberitahukan status mereka yang sudah menikah.

"Gue bisa bilang kalau kita sepupu," ujae Dante dengan santai.

"Kalau gitu gue mau!" Segaris ekspresi bahagia terlihat di wajah Sammy.

"Motor atau mobil?"

"Motor!" seru Sammy.

Dante mengangguk sebelum berujar, "Lo ganti baju, gue mau mandi dulu. Pake baju panjang dan yang bisa bikin badan lo hangat." Dante berpesan pada Sammy. Cuaca malam hari lebih dingin dari biasanya padahal ini sudah memasuki musim kemarau.

Dante meninggalkan area dapur setelah menghabiskan makanan miliknya. Sedangkan Sammy, membersihkan alat-alat makan yang baru saja mereka gunakan dan mencucinya. Setelah itu, dia menuju kamarnya untuk berganti baju sesuai yang Dante bilang. Sebelumnya, Sammy hanya menggunakan setelan baju tidur pendek karena dia berencana untuk bersantai seharian ini.

Sammy mengambil salah satu koleksi sweater oversized yang dia miliki dan celana cargo. Keduanya sama-sama berwarna hitam dengan sweater yang memiliki gambar kupu-kupu besar ditengahnya. Membiarkan rambutnya terurai tapi tetap membawa scrunchie di pergelangan tangannya untuk jaga-jaga jika dibutuhkan nanti dan memakai lip tint agar bibirnya tidak terlalu pucat, Sammy keluar dengan sneaker putih yang membalut kakinya.

"Gue kira bakal lama." Dante yang baru saja menutup pintu dan berbalik menemukan Samny yang juga baru keluar dari kamarnya.

"Baju kita mirip," ujar Dante.

Mereka berjalan bersama menuruni tangga dengan Dante yang menenteng jaket kulit berwarna hitam.

"Beda, atasan lo putih gue hitam."

"Sepatu lo putih, sepatu gue hitam. Matching."

Sebenarnya, warna sepatu Dante adalah hitam putih namun, warna hitam lebih dominan.

"Cool!" kagum Sammy ketika melihat Dante keliar dari garasi dengan motor ninja berwarna hitam dan emas. Kedua warna itu berhasil membuat Sammy kagum.

"Ayo!"

Dante memberikan helm full face berwarna hitam polos miliknya pada Sammy, sedangkan dirinya menggunakan helm full face berwarna hitam dengan gambar naga berwarna emas. Sammy menerimanya dan helm itu tidak sesuai dengan ukuran kepala Sammy membuatnya turun dari posisi seharusnya.

Dante terkekeh melihat helm miliknya yang dipakai Sammy.

"Besok kita cari helm buat lo. Kayaknya lo lebih suka pakai motor daripada mobil."

"Lebih cepet dan anti macet," ujar Sammy menyetujui apa yang Dante tangkap dari dirinya.

Sammy kini duduk di jok belakang motor Dante dengan bantuan pundak kokoh Dante.

"Keliling-keliling dulu nanti kalau ada yang lo suka bilang sama gue. Sama gue santai aja nggak perlu kaku, asal bukan masalah hati. Gue udah ada yang punya soalnya," pesan Dante sebelum kuda besi yang ditungganginya siap menunjukkan dirinya ke pengguna jalan lain.

"Gue nggak tertarik sama lo."

Dante kembali terkekeh karena Sammy. Kuda besi itu keluar dari area rumah mereka dengan kecepatan rata-rata.

Kuda besi itu melewati area alun-alun kota yang ramai orang dan pedagang gerobakan. Sammy menepuk pundak Dante beberapa kali.

"Mau ke alun-alun?" Motor mereka berjalan dengan kecepatan biasa sehingga Dante tidak perlu berteriak untuk berkomunikasi dengan Sammy, cukup dengan membuka kaca helm. Telinga Sammy juga melakukan pekerjaannya dengan baik tanpa terserang penyakit tuli tiba-tiba.

"Iya! Beli makanan disana!"

Berjalan mendekati kursi yang tersedia dengan membawa kantong kresek yang berisi jajanan yang sudah Sammy beli. Kresek itu dibawa Dante sedangakan Sammy membawa saty bungkus plastik berisi telur gulung lengkap dengan saus pedasnya.

"Mau nggak?" Sammy menyodorkan satu tusuk telur gulung didepan bibir Dante.

"Buat lo aja, keliatan kayak nggak pernah makan. Padahal baru makan tadi."

"Emang nggak pernah. Di Amrik gue makan pizza, burger, hot dog. Segala jenis fast food pokoknya."

Mereka telah duduk di salah satu kursi dengan jajanan Sammy yang menjadi pembatas keduanya.

Pukul 11 malam mereka telah kembali ke rumah dan masuk ke dalam kamar masing-masing. Hari pertama setelah pernikahan mereka jalani dengan lancar tanpa drama. Itu karena mereka yang sama-sama tidak memiliki perasaan, sehingga ini terasa seperti dua teman yang hidup di dalam rumah yang sama.

Sammy berganti baju, menyikat gigi, cuci kaki dan tidur. Dia akan memulai hari baru besok senagai siswi di salah satu SMA Paradise.

Sleep call menjadi hal biasa yang dilakukan banyak pasangan muda atau bahkan tua sekalipun (?). Hal yang sama sedang Dante praktekkan, melakukan sleep call dengan Yola sebelum matanya benar-benar tertutup dan semoga kembali terbuka esok hari.

"Sekolah mau aku jemput?"

"Nggak usah, Dante. Aku berangkat sendiri aja."

"Kamu nolak lagi?"

"Maaf, Dante. Aku nggak pengen ketergantungan sama kamu."

"Ya udah kalau gitu, aku tidur dulu ya. Sleep well. Good night."

Dante memutus panggilan telepon mereka yang baru 3 menit. Dante tidak ingin kembali terpancung emosinya karena Yola. Laki-laki itu memang mudah terpancing emosi, namun sejauh ini kontrol terhadap emosinya cukup baik.

"Yola berubah. Ada apa sama dia? Mungkin capek sama jadwal lesnya aja."

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!