NovelToon NovelToon

The Sweetes Feeling 2

Ospek

💕

💕

"Malyshkaaaaaaa!!!" Teriakan Daryl terdengar nyaring di antara pepohonan yang menjulang tinggi.

Nania bahkan baru saja selesai menyirami bunga-bunga di hutan buatan yang terletak di belakang rumahnya.

"Malyshkaaaa?" Dan pria itu tampak berdiri di balkon kamarnya dengan bertrlanjang dada.

"Hadeh, kebiasaan!" Dan Nania menjatuhkan selang di atas rumput kemudian dia berlari pulang.

"Malish …." Daryl hampir saja kembali berteriak, namun dia urungkan karena melihat perempuan itu yang berlari kecil melewati jalan setapak yang merupakan  track lari yang biasa digunakan oleh keluarganya untuk berolah raga.

"Apa sih teriak-teriak terus? Berisik deh. Kamu mau berubah jadi Taszan?" protes Nania yang tiba di rumahnya.

"Aku kira kamu ke mana?" Dayl terkekeh sambil merenggangkan tubuhnya. Kemudian dia berjalan mendekati Nania dan segera merangkul tubuh mungilnya dalam pelukan.

"Emangnya ke mana? Orang setiap pagi juga ke belakang. Beberapa hari ini cuaca panas bener, makanya itu tanaman harus selalu disiram. Kasihan pada kering." 

"I know."

"Ya terus kenapa teriak-teriak? Kayak di kebon binatang?"

Daryl tertawa lagi lalu dia mengecup bibir mungil perempuan itu dengan gemas.

"Mandi dulu, kamu bau!" Namun Nania mendorong dadanya sehingga mereka sedikit berjarak.

"Sama-sama?" ujar Daryl yang menyeretnya ke arah kamar mandi.

"Apaan? Aku mah udah mandi tadi subuh pas kamu masih nyenyak." 

"Mandi lagi."

"Nggak mau!" Nania menahan langkahnya saat mereka sudah berada di ambang pintu.

"Tadi kan kamu lari-lari dari hutan. Apa nggak gerah?" Namun Daryl terus mendorongnya ke dalam.

"Nggak segerah kalau kamu olah raga yang ngeluarin banyak keringat kayak gini." Nania menggapai-gapai bingkai pintu untuk bertahan.

"Ini masih lebih baik dari pada tadi malam." Sedangkan Daryl terus menariknya ke dalam.

Dan tenaganya memang tak sebanding antara perempuan bertubuh kecil itu dengan Daryl yang tinggi menjulang. Yang dalam sekali hentakan saja dia dapat mengangkatnya dengan mudah.

"Aaaa … nggak mau, Dadd! Aku tadi udah mandi!!" Nania pun berteriak. Namun dia tak dapat menghindar sama sekali karena begitu pria itu mengangkatnya, dia segera dibawa ke ruang berbilas.

Daryl menghalanginya dari kemungkinan kebur dan malah menyalakan shower yang segera membasahi tubuhnya.

"Daddy!!" Nania memekik keras, namun hal itu tak menghentikan suaminya. Yang kemudian malah bergabung bersamanya setelah melucuti pakaian mereka berdua.

***

Nania mendengus keras seraya mengenakan pakaiannya. Sementara Daryl masih saja tersenyum jahil setelah puas mengerjainya selama mereka di kamar mandi.

"Ck!" Dan perempuan itu berdecak ketika menemukan bercak merah di lehernya meski itu sedikit tertutupi oleh kerah kemeja putihnya yang dia rapatkan hingga kancing yang paling atas.

"Jangan marah begitu, Malyshka. Ingat, ini hari pertamamu menjalani masa orientasi." Pria itu mendekat kemudian menepuk pantatnya, seperti biasa. Yang lagi-lagi membuat Nania kesal.

"Dadd!"

Daryl tertawa kemudian dia sedikit menunduk untuk kembali meraih ciumannya.

"Nanti telat ah, aku bakal kena hukuman." Namun Nania menghindar.

"Hmm …."

"Serius, Dadd. Ini kan kampus bukan sekolah kejar paket C yang masih bisa seenaknya. Mana senior-seniornya kadang galak lagi. Kalau gitu nanti aku akan kena masalah."

"Coba saja kalau ada yang berani berbuat begitu kepadamu, akan aku ratakan kampusnya." Pria itu menjawab.

"Hadeh, memangnya itu kampus rumah-rumahan apa? Main ratain aja?"

"Ya kalau mereka macam-macam kepadamu?"

"Nggak usah lebay, Dadd. Ya namanya juga hidup. Kadang ada masalah sama orang lain. Kalau apa-apa kamu main ratain, ya habis tempat orang."

"Bisa aku beli, lalu aku bangun kembali."

Nania memutar bola matanya.

Lalu mereka menatap tampilan di cermin. Di mana Daryl mengenakan jas dan celana berwarna navy dengan kemeja tanpa dasi seperti biasa. Sementara Nania mengenakan pakaian hitam putihnya untuk menjalani masa orientasi di kampus tempatnya akan berkuliah.

"Udah rapi, Dadd." Perempuan itu mengusap dada suaminya.

"Sekarang pasang pancingnya berapa lama?" Dia membenahi letak kancing yang tak terlalu rapi.

"Lumayan sebentar."

"Satu jam?" Nania tersenyum sementara Daryl mendelik.

"Setengah jam."

Perempuan itu tertawa. "Good job, Dadd. Sekarang setengah jam lebih cepat dari kemarin ya?"

"Hmm …." Daryl menganggukkan kepala.

"Tingkatkan!" Lalu Nania menepuk pundaknya.

"Sepatu?" Lalu dia mengambil dua pasang sepatu yang salah satunya bertali. Namun Daryl menggeleng dan memilih yang tak bertali saja. 

Setelah itu Nania meletakkannya di lantai sebelum akhirnya pria itu mengenakannya sendiri.

***

"Kamu nanti pulang sore?" Sofia memulai percakapan.

"Kayaknya sih gitu, Ma. Hari pertama kadang banyak yang dikerjain." Nania melahap sarapannya.

"Tidak apa-apa, memang begitulah masa kuliah. Nanti kamu akan terbiasa." Satria menyahut setelah menyesap tehnya.

"Iya, Pih."

"Jangan lupa makan dan minum yang banyak. Kegiatanmu pasti padat sekali beberapa hari ini." Sofia yang menggeser sebuah tas berisi kotak makan milik Nania, yang sengaja disediakan oleh asisten rumah tangga mereka atas perintahnya.

"Iya, Ma." Perempuan itu mengangguk.

"Kamu, Daryl? Apa hari ini pulang telat? Bukanya ada launching foodcourt juga di FSH? Bagaimana perkembangannya?" Sofia kemudian beralih kepada putranya.

"Tidak juga. Jam kerjaku normal-normal saja, dan perkembangannya sangat baik. Mereka memang akan membukanya siang ini kalau Mama mau datang."

"Baiklah, mungkin Mama dan Papi akan datang nanti sore. Kalau begitu, Nania bisa langsung ke sana saja?"

"Ya, nanti dia Regan yang jemput."

"Baik, kalau begitu cepat selesaikan makannya. Nanti kalian terlambat." titah Sofia, dan anak juga menantunya itu segera menyelesaikan kegiatan makan mereka.

***

"Buku dan alat tulis?" Daryl mengantar Nania hingga ke area dalam kampus.

"Lengkap."

"Alat tugas?"

"Udah."

"Makan dan minuman?"

"Siap."

"Hape, uang, dan hal-hal lainnya?"

"Udah, Dadd semua ada. Malah aku rasanya kaya bukan mau ada ospek. Tapi kayak mau piknik." 

Daryl tertawa. "Titipkan saja di panitia."

"Oke." Nania menganggukkan kepala.

"Baik, kalau begitu aku pergi?"

"Ya."

"Atau … kamu mau aku menunggu dulu sebentar? Ini kan hari pertama ospek. Siapa tahu kamu butuh dukungan?" Daryl dengan pikiran konyolnya.

"Apa? Nggak usah! Ngapain? Emangnya aku anak TK? Sana kalau mau pergi, emangnya kamu kurang kerjaan apa? FSH aja lebih butuh kamu daripada aku kan?"

Daryl tertawa lagi.

"Uda, sana pergi. Nggak enak dilihatin senior. Tar aku kena hukuman." ucap Nania.

"Senior mana yang berani berbuat begitu kepadamu?" Pria itu mengedarkan pandangannya.

"Nggak ada, aku cuma ngira-ngira aja." Namun Nania segera meraih wajahnya.

"Cepat, Dadd. Udah siang. Nanti kamu telat?" Lalu dia mengingatkan.

"Ah, kamu ini. Aku kan masih mau di sini, kenapa kamu usir?"

"Bukan ngusir ih. Ya masa mau ospek malah ditungguin?"

"Ya tidak apa-apa."

"Nggak ah, sana aja." Kemudian Nania mendorong Daryl agar meninggalkannya sendiri.

"Ooo, tapi kamu sendirian di sini, Malyshka. Apa itu tidak menakutkan?"

"Nggak. Ada ratusan mahasiswa baru kok."

"Tapi kan?"

"Pergi, Dadd! Kamu jugs ada kerjaan!"

"Kerjaanku bisa ditunda, tapi kamu …."

"Aku nggak apa-apa, aku pasti baik-baik aja."

"Are you sure?"

Nania menganggukkan kepala, sementara Daryp menatapnya dari jarak dua meter. Rasanya ini sedikit mengharukan untuk melihat Nania melangkahkan kakinya ke arah kerumunan itu. Dan Daryl tak bisa membayangkan apa yang aka terjadi setelah ini.

Apakah doa akan berdesak-desakkan, atau mungkin mendapat tugas konyol dari seniornya? Yang pasti bukan merupakan hal mudah untuk dilalui.

"Sana pergi." Nania melambaikan tangannya.

"Okay then …." Dan dengan berat hati Daryl kembali ke mobilnya yang sudah siap pergi dibawah kendali Regan yang berada dibalik kemudi. 

💕

💕

💕

Bersambung ...

Hai, maaf bukunya dipindah bar agak beda dikit. Tapi isinya tetep sama kok.

Ospek 2

💕

💕

"Hey, kura-kura! Kenapa lambat banget sih? Jalannya bisa cepet nggak?" Seorang pria dengan almamater biru tua berteriak kepada Nania.

Dia yang tengah berjalan di antara teman-tema satu angkatannya terperangah karena sebutan kura-kura itu memang tertulis di papan nama yang menggantung di lehernya.

Perempuan itu tak menjawab, namun dia berusaha untuk mempercepat langkahnya.

"Cepat-cepat!"

"Huh, ini apa sih? Aku kan kuliah jurusan fashion kenapa malah kayak anak pramuka gini?" Nania bergumam pelan.

"Apa kamu bilang?" Pria itu mensejajarkan langkahnya.

"Eee … nggak Kak." Nania menggelengkan kepala.

"Ulangi apa yang kamu katakan!" Dia berteriak.

"Maaf, Kak."

"Bukan itu!"

Nania terdiam.

"Tugas kalian hanya menuruti apa yang saya katakan. Tidak protes apalagi mengeluh. Semua calon mahasiswa dari jurusan apapun tetap harus mengikuti kegiatan yang panitia adakan selama satu minggu ini. Tidak peduli kamu jurusan fakultas seni, desain, fashion atau apa pun. Kegiatan harus tetap dilakukan. Mengerti?"

"Mengerti Kak." Para calon mahasiswa itu menjawab serentak.

"Cepat berbaris dan perhatikan atribut kalian. Jangan sampai ada yang kurang!" teriak yang lainnya, dan segera saja ratusan mahasiswa baru itu melakukan perintahnya.

"Udah aku bilang kan, jangan misuh-misuh. Jadinya kamu kena omel senior." Satu teman yang Nania kenal saat awal masuk tadi pagi berbisik.

"Habisnya aneh, masa jurusan fashion disuruh-suruh gini?" Nania membenahi penampilannya dan memastikan semuanya dia kenakan.

"Ya namanya juga senior. Suka-suka mereka lah mau nyuruh kita."

"Yang aku tahu kan beda-beda."

"Nggak tahu, mungkin sekarang aturannya gitu."

"Jangan ngobrol!" Lagi-lagi pria yang sejak tadi berteriak-teriak itu berhenti di dekat Nania.

Huh, untung punya suami yang suka teriak-teriak. Kalau nggak, udah sawan kali. Batin Nania bergumam.

"Sekarang masuk ke barisan sesuai jurusan, dan ikuti ketua regu kalian." Pria dengan rambut ikal yang dikuncir di belakang kepalanya itu terus bicara.

"Dia siapa sih kayaknya berkuasa banget di sini?" Nania bersama teman barunya segera pindah barisan sesuai jurusan yang mereka diambil.

"Kamu nggak nyimak ya tadi? Dia itu ketua BEM tahu?"

"Aduh?"

"Makanya jangan macem-macem."

"Nggak kok. Aku cuma nggak terlalu nyimak doang." Nania membela diri.

"Sama aja."

Kemudian mereka berdua tertawa pelan.

"Namanya Mahendra Devanandra." Gadis dengan name tagg Mahira itu berbisik.

"Terus?"

"Aku udah stalking semua medsosnya, dan dia memang cukup berpengaruh."

"Pantesan songong." Nania melirik ke arah pria yang tengah berbicara di depan semua orang itu.

"Nggak lho, dia aslinya baik." Mahira menyela.

Eh, masih songongan suami aku deh. Batin Nania lagi kemudian dia tertawa.

"Ngetawain apa? Emang ada yang lucu ya?" Dan hal itu membuat Mahira bertanya.

"Heh, kura-kura sama jerapah!" Pria bernama Mahendra itu memiringkan tubuhnya.

"Dari tadi saya lihat kalian ngobrol terus?"

Nania dan Mahira terdiam.

"Maju kalian!" ucap Mahendra.

"Eee …."

"Maju!"

Mereka saling pandang, namun akhirnya menurut juga.

"Apa yang sedang kalian bicarakan?" Mahendra bertanya.

"Umm … nggak, Kak."

"Apa?" Pria itu bertanya lagi.

"Eee …."

Pria itu menatap jam tangannya, lalu dia tampak mendengus keras.

"Kalian beruntung sudah sudah waktunya pulang. Besok jangan terlalu banyak mengobrol atau tidak, kalian akan saya hukum." Pria itu memperingatkan.

"I-iya Kak, maaf." Nania dan Mahira mengangguk bersamaan.

"Tapi sebagai hukuman hari ini, besok kalian diwajibkan membawa lakban warna-warni." ujar Mahendra mebelum dua perempuan itu kembali ke barisan.

"Lakban warna-warni?" Nania menggumam.

"Ya. Semua warna harus ada, tidak terkecuali." Pria itu kembali mendekat.

"Sekarang kembali ke barisan!" katanya lagi, dan segera saja Nania dan Mahira menuruti ucapannya.

...ΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩ...

"Hufftthhh!" Nania menjatuhkan tubuh lelahnya di sofa begitu dia tiba di ruang kerja Daryl. Sementara pria itu masih berada di area pembukaan foodcourt Fia's Secret House.

"Hey Baby? How is it going?" Dan setelah beberapa saat Daryl pun tiba di ruangannya.

"Capek." keluh Nania yang mengulurkan tangannya yang segera Daryl sambut.

Pria itu segera memeluknya dengan penuh kerinduan seperti mereka baru pertama kali bertemu lagi setelah beberapa lama.

"Baumu seperti kain yang dibiarkan kepanasan dan kehujanan setiap hari. Ada aroma debu dan matahari." Daryl tertawa, namun dia tak melepaskan Nania.

"Namanya juga habis ospek, masih untung aku nggak bau ketek." Sedangkan Nania mengendusi dirinya sendiri.

Tawa pria itu menjadi lebih keras dan dia mengusap pipi Nania dengan punggung tangannya.

"Mau mandi? Disini juga ada kamar mandi. Bahkan kalau mau tidur juga bisa. Mereka membuatkan kamar khusus juga untukku." Pria itu berbisik di telinganya.

"Kalau sudah mandi bakal segeran nggak ya?" Nania menatap wajah Daryl dengan sebelah alisnya yang terangkat ke atas.

"Pastinya. Semua debu itu akan hilang, keringat, dan lagi …."

"Kalau begitu, ayo?"

Nania bangkit seraya menarik tangan pria itu kemudian mereka melangkah beriringan ke ruangan di ujung kantor.

***

"Pak?" Dinna menyembulkan kepalanya dari celah pintu. Dia mencari keberadaan atasannya yang diketahui baru masuk ke dalam ruangannya di lantai empat gedung utama Fia's Secret House itu. Tapi pria itu tak ada.

Hanya terlihat tas, sepatu, dan kemeja putih yang berserakan di lantai.

"Duh, ada bencana apa ya?" Perempuan itu bergumam sambil melihat sekeliling. Lalu dia memutuskan untuk keluar.

"Ada, Din?" Sofia datang menghampirinya setelah dia juga mencari keberadaan anaknya.

"Tidak ada, Bu. Hanya …."

"Ke mana ya anak itu?" Sofia kemudian melakukan panggilan ke nomornya. "Tidak di angkat lagi."

"Mungkin Pak Daryl sudah pulang duluan, Bu?" ujar Dinna.

"Ya, mungkin. Tapi kenapa tidak memberi tahu ya?"

"Atau mungkin juga menjemput Nania dulu?"

"Ah, tidak tahu. Sebaiknya saya juga pulang." Lalu dua perempuan itu kembali ke lantai bawah.

***

"Daddy, aku lapar." Nania merangkak di tempat tidur kemudian mendekati Daryl yang sedang berpakaian.

Dia membantunya mengancingkan kemeja setelah menuntaskan kegiatan panas mereka di kamar mandi, yang kemudian diulangi di tempat tidur.

"Mau aku suruh orang membawakan makanan ke sini?" tawar Daryl yang membiarkan Nania menyelesaikan tugasnya.

"Boleh." Perempuan itu mengangguk.

"Mau makan apa?" Daryl mengecup bibirnya yang Nania dekatkan, namun kemudian dia menyesap belahan lembut kemerahan itu dengan perasaan gemas.

"Apa aja boleh."

"Ayam mau?"

"Mau."

"Salad?"

"Boleh."

"Kalau aku?"

"Mau banget!" Nania merangkul tubuh kekar pria itu sambil tertawa.

"Ah, iya. Nanti akan aku berikan lagi, tapi sekarang makan dulu, oke Baby?" Daryl pun tertawa sambil mengetikkan sesuatu di ponselnya.

"Oke." Nania mengangguk namun dia belum melepaskan tubuh suaminya.

"Baiklah, ayo keluar? Setelah makan kita langsung pulang." Kemudian Daryl menariknya turun dari tempat tidur.

Dan setelah berada diluar kamar dia memungut kemeja Nania yang teronggok di lantai kemudian memakaikannya.

"Sepertinya kita harus menyediakan pakaian ganti untukmu di sini ya?" Mereka duduk di sofa setelah yakin semuanya rapi seperti semula.

"Untuk apa?"

"Untuk saat-saat seperti ini."

"Uuuh, maunya."

"Ya memang." Daryl tertawa seraya meremat paha Nania dengan gemas.

Lalu interaksi itu terjeda ketika terdengar ketukan di pintu.

"Masuk." Daryl menjawab.

"Makanannya, Pak?" Dan Dinna masuk sambil membawa nampan berisi makanan yang dipesan atasannya dari foodcourt di bawah.

"Ya, terima kasih Dinna." ucap Daryl setelah sekretarisnya itu meletakkan nampan di meja.

"Sama-sama, Pak. Apa Bapak baru saja kembali? Tapi kenapa saya tidak melihat Bapak masuk ya?" Perempuan itu berhenti sejenak.

"Dari tadi, memangnya kenapa?" Sementara Daryl menggeser nampan berisi makanan kendekat Nania. Yang segera perempuan itu cicipi isinya.

"Tadi Bu Sofia mencari Bapak, mungkin mau pamit pulang?"

"Benarkah? Dari tadi saya di sini."

"Di sini?"

"Ya."

"Saya sudah cari ke sini Bapak tidak ada?" Dan ucapan Dinna membuat Nania tersedak. Dia terbatuk dan hampir menyemburkan makanan yang sedang dikunyahnya.

"Eee … 

"Oh iya, tadi memang keluar sebentar. Aku lupa memberitahumu." Namun Daryl segera meralat ucapannya setelah menyadari apa yang telah mereka lakukan di ruangan itu sebelum ini.

"Begitu …." Dinna pun mengangguk-anggukkan kepala.

"Baiklah. Terima kasih makanannya, Din." ucap Daryl, dan setelahnya sektetarisnya itu pergi.

Dan dua orang itu tertegun untuk beberapa saat sebelum akhirnya mereka sama-sama tertawa.

"Dasar mes*m!" Nania bergumam.

"Kamu yang mengajakku?"

"Tapi kamu yang mancing-mancing."

"Sudah, diamlah! Sebaiknya cepat habiskan makananmu lalu pulang. Kita lanjutkan yang tadi itu! Katanya kamu mau aku?" Daryl merebut sendok dari tangan Nania kemudian menyuapinya makanan tersebut dengan cepat.

💕

💕

💕

Bersambung ....

**Uhuk, like konmen dan hadiahnya dong gaess, biar novelnya muncul lagi.

Alopyu sekebon😘**

Tugas

💕

💕

Nania mengejang hebat saat gelombang pelepasan menghantam tubuhnya tanpa ampun. Diiringi lenguhan panjang seperti Daryl yang juga mengalami hal sama. Lalu dia ambruk diatas tubuh pria itu.

Napas keduanya masih menderu-deru dengan degupan jantung yang belum beraturan. Dan hawa panas masih menguasai tubuh berkeringat mereka.

Lalu setelah beberapa saat Nania melepaskan diri, dan dengan langkah gontai dia bergegas ke kamar mandi untuk membersihkan tubuh.

"Aku pikir mahasiswa jurusan fashion itu nggak akan ngalamin ospek kayak biasanya." Keduanya kini berada di ruang tengah dengan televisi menyala.

Malam sudah beranjak larut namun keduanya masih berada di lantai bawah. Beberapa wadah makanan tersedia di meja, yang sebagian besarnya sudah dilahap.

"Memangnya masih ada praktek seperti itu?" Dan Daryl duduk bersandar sambil melipat kedua tangannya di dada.

"Masih."

"Mau aku uruskan agar kampus tidak mengadakan kegiatan itu?"

"Apaan? Nggak mungkin. Ahahaha, nggak usah juga. Ngapain?"

"Ya agar kamu tidak kelelahan." Pria itu mengusap punggung Nania dengan lembut.

"Itu namanya proses, Dadd. Dan semua orang harus melewatinya agar terbiasa bekerja keras di dunia kerja nanti."

"Aku tidak. Bahkan kampus sekelas Lomonosov tidak mengadakan kegiatan seperti itu. Kami hanya diajak tur keliling kampus untuk memperkenalkan segala hal yang berhubungan dengan pendidikan dan segala macamnya. Tradisi, kebiasaan dan apa yang boleh dan tidak boleh dilakukan di sana. Juga diperkenalkan pada organisasi kampus yang cukup berguna."

"Beda negara beda lagi kebiasaannya, Pak." Perempuan itu menyandarkan punggungnya pada tubuh Daryl.

"Apalagi dengan sistem pendidikan di sana. Ya pasti beda lah." lanjutnya yang menguap tanda rasa kantuk sudah menguasai tubuhnya.

"Hmm … sudah mengantuk?" Daryl mengusap kepala Nania.

"Hu'um, capek juga."

"Mau tidur sekarang?" Daryl menatap jam tangannya.

"Iya, ayo? Tapi tidur aja ya? Sayang-sayangan kan udah tadi sebelum ini."

Daryl tertawa.

"Asli, Dadd. Ospeknya hari ini doubel."

"Ya, baiklah. Kamu memang pantas mendapatkan istirahat." Lalu mereka bangkit.

"Tapi …." Lalu Nania naik ke atas sofa dan berdiri di sana. "Gendong." katanya, yang memegangi pundak Daryl kemudian naik ke punggungnya. Dan pria itu hanya membiarkannya saja.

"Dasar anak kecil!" Meski dia sedikit menggerutu, namun sambil tertawa.

Dan Nania juga tertawa sambil melingkarkan kedua tangannya di leher pria itu.

"Oh iya, gimana soal lakban warna-warninya? Udah dapat belum?" Nania terus berbicara ketika Daryl membawanya menaiki tangga.

"Sudah. Baru saja Regan mendapatkannya, dan besok dia bawa sambil menjemput kita."

"Beneran ada ya lakban warna-warni?"

"Tentu saja ada, apalagi kalau aku yang memintanya. Yang tidak ada pun pasti menjadi ada."

"Berasa punya om jin ya?" Nania tertawa.

"Apa katamu?"

"Iya, mau apa-apa tinggal minta. Terus, ting! Tiba-tiba ada." Nania tertawa.

"Selama ada Regan, apa pun ada."

"Hmm …." Daryl membawa Nania kembali ke kamar mereka. Dan kali ini tanpa aktifitas berlebih selain tidur saja.

...ΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩ...

"Seriusan kamu dapat semua warna? Aku cuma dapat merah, hitam sama hijau doang." Mahira menunjukkan apa yang dibawanya pagi itu.

"Kenapa nggak bilang dari semalam? Kan bisa aku cariin sekalian." Nania memeriksa barang bawaannya.

"Orang kita belum tukeran nomor telpon, gimana sih?"

"Oh iya, lupa. Ahahaha." Nania menepuk keningnya sambil tertawa.

"Masih ada waktu nggak sih? kalau masih aku minta orang untuk cariin warna lain" Mereka memeriksa jam, dan tersisa waktu setengah jam sebelum kegiatan dimulai.

"Nggak tahu. Kalau tepat waktu ya masih ada setengah jam kan?"

"Mau dicariin?" tawar Nania kepada teman barunya itu.

"Emang pagi-pagi gini ada?"

"Dicoba dulu."

"Emang bisa?"

"Ya makanya coba dulu."

"Ngerepotin nggak?"

"Mau dicariin nggak? Lagi butuh juga banyak tanya ih?"

Mahira tertawa, sementara Nania melakukan panggilan dengan ponselnya.

"Hallo Dadd?" katanya saat tersambung dengan nomor ponsel Daryl.

"Aku butuh lakbannya lagi, bisa tolong suruh Regan cariin lagi?"

"Memangnya kurang?" tanya Daryl dari seberang.

"Iya."

"Butuh berapa banyak?"

"Samain aja kayak yang aku bawa."

"Benar? Nanti ternyata butuhnya lebih banyak."

"Nggak. Cuma kayak punya aku aja."

"Baiklah."

"Dua puluh menit bisa?"

"Bercanda ya? Akan aku buat Regan mengirimnya ke kampus dalam sepuluh menit saja."

Nania tertawa. "Jangan buru-buru. Dua puluh menit juga cukup."

"Baiklah, baik."

"Ya udah."

"Kamu harus memberiku imbalan untuk yang satu ini." ucap Daryl sebelum mengakhiri panggilan.

"Iya, iya aku tahu. Nggak ada yang gratis. Tenang aja nanti malam aku bayar."

Tawa Daryl terdengar nyaring di telinga Nania.

"Udah ya, bilangin Regan aku tunggu di dekat gerbang kampus."

"Baik. Hati-hati, Malyshka."

"Oke." Dan percakapan pun berakhir.

"Gimana?" Mahira bertanya setelah menyimak percakapan tersebut.

"Tunggu sebentar, nanti ada yang antar." Nania memasukan ponsel ke dalam tas gendongnya.

"Kamu nyuruh siapa?"

"Ada deh."

"Sopir?"

"Ya, sebut aja gitu."

"Kalau yang tadi antar sampai depan itu siapa?" Mahira mengingat ketika mereka sama-sama tiba di depan kampus dan melihat Nania turun dari mobil diantar seorang pria setengah bule.

"Suami." jawab Nania tanpa beban.

"Suami? Kamu udah nikah?" Mahira tampak terkejut.

"Udah setahunan malah."

"Aduh?"

"Kenapa?"

"Serius? Berarti waktu kamu masih sekolah dong?"

Nania menganggukkan kepala.

"Kok bisa?"

"Ya bisa lah. Apa aja bisa."

"Kenapa? MBA?" tanya gadis itu lagi, merasa ingin tahu.

"Nggak, hahaha. Bahkan, pas mau punya anak malah keguguran." Nania mulai bercerita.

"Umm …."Namun Mahira tampak bingung.

"Bulan depan umur aku 21, dan aku masuk kampus ini setelah ikut persamaan SMA."

"Serius?" 

Nania menganggukkan kepala.

"Nggak usah kaget kayak gitu lah, badan aku emang kecil. Tapi umur aku cukup kok untuk punya suami. Hahaha." Nania tertawa lagi.

Mahira kini terdiam.

Lalu ponsel Nania berbunyi nyaring dan panggilan dari nomor Reganlah yang masuk.

"Ya?"

"Ada orang di depan kampus mengantar pesananmu."

"Oo, oke. Aku ke sana sekarang." Perempuan itu bangkit dari tempat duduknya.

"Baik." 

"Tunggu sebentar ya?" Nania kemudian berlari menuju depan gerbang kampus.

Dan pada saat dia mengedarkan pandangan, seorang pria dengan setelan jas hitam berdiri di dekat pos keamanan. Dia sudah mengira itu adalah suruhan Regan.

"Pesanan Anda, Bu?" Pria itu yang tentu sudah mengenali Nania segera menghampirinya.

"Oh, iya." Dan dia pun segera menerimanya.

Sebuah bungkusan berisi lakban dengan berbagai macam warna Nania terima. Dia kemudian tersenyum dan mengangguk.

"Makasih."

"Baik, Bu. Kalau tidak ada lagi yang Ibu butuhkan, saya pamit?" ucap pria itu.

"Iya."

"Permisi?" Dan pria itu segera pergi.

Nania berbalik dan dia bermaksud untuk kembali ke tempatnya semula ketika hampir saja bertabrakan dengan seseorang di tempat parkir, yang kemudian dikenalinya sebagai senior yang menegurnya saat ospek hari pertama kemarin. 

"Eee … maaf, Kak." Perempuan itu mundur dua langkah kemudian mengangguk ke arahnya.

Mahendra yang baru saja turun dari motornya tak menjawab, namun melirik ke arah di mana dia melihat pria berjas hitam yang pergi dengan mobil mengkilatnya.

"Permisi, Kak?" ucap Nania kemudian yang segera pergi menjauh, semetara pria itu menyugar rambut gondrongnya, lalu mengikatnya seperti biasa. Dengan pandangannya yang mengikuti Nania.

"Mahiraaaa!!!" Perempuan itu berlari ke arah temannya yang menunggu.

"Udah? Cepat amat?" Gadis itu menerima bungkusan yang Nania bawa dan memeriksanya.

"Tahu gini dari kemarin aku minta ke kamu aja, kan nggak harus pusing keliling komplek nyari toko yang jual ginian."

"Ya udah, sini kita tukeran nomer hape? Biar gampang kalau ada apa-apa." Nania mengeluarkan ponselnya begitu juga Mahira. Kemudian mereka saling bertukar nomor kontak masing-masing.

Mahira menatap foto profil milik Nania, di mana gambar perempuan itu dengan pria setengah bule yang tampak lebih dewasa darinya, namun mereka terlihat mesra. 

"Beneran ini suami kamu?" Dan dia masih belum percaya.

"Iya, ih kenapa nggak percaya? Kamu pikir aku anak SMA yang baru lulus kayak kamu?" Nania tertawa lagi.

"Kayak mustahil aja. Hahah, sorry." Mahira pun tertawa.

"Aku tahu. Cuma, udah jalannya gitu gimana dong?"

"Hu'um ya."

"Tapi berasa pernah lihat cowok ini, tapi di mana gitu ya aku lupa. Apa dia model atau artis?" Mahira masih menatap foto profil milik Nania.

"Bukan. Cuma kerja biasa." Nania menjawab.

"Masa? Tapi kok aku berasa pernah lihat? Beneran deh."

"Orang lain yang mirip kali?" Nania menahan tawa. Tidak mungkin dirinya menerangkan jati diri dan suaminya secara gamblang kepada orang baru, karena Daryl juga dengan jelas melarang hal itu.

Alasannya apa lagi kalau bukan untuk menghindarkannya dari hal-hal buruk yang tidak diinginkan. Terutama menjauhkannya dari orang-orang yang hanya akan memanfaatkannya saja.

"Nggak tahu lah, mungkin iya ada yang mirip."

"Hu'um."

Kemudian perhatian mereka beralih ketika terdengar seseorang berteriak dari pengeras suara. Dan semua calon mahasiswa baru segera berkumpul di lapangan.

"Hey, kura-kura dan jerapah! Mana tugas kalian, ayo kumpulkan!" Mahendra berteriak lagi ketika melihat keberadaan Nania dan Mahira di antara kerumunan.

💕

💕

💕

Bersambung ...

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!