NovelToon NovelToon

Istri Pilihan Kedua Orang Tuaku

Bab 1. Permintaan.

Sebuah pernikahan yang amat sakral, itu menurut sebagian orang yang benar-benar menghargai apa makna sebuah pernikahan yang sebenarnya.

Menikah dengan pria baik-baik, baik secara iman dan juga hatinya, adalah impiannya selama ini. Kinara tidak pernah mengharapkan mempunyai suami kaya raya, dia hanya menginginkan suami yang seiman dengannya.

Yang bisa menjadi imamnya dalam menjalankan ibadahnya. Yang bisa menuntunnya untuk lebih dekat dengan Tuhan dan Rosul-Nya. Pria yang akan menjadi suami dunia dan akhiratnya.

Tapi apakah Kinara akan mendapatkan suami seperti yang dia inginkan selama ini? Pada hal keinginannya hanya keinginan yang sederhana. Tapi walaupun terlihat sangat sederhana, begitu sulit untuk mewujudkannya.

Bagai mimpi di siang bolong. Kinara tidak menyangka hidupnya akan berubah secara drastis setelah pernikahan yang dia jalani karena perjodohan yang dulu pernah dibuat oleh mendiang ayahnya.

Ya, Kinara adalah anak yatim piatu. Dia selama ini hanya tinggal berdua dengan Ayahnya, karena Ibu Kinara meninggal dunia saat Kinara duduk di bangku SMP.

Belum lama ini Ayah Kinara juga pergi meninggalkan Kinara untuk selama-lamanya, karena penyakit yang diderita selama dua tahun terakhir ini.

Ayah Kinara adalah seorang ustad yang sangat disegani di daerahnya. Selain mempunyai sifat dan hati yang baik, Ustad Maulana juga sering membantu tetangganya yang tengah kesusahan.

Dia tidak pilih-pilih dalam membantu sesamanya, dia juga tidak mengharapkan imbalan apapun atas bantuan yang dia berikan.

Kinara akan menjalani bahtera rumah tangga yang jauh dari angannya. Jauh dari mimpi-mimpinya selama ini. Gadis itu menerima perjodohan yang sudah di atur oleh mendiang Ayahnya dengan anak sahabat Ayahnya.

Meskipun dia belum pernah melihat atau mengenal sosok pria yang akan menjadi suaminya. Tapi Kinara menerima dengan lapang dada dan ikhlas, itu dikarenakan mendiang Ayahnya menginginkan pernikahan itu terjadi.

Bagi Kinara amanah mendiang Ayahnya adalah sebuah kewajiban yang harus dipenuhi.

***

Pagi yang cerah, udara yang sangat menyegarkan. Aku membuka kedua mataku secara perlahan, kedua mataku mulai mengerjab.

Ku lihat jam dinding di dalam kamarku, ternyata sudah menunjukkan pukul 07.00 pagi. Seperti biasa aku harus bergegas berangkat ke kantor.

Aku adalah seorang CEO di sebuah perusahaan yang cukup sukses kalau menurutku. Tapi aku belum merasa puas dengan kesuksesan yang aku raih.

Saat ini usiaku sudah menginjak 26 tahun, tapi sampai sekarang aku masih singel. Bukannya aku tidak laku ya, tapi aku belum bisa menetapkan hatiku, karena aku bingung dengan hati ini.

Semua gadis tergila-gila melihat ketampanan aku. Siapa sih yang tidak kenal dengan CEO tampan dan berkharisma, Abian Syah.

Semua orang memanggilku Bian. Bukannya aku sombong atau apa pun itu, tapi itulah kenyataannya. Aku bangga dengan ketampanan aku ini, semua wanita takluk di hadapan aku.

Setelah bersiap-siap, aku bergegas keluar dari kamar dan menuruni anak tangga satu persatu. Aku berjalan menuju ruang makan untuk menemui kedua orang tuaku.

"Pagi Ma, Pa," sapaku.

Aku duduk di depan kedua orang tuaku. Kami makan dalam diam. Aku memang paling tidak suka makan dengan banyak bicara. Lebih baik habiskan dulu makananmu baru kamu bisa bicara. Itu adalah aturan pertama dalam hidupku.

"Bian," panggil Papa ku.

Aku mendongakkan wajah ku untuk menatap wajah Papa ku. Melihat ekspresi wajah Papa ku, aku merasa ada yang aneh.

"Ada yang ingin Papa bicarakan," ucap Papa ku lagi.

Aku bisa melihat Papa ku melirik ke arah Mama. Aku penasaran dengan apa yang ingin Papa ku bicarakan kepada ku. Setelah selesai sarapan, aku mengikuti Papa ke ruang tengah. Tapi sebelum itu aku menelpon sekretarisku, aku mengatakan kepadanya jika aku akan datang terlambat.

"Papa mau bicara apa? Aku harus segera pergi ke kantor," kata ku lalu duduk di samping Papa ku.

"Papa ingin kamu menikah."

Aku seketika langsung membulatkan kedua mataku.

Apa! Menikah! Kenapa tiba-tiba Papa ingin aku menikah? Bagaimana aku bisa menikah, sedangkan diriku belum bisa menemukan wanita yang cocok untuk aku nikahi.

Selain itu, aku masih bingung dengan kondisi aku saat ini. Tapi bagaimana aku menjelaskan semua itu kepada Papa.

"Bian, untuk pertama kalinya Papa mempunyai permintaan kepada kamu. Papa berharap kamu tidak akan menolaknya. Kamu adalah anak Papa satu-satunya, harapan Papa," ucap Papa ku lagi.

Aku menghela nafas panjang, aku bingung harus menjawab apa. Selain tentang rahasia yang aku sembunyikan selama ini, tentang kesalahan yang pernah aku lakukan, yang mungkin akan membuat kedua orang tuaku malu kalau sampai mereka tau apa yang sudah aku lakukan, aku juga tidak mempunyai calon istri.

Aku memang pernah dekat dengan beberapa wanita, tapi dari mereka tidak ada yang bisa membuatku merasa nyaman, karena mereka hanya menyukai uangku, bukan tulus karena mencintaiku.

"Pa, bagaimana aku bisa menikah, sedangkan aku tidak mempunyai calon istri, selain itu aku juga belum siap untuk menikah."

Hanya itu alasan yang bisa aku berikan kepada Papa ku. Aku berharap Papa akan menunggu lebih lama lagi, sampai aku bisa menemukan calon istri. Walau itu hanya alasan aku untuk mengulur waktu. Aku benar-benar belum siap untuk menikah, apalagi mengingat kondisiku saat ini.

"Papa sudah punya calon untuk kamu, Papa hanya butuh persetujuan kamu," ucap Papa ku.

"Apa!" seruku terkejut.

Aku sungguh tidak menyangka, Papa sudah menentukan calon istri untukku. Aku bingung, aku tidak tahu harus memberi alasan apa lagi agar Papa menunda pernikahan ini.

Sebenarnya aku tidak masalah dengan pernikahan itu, yang jadi masalah adalah aku kasihan dengan calon istri ku nanti. Karena dia pasti akan kecewa jika dia mengetahui tentang rahasia besar aku simpan rapat-rapat sampai saat ini.

"Papa mohon, turuti permintaan Papa. Apa kamu tidak ingin melihat Papa dan Mama bahagia?" Papa ku meminta dengan wajah memelasnya.

Aku melihat raut wajah Papa yang begitu memelas. Sebenarnya aku tidak tega melihat Papa seperti itu, tapi aku harus bagaimana? Saat ini aku benar-benar bingung, aku tidak mau mengecewakan Papa, tapi aku juga tidak mau membuat anak gadis orang menderita jika menikah denganku.

Aku tatap wajah memelas Papa ku, aku bisa melihat betapa Papa menginginkan aku untuk menjawab iya. Aku mengambil nafas dan membuangnya perlahan, semoga keputusan aku ini benar. Dengan sangat terpaksa aku akhirnya menganggukkan kepalaku.

Arrgghh! Rasanya aku mau mati saja.

Seketika raut wajah Papa berubah, aku bisa melihat ada sebuah senyuman di wajah Papa. Aku senang, aku bisa mengabulkan permintaan Papa. Tapi setelah ini apa yang akan terjadi. Kehidupan pernikahan yang bagaimana yang harus aku jalani?

"Besok Papa akan ajak kamu untuk menemui gadis itu. Papa yakin kamu tidak akan menyesal telah menyetujui permintaan Papa. Dia gadis yang sangat cantik dan soleha," ucap Papa ku dengan senyuman yang merekah dari bibirnya.

Aku hanya mampu menampakkan senyum palsu ku dan menganggukkan kepala ku. Aku melihat jam di tanganku ternyata sudah menunjukkan pukul 09.00 pagi. Aku segera berpamitan kepada Papa, aku cium tangan Papa ku. Ini pertama kalinya aku datang terlambat ke kantor.

Meskipun aku seorang CEO di perusahaan aku, tapi aku harus memberi contoh yang baik untuk karyawan-karyawan aku. Karena Bos adalah panutan karyawan, itu menurut aku sih, PD nya. Merasa besar kepala jika itu terbukti benar. Ada-ada saja.

Setelah berpamitan sama Mama, aku bergegas keluar dari rumah, menuju mobilku. Aku lupa jika hari ini aku ada meeting penting.

Setelah aku lihat ponselku, ternyata sekretaris ku menelpon ku berkali-kali. Aku bergegas melajukan mobilku menuju kantor. Bahkan dalam perjalanan menuju kantor pun, kata-kata Papa masih berputar di pikiranku.

Menikah!

Oh My God.

Kenapa tiba-tiba Papa ingin aku menikah? Apa karena umurku yang sudah tua, tapi menurutku aku juga belum terlalu tua.

Tapi, dari apa yang aku cerna dari kata-kata Papa tadi, Papa sepertinya memang sudah sangat mengenal gadis itu. Aku jadi penasaran, seperti apa wajah gadis itu, hingga membuat Papa begitu ingin aku menikahinya.

Apa dia memang cantik seperti yang Papa katakan? Tapi, bagiku wanita manapun sama saja, tidak ada bedanya sama sekali. Aku yakin, wanita itu mau menikah denganku juga karena keluargaku kaya raya. Mana mungkin ada wanita yang mau menikah dengan lelaki yang belum dikenalnya. Mustahil, itu sangat mustahil.

Bab 2. Pertemuan.

Hari ini adalah hari dimana aku akan bertemu dengan wanita pilihan kedua orang tuaku. Perasaan kacau dan tidak tahu harus bersikap seperti apa nantinya saat aku bertemu dengan wanita itu. Papa bilang, dia wanita sholeha, berparas cantik, dan tentunya berhijab.

Aku bisa membayangkan wanita seperti apa dia, tapi yang ada dalam otakku sekarang adalah, apa aku mampu menjadi suami yang baik untuknya? Apakah aku akan menjadi orang yang berdosa karena telah membohongi kedua orang tuaku dan juga wanita yang akan menjadi calon istriku?

Ya Tuhan, ampunilah aku.

“Apa kamu gugup?” tanya Papa ku dengan senyuman seperti tengah mengejekku.

Aku hanya tersenyum kecut. Kalau aku jawab tidak, itu tidak mungkin. Karena kenyataannya saat ini aku benar-benar gugup. Aku bahkan tidak bisa mengendalikan detak jantungku yang berdetak lebih cepat dari biasanya, bahkan keringat dingin kini tengah menjalar di seluruh tubuhku.

Papa ku mulai mengetuk pintu rumah calon istriku, yang sampai sekarang aku belum tau namanya. Papa dan Mama juga tidak memberitahu aku nama calon istriku.

Kini aku mendengar suara pintu terbuka, tatapan ku aku fokuskan ke arah pintu yang terbuka. Aku terkesima melihat sosok yang saat ini berdiri di depan pintu. Mata ku seakan terkena cahaya surga. Aku seakan melihat bidadari surga kini tengah berdiri di hadapanku.

Meski aku sudah melihat banyak wanita cantik, tapi aku masih bisa membedakan mana wanita cantik dan wanita yang benar-benar cantik.

Wanita itu mentelakupkan kedua telapak tangannya untuk menyapa ku dan juga Papaku, tapi tidak dengan Mama ku, dia mencium punggung tangan Mama ku.

Untuk pria lain selain aku, mungkin mereka akan bersyukur mempunyai istri seperti dia, tapi tidak dengan aku, karena aku takut akan menyakiti wanita cantik ini.

“Apa kabar, Kinara?” tanya Mama ku kepada gadis itu.

Ternyata gadis itu bernama Kinara, nama yang cantik seperti orangnya. Aku bisa melihat betapa Mama sangat menyukai gadis itu.

“Baik, Tante,” jawabnya dengan sopan.

Kinara lalu mempersilahkan kami masuk ke dalam rumahnya, tentu saja dia juga mempersilahkan kami untuk duduk. Tidak mungkin kan dia tega membiarkan kami terus berdiri.

“Apa Om, mengganggumu?” tanya Papa ku kepada Kinara yang bahkan tak berani menatap ke arahku.

Apa wajahku tidak tampan? Oh tidak, jelas wajahku sangat tampan. Buktinya banyak gadis-gadis yang sangat ingin menjadi kekasihku. Tapi sayang, aku sampai saat ini masih menutup diri untuk itu.

Saat ada niatan untuk menjalin hubungan, bayang-bayang masa lalu itu kembali menghantuiku. Aku takut akan cemoohan orang-orang nanti.

Aku pria normal, jelas aku normal, buktinya aku pernah tertarik dengan lawan jenis. Hanya saja, aku pernah terbelenggu dengan hal yang tak seharusnya aku lakukan. Masa lalu yang sangat ingin aku lupakan, justru sekarang seperti sebuah mimpi buruk untukku.

“Tidak kok, Om,” jawab Kinara saat menjawab pertanyaan Papa ku.

Aku bisa melihat senyuman di wajah Kinara. Senyuman yang sangat manis.

“Kamu pasti sudah tahu kan, maksud kedatangan Om dan Tante kesini?” tanya Papa ku lagi.

Aku tahu maksud arah pembicaraan Papa, pasti soal perjodohan yang telah Papa buat dengan sahabatnya, yaitu ayah Kinara.

Kinara menganggukkan kepalanya, dia menatapku sekilas lalu menundukkan kepalanya. Aku bisa melihat wajah Kinara yang mulai tersipu malu.

“Baiklah, karena kamu sudah tahu maksud kedatangan kami kesini, jadi Om tidak perlu bertele-tele. Ini juga permintaan terakhir ayah kamu. Jadi, sekarang Om mau bertanya sama kamu, kapan kamu siap untuk menikah?” tanya Papa aku membuktikan ucapannya dan langsung to the point'.

“Itu terserah Om dan Tante, Kinara ikut apapun keputusan Om dan Tante,” jawab Kinara dengan nada lembutnya.

Pasrah!

Apa saat ini dia tengah pasrah? Apa dia benar-benar mau menikah denganku? Pria yang bahkan tidak dikenalnya, kami pun juga baru pertama kali bertemu. Semudah itu kah dia menerima perjodohan ini, tanpa memikirkanya terlebih dahulu? Apa dia tidak takut aku akan menyakitinya nanti?

“Ra. Om teringat akan janji Om sama ayah kamu dulu. Jika kelak saat kami sama-sama sudah mempunyai anak, entah siapa yang akan mempunyai anak laki-laki atau perempuan, kami berniat untuk menjodohkan anak-anak kami. Tentu kamu sudah mendengar cerita itu dari ayah kamu,” jelas Papa ku.

Aku bahkan baru mendengar cerita itu sekarang. Papa tidak pernah menceritakan soal ini padaku, kecuali saat Papa memintaku untuk menikah, dan mengatakan kalau Papa sudah mempunyai jodoh untukku.

Aku menatap Kinara, dia terus menundukkan wajahnya. Tapi, sesaat tadi aku melihat dia menganggukkan kepalanya saat mendengar penjelasan dari Papaku.

Mamaku yang duduk di sebelah Kinara, kini tengah mengusap lengannya yang terbalut lengan panjang. Karena saat ini Kinara memakai baju lengan panjang yang menurutku kedodoran di tubuhnya, dan juga celana kain.

Penampilan Kinara memang tidak modis, seperti wanita-wanita yang pernah dekat denganku dulu. Tapi, penutup kepalanya itu, yang orang biasa menyebutnya hijab, entah mengapa membuat wajahnya terlihat begitu cerah dan cantik. Sangat menyejukkan saat kedua mata ini memandangnya.

Aku mendengar Mama dan Papa kini tengah mendiskusikan soal pernikahan aku dan Kinara. Kinara yang mendengar apa yang Papa ku katakan hanya menganggukkan kepalanya. Sepertinya dia setuju apapun keputusan kedua orang tuaku.

Akhirnya, kedua orang tua ku sudah memutuskan, pernikahan kami akan dilaksanakan dalam tiga hari kedepan. Tentu itu sudah diperhitungkan dengan matang oleh kedua orang tua ku. Selain mereka takut aku akan berubah pikiran, mereka juga tidak tega melihat Kinara hidup seorang diri.

“Om, Tante, Mas. Saya tinggal ke belakang sebentar ya,” pamit Kinara sambil membungkukkan sedikit tubuhnya.

Aku melihat Mama dan Papa ku menganggukkan kepala. Kinara lalu beranjak dari duduknya dan melangkah pergi. Entah kemana Kinara akan pergi.

Apa dia akan ke dapur dan membuatkan kamu minuman? Karena sejujurnya aku sangat haus. Apalagi rumah Kinara sangat panas, karena tak ada AC di rumah ini.

Aku benar-benar tidak menyangka, Papa akan menjodohkan aku dengan wanita yang berasal dari keluarga yang sederhana. Bahkan ukuran rumah Kinara tak sebesar ruang tamu di rumahku. Bahkan ukuran kamarku lebih besar dari ruang tamu ini, dua kali lipatnya malah.

Aku menatap seluruh ruangan, dan aku tak sadar jika sejak tadi Papa dan Mama menatapku dengan senyuman di wajah mereka.

“Ada apa, Ma, Pa?” tanyaku sambil menahan rasa malu, karena tanpa sadar aku melisik setiap sudut rumah Kinara. Rumah calon istriku.

“Apa kamu sedang menghafal setiap sudut rumah calon istri kamu?” goda Papa ku. Bahkan senyuman Papa dan Mama ku terus mengembang.

“Ya gak ada salahnya kan, Pa. Aku gak nyangka, rumah Kinara sesederhana ini. Aku juga gak tau, kalau Papa punya teman di daerah sini.” Aku memang sangat penasaran dengan sahabat Papa itu, lebih baik aku tanyakan saja.

Belum sempat Papa menceritakan soal sahabatnya itu, aku melihat Kinara muncul sambil membawa nampan yang berisi minuman dan camilan.

Kinara meletakkan minuman itu di depanku, Mama, dan Papa. Tak lupa camilan yang menurutku mungkin rasanya sangat enak.

“Silahkan dicicipi, Om, Tante, Mas,” ucap Kinara dengan senyuman manisnya. Itu menurutku ya, karena senyuman Kinara memang sangat manis.

Kinara menyuguhi kami makanan ringan buatan dia sendiri. Papa mengatakan jika Kinara hobi memasak, dan semua masakannya tak kalah enak dengan masakan restoran bintang lima.

Aku mengakui itu, karena saat ini aku tengah mencicipi kue kering buatannya. Rasanya sungguh enak, renyah di mulut, dan bikin ketagihan. Tanpa aku sadari, aku sudah menghabiskan setengah toples.

Aku benar-benar merasa sangat malu, saat kedua orang tuaku menatapku dengan senyuman mereka. Kinara juga tengah menahan senyumannya.

Aku merutuki diri ku sendiri, yang tidak bisa mengendalikan diriku jika itu berhubungan dengan makanan yang begitu maknyus lezatnya.

Aku hanya bisa menahan rasa malu ku, seandainya aku bisa kabur dari situ, mungkin saat ini aku sudah berlari keluar dengan menutup wajahku. Tapi saat ini aku bahkan tidak bisa menyembunyikan wajahku.

“Apa kue-nya begitu lezatnya, hingga kamu tidak bisa berhenti mengunyah?” Papa ku sekarang sudah mulai mengejekku.

“Maaf, Pa. Kue ini memang benar-benar lezat.” Aku tidak memungkiri itu, kue ini benar-benar lezat.

“Kamu bisa memakan nya setiap hari, tapi setelah kalian menikah, karena Kinara akan membuatkan kue kering itu setiap hari.” Papa ku mulai menggodaku lagi.

Aku hanya menanggapinya dengan senyumanku. Mendengar kata menikah kembali mengingatkan ku dengan rasa takut ku yang akan menyakiti perasaan Kinara.

Apa aku tega menyakati gadis cantik ini? Oh Tuhan, maafkan aku, kalau akhirnya nanti pernikahanku akan berakhir dengan perceraian.

Bab 3. Alasan Kinara

Setelah sedikit berbincang-bincang, Papa dan Mama ku pulang lebih dulu ke rumah dan meninggalkan aku berdua dengan Kinara. Aku memang membawa mobil sendiri saat datang ke rumah Rayana tadi. Kedua orang tuaku meninggalkan aku disini dengan alasan agar kami bisa saling mengenal satu sama lain.

“Bian. Kalian hanya berdua di rumah. Jangan macam-macam, awas kalau kamu sampai macam-macam dengan calon mantu Mama ini,” ancam Mamaku sebelum meninggalkan rumah Kinara.

“Iya, Ma. Memangnya aku mau ngapain Kinara, Ma?” kesalku sambil mengerucutkan bibirku.

Kinara hanya tersenyum melihatku yang sejak tadi digoda oleh kedua orang tuaku. Aku sendiri juga bingung, kenapa Kinara terlihat begitu tenang saat kami akan menikah. Bahkan sejak tadi aku sama sekali tidak mendengar bantahan atau kata protes yang keluar dari mulutnya.

Wanita seperti apa Kinara ini sebenarnya? Aku sungguh merasa penasaran.

Aku dan Kinara mencium tangan Mama ku, saat kedua orang tuaku melangkah keluar dari rumah Kinara. Hanya aku yang mencium tangan Papa ku. Setelah kedua orang tuaku pulang, aku bingung harus bicara apa dengan Kinara. Suasana berubah menjadi canggung antara aku dan Kinara.

Karena di rumah hanya ada aku dan Kinara, jadi Kinara meminta kami untuk mengobrol di teras depan. Dia tidak ingin berduaan denganku di dalam rumah, dengan alasan kita bukan muhrim.

Aku tahu betul itu tidak baik bagi Kinara jika aku tetap memaksa untuk mengobrol di dalam rumah. Akhirnya kami melanjutkan obrolan kami di teras depan.

Aku bisa sedikit memahami sifat Kinara, dia gadis yang sangat lembut. Suaranya enak didengar, senyumannya yang manis sungguh menawan. Aku memberanikan diri untuk menanyakan pendapatnya tentang pernikahan ini, aku begitu terkejut mendengar jawabannya.

“Aku ingin menjalankan permintaan terakhir Ayahku. Itu sudah seperti amanah untuk ku. Apalagi permintaan terakhir Ayah adalah ingin aku menikah dengan anak sahabat ayah.” Seperti itulah jawabannya.

“Tapi kita tidak saling mengenal, kita juga tidak saling mencintai. Pernikahan itu hanya sekali seumur hidup. Apa kamu benar-benar yakin dengan keputusan kamu?” tanyaku dengan menatapnya.

“Bagiku yang terpenting aku menikah untuk ibadah, aku mencintai suamiku karena Allah. Meskipun aku belum pernah mengenal calon suamiku itu. Tapi, aku yakin, pilihan Ayah tidak akan pernah salah. Ayah ingin aku bahagia, dan aku akan mewujudkannya.” Sungguh jawaban yang membuatku begitu tersentuh.

Tapi aku bukan pria yang tepat untuk kamu. Aku bukan calon suami seperti yang kamu bayangkan. Kinara, andai kamu tau tentang diriku. Mungkin kamu tidak akan mau menerima perjodohan ini.

Ternyata pemikiranku tentang Kinara salah, dia menerima perjodohan ini bukan karena aku kaya, tapi karena amanah Ayahnya. Sekarang aku menjadi ragu akan rencana pernikahan ini. Wanita ini begitu baik, jujur dan cantik secara fisik dan juga sikap.

Apa aku akan tega menyakiti hatinya? Jika aku melakukan itu, apa aku akan sangat berdosa?

Jujur, aku juga bukan ahli agama, untuk sholat lima waktu saja, aku belum bisa melakukan itu. Agamaku masih cetek, dan masih harus banyak belajar. Tapi jika wanita ini memang jodoh yang diberikan Allah untukku, aku akan menerima dan menjaganya, semoga aku bisa melakukannya.

“Tapi Kinara, aku takut, aku tidak akan bisa menjadi suami seperti yang kamu inginkan. Aku juga gak sebaik seperti yang kamu bayangkan,” ucapku kepadanya.

Kinara tersenyum, dan senyuman itu sangat manis.

“Apapun diri Mas, aku akan mencoba untuk menerimanya. Aku juga bukan wanita yang sempurna, jadi aku juga tidak akan menuntut Mas untuk menjadi suami yang sempurna. Dengan Mas mau menjalani pernikahan ini denganku, itu sudah lebih dari cukup,” ucapnya kepadaku.

Aku begitu tersentuh saat mendengar apa yang Kinara ucapkan. Selain cantik, ternyata hatinya juga lembut, baik. Kinara adalah calon istri yang sangat sempurna, dia seperti bidadari.

Tapi kenapa nasibnya harus seburuk ini? Kenapa harus aku yang menjadi calon suaminya, kenapa? begitu banyak pria tampan dan lebih baik dari aku diluar sana. Tapi, kenapa harus aku yang menjadi jodohnya?

Setelah sedikit berbincang-bincang, aku pamit pulang. Waktu juga sudah semakin siang, matahari semakin tinggi. Saat aku mengulurkan tanganku, Kinara mentelakupkan kedua tangannya.

Aku menggaruk-garuk kepalaku yang tidak gatal. Aku lupa jika Kinara tidak mau bersentuhan dengan ku karena kita bukan muhrim.

Aku mengikuti apa yang dia lakukan, aku juga mentelakupkan kedua tanganku, dia tersenyum melihat tingkahku. Sungguh manis, tapi sayang nasibnya jelek, karena harus menikah dengan pria seperti ku.

“Aku pulang dulu, sampai ketemu besok di pelaminan,” ucapku mencoba menggodanya.

Meskipun ini bukan pertama kalinya aku aku menggoda wanita, tapi entah kenapa aku merasa ada yang berbeda.

Apa itu karena Kinara adalah wanita yang soleha? Aku sendiri juga tidak tahu. Sampai ketemu di pelaminan. Aku bahkan tak pernah memikirkan akan mengucapkan kata-kata itu.

“Assalamu’alaikum, Mas.” Kinara memberi salam kepadaku.

Aku membalas salam nya sambil tersenyum malu. Ya maklum, ilmu agamaku memang masih cethek.

Setelah itu aku melangkahkan kakiku menuju mobil, sebelum membuka pintu, aku membalikkan tubuhku untuk menatap Kinara, ternyata dia masih tetap berdiri di tempat semula.

Aku melambaikan tanganku, setelah itu aku masuk ke dalam mobil. Aku melajukan mobilku keluar dari halaman rumah Kinara.

Rumah Kinara memang sangat sederhana, tapi entah mengapa, aku merasa sangat nyaman saat berada di rumah itu. Apa mungkin karena itu adalah rumah ustad ternama di daerah itu? ah ... aku juga tidak tahu.

Pertemuan pertama kami berjalan dengan lancar, aku sudah bertemu dengan calon istri aku. Aku sudah membuktikan apa yang Papa ku katakan, dia itu memang cantik, seperti bidadari malahan. Untuk kecantikannya dan kecantikan hatinya, aku beri nilai 100.

Tapi hati aku tetap tidak merasa tenang, karena jika aku benar-benar menikahi Kinara, maka dengan tidak sengaja aku telah menyakitinya.

Tapi, aku juga tidak bisa membatalkan rencana pernikahan itu begitu saja, aku tidak ingin mempermalukan kedua orang tuaku, itu salah satu alasanku.

Tapi, melihat betapa cantik dan baiknya Kinara, membuatku semakin merasa bersalah. Kinara berhak untuk bahagia, menikah dengan pria yang mencintainya, bukan sepertiku yang mempunyai masa lalu yang kelam.

Tapi, apa yang harus aku lakukan? Aku juga tidak bisa berbuat apa-apa untuk membatalkan perjodohan ini.

Apa aku harus berkata jujur kepada Kinara, agar dia sendiri yang membatalkan perjodohan ini? Tapi, bagaimana dengan perasaan kedua orang tuaku nanti?

Apa aku sudah siap untuk menerima konsekuensinya? Apa aku siap menerima amarah kedua orang tuaku? Apa aku siap untuk mempermalukan mereka?

Ingin sekali aku berteriak untuk meluapkan semua masalahku. Dengan siapa aku harus bercerita? Selama ini aku bahkan tidak punya teman yang benar-benar mau mendengar keluh kesahku. Hanya ada satu orang yang mau mendengar semua keluh kesahku, tapi aku tak mungkin menemuinya lagi. Tidak akan pernah!

Semoga akan ada jalan yang terbaik nantinya. Aku ingin kedua orang tuaku bahagia. Aku juga tidak ingin menyakiti Kinara, meskipun aku baru pertama kali mengenalnya.

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!