NovelToon NovelToon

Misi Jessy

Jessy dan Renang

(Desember 2016)

Melva seorang siswa yang baru pindah ke SMA Galaxy tengah menggigil karena disiram air es oleh tiga orang temannya. Seakan belum puas merundung anak baru itu, Fania dan kedua temannya menoyor kepala Melva kemudian memaksa gadis yang seragamnya sudah basah kuyup dan kedinginan itu menceburkan diri ke kolam renang sekolah yang memiliki kedalaman lebih dari dua meter.

Gadis berkaca mata itu megap-megap minta tolong karena tidak bisa berenang. Tapi Fania dan teman-temannya justru merasa terhibur dan membiarkan gadis itu begitu saja.

Jessica Abraham, yang terkenal dingin dan anti mencampuri urusan orang lain tidak tahan lagi melihat ulah teman-temannya. Ia tidak ingin ada korban lagi terutama di kolam renang favoritnya itu. Ia melepas earphonennya lalu langsung masuk ke dalam kolam untuk menolong anak baru itu. Ia bahkan tidak sempat melepas sepatu kesayangannya.

*****

(14 Februari 2017)

Hari itu adalah hari yang paling ditunggu-tunggu siswa SMA Galaxy yang sudah memiliki pasangan. Mereka membuat tradisi pesta ala-ala prom night untuk bersama-sama menghabiskan malam romantis bersama pasangan mereka di sekolah dengan berbagai acara musik dan hiburan.

Sejak pagi semua siswa sibuk mempersiapkan segala keperluan untuk merayakan malam valentine Galaxy, mulai dari pakaian, sepatu, aksesoris dan yang tidak kalah penting adalah pasangan yang akan mereka bawa pada malam itu.

Tapi hal itu tidak berlaku bagi Jessy karena hari itu ia justru tengah sibuk mempersiapkan lomba renang tingkat nasional yang akan membuka peluangnya untuk masuk tim renang nasional. Sejak kecil, ia selalu bermimpi untuk menjadi juara dan bisa berpartisipasi dalam ajang olimpiade. Terlebih lagi karena Indonesia akan menjadi tuan rumah olimpiade tahun depan.

Hari itu adalah hari sangat penting bagi Jessy dan ia telah mempersiapkan segala hal untuk memenangkan perlombaan hari itu. Tapi entah kenapa sejak bertemu James dua hari yang lalu, ia selalu gelisah. Ia bahkan tidak bisa tidur dan makan dengan baik. Ia mungkin salah karena berusaha lari dari masalah.

Tapi menghadapi kenyataan bahwa kekasihnya lebih memilih untuk bersama dengan gadis lain terasa lebih berat bagi Jessy dan ia tidak sanggup mendengarnya untuk saat ini. Jadi ia memilih untuk menghindari pria itu sampai perlombaannya hari itu selesai.

Giliran Jessy hampir tiba. Dan ia memasuki arena lomba dan menyaksikan tribun yang sudah dipenuhi ratusan pasang mata dan kamera. Panitia mulai memanggil namanya dan ia berdiri tepat di lintasan keempat. Jessy tahu ada yang salah dengan dirinya tapi ia tidak ingin melewatkan kesempatan hari itu.

Juri memulai aba-aba dan Jessy mulai merasa dadanya sesak. Ia melihat bayangan kekasihnya sedang bercinta dengan gadis lain di sofa rumahnya, lalu bayangan sandal milik gadis itu, dan ia mendengar ******* menjijikkan keduanya.

Pistol ditembakkan ke udara dan peserta mulai masuk ke dalam kolam, tapi Jessy merasa tubuhnya kaku. Ia kesulitan bernafas, tubuhnya gemetar hebat dan tidak bisa masuk ke dalam kolam. Ia merasa gelisah dan tidak bisa mengendalikan diri. Suara riuh penonton mulai menggema meneriaki namanya di arena.

Jessy merasa takut untuk masuk ke dalam kolam. Ia tidak tahu apa yang terjadi dan apa yang telah dilakukannya tapi ia tiba-tiba menjadi panik dan hanya tahu bahwa saat itu ia harus berlari. Berlari dari hujatan penonton perlombaan, berlari dari para pemburu berita, berlari dari amarah dan kekecewaan papanya dan juga berlari dari dirinya sendiri yang tidak berani menerima kenyataan bahwa satu-satunya orang yang sangat dicintainya sejak kecil telah tega mengkhianatinya dan bercinta dengan gadis lain di depan mata kepalanya sendiri.

*****

Sementara bagi Melva hal terpenting baginya pagi itu ialah datang lebih awal untuk mendukung dan menyemangati Jessy, satu-satunya teman yang ia miliki di sekolahnya. Impiannya untuk mendatangi pesta valentine bersama James nanti malam sudah kandas sejak dua hari yang lalu. Jadi ia sama sekali tidak ingin mempedulikan tentang itu dan merusak suasana hatinya yang sedang bersemangat mendukung Jessy.

Melva merasa sangat berhutang budi karena Jessy pernah menyelamatkannya dari kolam renang beberapa bulan lalu, jadi ia ingin selalu menjadi teman yang baik untuk Jessy, termasuk dengan membantunya mengerjakan pekerjaan rumah meski ia menolak dan juga ikut rombongan pendukung Jessy meskipun ia tahu akan ditinggal atau bahkan dikerjai saat di dalam bus atau arena lomba nantinya.

Bagaimanapun juga, Melva adalah gadis yang gigih dan sudah terbiasa menerima perlakuan buruk dari teman-temannya. Jadi ia tidak ingin menyerah untuk hadir dan memberikan dukungan kepada Jessy, calon bintang renang masa depan.

Dan ternyata dugaan Melva benar, ia hampir saja ditinggalkan oleh bus jika tidak datang satu jam lebih awal dan sembunyi di dalam bus. Ia juga hampir di kunci di dalam kamar mandi arena lomba jika tidak memasang ganjal di ujung daun pintu dan juga duduk di tumpukan permen karet jika tidak membawa karton untuk alas duduk di tribun penonton.

Melva sudah bisa membaca trik yang biasa teman-temannya lakukan untuk merundungnya. Tapi tidak hari itu. Ia tidak ingin melewatkan momen paling berarti dalam hidup Jessy hanya karena ulah teman-temannya.

Jessy dan semua peserta lainnya sudah berada pada posisinya. Panitia menembakkan pistol ke udara, tapi Jessy diam saja. Ia tidak masuk ke dalam kolam seperti peserta lainnya.

Penonton mulai riuh menyoraki nama Jessy tapi gadis itu terpaku dan Melva bisa dengan jelas melihat tubuhnya bergetar hebat. Jessy tiba-tiba saja mengalami kepanikan akut lalu berlari meninggalkan arena lomba.

"Jessy kenapa?" Melva berusaha turun dari tribun untuk mengikuti Jessy yang berlari keluar dari arena lomba.

Melva mencari Jessy kemanapun tapi tidak ketemu. Ia mencari di ruangan peserta dan melihat Jessy tengah dipeluk erat oleh seorang pria.

"Tenang Jess! It's okay, sayang!"

"Gue... Gue..." Jessy hanya bisa menangis.

Dan pria itu adalah orang yang sangat Melva kenal. Pria yang telah membawanya ke atas awan, menjanjikan sejuta kebahagiaan lalu menjatuhkannya ke dalam perut bumi saat itu, James.

Melva cukup cerdas untuk menyadari apa yang terjadi. Ia memutar langkahnya, berlari keluar dari arena. Tapi bukannya berlari menuju bus yang membawanya ke gedung olahraga tempat perlombaan diadakan, ia malah lari ke arah jalan raya.

Melva kehilangan arah, ia tidak tahu harus kemana dan melakukan apa. Ia terus berlari dan tiba-tiba saja sebuah mobil melaju dengan kecepatan tinggi dan menabraknya hingga terpental dan jatuh menghantam pohon.

Anehnya, mobil itu tidak berasal dari jalan raya yang Melva lalui, melainkan dari dalam tempat parkir gedung olahraga. Melva hanya bisa melihat dan mengingat plat nomor mobil yang menghantam tubuhnya dari arah depan itu, lalu semuanya menghilang dan gelap.

Melva : Si Cerdas yang Lugu

(Dua hari sebelumnya)

Karena malam valentine di sekolah akan segera tiba, maka Melva juga tidak ingin melewatkan momen itu. Ia ingin semua siswa yang selama ini selalu merundungnya iri melihat ketampanan dan kegagahan kekasihnya. Jadi ia berniat untuk menemui kekasihnya dan memintanya menemaninya pada malam valentine galaxy.

Meskipun baru dua bulan ia bertemu dan berpacaran dengan James, Melva merasa sangat bahagia karena memiliki kekasih seperti James. Beberapa waktu lalu setelah diceburkan Fania ke dalam kolam, Melva merasa sangat sedih dan ketakutan. Ia yang baru beberapa bulan kembali ke Jakarta merasa seperti makhluk asing di antara teman-teman sekolahnya. Tidak ada satupun yang mau berteman dengannya. Ia bahkan tak pernah seharipun absen menjadi korban bulan

-bulanan teman-temannya.

Dan tanpa sengaja, Melva bertemu dengan James di sebuah toko buku. Mereka berebut buku yang sama yang kebetulan hanya sisa satu buah kala itu. James dengan ramah mengalah dan menyerahkan buku itu kepada Melva.

Merasa menemukan orang yang memiliki kegemaran terhadap buku yang sama, Melva menawarkan untuk berbagi dan meminjamkan buku itu kepada James setelah ia selesai membaca. James setuju dan sejak itulah mereka menjadi dekat satu sama lain dan akhirnya memutuskan pacaran.

Dimata Melva, James adalah sosok yang lucu dan penyayang. Ia tidak memandang Melva aneh dan layak dibully seperti teman-temannya yang lain. Dan yang lebih penting lagi, James selalu mengatakan bahwa Melva selalu bisa membuatnya nyaman dan tidak merasa terbebani.

"Bu, Mel berangkat dulu yah?!" Melva mencium punggung tangan ibunya yang kotor oleh adonan donat. "Maaf ya Bu, Mel ijin dulu ngga bantu ibu bikin kue. Mel mau ke rumah James dulu. Penting."

"Jangan malam-malam pulangnya ya, Mel? Ibu khawatir."

"Iya, ibu tenang aja. Mel ngga lama kok."

"Itu bajunya Mbak Sinta jangan sampai rusak ya, Mel?"

"Siap Bu! Mel janji bakal balikin baju ini dalam keadaan bersih dan utuh. Ya sudah, Mel berangkat dulu ya, Bu."

Saking inginnya tampil cantik di depan James, Melva sampai membujuk ibunya agar mau meminjamkan salah satu baju milik anak pak lurah yang baru selesai dicucinya kepada Melva.

Di sepanjang jalan, Mel hanya melihati selembar uang lima puluh ribu yang ibunya berikan kepadanya tadi. Ia tahu betapa berharganya uang itu bagi ibunya tapi beliau rela memberikannya kepada Mel agar bisa pergi menemui James.

Sejak ditinggal ayahnya tanpa kabar sepuluh tahun lalu, Melva dan ibunya terpaksa meninggalkan Jakarta dan hidup kesulitan. Mereka sering berpindah-pindah kontrakan dan sekolah. Ibunya tidak memiliki pekerjaan tetap. Mereka hanya mengandalkan pendapatan dari jasa penatu dan jualan kue yang mereka titipkan di warung-warung dan kantin sekolah Melva.

Tapi Melva sangat beruntung karena meskipun tidak dikaruniai fisik dan nasib yang bagus, ia memiliki otak yang cemerlang. Sehingga tidak sulit bagi Melva untuk mendapat beasiswa dan diterima di sekolah manapun dengan nilai dan kemampuan akademisnya.

Sejak kecil, Melva sering mengikuti berbagai olimpiade sains dan matematika. Baginya, angka adalah teman tidur yang paling setia. Ia bahkan sering menjadi guru les privat untuk membantu ibunya mendapatkan uang sewa kontrakan atau untuk membeli beras. Ia sudah terbiasa hidup mandiri dan selalu bisa menemukan cara untuk bertahan dalam kondisi serba kekurangan seperti itu.

Jakarta adalah kota kelahiran Melva sekaligus kota keempat yang ia tinggali kembali setelah pindah dari Semarang, Bontang dan juga Surabaya. Dan baginya SMA Galaxy adalah sekolah impian yang menjadi nyata.

Bagaimana tidak? Bangunan sekolah itu lebih mirip dengan hotel bintang lima yang memiliki lapangan dengan bendera di tengahnya. Bagaimana tidak, bangunan itu sangat luas dan tinggi, ada sekitar tiga puluh ruang kelas yang masing-masing kelas hanya diisi sekitar lima belas sampai dua puluh siswa.

Bangunan itu juga memiliki perpustakaan yang sangat luas dengan koleksi buku lengkap, laboratorium sains, ruang praktikum bahasa dan seni, studio musik, lapangan basket dan tenis indoor, kolam renang, lapangan sepak bola dan lintasan lari, serta aula yang layak untuk disewakan sebagai tempat resepsi dan konferensi.

Sedikit dirundung dan dianiaya rasanya tidak terlalu buruk bagi Melva asalkan anak sepertinya bisa ikut menikmati kemewahan SMA Galaxy.

***

Melva tiba di rumah James yang terlihat sangat sepi malam itu. James memeluk dan mengajaknya masuk. Pria bertubuh atletis itu dengan sigap mengambilkan handuk untuk Melva yang sempat terkena gerimis saat turun dari bus tadi. Ia lalu membuatkan minuman coklat hangat untuk gadis berkacamata itu.

"Kamu cantik banget malam ini." James melepas kacamata Melva lalu membantunya mengeringkan rambut dan wajahnya.

"Bisa aja kamu. Btw, kok sepi banget? Pada kemana?"

"Si Mbok lagi pulang kampung karena anaknya nikah. Kalau mama sama papa lagi ada acara di Singapura."

James mengambil handuk yang digunakan Melva untuk menutupi pakaian yang menempel ke tubuhnya karena basah.

"Kamu mau ganti baju? Ada banyak baju sepupu aku disini."

"Ngga usah." Melva menahan handuknya.

"Okay. Mau nonton film?" James memilih film romantis untuk menemani suasana malam gerimis mereka yang romantis.

"Oh ya, aku ke sini buat ngajak kamu ke malam valentine di sekolah. Tanggal empat belas besok kamu bisa kan?"

"Tentu sayang.. Apa sih yang ngga buat gadis secantik kamu?"

Melva tahu bahwa pria dihadapannya sedang membual tapi entah kenapa ia merasa senang. Mungkin karena James adalah satu-satunya pria yang mau bersamanya dan memperlakukannya layaknya tuan putri.

Merasa sukses menciptakan suasana yang mendukung, James mulai memberanikan diri menyentuh dan meraba tangan hingga mencium bibir Melva.

Awalnya Melva menolak, tapi pria itu terlalu piawai dalam merayu dan membujuknya sehingga ia akhirnya terlena dan dilahap dalam sebuah permainan liar penuh nafsu di sofa ruang tengah James.

Siuman

Melva pulang dari rumah James dengan gontai. Ia tidak mungkin naik bus dalam keadaan seperti itu. Jadi ia memutuskan untuk naik taksi. Setelah berjalan cukup jauh dari rumah James ia akhirnya bisa menemukan taksi yang sedang mangkal di depan sebuah toserba.

"Pak, jalan pinang 21 ya?"

"Maaf Neng, tapi -"

Pintu taksi kembali terbuka dan seorang pria masuk dengan kantong berisi bingkisan coklat di tangannya. "Kamu siapa? Ini taksi saya, jadi tolong turun karena saya buru-buru."

"Saya yang duluan naik. Jadi ini taksi saya. Anda saja yang turun."

"Wah!" Pria itu mulai geram. "Pak, siapa penumpang Bapak?"

"Maaf Neng, tapi Mas ini penumpang saya."

Melva tidak bisa lagi membendung air matanya. "Tolong jalan, Pak! Bapak antar aja Mas ini setelah itu Bapak bisa langsung antar saya."

"Tapi arahnya berlawanan, Neng."

"Ngga papa, Pak. Saya akan bayar berapapun tarifnya. Asalkan saya bisa menangis disini."

"Wah! Anak muda jaman sekarang benar-benar ngga punya etika yah? Saya pemesan taksi ini jadi kalau mau numpang mestinya ijin saya dulu."

Melva bergeming dan terus saja menangis menatap ke luar jendela taksi. Dan hal itu membuat si pria tidak tega lagi untuk mendorongnya keluar.

"Ya sudah, jalan aja Pak! Agak cepet ya Pak? Calon istri saya sudah nunggu." Pria itu mengambil tisu dan meletakkannya di pangkuan Melva.

"Baik Mas."

Taksi sudah pergi jauh dan hampir tiba di tempat tujuan pria itu tapi Melva masih saja menangis.

"Kamu ngga papa?"

Melva mengambil tisu di pangkuannya, mengeluarkan semua ingusnya lalu menggeleng.

"Mas mau kemana sih? Kok ngga nyampe-nyampe? Sudah malam, saya mau pulang."

"Set dah, yang nyuruh kamu ikut kesini siapa?"

"Harusnya sebagai laki-laki Mas itu ngalah sama perempuan. Mas kan tahu saya lagi nangis, sudah malam dan butuh banget taksi ini. Mas kan bisa cari taksi lainnya?"

"Wah! Makin ngelunjak aja nih anak. Denger ya! Saya ini buru-buru karena calon istri saya sudah nunggu buat makan malam."

"Calon istri? Bukan tunangan?"

Pria itu benar-benar kesal sekarang, "Kami memang belum tunangan tapi kami sudah lama dijodohkan dan akan segera menikah."

"Semua pria pembohong! Jahat!" Melva kembali menangis meraung-raung di dalam taksi.

"Stop it! Gila ya lo?! Orang bakal ngira gue merkosa elo!"

Dan tangis Melva kian pecah membahana dan memekakkan telinga.

"Mas, tolong diemin dong! Saya ngga fokus nyetirnya."

"Iya, Pak. Maaf." pria itu kembali membujuk Melva untuk diam lalu ia sempat melihat beberapa bekas ciuman di leher dan dada Melva yang belum juga mau berhenti menangis.

Pria itu kemudian membuka kantong belanjaannya dan menyerahkan bingkisan berisi coklatnya kepada Melva.

"Apa ini?"

"Selamat hari valentine."

Melva menatap pria itu penuh curiga tapi ia merasa lapar karena terlalu banyak menangis dan belum sempat makan apa-apa saat di rumah James. Tanpa mengucapkan terima kasih, Melva membuka bungkus coklat batangan itu dan melahapnya hingga tak bersisa.

Meskipun kesal karena ia jadi tidak punya buah tangan untuk dibawa ke rumah calon istrinya, tapi ia merasa lega karena Melva tidak menangis lagi.

"Sudah sampai, Mas."

Pria itu menyerahkan sejumlah uang kepada pengemudi taksi lalu turun. Tapi Melva malah menahannya dan menarik lengannya.

"Apa-apaan sih?!"

"Kok cuma segitu?"

"Apanya?"

"Ongkos taksinya."

"Lah kan emang segitu? Bener kan Pak?"

"Bener kok, Mas."

"Bayakin aku sekalian kek. Jadi cowok pelit banget sih?"

"Lah kan tadi kamu bilang mau bayar berapapun ongkosnya. Ya kan Pak?"

Lagi-lagi si sopir taksi mengangguk.

"Kalau ngga mau bayarin, aku bakal ikut turun dan nemuin cewek kamu."

"Wah!" Pria itu menyeringai. "Dikasih hati malam minta jantung!"

Melva melepaskan lengan pria itu lalu turun dari taksi. "Tunggu sini dulu ya, Pak. Saya mau ikut ke dalam."

"Lo gila ya?!"

Melva bergeming dan hanya menjulurkan tangan kanannya ke hadapan pria itu. Pria itu menatap lengan Melva dengan seksama.

Meskipun sangat kesal tingkat dewa, tapi ia benar-benar tidak ingin malam itu berantakan gara-gara gadis gila yang malang itu. Ia akhirnya memberikan dua lembar uang seratus ribuan lalu masuk ke dalam rumah mewah di hadapannya.

"Anggap saja amal sebelum berangkat ke Kanada." gumam pria itu sambil berlalu.

****

(Beberapa hari setelah kecelakaan)

Jessy mengerjap-ngerjapkan matanya menahan sinar matahari yang memaksa masuk melalui celah-celah gorden.

"Mel! Kamu sudah sadar nak?" Seorang wanita menyapanya dengan wajah sumringah. "Dokter! Melva sudah sadar!"

Jessy menyaksikan wanita itu berlari keluar ruangan untuk memanggil dokter. Ia merasa pernah melihat wajah itu tapi entah dimana. Kepalanya masih berdenyut dan ia tidak ingin berfikir terlalu keras.

'Apa yang terjadi? Melva?'

Jessy melihat sekeliling. Ia tengah berada di sebuah ruangan di rumah sakit. Ia mendengar irama suara monitor juga merasakan sebuah ventilator yang terpasang di mulutnya dan membuatnya sedikit kesulitan untuk berbicara.

Tak lama kemudian seorang dokter dan perawat mendatanginya dan memeriksa keadaannya.

"Ini keajaiban, Bu. Luar biasa. Detak jantungnya mulai stabil, tekanan darah kadar oksigen juga cukup baik. Tanda vitalnya juga berfungsi dengan baik."

"Ah, syukurlah." Wanita itu bernafas lega seakan baru terbebas dari belenggu baja.

"Kami masih perlu melakukan beberapa pemeriksaan untuk memastikan kondisinya."

"Baik Dokter, terima kasih."

"Mel, terima kasih karena kamu mau berjuang dan bertahan demi ibu." Wanita itu mulai menangis, Jessy tak tahu apakah itu tangis sedih atau bahagia.

'Mel? Ibu? Apa yang sebenarnya terjadi?' kepala Jessy kembali berdenyut.

"Mel, kamu kenapa, Nak? Apa ada yang sakit?"

Jessy akhirnya ingat. Ia pernah melihat wajah wanita itu di dompet Melva. Wanita itu adalah Bu Rahma, ibunya Melva.

'Tapi kenapa dia ada disini dan memanggilku dengan sebutan Mel? Lalu kenapa tubuhku terasa remuk begini?'

"Mel, jangan terlalu banyak bergerak dulu. Kamu istirahan aja ya, Nak? Supaya kondisi kamu segera membaik."

Dan entah kenapa senyum wanita itu membuat Jessy tenang dan tidak lagi memaksakan diri memikirkan banyak hal.

****

Jessy sangat terkejut mendapati dirinya tengah berada di dalam tubuh Melva. Meskipun bisa dibilang keduanya cukup dekat, tapi mereka adalah dua orang yang berbeda. Ia tidak pernah menyukai Melva meskipun juga tidak pernah bisa benar-benar membencinya.

Gadis itu punya semangat juang yang luar biasa. Selain itu, ia memiliki apa yang tidak ia miliki, yaitu otak yang sangat cemerlang. Tapi otak itu sama sekali tidak akan membantunya untuk menjadi seorang atlit renang kelas dunia. Dan itu benar-benar membuatnya frustasi.

Jessy berusaha mengingat kembali apa yang terjadi padanya sebelumnya. Hari itu ia tengah bersiap untuk lomba renang, lalu kemudian James, kekasihnya muncul di hadapannya. Ia kemudian merasa cemas dan gelisah dan membuatnya tidak bisa masuk ke dalam kolam saat pistol ditembakkan ke udara.

Jessy ingat betul bahwa ia berlari kembali ke ruang peserta dan James menemuinya, menenangkannya lalu memberinya sebuah obat penenang. Ia kemudian merasa sedikit lebih baik lalu kesulitan bernafas dan ia tidak ingat lagi apa yang terjadi setelahnya.

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!