Hayy readers, ini adalah karya ku yang ke Empat di MT. Jika berkenan kalian bisa membaca semua karya ku di profil ku.
Yuk guys, selamat baca
🤗🤗
***
Bagaimana kah rasanya dua kali menikah dengan orang yang sama?
Bagaimana sepasang insan harus terbebas dari obat-obatan depresi dan berhenti untuk tidak mendatangi lagi Dokter Spesialis Jiwa?
Bagaimana menyatukan mereka dalam ikatan pernikahan yang dilandasi dengan trauma besar dikedua belah pihak?
Fatih Medina, SE
Perempuan berusia 23 tahun yang baru saja dipaksa bercerai oleh orang tuanya dengan sang suami pasca keguguran yang dialami karena kasus KDRT.
Ia dijodohkan dengan lelaki, anak dari teman sang ibu.
Ibrahim Attar, SE, ME
Lelaki 36 tahun. Hanya seorang duda yang ditinggal wafat oleh sang istri dan dua anak mereka dalam kecelakaan maut dalam waktu bersamaan.
Dan suatu ketika,
"Fat, lo dijemput om lo ya?"
Wajah Fatih memerah, ketika melihat Ibra turun dari pintu mobil untuk menjemputnya pulang.
Perbedaan umur yang begitu jauh dengan latar belakang derajat kehidupan antara langit dan bumi begitu saja hadir menemani rumah tangga mereka yang baru saja terjalin.
Akankah cinta dapat hadir untuk menyelamatkan hidup mereka dari segala trauma yang bertahta dan menghadang?
Semoga saja!
***
Terlihat Ibra dan Fatih masih berdiri didepan pintu rumah mereka untuk melambaikan tangan kepada orang tua Fatih yang sudah melajukan mobil mereka keluar dari pintu gerbang utama.
Papa Faris dan Mama Tari langsung mengantarkan Fatih untuk tinggal dirumah Ibra sehabis akad nikah sederhana yang sudah mereka langsungkan sekitar empat jam yang lalu.
"Ayo, masuk lah!" Ibra membawa kedua koper Fatih untuk dibawanya kedalam.
Ibra mengajak Fatih untuk masuk kedalam rumahnya. Rumah yang tidak terlalu besar tapi cukup rapih dan bersih untuk ditempati.
"I-ya Pak, eh---" jawab Fatih, lalu menutup kedua mulut dengan telapak tangannya.
Sontak panggilan itu membuat Ibra menoleh sebelum ia masuk kedalam kamarnya.
"Panggil Mas aja! saya belum terlalu tua kan?" ucapnya lembut sambil memberi senyuman hangat.
"Baiklah...Mas!" Fatih menyambut senyum lalu melangkah untuk masuk kedalam rumah.
Kedua bola mata Fatih masih menyisir semua sudut yang ada dirumah ini. Terlihat foto pernikahan Ibra dengan sang istri masih tergantung rapih di dinding. Foto keluarga beserta kedua anak mereka pun masih tertata disebagian buffet dan lemari pajangan.
"Kalau kamu ingin turunkan pajangan foto itu, silahkan saja!" ucapan Ibra mengagetkan Fatih yang memindik-mindik melihati beberapa foto disana.
"Eh iya Mas, maaf. Aku terlalu lancang."
Ibra hanya memberi senyuman. "Masuklah ke kamar, bereskan semua pakaianmu dari koper dan beristirahatlah."
"Aku, akan tidur bersamamu?berdua dikamar? seranjang?" tanyanya menyelidik.
"Kalau kamu sungkan, saya bisa tidur diruang tamu. Kebetulan dirumah ini saya hanya punya kamar, satu kamar tidur dan gudang yang---"
"Udah Mas, nggak apa-apa. Kita berdua di satu kamar ini aja!" Fatih memotong ucapan Ibra dengan cepat. Ia tidak mau terlihat mengatur-atur apa yang sudah ada dirumah ini.
Ibra hanya mengangguk tanpa memperpanjang obrolan itu.
"Nanti malam kamu mau makan apa? biar saya belikan, kebetulan saya ingin keluar dulu sebentar."
"Apa aja Mas, asal tidak merepotkan kamu!"
"Oke, baik! hati-hati dirumah ya."
Fatih memberikan anggukan hormat pada sang suami untuk mengiringi langkah kakinya keluar dari rumah.
"Mas?" panggil Fatih.
Ibra yang sudah di ambang pintu pun menoleh.
"Hati-hati ya Mas."
Ibra mengangguk dengan senyum.
Bagaimana pun Ibra adalah suami yang baru ia saat ini. Suami yang baru ia temui, ia lihat dan bertutur kata padanya. Fatih tidak mengerti mengapa ia harus dijodohkan kembali dengan lelaki yang sudah sangat matang.
Lukanya saja masih begitu perih belum terjahit rapih seutuhnya. Kehilangan bayi dalam kandungan karena kekerasan fisik yang dilakukan oleh mantan suaminya. Terus membekas dalam ingatan dan bayangannya.
Begitu pun Ibra, lelaki itu dikenal dengan perangai yang gagah, baik hati dan sangat bijaksana. Walau ia hanya pegawai kantor biasa, namun ia cukup sukses dalam karirnya.
Namun tidak ada yang menyangka ia juga mempunyai trauma yang begitu hebat, ia masih belum bisa menghalau mimpi buruk yang terus datang setiap malamnya. Ia masih terus terbayang akan kecelakaan yang merenggut nyawa istri dan kedua anak-anaknya yang sudah terjadi selama 4 tahun yang lalu.
Semoga saja pernikahan kedua mereka ini dapat membawa Ibra dan Fatih untuk membelah masa lalu yang menyakitkan, menghapus trauma dan mampu menjadi suami istri idaman yang dicita-citakan.
***
Like dan coment ya guys🖤
Hayy readers, ini adalah karya ku yang ke Empat di MT. Jika berkenan kalian bisa membaca semua karya ku di profil ku.
Yuk guys, selamat baca
🤗🤗
***
Terlihat Ibra sudah menepikan mobilnya didepan garasi apotik. Ia melangkah masuk kedalam untuk menebus obat rutin yang harus ia kosumsi setiap hari.
"Ini, Mas..." Apoteker memberikan sejumlah obat yang dipesan oleh Ibra sesuai salinan resep yang ia bawa dari Dokter.
Ia pun mulai menyodorkan kartu debet kepemilikannya untuk membayar semua obat itu dengan harga yang cukup dibilang mahal.
"Terima kasih Mba!"
Ibra pun memasukan sejumlah obat itu kedalam saku celananya. Beberapa obat penenang dan obat penyerta lainnya untuk menemani aktivitas hidupnya selama beberapa tahun belakangan ini. Ia akan menyembunyikan hal ini dari Fatih, istri barunya.
Ia pun melangkah ke sebuah tempat makan yang tidak jauh dari Apotik tadi.
"Ayam bayar dua ya, Bang. Dibungkus!"
"Baik, Mas!"
Ibra terus menunggu pesanannya jadi. Makanan ini ia niatkan untuk menjadi santapan makan malamnya bersama Fatih. Seorang wanita yang baru saja ia temui dihari ini, hari pernikahan mereka.
Ibra hanya menurut saja, ketika sang Ibunda memintanya untuk menikahi anak temannya. Karena baginya, apapun yang diputuskan oleh orang tua, pasti akan membawa keberkahan.
Walau ia tidak yakin, akan bisa menjalani pernikahan ini dengan baik. Bisa memberikan ruang dan cinta untuk Fatih didalam hidupnya.
Dirasa apa yang ia pesan sudah jadi semua, ia pun kembali berlalu untuk pulang kerumah.
"Fatih?" Ibra membangunkannya pelan.
Hanya ada gumaman tidak jelas dari wanita ini. Fatih tertidur di ranjang dengan tumpukan baju kepemilikannya. Mungkin ia letih karena acara akad nikah sedari pagi.
Ibra pun kembali ke ruang tamu untuk menata makam malam mereka. Mungkin malam ini akan menjadi awal pertemuan mereka yang sebenarnya.
"Fatih sedang tidur, Bu! ibu tidak usah khawatir, Ibra akan menjaganya sebaik mungkin." untaian kata yang terdengar dari balik telepon antara Ibra dan Ibunya.
Berucap seperti ini, sangat menyakitkan untuk Ibra. Bagaimana tidak? ia membohongi dua hati sekaligus. Membohongi hati ibunya dan hatinya sendiri. Ia merasa tidak akan bisa menerima Fatih dan mencintai wanita itu seperti ia mencintai Jihan, almarhum istrinya.
Apalagi Fatih terlalu muda untuknya. Bagaimana sifat dan sikap Fatih belum ia ketahui secara pasti.
"Ya udah Bu, Ibra mau mandi dulu ya. Ibu baik-baik sama Bapak dirumah. Kalau ada apa-apa, kabari Ibra segera!" ucapnya lembut penuh sopan santun.
Hanya dengan alasan seperti ini, ia bisa menghentikan kebohongan itu agar tidak terus berlanjut.
Baginya terserah alam saja lah untuk kehidupan keduanya kali ini. Ia hanya menurut dan menjalaninya dengan baik.
Ibra pun kembali kedalam kamar. Ia melihati Fatih yang makin pulas dalam tidurnya. Ia meluruskan dress Fatih untuk menutupi paha nya yang sedikit terlihat di pandangan Ibra.
Ibra pun merasa lelah. Otot-otot nya terasa tegang, tadinya ia hanya ingin merebahkan tubuh saja, nyatanya ia ikut tertidur disamping Fatih.
Dan mereka pun tertidur bersama diatas ranjang kepemilikan Ibra.
***
"Ahh..gelap!!"
Teriakan Fatih begitu saja mengaum diudara kamar. Sontak Ibra dengan gegap, membuka kedua matanya penuh paksa.
"Hah? ada apa, Fat?" Ibra bangkit setengah duduk diranjang. Melihat Fatih yang masih berbaring dengan wajah ditutupi bantal.
"Gelap Mas, aku takut!"
Betul saja kamar ini terlihat sangat gelap, mereka tidur sejak sore. Lupa menyalahkan lampu kamar dan seisi rumah.
"Jam berapa sekarang?" Ibra dengan cepat menatapi layar ponselnya.
"Ya Allah, jam 11 malam?"
"Hah?" teriakan susulan kembali terdengar dari Fatih.
Ibra pun bergegas turun dari ranjang.
Tep.
Saklar lampu dinyalahkan, kamar terlihat terang benderang. Seketika Fatih menurunkan bantal yang menutupi wajahnya sedari tadi.
"Mandi lah, Fat! biar segar, habis itu gantian sama saya. Baru nanti kita makan malam, saya sudah beli makanannya sejak sore."
"Baik, Mas!"
Fatih pun bergegas untuk mengambil baju ganti dari koper dan menuju kamar mandi. Ibra tetap bersandar ditempat tidur, menselonjorkan kakinya sambil memijit-mijit celah dahinya.
Ia terlihat sedikit pusing, dibangunkan secara mendadak seperti tadi.
"Mas Ibra nggak akan minta jatah malam pertama dari ku kan?" ia bertanya kepada dirinya sendiri sambil menatap cermin.
"Tapi nggak mungkin lah, kata Mama. Ia juga masih sedikit frutasi karena bencana yang tengah menimpa istri dan anaknya. Apalagi kami baru mengenal. Nggak mungkin kan melalukan semua ini begitu aja, tanpa rasa?"
Seketika Fatih menepiskan rasa takutnya. Ia mulai percaya diri. Ia tersenyum puas.
Lalu
"Tapi kan, dia suamiku sekarang! bagaimana kalau ia tetap ingin bercinta denganku?"
Lagi-lagi perasaan takut itu bermunculan. Membuat ia kembali terganggu dengan pertanyaan-pertanyaan yang hinggap dikepalanya dan diasumsikan sendiri tanpa kejelasan.
"Aduhh...!"
Dor..Dor..Dor..
"Fatih?sudah satu jam kamu didalam, ayo cepat lah, saya juga ingin mandi!" Ibra mengetuk-ngetuk pintu kamar mandi, membangunkan Fatih dalam lamunannya yang sudah hampir memakan waktu selama satu jam.
"I--ya, Mas. Baik ! tunggu sebentar!"
Fatih bergegas untuk membuka seluruh bajunya tanpa tersisa, ia pun mandi dengan cepat dan buru-buru. Mengingat waktu sudah mau larut malam. Bagaimanapun Fatih harus menjaga sikap untuk menjadi istri yang baik untuk Ibra.
***
Waktu sudah menunjukan pukul 01:00 dini hari. Terlihat dentingan garpu dan sendok saling bersautan diatas piring mereka. Ibra dan Fatih terus menikmati makan malam mereka yang sudah jauh terlewat.
Kaos polos Ibra terlihat basah diarea bahu, karena tetesan air dari rambutnya yang sehabis keramas.
"Fat?"
"Hemm.." Fatih masih menyuir-nyuirkan daging ayam dipiringnya.
"Mengapa kamu mau menikah dengan lelaki yang sudah menikah seperti saya?"
Fatih seketika mendongakkan wajahnya. Ia pun tertawa.
"Hey jangan lupa! aku juga pernah menikah! apakah orang tuamu belum menceritakan asal-usul ku?"
"Sudah sih--!" Ibra menjawab nya pelan.
"Oh mungkin pertanyaan kamu seharusnya diralat Mas."
"Ralat?"
"I-yya ralat. Harusnya seperti ini. Fat, mengapa kamu mau menikah dengan lelaki yang sudah berumur sepertiku? nah kayanya kalau kaya gini lebih pas pertanyaan kamu, Mas." Fatih berdecis geli. Ia terus mentertawakan wajah Ibra yang semakin memerah.
"Apa saya sudah terlihat sangat tua?"
"Nggak kok Mas, yang tua kan umur kamu. Wajah kamu masih ya.." Fatih terdiam sebentar, ia terus menatapi wajah Ibra dalam-dalam. Bodohnya lelaki itu pun ikut dalam suasana ucapan Fatih. "Sama kok tua juga, umur tua, wajah tua. Hahahaha." Fatih tidak bisa membendung gelak tawanya. Ia merasa seperti sedang meledek Kakak lelaki saat ini.
Ibra hanya bisa menghela nafasnya dengan panjang, mau marah juga sepertinya hanya membuang-buang energinya.
"Dasar bocah!"
"Bocah apa?" Fatih mengakhiri decisan tawanya.
"Bocah tua..hahahaha!" Kini gantian Ibra yang meledek Fatih secara bergantian.
"Deuh ah...bapak-bapak lagi ajak bercanda!" wajah Fatih mencebik.
"Ya, aku mau menikah dengan kamu. Karena aku sudah letih untuk selalu menolak permintaan Mama dan Papa. Pernikahan ku yang pertama sudah gagal karena dari awal mereka tidak merestuinya!"
"Maka dari itu, aku menyesal sekali telah membantah mereka. Sekarang aku hanya menuruti saja kemauan mereka, karena aku tahu pilihan orang tua tidak akan pernah salah!" sambung Fatih kembali.
"Saya pun sama sepertimu, hanya karena alasan untuk membahagiakan mereka semata---"
"Jadi?" Fatih kembali memotong ucapan Ibra dengan cepat
"Jadi apa?" Ibra mengulang pertanyaan Fatih.
"Jadi, kita secara nyata belum siap kan untuk jadi suami istri? maksud ku begini, biar saja dimata orang tua kita. Kita tetap menjadi pasutri yang harmonis, namun karena itu semua tidak akan mungkin terjadi, lebih baik kita tetap berada dialur hidup kita masing-masing? bagaimana, apakah Mas setuju?"
Begitu lega hati Ibra. Ternyata pemikiran dia sama persis seperti apa yang ada dalam bayangan Fatih. Mereka sama-sama jujur untuk mengatakan, belum siap menerima kehadiran mereka masing-masing.
"Aku tidak akan memintamu untuk membuat perjanjian atau sebagaimana macamnya, ya jalani saja pernikahan ini sampai dimana kita akan berpisah dengan sendirinya, bagaimana?"
"Baik, saya setuju!"
Mereka saling menatap penuh kegirangan, kebahagiaan dan kebebasan.
Serahkan saja pada Semesta!
***
Like dan komen ya guys🖤❤️
Selamat baca guyss
***
Sinar matahari pagi pun datang. Menyinari kembali dunia untuk mengiringi aktivitas manusia secara normal. Terlihat dari dalam kamar, ada Ibra dan Fatih yang sedang bersiap-siap diri untuk berangkat bekerja.
"Fat?" panggil Ibra, ia masih menatap cermin untuk membetulkan dasi di kerah kemejanya.
Fatih menoleh. "Iya Mas?" ia kembali memasukan semua alat make up nya ke dalam tas.
"Kamu mau saya antar?"
"Oh, iya lupa. Mobilku kan masih dikantor ya. Aku tinggal kemarin, boleh aku nebeng sama kamu, Mas?"
Ibra mengangguk sambil membereskan kemejanya. "Saya tunggu di meja makan ya!"
"Ya, baik Mas."
Tak berapa lama kemudian, Fatih yang terlihat sudah rapih menyusul Ibra di meja makan. Dua piring nasi goreng sudah tersaji disana.
"Makan lah. Maaf kalau nanti rasanya kurang enak." Ibra melanjutkan kembali kunyahan nya.
"Maaf ya Mas, harusnya Fatih bangun lebih pagi dan membuatkan sarapan untuk kita berdua!" balasnya dengan sedikit rasa menyesal.
"Nggak apa-apa Fath. Saya kebetulan aja lagi bangun pagi. Kalau besok- besok nggak sempat masak, kita bisa sarapan diluar. Saya nggak akan menuntut kamu untuk memasak, mencuci pakaian atau membereskan rumah!" Ibra memberikan senyuman hangat.
"Baik sekali dia? bahkan dulu, Fahmi tidak segan-segan untuk menendang ku, apabila aku telat menyiapkan kopi untuknya.
"Oh iya, sebentar..." Ibra mengeluarkan dompet dari saku celananya. "Ini..." ia menyodorkan satu buah kartu ATM kepada Fatih.
Fatih membulatkan matanya, ia masih terpaku dengan kartu ATM tersebut.
"Pegang lah ATM ini, kamu bisa membeli keperluan mu, keperluan rumah dan yang lainnya."
"Nggak Mas, nggak perlu! kita masing-masing aja ya! kamu nggak usah repot-repot untuk kasih aku uang nafkah kaya gini...ini aku kembalikan." Fatih menyodorkan kembali kartu ATM itu kepada Ibra.
"Oh iya, aku lupa gaji mu kan lebih besar dari pada saya." Ibra tersenyum sambil melihati nasi yang tengah diaduk-aduk nya.
"Hmm..nggak gitu Mas, maksud aku tuh---"
"Saya tunggu, di mobil ya. Letakan saja piring nya di wastafel. Tidak usah dicuci."
Ibra tidak menyelesaikan sarapannya sampai habis. Ia segera bangkit sambil meraih kunci mobil untuk berlalu ke garasi.
Fatih terus melihati langkah Ibra yang begitu saja meninggalkannya. Ia termenung sebentar dan rasa lapar pun berangsur menghilang.
"Kayanya Mas Ibra tersinggung nih sama ucapan aku !"
***
Mobil Ibra sudah sampai di garasi perusahaan kepemilikan keluarga Fatih. Papa Faris sudah melepas jabatannya agar dipegang Fatih secara penuh.
Walau diusia muda, Fatih ada lulusan terbaik di fakultas nya. Maka dari itu, sang Papa tidak meragukan lagi kehebatannya. Fatih pasti mampu mengelola perusahaan itu sebaik mungkin.
"Makasi ya, Mas." ucapnya lalu beranjak untuk turun. Seketika gerakannya terhenti karena terdengar suara Ibra tengah berdehem.
Fatih pun menoleh. "Kenapa, Mas?"
"Kamu nggak salim dulu sama saya, Fat?"
Fatih menggigit bibir bawahnya, ia pun merasa malu karena harus diingatkan.
"Eh iya Mas.." Fatih pun meraih punggung tangan Ibra untuk diciumnya.
"Kamu sudah pegang kunci duplikat kan? mungkin aku akan pulang larut malam!"
"Iya Mas udah, oke baik. Sampai bertemu kembali dirumah!"
Fatih pun bergegas turun dari pintu mobil dengan cepat. Ia terus berjalan memasuki pintu utama, tak jarang para karyawan yang melihatnya akan menundukkan kepala mereka sebagai tanda hormat.
Lalu
Langkah Fatih terhenti begitu saja ketika ada seorang lelaki yang memanggilnya.
"Fatih!"
"Mas Fahmi? ada apa, Mas? kenapa kemari?" Fatih kaget melihat sosok lelaki ini kembali datang. Yang lebih menyita kedua matanya adalah ketika ia melihat mobil Ibra masih setia terparkir ditempat semula.
Betul saja!
Ibra masih melihati Fatih yang kini tengah berbicara dengan Fahmi.
"Siapa lelaki itu?" bisik hati Ibra.
"Aku kangen sama kamu, Fat! bisa nggak kita ngobrol sebentar?" Fahmi memegang lengan Fatih dengan paksa, ingin membawanya pergi dari sini.
"Mas! jangan kaya gini, malu dilihat orang!"
Fatih berusaha melepaskan cengkraman tangan Fahmi dari tubuh nya.
"Lepasin Fatih!"
Fahmi dan Fatih sama-sama menoleh dengan cepat ke arah suara yang mencuat diantara mereka.
"Mas?" Fatih menoleh ke arah Ibra. Sang suami melepaskan tangan Fahmi begitu saja dari lengan istrinya.
"Siapa dia, Fatih?"
"Fatih, istri saya sekarang!" Ibra menatap serius kepada kedua mata Fahmi.
Fahmi menoleh cepat ke arah Fatih dan Fatih hanya memberi anggukan pelan.
"Aku butuh penjelasan!" Fahmi mengerang.
"Mas, tunggu aku diruangan ku. Nanti aku akan menyusul!" Fatih meminta Fahmi untuk pergi sekarang juga dari hadapannya dan juga Ibra.
Fahmi pun berlalu tanpa memberi salam kepada Ibra.
"Loh kok, malah disuruh ke ruangan kamu? nggak disuruh pergi?" Ibra menatap aneh ke wajah sang istri.
"Fahmi nggak tahu, kalau aku udah nikah sama kamu, Mas! kalau nggak dijelasin, dia akan teror aku terus!"
"Saya yang akan maju nanti!"
"Ssst..udah ini urusan aku! sekarang kamu berangkat aja ke kantor, udah siang!"
Ibra hanya bisa mengangguk dan berlalu dari hadapan Fatih. Ia tidak bisa memaksa kehendaknya untuk mengusir Fahmi. Karena saat ini ia merasa, tidak mempunyai hak apapun untuk Fatih.
Walaupun status mereka adalah suami istri, namun sejak kesepakatan semalam. Mereka sudah berjanji untuk bisa menjalani alur hidup masing-masing tanpa mengganggu dan mencampuri urusan pribadi.
Fatih terus menghela nafasnya dengan kasar. Ia harus bisa bersikap tegas kepada Fahmi. Agar tidak lagi mengganggu hidupnya. Ia pun kembali memutar langkahnya ke dalam kantor ketika mobil Ibra sudah berlalu dari sana.
***
Like dan komen ya guys🖤❤️
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!