NovelToon NovelToon

Saudara Dari Alam Berbeda

Gentayangan

“Elin!” teriak Malvin.

Teriakan histeris serta isak tangis itu dapat ku dengar dengan jelas.

Begitu pula dengan Juna yang memeluk tubuhku yang kaku dan membiru itu, aku hanya bisa menangis di ujung ruang tamu. Tempat di mana tubuhku di baringkan.

Terlihat Danar sesekali melirik ke arahku, aku tahu jika Danar mengetahui kehadiranku.

Aku melihat Birma tertunduk sambil menatap jasadku dengan termangu.

Di sana juga terdapat Sinta bersama orang terkasihku yaitu papaku, bukannya menguatkan mama, papa malah terus mengusap-usap pundak Sinta yang saat itu tengah tersedu di samping jasadku.

“Keluar kalian!” bentak Juna tiba-tiba.

“Juna sudah, biarkan mereka,” ucap mama.

“Sudah Juna, kita haus menghormati Elin yang sekarang di hadapan kita,” pinta om Mirwan.

Entah apa yang terjadi, seingatku aku masih berada di rumah itu, rumah yang penuh dengan misteri. Saat kematianku itu Katrine juga menghilang. 

Entah apa yang terjadi, mungkin saja karena aku sudah mati dan dia tidak bisa memakai tubuhku.

Isak tangis terus terdengar membuat hatiku sangat sakit, aku bahkan meraung menangisi orang-orang yang menangisi kepergianku.

Hati dan tubuhku sangat sakit, seperti di sayat-sayat.

Apakah ini yang di alami para arwah penasaran, yang membuat aku sangat sakit adalah rasa tidak terimaku, dendam dan juga amarah.

Dalam benakku yang berkecamuk ini meronta dan terus melontarkan pertanyaan kepada sang pencipta.

‘Kenapa aku harus seperti ini, aku masih ingin hidup! Aku tidak ingin meninggal secepat ini,’ batinku.

Aku tidak menerima kematianku sendiri, awalnya aku bisa tersenyum karena aku merasa ini lah akhir dari perjalananku. 

Namun, ketika melihat mereka semua menangisiku aku menjadi tidak menerima kematianku sendiri.

Tubuhku yang kaku itu di mandikan, rasanya air yang turun ke atas tubuhku itu bagai cambuk, tangan-tangan mereka yang mengusap kulitku itu terasa seperti meremas tubuhku hingga ke tulang. Sangat sakit namun itu harus aku tahan.

Mereka mengangkat tubuhku lalu memberiku pakaian terakhirku dan tak akan biasa diganti lagi yaitu kain kafan.

Aroma bunga bercampur kapur barus masih tercium olehku, kini seluruh tubuhku terbungkus rapi dengan pakaian yang menutupi sekujur tubuhku.

Saat itu aku masih terisak menangisi mereka yang aku tinggalkan, hingga tiba saat di mana aku di pulangkan ke peristirahatan terakhirku. 

Tubuhku di masukkan ke dalam liang lahat, papa mengadzaniku untuk yang kedua kalinya, yang pertama di saat aku pertama kali melihat dunia dan kedua di saat aku menutup mata untuk selamanya.

Liang lahat itu di tutup dan di taburi banyak bunga, Malvin bahkan membawakan bunga aster kesukaanku dan ia meletakkannya di atas pusaraku.

Orang-orang mengusap lembut pigura yang berisi fotoku.

Hingga mereka satu persatu meninggalkanku sendirian dalam kesepian. 

Aku bingung harus kemana, bukankah jika meninggal malaikat akan datang dan membawaku ke suatu tempat.

Tapi, kenapa aku masih berdiri di depan makamku sendiri. Tubuhku melayang, bahkan aku tidak perlu berjalan.

Di kompleks pemakaman itu aku melihat ada banyak makhluk sepertiku, mereka duduk di antara dahan-dahan pohon.

Hingga tiba-tiba tubuhku tertarik dan berada di rumah mama. Saat itu rumahnya kosong dan tidak ada orang.

Hingga tidak lama aku melihat Juna, Birma, mama dan juga om Mirwan kembali.

Mereka duduk sambil diam tanpa ada yang mengatakan suatu hal apa pun.

Aku mencoba mendekati Juna.

“Jun! Juna!” teriakku.

Namun Juna tidak bereaksi sama sekali, aku perlahan mencoba menyentuh bahunya beberapa kali namun tidak berhasil.

Hingga aku mencoba untuk yang terakhir kalinya, aku dapat menyentuh bahu adik tercintaku itu.

Sontak Juna kaget dan langsung berdiri, membuat orang-orang yang ada di sampingnya juga ikut kaget.

“Elin ... Elin itu kamu kan? Kamu di mana? Elin!” teriak Juna sembari mencari-cari keberadaanku.

Aku tidak menyangka jika Juna tahu kalau itu aku.

“Jun aku di sini Jun!” teriakku.

“Juna cukup!” bentak mama.

“Mama tahu kamu sangat sedih kehilangan Elin, dan kami pun sama Juna. Sudah cukup jangan bersikap seperti itu lagi mama mohon Juna,” ucap mama kembali menagis tersedu.

“Maafin Juna Ma,” ucap Juna sambil berjalan masuk ke dalam kamarnya.

Aku pun mengikuti Juna dari belakang.

Ada Makhluk sepertiku

Juna duduk merenung sembari mengusap pundaknya yang baru saja aku sentuh itu.

“Apa aku salah, jelas-jelas aku merasakannya,” ucap Juna.

Tidak lama Birma masuk ke dalam kamar Juna, ia duduk di samping Juna.

“Kita semua sangat kehilangan Elin, aku bisa memahami perasaanmu saat ini,” ucap Birma sambil memegang bahu Juna.

“Masalahnya bukan itu, aku berani bersumpah tadi ada yang pegang pundak aku, dan refleks aku memanggil nama Elin,” tutur Juna.

Aku hanya bisa mendengar percakapan mereka namun tidak bisa mendekati mereka. Aku berdiri di samping kasur Juna sambil memandang punggungnya.

‘Andai saja kalian bisa melihatku, pasti aku aka merasa senang,' batinku.

“Tapi katanya nih kalau orang meninggal itu arwahnya akan berada di rumah selama 40 hari,” ucap Birma.

“Entahlah, terlepas dari itu aku merasa Elin masih berada di rumah ini,” ucap Juna.

“Oh iya, kapan balik ke sana?” tanya Juna.

“Dua hari lagi,” sahut Birma. 

Juna kembali menundukkan kepalanya, “Bakalan sendirian dong,” ucapnya.

“Yah ... Mau gimana lagi, aku harus menyelesaikan studi ku,” sahutnya.

Tidak lama om Mirwan datang dan memanggil Birma, Birma pun keluar kamar dan meninggalkan Juna.

Aku mencoba duduk di sampingnya, aku melihat kesedihan terpancar dari wajahnya.

“Jun, kamu jangan terus sedih kaya gini itu membuatku semakin sakit,” ucapku.

Aku kembali melihat kesedihan itu, bahkan Juna menitikkan air matanya.

“Ini semua gara-gara aku! Kalau saja waktu itu Elin tidak ke rumah itu pasti dia sekarang masih berada di sini,” ucapnya lirih.

“Gak ... Gak Jun, kamu gak boleh menyalahkan dirimu sendiri,” ucapku sembari menagis.

Kami berdua menagis di dalam kamar itu, bahkan aku sudah tak kuasa menahan seluruh kesedihan ini.

Hingga malam semakin larut, aku melihat Juna mulai membaringkan tubuhnya di kasur, aku pun ikut membaringkan tubuhku di sebelahnya.

‘Mulai sekarang aku akan mengikuti kemana pun Juna pergi,' batinku.

Di dalam kamar dengan lampu tidur itu aku melihat Juna sudah terlelap dengan mata sembabnya.

Bekar air mata itu pun masih tersisa di ujung matanya, walaupun lampu tidur itu tidak terlalu terang aku dengan jelas bisa melihatnya.

“Begini kah rasanya jadi hantu? Tidak merasakan mengantuk, lapar atau apa pun,” ucapku.

Waktu terus berjalan, aku mulai mendengar suara berisik dari luar kamar Juna namun aku menghiraukannya.

Namun semakin lama suara-suara itu semakin menjadi, suara tawa seseorang, suara anak kecil di luar jendela dan sebagainya.

Aku pun akhirnya penasaran dan keluar, saat aku keluar aku banyak melihat makhluk-makhluk sepertiku. Mereka lalu lalang di sekitar rumah bahkan di jalan.

Aku seperti mendapatkan dunia baru, dunia yang tidak pernah aku lihat.

Mulai saat itu aku merasa aku tidak sendirian, walau pun mereka menyeramkan namun anehnya aku tidak takut. 

Mungkin karena aku sama, aku berjalan ke luar rumah.

Ada banyak orang-orang dengan berbagai wujud, ada yang hanya duduk diam di atas pohon, berdiri di pinggir jalan dan berlari-lari di tengah jalan dan sebagainya.

Aku pun duduk sembari memperhatikan mereka dengan waktu yang cukup lama.

Sekarang aku mengerti dengan perkataan beberapa orang tentang dunia alam lain.

Jika di dunia nyata malam hari, maka di alam lain ini seperti halnya siang hari sangat ramai.

Aku pun kembali ke kamar Juna dan berbaring di sampingnya.

Tiba-tiba saja Juna berbalik ke arahku dan membuka sedikit matanya.

“Elin,” ucapnya sambil tersenyum.

“Udah tidur Jun,” ucapku mencoba menyahut ucapannya.

Sepertinya Juna sedang mengigau dan masih dalam fase setengah sadar, aku tidak tahu apakah Juna melihatku.

Hingga tiba-tiba Juna langsung membuka matanya lebar-lebar dan beranjak dari kasurnya lalu menyalakan lampu.

“Elin ... Aku tahu kamu ada di sini,” ucapnya sembari melihat ke sekeliling kamarnya.

Hal itu membuatku kembali menitikkan air mata. 

Bermuka Dua

“Jun ... Apa kamu bisa lihat aku?” ucapku beberapa kali.

Namun Juna masih saja gelagapan mencari keberadaanku. Aku merasa sangat sedih karena rasanya aku seperti membebani mental Juna.

Aku pun memilih untuk pergi meninggalkan rumah itu dan kembali ke tempat pertama kali aku berada yaitu rumah tua itu.

Tubuhku melayang cukup pelan namun anehnya dalam waktu sekejap tiba-tiba aku sudah berada di samping kolam renang.

Saat itu aku merasakan kedinginan yang teramat sangat dingin, sekujur tubuhku tiba-tiba basah.

Aku pun duduk di kursi yang ada di dekat kolam renang, saat aku duduk aku melihat ada dua orang di pojok kolam tengah memandang ke arahku.

Mereka adalah makhluk yang pernah mencelakaiku dan Juna.

Mereka hanya diam dan tidak juga mendekat, tapi ada satu hal yang aneh. Katrine, aku tidak pernah melihatnya lagi.

Malam ini terasa sangat panjang, aku terus menerus duduk sendirian di tempat itu hingga matahari mulai memancarkan sinarnya.

Aku masuk ke dalam rumah itu, dan pada saat itu aku melihat sebuah mobil berhenti di halaman rumah.

‘Siapa?’ batinku.

Seseorang keluar dari mobil, seseorang yang sangat aku kenal keluar dari mobil itu dan membuka pintu.

“Mas kita mau ngapain ke rumah ini?” 

Melihat dua orang itu aku merasa sangat marah rasanya ingin aku hantui mereka sampai mati.

Mereka adalah papa dan sahabat karibku dulu yaitu Sinta.

“Ada hal yang ingin aku cari tahu.”

“Mas rumah ini serem aku takut!” eluh Sinta.

“Mas kenapa aku harus ikut juga?” tanya Sinta.

Karena aku sudah terlanjur marah, aku menjatuhkan vas bunga yang ada di meja ruang tamu.

Prang!

Spontan Sinta kaget dan langsung memeluk pria yang seharusnya menjadi orang tuanya itu.

Sinta berteriak dan itu membuatku sangat terganggu, aku kembali menjatuhkan benda yang ada di atas meja hingga terpental jauh.

Hal itu membuat papaku seperti mengurungkan niatnya dan menarik Sinta ke luar.

Mereka berdua pergi dan langsung masuk ke dalam mobil lalu meninggalkan tempat ini.

Aku tertawa terbahak melihat Sinta begitu ketakutan, bahkan aku ingin sekali menghantuinya malam ini. 

Aku mulai berpindah tempat, dari rumah itu ke sebuah mobil yang di tumpangi Sinta. Aku duduk di kursi belakang sambil terus menatapnya tajam.

“Mas sudah aku bilang untuk apa ke sana lagi!” ucap Sinta.

“Aku ingin menyudahi semua ini! Aku sudah terpukul dengan kematian Elin. Dua putriku meninggalkan aku akibat kebodohan orang tuaku,” ucapnya.

Aku merasakan kesedihan mendalam di hati papa, entah kenapa aku bisa merasakannya.

“Tapi Mereka sudah meninggal apa lagi yang harus di permasalahkan? Apa mereka bisa bangkit lagi? Enggak kan?” ucap Sinta.

“Lagian Mas, kalau Elin gak ada kan kita bisa bersama,” ucap Sinta sambil bersandar di bahu pria yang aku hormati itu.

Tiba-tiba mobil papa menepi dan diam sejenak.

“Loh kok berhenti?” tanya Sinta.

“Keluar.”

“Ma-maksud Mas apa?” tanya Sinta.

“Keluar sekarang juga!” bentak papa kepada Sinta.

“Mas apa salah aku?”

“Aku yang salah! Semua ini salahku. Seandainya aku tahu kamu berteman dengan anakku aku mungkin tidak akan mendekatimu. Dan kamu dengan gampangnya memanfaatkan kematian anakku.”

Aku melihat papa mengeluarkan seluruh uang yang ada di dompetnya dan memberikannya kepada Sinta.

“Ambil ini dan jangan lagi kamu datang di hadapanku lagi. Sekarang kamu keluar!” 

Sambil menangis Sinta keluar dari mobil itu, aku pun mengikutinya. Mobil papa langsung melaju ketika Sinta keluar dari mobil.

Aku melihat Sinta mengeluarkan ponselnya dan menghubungi seseorang, orang itu adalah Juna.

“Jun,” ucapnya sembari terisak.

“Jun aku boleh minta tolong jemput aku gak aku mohon,” ucapnya sembari menangis tersedu.

Aku tidak bisa mendengar apa yang Juna ucapkan tapi sepertinya Juna akan menjemput Sinta.

Telepon pun di tutup Sinta memasukkan kembali ponselnya, ia bahkan sempat menghitung uang yang papaku berikan kepadanya.

Aku tidak menyangka jika orang yang aku pikir sahabat terbaik itu ternyata bermuka dua.

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!