Hallo, Terima kasih sudah memilih novel ini untuk mengisi waktu luang kamu.SENJA adalah karya pertamaku. Meskipun mendapat pembaca yang banyak, aku akui masih sangat banyak kekurangan didalamnya. Jika tidak berkenan boleh skip tanpa meninggalkan komentar buruk.
Selamat membaca dan memasuki dunia imajinasi yang kubuat.
.....
Trrt trrt
Getaran dari ponsel diatas meja kantornya membuat Senja menghentikan jari-jarinya yang sibuk dengan keyboard laptopnya. la raih ponselnya dan membaca sebuah pesan singkat.
Mimik wajahnya begitu terkejut,
la mencoba melakukan panggilan telpon.
"selamat siang, saya istri dari saudara
Muhammad Farhan. Saya mau mengkonfirmasi ulang, apa benar kapal yg ditumpangi suami
saya terbakar dan tenggelam?"
Mungkin jawaban yang diterima tidak menyenangkan, terbukti air mata Senja mulai menetes membasahi pipi.
Senja mematung, diam, dan menjatuhkan ponsel miliknya.
Beberapa temannya menghampiri, mencoba menanyakan apa yang terjadi padanya.
Namun yang didapat hanya badan senja yang terjatuh lemas tak sadarkan diri.
**********
Cahaya matahari sore menyelip masuk dari cendela kamar Senja, ia mencoba membuka
matanya yang masih terasa berat. Ditatapnya langit-langit kamar, mencoba mengingat apa yang terjadi
sebelumnya.
"Nak."
Sentuhan lembut ditangan senja, itu Ibunya. Menatapnya penuh kekawatiran.
Ia tersadar melihat sekeliling, dirinya sudah berada dilrumahnya. Senja mambangunkan badannya dan duduk didepan ibunya. Air mata mulai mebasahi pipinya mengingat kabar duka yang ira terima.
Ibunya yang sudah merngerti keadaannya langsung memeluknya.
"Sabar Nak, kita masih harus
menunggu kabar lebih lanjut. Semoga Farhan termasuk korban yang selamat"
Senja mengangguk dipelukan ibunya.
Dia mengingat bagaimana Farhan kemarin malam berpamitan untuk mengikuti liburan yang
diadakan perusahaan tempatnya bekerja. Tidak ada firasat buruk saat ia melepas kepergian pria yang
sudah menjadi suaminya setahun ini.
Pesan singkat yang ia kira kabar suaminya yang sedang bersenang-senang ternyata kabar
karamnya kapal yang ditumpangi suaminya.
*********
Tiga hari yang berat sudah Senja lewati, menunggu kabar suaminya yang belum juga ditemukan. Berita terakhir yang ia dapatkan adalah nama
suaminya termasuk dalam tiga korban yang hilang. Entah meninggal atau selamat, tim BASARNAS
belum bisa memastikan.
Malam ini Senja menata hati dan pikirannya, karena hari ini batas akhir dia mendapatkan cuti
dari kantornya,
"Masih ada harapan kak" ucap Bimo, satu-satunya adik Senja yang masih duduk di kelas 2 SMA.
Tim BASARNAS memberi batas pencarian selama tujuh hari, jika dalam jangka waktu yang telah
ditentukan tim tidak menermukan korban hilang, maka akan dimasukkan dalam daftar korban
meninggal.
Senja akan selalu berdoa agar suaminya bisa kembali berkumpul bersama keluarganya.
**********
Pagi ini Senja menjalankan motor maticnya menuju kantor, pikirannya masih kalut. Dia masih
memikirkan keadaan suaminya. Masih ingin fokus mengikuti perkembangan pencarian
suaminya. Tapi apalah daya, dia akan kehilangan pekerjaannya jika masih tetap meneruskan liburnya, sedangkan dia masih sangat membutuhlan pekerjaan ini.
BRAK!
Ujung depan motor Senja menabrak mobil yang tengah berhenti di lampu merah. Wajahnya
makin pucat melihat plat mobil itu, sangat tak asing banginya.
Sopir mobil tersebut keluar, melihat keadaan mobilnya.
'Benar, itu Pak Bambang, sopir pribadi Dirut.'
batin Senja
"maafkan saya Pak karena tidak hati-hati" ucap Senja yang menyadari kesalahannya. "Mobilnya cuma lecet sedikit kok pak" Senja menunjuk bamper belakang mobil yang tergores.
"lecet sedikit juga gajimu gak akan cukup buat poles mobil ini." ucap Bambang, sopir mobil itu.
Ketukan di kaca mobil membuat Bambang kembali ke dalam mobil tepat sebelum lampu hijau menyala.
Semua kendaraan merambat maju. Senja lega karena urusannya tidak diperpanjang
Setiba dikantor, teman teman Senja menghampiri meja kerjanya. Bergantian memberikan
semangat untuk Senja. Teman satu divisinya bergerombol di meja Senja, hingga
seseorang berdehem.
"Ada yang bernama Senja?"
Semua menatap ke sumber suara, Senja berdiri dari dudukaya.
"Bisa ikut saya?"
Senja mengikuti pria yang tengah mencarinya, menaiki lift menuju ke lantai 12. Lantai khusus
para petinggi perusahaan.
"Silahkan" Pria itu membuka pintu yang memiliki papan nama 'Direktur Utama'. Ruangan yang sama sekali tidak pernah ia kunjungi.
Ada beberapa sofa dan meja yang memang
dikhususkan untuk menerima tamu Dirut.
Senja duduk di situ menerka-nerka apa gerangan yang membuatnya harus sampai ke ruang Dirut.
Seorang perempuan cantik berambut coklat panjang, dengan setelah blus biru muda dan rok pensil hitam selutut datang, Sepatu hitam dengan hak tinggi membuat kakinya semakin terlihat jenjang melangkah.
Dia Alea Sekretaris Langit, Direktur Utama Actmedia tempat Senja bekerja.
Alea menyodorkan beberapa kertas, disana tertulis beberapa nominal angka.
"Enam Juta Tujuh Ratus." baca Senja dalam hati
"Ini yang harus kamu ganti untuk kerusakan mobil Direktur." kata Alea
"Tapi..."
"Mau kamu bayar sekarang atau potong dari gaji kamu?" sela Alea
Dia kira kesalahannya tadi djalan semuanya telah termaafkan, tapi ternyata masih berlanjut.
"Mohon maaf Bu Alea, saya tadi sudah minta maaf karena memang kesalahan saya. Jika saya
harus ganti rugi, saya tidak sanggup Bu."
"Kau sudah mengatakan ini salahmu, tapi tidak mau bertanggung jawab?" suara seorang laki-laki dari belakang Senja.
Senja menatap pria itu.
Pria tinggi yang berparas tampan itu berjalan dan duduk di depan Senja.
"potong gajinya saja"
"tapi pak" Senja mencoba untuk protes
Pria itu mengamati ID Card Senja "Sekretaris Manajer di Divisi Desain Product" ia membaca jabatan Senja "gajinya masih akan tersisa jika untuk membayar kerusakan di mobilku"
"Saya mohon, jangan potong gaji saya. Karena saya harus menghidupi ibu dan adik saya yang
masih sekolah"
Pria itu memberi kode sekretarisnya untuk meayuruh Senja pergi, tak ingin mendengar alasan
karyawannya tersebut.
Senja setengah diseret oleh seorang pria yang tadi mengantarnya.
"Saya bisa jalan sendiri." pinta Senja, mencoba melepaskan lengannya dari tangan pria itu. ia melepaskan pegangan tangannya.
Senja berdiri didepan pintu lift menunggu terbuka. la terdiam dalam pikirannya, hingga sampaí di
meja kerjanya.
"apa yang terjadi?" Tanya Enna, teman dekat Senja.
Senja hanya memberikan kode 'nanti saja'
**********
Kantin perusahaan.
Senja menepati janjinya pada Enna untuk menceritakan semua yang terjadi.
"Jahat banget sih pak Langit" umpat Enna sebal "Dia gak tau apa kalo kamu sudah
kena musibah, masih ditambah lagi."
"Aku ini siapa sih En? mana mungkin Bos besar, anak pemilik perusahaan ini peduli dengan hal kecil seperti ini" Senja menyadarkan temannya
Trrt trrt
Ponsel Senja bergetar, ia meraih ponselnya
"Hallo?"
Senjenak ia mendengarkan Suara dari balik telponnya.
"Apa!?" Telapak tangannya sontak menutup mulutnya yang hampir teriak karena terkejut.
"Ada apa?" Enna bertanya
Senja tak menjawab, wajahnya gusar dan memutuskan sambungan telponnya.
"Mas farhan?" Tanya Enna memastikan
"Enna, aku harus segera ke RS"
-Bersambung-
Senja berlari kecil meninggalkan kantin. la mengabari Bimo dan lbunya untuk bertemu
di Rumah Sakit Umum terbesar di Jakarta.
Tak butuh waktu lama untuk sampai ke Rumah Sakit.
Senja langsung menuju ke ruang Jenazah. Perlahan
la berhenti sejenak. Mengulur waktu, menyiapkan hatinya jika saja hal buruk akan ia terima.
"Nja!!" suara lbu memanggilnya.
Ada Bimo juga disamping Ibu. Senja menatap Ibu dan Adikaya, kemudian kembali melangkah memantapkan hatinya masuk.
Beberapa perawat dan dua orang tim BASARNAS menyambut mereka.
"Selamat siang, bisa sebutkan keluarga dari siapa?" tanya salah satu pria yang menggunakan seragam BASARNAS
"Muhammad Farhan"jawab Bimo
"Sebelumnya kami informasikan. Dari tiga jenazah yang hilang, sudah dua Jenazah kami temukan
dalam kondisi tidak bernyawa. Dan dibagian wajah semua susah dikenali karena terlalu banyak
luka bakar. Satu jenazah yang kami temukan sudah di konfirmasi pihak keluarga. Mohon
kiranya pihak keluarga bisa melihat satu jenazah yang belum dikonfirmasi" jelas seorang tim BASARNAS
Pria itu mengantarkan Senja dan keluarganya masuk ke dalam ruangan khusus, terlihat kantong jenazah disana.
Seorang perawat membuka kantong itu "Mohon diteliti dengan sangat. Jika memungkinkan akan kami lakulan tes DNA dengan keluarga kandung korban"
"Suami saya seorang yatim piatu Pak" Jawab Senja sambil tetap menatap jenazah yang penuh dengan luka bakar.
Senja menatap dengan teliti mulaí darí ujung rambut sampai ujung kaki.
"Bukan Pak, ini bukan Mas Farhan" ucap Senja lirih
"Sudah bisa kamu pastikan, Nak?"tanya ibunya
Senja mengangguk mantap "dia bukan mas Farhan, Buk."
Seorang tim BASARNAS memberikan sebuah dompet di dalam plastik "ini mungkin milik
saudara Farhan, kami temukan mengapung di dekat Jenazah ini. Jika memang ini bukan jenazah saudara Farhan, mohon maaf kami masih belum bisa menemukan keberadaannya"
"Apa masih ada kemungkinan kakak lpar saya selamat,Pak?" tanya Bimo
Pria itu menarik nafas panjang dan menghembuskannya pelan. "Jika dilihat dari kondisi di TKP, kecil kemungkinan beliau selamat."
Air mata senja tumpah mendengar jawaban tim BASARNAS, Senja sesenggukan menangis di pelukan ibunya.
"Berdoa saja ya Bu, kuasa Tuhan lebih dari yang kita bayangkan." pria itu memberi
semangat "pencarian masih akan dilakukan 4 hari kedepan, semoga dalam 4 hari iní
mendapatkan hasil yang baik."
**********
Empat hari berlalu, hari ini adalah hari terakhir pencarian, masih belum ada kabar ditemukannya Farhan dari pihak BASARNAS.
Hari ini juga Senja harus benar-benar merelakan kepergian suaminya. Ia mendatangi kantor BASARNAS untuk menandatangani surat keputusan pemberhentian pencarian korban.
Acara tahlilan pun telah diadakan dirumah Senja selama tujuh hari tujuh malam. mendoakan kepergian Farhan untuk selama-lamanya.
*********
Senja berdiri ditepi pantai, membawa dua kantong bunga tabur. Ini tepat satu tahun kepergian Farhan
"Aku masih mengharapkanmu kembali mas." ucapnya lirih sambil menabur bunga yang dibawanya.
Perempuan yang memiliki paras cantik dan polos tak tersentuh makeup itu sudah menyandang status sebagai Janda di usia yang masih terbilang muda, dua puluh empat tahun.
Rambut panjang bergelombangnya yang sepinggang ia biarkan terurai di belai lembut angin pantai.
Ia menghembuskan nafas lelahnya, melepas kegelisahannya.
Sejak kepergian Farhan, banyak pria yang datang untuk meminangnya. Namun tak ada satupun yang ia terima.
Tidak sedikit pula teman sekantornya yang ingin mendekatinya, namun juga ia tolak dengan
alasan 'dia masih seorang istri' karena Farhan tidak pernah menceraikannya dan bukti kematiannya juga tidak pernah ia dapatkan.
Matahari sudah mulai condong ke barat. Bimo menghampiri kakaknya yang masih sibuk mengenang suaminya.
"Kak, udah waktunya kita pulang. Nanti kemalaman di jalan." Ajak Bimo
Senja membalikkan badan, dengan Bimo berjalan menuju ke lempat parkir motor yang sudah terlihat sepi.
Perjalanan dari pantai ke kota memakan waktu yg cukup lama, harus melewai beberapa hutan kecil, karena pantai berada jauh dari kota.
"Kak, lihat deh. Ada yang aneh dengan mobil itu."
Senja yang dibonceng Bimo mencoba melihat ke depan. Ia melihat ada mobil sedan mewah yang
pintu bagian belakang terbuka.
"Berhenti Bim, berhenti."
Bimo menghentikan motornya tepat di depan mobil itu. Senja segera melihat kedalam
mobil.
"Astaga, Bimo!"
Bimo yang melihat pun ikut terkejut melihat seorang pria paruh baya dengan mulut penuh
busa di kursi belakang mobil.
"masih ada kak?" Bimo memeriksa nadi pria tersebut.
"masih, Bim."
Senja celingukan karena tidak ada kendaraan yang lewat disekitar sana.
"Bim, kita harus bawa ke RS yg paling dekat. Kamu coba cari lewat maps, ya." Ia memutuskan sendiri.
Bimo langsung mengotak atik ponselnya. "ada kak, sekitar 5km"
"Oke. Kakak pake mobilnya ngikutin kamu dari belakang ya." Senja bergegas mengenakan
sabuk pengaman Untuk pria yang sekarat itu.
Setelah semua dikira aman, dia langsung mengendarai mobilnya. Menuju ke rumah sakit.
Sesampainya di UGD Rumah Sakit, beberapa perawat langsung membantu Senja mengangkat tubuh pria itu keatas brankar dan mendorongnya ke dalam ruang tindakan.
"Dek, Orang itu yang punya perusahaan tempat kakak kerja." Senja panik memberitahu Bimo.
Senja mencoba menelpon seseorang "hallo, saya Senja dari Divisi Desain Product."
Senja mencoba menelpon kantor dan memberitahukan keadaan yang terjadi pada
permilik perusahaan termpatnya bekerja.
Senja dan Bimo duduk di tempat yang sudah disediakan di depan ruang UGD untuk
menunggu pasien.
Agak lama mereka duluk, hingga seorang perawat menghampiri mereka. "Dokter ingin
bicara dengan keluarga pasien."
Senja dan Bimo saling memandang "keluarganya mungkin masih dalam perjalanan suster, kami hanya orang lain yang menemukan beliau dipinggir jalan tadi."
Perawat tu berfikir sejenak "Bisa ikut saya menemui dokter?"
Senja mengikuti perawat ke ruang UGD, terlihat bosnya sudah ditempel banyak alat
penyambung nyawa dan Dokter masih sibuk membereskan beberapa alatnya.
"Dok, keluarga pasien masih belum datang dan kakak ini yang menolong pasien di jalan tadi." perawat mencoba menjelaskan pada dokter.
Dokter menghentikan kegiatannya, "saya akan meminta persetujuan anda sebagai satu
satunya penanggungjawab pasien. Saat ini pasien dalam keadaan kritis, rumah sakit kami
kekurangan alat untuk membantu beliau. Jadi beliau harus segera dipindahkan ke RSU di Kota."
"Baik dok, saya setuju" tanpa berpikir panjang Senja mengambil keputusan. Demi keselamatan bos nya
Segala administrasi diurus Senja. Termasuk mengabari CS kantor lagi. Tak butuh waktu
lama, Bosnya dibawa ambulance menuju ke RSU terbesar di Jakarta.
Lagi lagi Senja menunggu di depen ruang UGD, Bimo sudah pulang duluan. Menemani
Ibunya yang sendirian dirumah.
"Nona Senja!!"
Senja berdiri ketika scseorang memanggilnya, seorang Pria berumur 40 tahunan
mengenakan setelan jas berwarna cream dengan membawa tas jinjing menghampirinya dengan
wajah yang panik
"saya Irawan, pengacara pak Subagiyo"
-bersambung-
"Saya Senja pak" Senja mambalas uluran tangan Irawan
"Bagaimana keadaan pak Subagio?" tanya Irawan
Senja menggeleng "masih sedikit informasi yg saya dapat pak, yang saya tau beliau sedang kritis"
Senja celingukan melihat sekeliling. "Keluarga pak PresDir mana pak?"
Irawan tersenyum tipis "Tuan muda sedang di Singapore, jadi kemungkinan akan telat datangnya."
Senja hanya mengangguk.
Seorang Dokter keluar dari ruang tindakan. Irawan langsung menghampiri dokter menanyakan keadaan Subagio. Tanpa banyak obrolan Dokter mengajak Irawan masuk ke dalam.
Cukup lama Senja menunggu, ia ingin meninggalkan tempat ini namun ia merasa tidak enak jika harus pergi begitu saja.
Setelah menunggu cukup lama, Irawan kembali menemui Senja.
"Nona."
"Panggil Senja saja pak." Ralat Senja
Pria itu tersenyum "Bisakah anda menunggu pak Subagio di dalam? karena saya harus menyelesaikan administrasi."
Senja sedikit ragu, namun ia menganggukkan kepala setuju.
Senja mengikuti langkah Irawan masuk ke dalam rumah sakit dan menyusuri beberapa koridor-koridor rumah sakit, hingga akhirnua masuk ke dalam ruangan yg cukup mewah untuk ukuran ruang rawat inap.
ia melihat Pria tua yg berbadan gemuk itu terbaring, matanya masih tertutup. Ruangan itu begitu dingin dan sunyi. Hanya bunyi alat-alat kedokteran yang menjadi pengisi suara di ruangan itu.
"Silahkan Nona" Irawan mempersilahkan Senja duduk di sofa yang tak jauh dari tempat tidur pasien. "Jika ada apa-apa tolong segera kabari perawat."
Senja mengangguk, melihat Irawan berjalan manjauh darinya dan menghilang dibalik pintu.
**********
Senja membuka mata dan masih di ruangan yang sama dimana Subagio dirawat. 'aku ketiduran' batinnya. ia menatap layar ponselnya. Jam digital disana menunjukkan pukul 20.45
"Anda sudah bangun Nona?"
Suara itu mengagetkan Senja, ia melihat sumber suara itu. Irawan duduk di kursi samping tempat tidur Subagio.
"Maaf pak saya ketiduran."
Irawan menghampiri Senja, "Saya sudah siapkan sopir untuk mengantar anda pulang."
Senja langsung berdiri "Tidak perlu pak, saya bisa pulang sendiri." Tolak Senja sambil mengambil tas dan jaketnya di sofa.
"Maaf Nona, ijinkan saya melakukan tugas saya." Irawan memohon.
Dengan berat akhirnya Senja mengangguk.
"Mohon maaf tidak bisa mengantar Nona ke depan. di lobby utama nanti akan ada Pria yg menghampiri Nona Senja."
"Tidak apa pak, saya pamit pulang dulu" ijin Senja sembari meninggalkan ruangan.
Ia menyusuri kembali koridor rumah sakit hingga sampai depan pintu lobby utama. Seorang pria paruh baya menghampirinya. "Nona Senja?" Pria itu menebak
Senja mengangguk
Pria itu mengajak Senja untuk mengikutinya. hingga ia masuk ke dalam mobil mewah.
"Bisa minta alamatnya Nona?"
"Perumahan Citra Mas blok B.7, Pak." Jawab Senja.
Pria itu mengotak atik layar ponselnya. Tidak ada pembicaraan lagi setelah itu. Mobil langsung melaju menuju rumah Senja.
Perjalanan hening sekitar 20 menit akhirnya terhenti, di sebuah rumah sederhana dengan halaman yg luas.
"Terimakasih sudah mengantar saya, Pak." Ucap Senja sebelum menutup pintu mobil.
Setelah mendapatkan balasan dari sopir, Senja menutup pintu dan melihat kepergian mobil sedan mewah itu dari depan rumahnya.
Ia membuka pintu pagar rumahnya, Ibunya barusan keluar rumah.
"Assalamu'alaikum Ibuk" sapa Senja, ia mengecup punggung tangan Ibunya.
"Wa'alaikumsalam Nak. ayo masuk."
Senja dan Ibunya masuk, duduk di ruang tengah.
Bimo menghampiri. "gimana kak?"
"Gimana apanya?" Senja balik nanya.
"Bos kakak itu? selamat?"
Senja mengangguk "Alhamdulillah, selamat kok. Cuma kakak gak berani tanya-tanya." senja menatap Ibunya "buk, kasihan lhoo pak Subagio. Dalam keadaan kritis seperti itu cuma ditemani pengacaranya aja."
"Mungkin keluarganya masih sibuk, Nak. Kan orang kaya, banyak kepentingan." kata Ibu.
"Semoga kita bertiga selalu ada ya buk saat susah ataupun senang." Senja memeluk ibunya.
Ibu dan Bimo mengangguk "Sudah, istirahat dulu sana. Besok kan kamu harus kerja. masa iya mau ijin lagi?"
Senja mengecup kedua pipi Ibunya, dan pergi ke kamarnya.
**********
Keesokan harinya, di Kantor Direktur Utama
Irawan sudah duduk di sofa yang ada di tengah ruangan, kepalanya tertunduk. Sedangkan Langit, masih duduk di kursi kerjanya, jari jarinya sibuk memainkan pena, menatap Irawan tajam.
"Anda pikir ini masuk akal?" ucap Langit memecah keheningan.
"Saya hanya menyampaikan apa yg pak Subagio sampaikan Tuan Muda." jawab pak Irawan.
Langit berdiri dan duduk di sofa.
"Anda bisa mengunjungi Ayah anda dan melihat keadaannya. Anda bisa menanyakan semua keinginan beliau" pak Irawan menunjukkan selembar foto.
Langit mengambil foto tersebut, matanya memicing
"Menikah?" ucap Langit sinis. Ia melempar foto itu ke depan Irawan. "aku akan menemui Ayah ketika jam makan siang."
"Baik Tuan Muda, saya akan sampaikan ke beliau."
Irawan berdiri menganggukkan kepalanya meminta ijin untuk pergi.
Langit berdecak kesal, hal gila apalagi yang sedang direncanakan Ayahnya kali ini.
Sesuai janjinya, ketika jam makan siang ia akan pergi mengunjungi ayahnya.
Langit menyusuri koridor Lantai satu gedung perusahaannya. Setiap karyawan yg berpapasan dengannya menganggukkan kepala dan memberi senyum sopan padanya. tapi tak pernah mendapatkan balasan dari Langit. Ia hanya terus berjalan tanpa memperhatikan orang-orang disekitarnya.
Langkahnya terhenti, membuat Sekretaris dan seorang Asisten pribadinya mendadak terhenti.
"Ada apa pak?" tanya Alea.
Mata Langit mengikuti seorang wanita yg memakai blush cream dan rok pensil hitam selutut, rambut nya yang di kuncir ekor kuda tergoyang kekanan dan kekiri mengikuti langkah kaki.
Alea menepuk bahu Langit. "Kenapa dengan wanita itu?"
Langit tak menjawab, ia hanya menatap Alea dan melanjutkan kembali langkahnya.
***********
Ruang VVIP RSU Putra Medika
Pak Subagio membuka matanya sedikit, ada putranya berdiri disampingnya. duduk menggenggam tangannya.
"Nak." ucapnya lirih
Langit sedikit terkejut, melihat Ayahnya sudah sadar. "Ayah, bagaimana keadaan Ayah?"
Pak Subagio hanyak tersenyum tipis dan mengangguk pelan.
"Maafkan Langit tidak bisa menjaga Ayah dengan baik." Langit merasa menyesal, tangannya menyentuh lembut pipi Ayahnya. "Langit sudah mulai menyelidiki siapa orang yg sudah melakukan semua ini, Yah."
Pak Subagio menggeleng, menarik tangan langit agar lebih dekat dengannya. "Berhati-hatilah dengan orang yg disekitar kita, Nak" bisik Ayahnya.
Langit mengernyitkan dahinya. mencoba mencerna Ayahnya.
"Menikahlah dengan wanita yang telah Ayah pilih." lanjut Ayahnya.
Langit melepaskan tangan Ayahnya, "itu tidak masuk akal, Yah." bantah Langit "Bagaimana mungkin Langit menikah dengan orang yang jelas-jelas tidak Langit kenal. Sedangkan Alea yg sudah bersama Langit 6 tahun ini masih ragu untuk Langit nikahi." Langit menurunkan intonasi suaranya agar Alea yg berada diluar tidak mendengarnya.
"Aku mohon, Yah. semua akan Langit lakukan, kecuali menikah." pinta Langit, "Langit tidak siap jika harus mengalami hal seperti.... "
Ucapan Langit terhenti ketika tangan Subagio menyentuh tangannya. "Tidak semua hal berakhir buruk, Nak. Ayah mohon, ini demi kebaikan kamu dan perusahaan."
"Apa yang belum Ayah ceritakan padaku?" Langit semakin bertanya-tanya.
Pak Subagio hanya mengangguk-angguk "do'akan Ayah lekas sembuh, Ayah akan membongkar dan menyingkirkan manusia jahat yg bersembunyi di perusahaan kita."
Langit terdiam, berfikir sejenak. "aku akan menikahinya, tapi aku tidak mau orang lain mengetahui siapa istriku. tidak ada pernikahan mewah"
"Ya, Ayah setuju. karena keselamatannya juga penting."
-bersambung-
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!