🎶 Bukan ku ingin memastikan … Akulah cinta sejatimu…
🎶 Yakinkan hatimu … Aku lah takdir yang engkau nantikan …
Lantunan suara lagu yang sedang ramai di dunia maya, terdengar mengggema dari dalam sebuah mobil. Lagu tersebut juga dinyanyikan oleh tiga pria yang berada di dalam mobil tersebut. Tiga pria bernasib sama yang sedang melakukan perjalanan yang cukup jauh dari tempat asal mereka.
Kenapa tiga pria itu bernasib sama? Karena ketiganya masih lajang disaat usia mereka menginjak angka dua puluh tujuh tahun. Entah apa yang menyebabkan mereka bisa melajang bersama? Padahal dari segi wajah dan segi penghasilan, ketiganya terbilang cukup menjanjikan.
Sandi Wiguna, Eka Randi Pramudya dan Dandi Riza Dewangga. tiga pemuda lajang yang dipertemukan saat mereka menduduki bangku sekolah menengah atas. Persamaan bakat dan cita cita membuat mereka bisa sampai begitu dekat hingga usia mereka menginjak angka dua puluh tujuh.
Namun sayang kesamaan kenakalan juga menyebabkan mereka menjadi pria yang paliang dijauhi wanita. Bahkan setiap ada wanita yang ingin menjalin biduk rumah tangga dengan mereka, para wanita akan memilih mundur teratur daripada melanjutkan sebuah hubungan disaat para wanita mengetahui masa ketiga pria itu.
Kenakalan paling parah, mereka lakukan sekitar lebih dari tiga tahun yang lalu. Karena kenakalan mereka pula, orang tua harus menanggung malu setelah kenakalan mereka terbongkar. Beruntung buruknya nama mereka tidak berimbas pada saudara mereka yang ingin melangsungkan pernikahan. Meski awalnya ketiga pria itu yakin kalau itu hanya menganggap belum jodoh, setiap mereka gagal dalam menjalin hubungan, tapi di saat usia mereka semakin menuju tua, mereka baru merasakan kalau mungkin saja itu karma.
Karena dosa yang mereka lakukan di masa lalu, ketiga pria itu selalu nampak sangat menyesal jika teringat betapa nakalnya mereka saat masa itu. Maka itu, daripada mereka bertahan di kota kelahirannya dengan segala nama buruk yang masih melekat, tiga pria itu memutuskan pergi jauh demi merubah. masa depan yang lebih baik.
“Kamu yakin kalau tempat yang akan kita sewa, strategis, San?” tanya Randi yang bertugas memegang kemudi mobil.
“Yakinlah. Aku sudah video call sama pemiliknya. Tempatnya cukup rame karena ada di pusat kota,” jawab Sandi yang memilih duduk di belakang.
“Emang tempatnya cocok nggak buat usaha makanan? Kalau nggak cocok, percuma kita jauh jauh ke kota itu,” Dandi yang duduk disebelah Randi ikut buka suara.
“Ya kan kita pernah kesana dua kali, kalian tahu sendiri kan keadaan kota itu bagaimana. Nggak ada usaha yang sama kayak punya kita," ucap Sandi.
Kedua pria yang duduk di depan mengangguk beberapa saat kemudian mereka memilih diam. Mereka tidak mau ada perdebatan dalam perjalanan yang cukup menguras tenaga dan butuh fokus yang cukup tinggi. Dengan masih mengikuti irama musik yang sedang diputar, ketiga pemuda itu larut dalam suasana syahdu dari lagu tersebut.
Ketiga pria yang pernah bekerja di sebuah kantor, memutuskan keluar dari tempat kerjanya, untuk memulai sebuah usaha. Sudah tiga tahun mereka menjalani usaha tersebut dan selama ini usahanya berjalan lancar. Selain karena faktor nama buruk, alasan mereka memilih keluar dari pekerjaan karena mereka tidak mau terikat dengan segala aturan perusahaan, meski gaji yang didapat lumayan besar. Apa lagi saat itu mereka belum juga menemukan jodoh, jadi mereka cukup khawatir dengan masa depannya.
Karena banyak alasan yang mendukung, akhirnya mereka memutuskan mendirikan usaha dan kali ini mereka ingin membuka usaha di tempat lain sekaligus berharap ada perubahan takdir yang selama ini cukup membelenggu mereka.
Setelah menempuh perjalanan hampir delapan jam, mereka sampai di tempat tujuan saat matahari hampir tenggelam. Ketiga pria itu memilih langsung ke tempat tujuan dan bertemu si pemilik tempat setelah sebelumnya mereka membuat janji untuk bertemu.
“Lokasinya strategis juga ya, Pak,” ucap Randi sambil matanya berkeliling ke tempat sekitarnya.
“Ya begitulah, Mas. Tempatnya juga saya rasa cocok dengan usaha yang Mas jalani,” jawab si pemilik gedung sambil membuka pintu bangunan dua lantai tersebut. “Silakan masuk Mas.”
Ketiganya lantas masuk mengikuti si pemilik bangunan. Mereka cukup terkejut dengan interior yang sangat bagus. Dari mulut sang pemilik gedung, mereka mengetahui kalau tempat itu juga dulunya digunakan untuk usaha. Tapi pemiliknya bangkrut karena terlilit utang yang sangat besar. Padahal usahanya cukup ramai.
“Gimana? Apa kita ambil tempat ini?” tanya Sandi kepada dua orang temannya.
“Ya ambillah. Tempat sebagus ini dengan biaya sewa yang cukup murah, kapan akan ada lagi,” balas Dandi.
“Baik, Pak. Kita ambil tempat ini. Kami akan sewa satu tahun dulu.”
“Oh, Oke, baik Mas. kalau begitu mari ikut saya, untuk keperluan transaksi dan yang lainnya.”
“Baik, Pak. ayo.”
...@@@@@@...
Yeeahh! Karya baru telah hadir. Hay reader, selamat datang di karya baru othor ya? Kali ini othor datang lagi dengan cerita baru yang tentunya tak kalah seru dengan cerita othor yang lain. Othor berharap, dengan ada cerita baru ini, reader bisa terhibur. Jangan lupa kasih dukungan juga ya? Terima kasih dan Selamat Menikmati.
Setelah proses sewa menyewa selesai, kini tiga pria itu memilih menginap di sebuah hotel yang ada di kota itu, sebuah kota yang tidak terlalu besar namun terilhat cukup ramai. Ketiganya melepas lelah di sana sekaligus merencanakan apa saja yang akan mereka lakukan untuk usaha barunya.
Tiga pria itu sadar, merintis sebuah usaha itu tidak mudah. Tapi mereka yakin dan sangat optimis jika usahanya di kota orang ini akan berkembang dan bertahan cukup lama. Biar bagaimanapun sebelum mereka memutuskan membuka usaha di kota ini, mereka sudah beberapa kali mensurvei kota ini sekaligus bertanya tanya pada beberapa kenalan yang mengetahui keadaan kota ini.
Hingga hari berganti, kini tiga pria itu mulai melihat lihat bangunan yang akan digunakan sebagai tempat usaha baru mereka. Memang benar, tempat itu terlihat sangat strategis. Di depan bangunan berlantai dua itu adalah pertigaan dan jalan raya. Di sebelah kanannya ada taman kota, sebelah kiri ada pertokoan dan sebuah sekolah. Belum lagi pertokoan dan Bank besar di seberang jalan. Pasar yang letaknya tidak jauh dari pertigaan dan juga pusat pemerintahan serta rumah sakit dan puskesmas yang letaknya tidak terlalu jauh juga. Benar benar strategis bukan?
Di dalam bangunan itu sendiri, tempatnya cukup luas. Bahkan di lantai dua, ruangannya dibagi dua lagi, yang bisa digunakan untuk ruang istirahat. Bagian belakang bisa digunakan untuk garasi kendaraan dan gudang.
"Ini nanti tempat masaknya disini ya? Disini dikasih meja pembatas kan?" tanya Sandi sambil tangannya menunjuk ke tempat yang di maksud.
"Ya intinya sama kayak punya kita yang di Jakarta. Cuma catnya perlu kita ganti," balas Dandi.
"Aku sudah telfon orang rumah, barang barang akan diangkut menggunakan truk. Selagi mereka belum berangkat, kira kira kalian ada sesuatu lagi nggak yang akan dibawa kesini?" tanya Randi.
"Emang udah dicek semuanya? Jangan sampai ada yang ketinggalan loh, soalnya kita jauh," balas Dandi.
"Ya udah, nanti juga di cek lagi sama teh Ais kalau mau berangkat," balas Randi.
"Aku rasa sih udah nggak ada yang kita butuhkan. Itu emang semuanya cukup diangkut pake satu truk?" tanya Sandi.
"Cukup banget lah, tukang truknya juga pasti udah memperhitungkan semuanya."
"Ya udah, kapan mau diantarnya?"
"Kemungkinan nanti malam, biar nyampe sini pas udah siang."
"oke, sekarang kita nyari makan lalu ke pasar, nyari perlengkapan tidur dan mandi. Biar kita nggak perlu tidur di hotel lagi."
"Sip! Setuju."
Ketiganya lantas keluar dari bangunan tersebut lewat pintu samping yang terhubung dengan jalan dan taman kota. Begitu sudah berada di dalam kendaraan, mobil mereka melaju guna mencari tempat makan sekalian mengenal kota yang akan mereka tinggali.
"Kira kira, nanti kita butuh karyawan nggak?" tanya Sandi begitu mereka telah sampai di salah satu rumah makan yang letaknya di seberang sebuah rumah sakit umum daerah tersebut.
"Ya kita lihat perkembangannya dulu. Yang pasti, kita butuh jasa buat ajang promosi," balas Dandi. "Tapi kalau ada yang tahu tentang usaha kita yang di Bandung, sepertinya sih akan rame."
Di Jakarta sendiri sebenarnya mereka sudah punya tiga lokasi usaha. Tapi karena ingin merubah nasib yang lebih baik dalam hal jodoh, ketiganya rela meninggalkan kota itu. Biar bagaimanapun, diusianya yang sudah menginjak angka dua puluh tujuh, mereka sedikit risih jika ada pertanyaan tentang pernikahan.
Seperti yang sudah diceritakan, karena kenakalan mereka yang sudah diluar batas wajar, berimbas pada nama baik mereka sendiri. Maka itu saat mereka mendengar cerita tentang hijrah yang bisa membawa kebaikan, ketiga pria itu memutuskan pergi dari kota kelahiran mereka, untuk kehidupan yang lebih baik.
Setelah ketiganya selesai makan, kini tempat tujuan berikutnya adalah pasar. Mereka akan membeli beberapa keperluan yang memang tidak ada dalam daftar barang yang dibawa oleh truk, sekalian melihat keadaan pasar agar saat usaha mereka jalan, mereka tidak terlalu kesulitan mencari barang yang dibutuhkan.
"Eh, anak siapa ini!" seru Sandi saat kaki mereka baru melangkah beberapa meter dari tempat mobil mereka terparkir. Diantara beberapa toko yang tutup, dia dikejutkan dengan seorang anak kecil sekitar umur tiga tahun menangis di depan toko. "Kamu siapa?" tanya Sandi sambil berjongkok dihadapan anak kecil itu.
"Mama, hiks, hiks ..." anak itu malah kembali menangis.
"Astaga, ini mamanya kemana?" ucap Dandi sambil melihat ke sekitar tempat itu yang memang terlihat sepi. Di saat bersamaan, mereka mendengar siaran dari kantor pasar yang memberitahukan tentang anak hilang yang ciri cirinya sama persis dengan anak itu.
"Bawa ke kantor aja, San. Tuh, dengar! Ada pengumuman kehilangan seorang anak."
"Ya udah, Yok!"
Sandi menggendong anak itu menuju kantor pasar bersama dua sahabatnya.
"Kok aku perhatikan, wajahnya anak itu mirip kamu ya, San?"
...@@@@@...
Sandi
Randi
Dandi
"Ibu, hu huu huu ..."
"Cup, cup, cup, udah, jangan nangis, kita ke tempat mama kamu ya?" ucap Sandi lembut pada anak kecil yang menangis dalam gendongannya.
"Kamu udah layak jadi Ayah, San, hihihi ..." ledek Randi dan tawanya disahuti oleh Dandi. Sepanjang langkah kaki mereka menuju ke kantor pasar, dua orang itu tak henti hentinya meledek Sandi yang sedang sibuk menenangkan bocah dalam gendongannya.
"Kalian ini, bukannya ikut menenangkan, malah mengeledekin mulu, Huh!" sungut Sandi agak kesal, tapi tawa kedua temannnya malah makin pecah.
"Eh, Dan, coba deh, diperhatikan. Kamu ngerasa nggak sih? Kalau wajah anak itu mirip Sandi?" celetuk Randi.
Dandi langsung memperhatikan sesusai perkataan Randi. Sandi yang agak terusik dengan perkaatan temannnya, juga ikut ikutan memperhatikan wajah bocah dalam gendongannya.
"Ah iya, Kok mirip kamu, San!" seru Dandi. "Jangan jangan itu anak kamu!"
"Sembarangan!" hardik Sandi. "Kalau anak ini mirip artis, apa iya ini anak artis juga?"
"Hahaha ..." lagi lagi suara tawa Randi dan Dandi pecah. Berbeda dengan Sandi, pria itu justru meraskan hal yang aneh di dalam hatinya saat memandang wajah anak tersebut. Sandi tidak memungkiri, anak itu sungguh seperti kembaran Sandi saat masih kecil.
Setelah melangkah beberapa puluh meter, akhirnya mereka sampai di kantor pasar yang letaknya berada di atas pintu utama pasar tersebut. Sesampainya disana, ternyata sudah ada petugas pasar dan seorang wanita paru baya yang sedang menangis.
"Reyhan!" wanita itu teriak histeris begitu melihat bocah yang sedang digendong oleh Sandi berada di sana. Wanita itu langsung bangkit dan menyongsong sang bocah dan mengambil alih bocah itu ke dalam gendongannnya. "Ya ampun, Nak. Maafin Nenek."
"Nenek, hiks, hiks," rengek bocah itu dengan suara khas anak kecil yang baru bisa bicara.
Hampir semua mata yang ada disana, menatap haru dan juga bahagia atas bertemunya bocah itu dengan keluarganya. Begitu juga Sandi yang masih merasakan getaran aneh saat melihat wajah bocah yang dipanggil Reyhan.
"Makasih, Mas, sudah menemukan cucu saya," ucap wanita tua itu sambil tersedu. "Nggak kebayang kalau Reyhan beneran hilang. Pasti aku akan sangat disalahkan."
"Sama sama, Bu. Beruntung tadi kami melihat cucu ibu di dekat tempat mobil kami terparkir," jawab Sandi ramah.
"Parkiran sebelah mana, Mas?" tanya pegawai pasar.
"Itu, yang ada di belakang toko sepatu, pojokan sebelah selatan, deket jalan raya, Pak."
"Ya ampun, kok jauh banget. Di sana memang daerah sepi."
Semua nampak terkejut mendengar keterangan dari Sandi, tapi rasa lega juga tergambar jelas pada wajah mereka. Di saat semua keadaan sudah membaik, anak kecil itu terus memandangi Sandi dengan tatapan yang tidak bisa diartikan.
"Om pergi dulu yah? Jangan ilang ilang lagi, kasihan nenek," ucap Sandi saat mereka pamit akan meninggalkan kantor pasar. Tanpa diduga anak itu malah merentangkan kedua tangannya minta di gendong. Tentu saja semua yang ada disana terkejut melihat tingkah bocah itu. Sandi pun mengulas senyum dan meraih bocah itu ke dalam gendongannya.
"Makasih," ucap bocah itu dengan bahasa agak cadel khas anak anak. Semua yang mendengarnya langsung tersenyum lebar, termasuk Sandi.
"Sama sama," Sandi mendaratkan bibirnya pada pipi si bocah dan saat itu juga, getaran aneh makin terasa bertambah besar. Meski heran, Sandi tidak terlalu memikirkan hal itu. Dia lantas kembali menyerahkan bocah itu kepada neneknya kemudian dia dan teman temannya pamit undur diri.
Sepanjang mereka berbelanja, kejadian tadi menjadi topik pembicaraan yang masih saja mereka perbincangkan hingga mereka hendak pulang. Apa yang dikatakan pegawai kantor pasar tadi memang benar, jarak tempat ditemukannnya bocah ke kantor pasar memang cukup jauh. Pasar ini memang sangat luas dan ramai.
Begitu mereka kembali ke kontrakan, ketiga pemuda itu langsung berbenah dan bersih bersih tempat tersebut dengan peralatan yang baru saja mereka beli. Ketiganya juga langsung menata salah satu ruang yang akan menjadi tempat tidur mereka. Di saat bersamaan, kasur busa dan lemari plastik yang mereka beli tadi, datang ke lokasi, diantar oleh karyawan toko.
Tanpa terasa sore kini menjelang, dan cerahnya suasana sore, membuat taman kota yang ada di sebelah kontrakan tiga pria itu terlihat ramai. Banyak warga yang menghabiskan waktu di tempat tersebut. Ketiga pria itu pun ikut menikmati sore di tempat itu. Mereka memilih duduk di atas rumput di bawah salah satu pohon yang rindang. Saat mereka sedang asyik bercengkrama, mereka dikejutkan suara benturan.
Brak!
"Ya ampun!" pekik semua yang ada disana saat melihat seorang anak kecil yang sedang bermain mobil mobilan menabrak pinggang seseorang.
"Ya ampun, Mas, Maaf, maaf nggak sengaja. Ini remotnya ..."
"Arimbi!"
...@@@@@...
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!