NovelToon NovelToon

Sang Pewaris Ilmu

Lahirnya seorang bayi

Seorang wanita paruh baya keluar dari kamar. 

“Bagaimana mbah apakah anakku lahir dengan selamat,” tanya Kuncoro yang mendatangi mbah Minah.

“Selamat Kuncoro anakmu laki-laki lahir dengan sehat,” ujar mbah Minah yang tersenyum ke pada Kuncoro.

Kuncoro pun langsung masuk ke dalam kamarnya dan melihat sang istri yang terbaring lemas dengan seorang bayi laki-laki di sampingnya.

Kuncoro pun mendatangi sang istri lalu mengendong anak laki-laki.

“Akhirnya 10 tahun aku menantikan kehadiran seorang anak,” ujar Kuncoro sembari memandang wajah anak yang sedang ia gendong.

“Iya Mas, akhirnya penantian kita selama 10 tahun membuahkan hasil,” sahut Lastri istri dari Kuncoro.

“Iya Lastri aku sudah menantikan kehadiran anak ini untuk dapat mewarisi ilmuku,” sahut Kuncoro.

“Tapi Mas, aku tidak mau jika ilmu hitam yang kamu punya itu di wariskan kepada anak kita,” ujar Lastri yang menentang.

“Tidak bisa ilmu hitam ini sudah di wariskan tujuh turunan dari leluhurku, anak ini adalah keturunan terakhir yang dapat menutup ilmu ini jika tidak maka keturunan anak ini yang anak melanjutkannya dan menutupnya,” Kuncoro yang menjelaskan kepada Lastri.

Lastri hanya bisa menghela nafas panjang sebenarnya dirinya tidak mau jika anak di tuntun untuk melanjutkan ilmu hitam Kuncoro. Namun Lastri pun tidak dapat berbuat apa-apa dirinya hanya terdiam sembari memandangi Kuncoro yang sedang mengendongi  anaknya.

“Lastri anak ini akan aku beri nama Prayoga Kuncoro,” ujar Kuncoro yang memberikan anaknya kepada sang Istri.

Setelah itu mbah Minah telah mempersiapkan sebuah kendi yang di dalamnya terdapat ari-ari sang bayi, kendi itu di bungkus dengan menggunakan kain putih.

Kuncoro pun keluar dari kamarnya mendatangi mbah Minah di dapur yang sedang mempersiapkan semuanya.

“Kuncoro, ini ari-ari anakmu sebaiknya kamu kubur terlebih dahulu ari-ari ini di malam ini. Dan juga anakmu itu kelak akan tubuh menjadi anak yang berani dan mempunya aura yang sangat bagus,” pekik mbah Minah.

“Iya mbah aku mengetahu hal, anak ini mempunya energi yang sangat bagus karena bertepatan dengan kelahirannya sendiri di malam satu suro, aku akan mengajari anak ini menjadi anak yang hebat kelak lebih hebat dari Bapaknya,” sahut Kuncoro.

Mbah Minah hanya tersenyum mendengar kata-kata dari Kuncoro.

“Bagus kalau begitu Kuncoro, cepat kubur ari-ari kasihan anakmu jika berlama-lama di kubur para makhluk akan mengincarnya nanti,” mbah Minah yang memberikan Kendi di tangannya ke pada Kuncoro.

“Iya mbah,” sahut  yang menyambut kendi tersebut.

Kuncoro pun keluar dari rumahnya sembari membawa kendi yang berisi ari-ari dan juga cangkul untuk mengali tanah.

Kuncoro mencari tempat yang cocok untuk mengubur ari-ari tersebut dan akhirnya ia mendapatkan tempat yang cocok di samping rumahnya.

Kuncoro meletakkan kendi itu di tanah dan mulai menggali lubang untuk menguburnya, sesekali Kuncoro mengusap keringatnya yang mengalir di keningnya dengan satu tangannya lalu melanjutkan kembali mencangkul tanah.

Beberapa menit kemudian, di rasa lubang yang Kuncoro gali sudah cukup dalam menurut dirinya, Ia pun mengambil kendi yang berada di sampingnya.

Kendi yang berisi ari-ari anaknya pun diletakan di lubang yang telah ia buat lalu di kuburkan.

  Setelah selesai menguburkan Kuncoro memberikan lampu minyak tanah yang terbuat dari boto kaca dan sumbu kompor. Lampu itu di nyalakan oleh Kuncoro lalu di letakan di atar kuburan ari-ari barulah setelah itu Kuncoro menutupi kembali dengan ember yang di atasnya sudah ia lubangi.

Menyalakan lampu minyak tanah atau penerangan lainnya sampai 35 hari berturut-turut dan menurut kepercayaan hal itu bertujuan untuk memberikan harapan penerangan di kehidupan si bayi pada nantinya.

Setelah semua telah di selesaikan oleh Kuncoro, ia pun kembali masuk ke dalam rumahnya.

Setelah masuk ke dalam rumahnya, Kuncoro pun mengantarkan mbah Minah pulang ke rumahnya. 

Kuncoro pun masuk ke kamarnya dan berpamitan kepada Istrinya.

“Lastri aku ingin mengantar mbah Minah pulang,” kata Kuncoro.

“Iya Mas, hati-hati,” sahut Lastri.

Sebelum Kuncoro pergi ia merogoh sesuatu di dalam kantong celananya, setelah Kuncoro mendapatkan dua buah benda yaitu gunting lipat dan peniti, kedua benda itu di berikan kepada Lastri istrinya.

“Lastri ambil kedua buah benda ini taruh di bawah bantal Yogo, roh jahat sangat takut dengan benda tajam dan dapat melindungi Yoga,” Perintah Kuncoro kepada Lastri.

Lastri pun menuruti apa yang di perintahkan oleh Kuncoro.

Setelah itu Kuncoro pun keluar rumah mengantarkan mbah Minah pulang dengan menaiki motornya.

“Ayo mbah aku antar pulang,” kata Kuncoro yang sudah berada di depan teras rumahnya.

“Iya Kuncoro,” sahut mbah Minah menaiki motor Kuncoro duduk di belakang.

Setelah itu Kuncoro pun menghidupkan motornya lalu menjalakannya menuju rumah mbah Minah.

    

   

 

  

Memakai Susuk

Sesampainya Kuncoro di rumah mbah Minah dirinya meminta mbah Minah tinggal bersamanya untuk sementara waktu, karena Lastri baru saja melahirkan belum dapat melakukan aktivitas seperti bisanya Mbah Minah pun bersedia membantu Kuncoro.

Di pagi harinya Kuncoro kembali menjemput Minah untuk tinggal bersamanya.

“Ayo mbah Lastri sudah menunggumu di rumah,” kata Kuncoro yang tengah sibuk membantu membawakan perlengkapan mbah Minah ke dalam mobilnya.

“Iya tunggu sebentar Kuncoro,” ujar mbah Minah yang masih sibuk mempersiapkan perlengkapan dirinya ke dalam tas.

Beberapa menit telah berlalu semua barang bawaan mbah Minah telah masuk ke dalam mobil Kuncoro, sementara Kuncoro berserta mbah Minah pun mulai masuk ke dalam mobil.

Sesampainya mereka berdua di dalam mobil Kuncoro pun segera menyalakan mobilnya meninggalkan kediaman mbah Minah menuju rumahnya.

Jarak antara rumah mbah Minah dengan Kuncoro pun tidak terlalu jauh hanya memakan waktu 15 menit sudah sampai.

Setelah mereka berdua sampai di rumah Kuncoro mbah Minah pun langsung melaksanakan pekerjaannya dari memandikan Yoga hingga mengurus Lastri.

Setelah Yoga sudah di mandikan Kuncoro masuk ke dalam kamarnya.

“Mbah, aku akan mengendong anak ini ke teras untuk berjemur berdua bersamanya,” ujar Kuncoro yang tersenyum melihat wajah bayi laki-lakinya yang sangat lucu.

Raut wajah bahagia pun terlihat di wajah Kuncoro berserta Lastri, keluarga kecilnya sekarang sudah lengkap dengan kehadiran Yoga anak mereka.

Kuncoro mengendong Yoga keluar dari kamarnya menuju teras rumah untuk menikmati Sinar matahari pagi.

Sesampainya di depan teras rumahnya. Kuncoro duduk sembari menyanyikan sebuah tembang lawas, sampai Yoga pun tertidur di pangkuan Kuncoro.

Selang beberapa menit ada seseorang wanita muda mengendarai mobilnya berhenti di depan rumah Kuncoro.

Wanita itu keluar dari dalam mobil lalu menghampiri Kuncoro.

“Permisi Pak, saya mau bertanya,” kata wanita itu.

“Iya, mau tanya apa?” sahut Kuncoro.

“Apa benar ini rumah paranormal sakit itu, kalau tidak salah Ki Kuncoro namanya,” jawab Wanita itu sembari mengingat.

“Iya benar, aku Kuncoro,” sahut Kuncoro.

“Kebetulan sekali, saya tadi mencari rumah ki Kuncoro tidak ketemu-ketemu akhirnya saya bisa ke temu langsung, dan saya mau minta tolong kepada ki Kuncoro,” wanita itu menjelaskan perihal dirinya mencari Kuncoro.

“Mari masuk,” sahut singkat Kuncoro.

“Iya ki,” ujar wanita itu mengikuti di belakang Kuncoro.

Kuncoro pun masuk ke dalam rumahnya sembari mengendong Yoga di ikuti oleh wanita itu di belakangnya.

 “Mbah Minah! Mbah!” pekik Kuncoro memanggil mbah Minah.

Mbah Minah yang mendengar Kuncoro memanggilnya pun keluar dari kamar Lastri dan menghampiri Kuncoro.

“Ada apa Kuncoro,” kata mbah Minah.

“Ini tolong bawa Yoga terlebih dahulu, ada tamu yang ingin bertemu denganku,” kata Kuncoro sembari memberikan Yoga kepada mbah Minah.

Mbah Minah yang mengerti maksud Kuncoro pun langsung mengendong Yoga dan kembali ke kamar Lastri.

Sementara Kuncoro pergi menuju kamar ritualnya di ikuti wanita itu di belakangnya.

Sesampainya di kamar ritual Kuncoro mempersilahkan wanita itu untuk duduk dan menanyakan tujuannya menemui dirinya.

“Siapa namamu? ada perlu apa datang menemuiku?” tanya Kuncoro.

“Nama saya Novi Ki. Begini Ki kedatangan saya ke tempat ki Kuncoro ingin meminta sesuatu kebetulan saya baru di angkat jadi sekretaris di sebuah perusahaan dan saya ingin bos saya mau mendengar perkataan dari saya dan mempercaya saya.”

“Lalu apa yang ingin kamu minta?”

“Susuk Ki! Susuk yang bisa membuat bos atau lawan bicara saya dapat menuruti apa yang saya ucapkan,” kata wanita itu menjelaskan kepada Kuncoro.

Kuncoro pun mengerti maksud dari Novi, tanpa berbicara panjang lebar Kuncoro berdiri dari tempat duduknya lalu mendatangi sebuah lemari yang berada di kamar itu.

Kuncoro membuka lemari itu dan mengambil sebuah benda yang di bungkus oleh kain kuning.

Setelah benda itu ia dapatkan Kuncoro pun kembali duduk menghadap wanita itu. Kuncoro mulai membuka kain kuning yang di dalamnya terdapat  emas berbentuk seperti jarum yang terbuat dari emas murni.

Setelah itu Kuncoro mengambil satu buah jarum emas itu dan mulai mengasap-asapkannya di atas perapian yang sudah di taburi serpihan kemenyan.

“Mendekatlah!” perintah Kuncoro.

Novi pun mendekati wajahnya ke tangan Kuncoro, lalu Kuncoro mulai memasukkan jarum emas itu di ujung bibir Novi.

Namun anehnya jarum itu tiba-tiba menghilang saat telah menyentuh kuli Novi seperti seakan-akan telah masuk ke dalam tubuh Novi.

Novi pun tidak merasakan sakit sama sekali saat Kuncoro memasukkan jarum emas tersebut.

“Susuk ini sudah masuk dan lawan bicaramu akan tunduk di saat kamu bicara,” kata Kuncoro menjelaskan.

Novi yang mendengarkan ucapan Kuncoro pun sangat Senang.

“Terima Kasih Ki, berapa mahar untuk susuk ini Ki?” tanya Novi.

“Lima juta saja, tapi ingat ada pantangan yang perlu kamu ingat jika kamu melanggar pantangan ini kasiat susuk ini tidak akan ada lagi?” ujar Kuncoro yang menjelaskan.

“Apa saja pantangan itu Ki?” tanya Novi yang sangat antusias.

“Ada tiga pantangan yang tidak boleh kamu langgar, yang pertama jangan berjalan di bawah jemuran baju, yang kedua tidak boleh memakan sate dari tusuknya dan yang ketiga tidak boleh memakan pisang emas serta daun kelor jika ketiga pantangan ini kamu langgar maka kasiat susuk ini tidak akan berfungsi kembali,” kata Kuncoro menjelaskan mengenai perihal pantangan yang tidak boleh di langgar oleh Novi.

“Baik Ki, saya akan mengingat pesan Ki Kuncoro, dan ini sebagai maharnya,” ujar Novi sembari menyodorkan amplop coklat yang di dalamnya berisi uang.

Setelah keinginannya tercapai Novi pun berpamitan kepada Kuncoro untuk pulang.

“Ki kalau begitu saya pamit pulang terlebih dahulu, terima kasih atas bantuan ki Kuncoro,” kata Novi sembari mencium tangan Kuncoro.

“Iya, dan ingat pesan ku tadi tiga pangan yang harus kamu jauhi,” Kuncoro mengingatkan kembali.

“Baik Ki saya akan mengingatnya,” ujar Novi.

Novi keluar dari rumah Kuncoro menuju mobilnya.

Setelah itu Novi masuk ke dalam mobilnya lalu menjalankannya meninggalkan rumah Kuncoro.

Kuncoro Karto Diharjo  adalah paranormal sakti di desanya semua warga telah mengenal dirinya menjadi paranormal Sakti di desanya.

Kesaktian Kuncoro sendiri telah terbukti dari banyaknya orang yang meminta tolong kepadanya telah berhasil.

Kuncoro lahir dari orang tua yang berprofesi sebagai para normal sehingga Kuncoro sendiri mendapatkan kesaktian ilmunya dari turun temurun sampai tujuh turunan.

Perjanjian ini sudah ada dari jaman leluhur di keluarga Kuncoro hingga sekarang.

 Sebagai paranormal yang sukses di desanya Kuncoro banyak segani oleh penduduk desa dan ia juga termasuk orang kaya di desanya, karena setiap orang meminta pertolongan dengannya dibayar dengan harga yang cukup mahal, dan sampai detik ini Kuncoro belum pernah gagal dalam menangani pasien-pasiennya.

   

  

  

 

Lambaian sesosok wanita 

Setelah beberapa menit pasien Kuncoro pergi tidak lama datang kembali pasien yang baru dengan keluhan yang berbeda seorang suami Istri dengan anak perempuan mereka yang berusia 8 tahu.

“Permisi ki Kuncoro,” ujar laki-laki yang mengetuk pintu.

Kuncoro yang masih berada di dalam kamar pun mendengar ada yang memanggil dirinya pun keluar dari kamarnya dan mempersilahkan satu keluarga kecil itu masuk ke kamar ritualnya.

Sesampainya di dalam ritual keluarga kecil itu menyampaikan keluhan mereka ke Kuncoro.

“Apa tujuan kalian datang ke rumah saya?” tanya Kuncoro.

“Perkenalkan ki nama saya Doni, ini istri saya Erin sedangkan ini anak tunggal kita bernama Olif. Sudah setahun ini anak kami menjadi aneh Ki, selalu diam saja jarang mau di ajak bicara nanti menjelang sehabis magrib Olif ini sering mengamuk setelah satu jam berhenti terus tengah malam kembali lagi mengamuk nanti jam 2 malam sudah mulai tenang tiap malam seperti itu Ki sampai Olif ini tidak sekolah dan sering sakit-sakitan karena kurang istirahat kadang untuk makan pun menolak harus di paksa. Dan anehnya lagi Olif ini lebih suka diam menyendiri di kamarnya. Kami sudah berobat ke mana-mana sampai medis pun kami lakukan untuk ke sembuhkan Olif tapi pihak Dokter bilang kepada kami jika Olif itu tidak ada masalah kejiwaan dan baik-baik saja seperti anak kecil pada umumnya. Lalu kami mendengar tentang ki Kuncoro, kami selaku orang tuanya sangat binggung kepada anak kami ini Ki, kiranya ki Kuncoro mau membantu kami,” Doni yang menjelaskan panjang lebar mengenai perihal tingkah laku Olif anaknya kepada Kuncoro.

Kuncoro menyimak cerita dari Doni, setelah itu memejamkan matanya mencoba menerawang atau melihat melalui mata batinnya apa yang terjadi kepada Oliv.

Setelah beberapa menit berlalu Kuncoro pun melihat sesuatu yang terjadi kepada Oliv.

Kuncoro menatap mata Oliv dengan sangat tajam, Oliv pun merasa marah dirinya di tatap oleh Kuncoro.

“Siapa yang menyuruhmu mengganggu anak ini,” ujar Kuncoro yang menatap tajam mata Oliv.

Sontak saja suara Oliv berubah tidak selayaknya anak kecil pada umumnya suara Oliv menjadi begitu berat dan serak seperti ada maklum yang mengendalikan tubuh Oliv.

“Jangan ikut campur urusanku, jika kamu tidak mau aku serang,” ancam makhluk yang berada di tubuh oliv.

Kuncoro tanpa bicara panjang ia membaca mantara.  

Mantara yang di bacakan oleh Kuncoro membuat makhluk yang ada di diri Oliv pun kepanasan.

“Ampun, hentikan matra itu ampun,” kata Oliv yang di kendalikan oleh makhluk itu.  

Kuncoro pun menghentikan mantara yang ia baca dan menanyai anak itu yang di rasuki oleh sosok makhluk.

“Kenapa kamu mengganggu anak ini?”  tanya Kuncoro.

“Aku hanya di suruh oleh pesaing bisnis Doni, agar anaknya sakit dan uangnya habis untuk berobat sang anak setelah itu Doni tidak fokus untuk bekerja dan bangkrut,” Oliv yang kesurupan makhluk itu pun menjelaskan.

“Sekarang kamu pergi, jika tidak mau aku binasakan,” ancam Kuncoro.

“Baiklah aku akan pergi,” ujar makhluk yang ada di tubuh Oliv.

“Jangan pernah kembali lagi kamu mengerti!” ancam kembali Kuncoro.

“Baiklah.”

Kuncoro melihat sesosok makhluk hitam besar yang keluar dari tubuh Oliv.

Seketika dengan perginya makhluk itu Oliv pun pingsan tidak sadarkan diri kedua orang tua Oliv pun menjadi sangat khawatir.

“Tidak perlu khawatir anak kalian tidak apa-apa makhluk itu sudah pergi dan tidak akan kembali lagi,” Kuncoro yang menjelaskan.

“Terima Kasih Ki, sekarang kami sudah mengerti lalu bagaimana jika makhluk itu di utus untuk mengganggu keluarga kami lagi ki?” tanya Doni.

“Pakaikanlah gelang ini kepada anakmu niscaya kiriman apa pun tidak akan masuk lagi ke anakmu,” ujar Kuncoro yang memberikan sebuah gelang yang terbuat dari benah hitam yang telah di bacakan mantara sebelumnya.

“Baiklah kalau begitu Ki, sekali lagi kami berterima kasih kepada Ki Kuncoro,” ujar Doni.

Doni pun mengambil gelang hitam di tangan Kuncoro dan memakaikannya kepada anaknya Oliv.

Setelah itu Doni memberikan amplop berisi uang kepada Kuncoro sebagai tanda ucapan terima Kasih.

“Ini ada sedikit uang tanda ucapan terima kasih kami kepada ki Kuncoro karena sudah mau menolong anak kami Oliv,” kata Doni menyodorkan amplop berisi uang kepada Kuncoro.

Kuncoro pun mengambil uang yang berada di tangan Doni.

Setelah itu Doni berserta keluarga pun kembali pulang ke rumahnya.

*** 

Beberapa bulan kemudian keluarga Doni pun tidak pernah lagi datang ke tempat Kuncoro hanya memberi tahu melalui telepon bahwa sekarang anak wanita mereka tidak pernah di ganggu oleh sosok makhluk kiriman dari pesaing bisnis Doni.

 Kini Yoga pun mulai tumbuh menjadi anak laki-laki yang berani umur Yoga pun sekarang telah berusia delapan tahun sesekali Yoga di ajarkan ilmu oleh Kuncoro.

Di malam itu di saat Yoga telah tertidur, Sementara Lastri dan Kuncoro sedang berbincang santai di kamarnya.

“Mas jangan terlalu keras mengajarkannya, Yoga masih terlalu kecil untuk belajar itu semua,” ujar Lastri yang mengikati Kuncoro.

“Tidak, dia harus aku didik sedini mungkin agar ilmuku dapat di pelajarinya sebelum aku mati,” kata Kuncoro.

“Tapi Mas, Yoga masih terlalu kecil masih belum negeri tentang hal-hal semacam itu, Yoga masih ingin bermain dengan teman sebayanya,” tegur Lastri kepada Kuncoro. 

“Sudahlah Lastri bagaimana pun aku akan tetap mengajarkan ilmu ini kepadanya sebelum aku mati Yoga sudah harus menguasai semua jika tidak nanti kasihan di keturunan yang harus menanggungnya hanya Yoga sebagai penutup ilmu ini,” kata Kuncoro menjelaskan kepada Lastri.

Lastri pun hanya dapat mengela nafas panjang di hati kecilnya diri tidak ingin Yoga harus belajar ilmu Kuncoro sedini mungkin tapi di sisi lain Lastri pun sedih jika keturunan Yoga yang harus menerima semua itu.

  Keesokan paginya Yoga yang tidak sekolah karena hari libur bermain di depan rumahnya, sementara Kuncoro tengah sibuk dengan pasiennya sedangkan Lastri sedang sibuk di dapur.

Yoga di kala itu tengah bermain di pelataran rumahnya.

Yoga mendengar ada seseorang yang memanggil-manggil dirinya.

“Yoga kemarilah, kemarilah Yoga,” suara seorang wanita memanggil Yoga.

Yoga yang sedang bermain kelereng sendirian pun menghentikan permainannya lalu melihat di sekitarnya.

Dari kejauhan ada seorang wanita yang berdiri di pohon-pohon bambu sedang melambai-lambaikan tangannya ke arah Yoga.

“Yoga kemarilah,” ucap wanita itu yang melambaikan tangan ke arah Yoga berdiri tepat di rimbunan pohon bambu.

“Itu siapa ya, kok dia tahu namaku,” celetuk Yoga dengan wajah polosnya.

Wanita itu terus melambaikan tangannya guna memanggil Yoga.

Yoga mulai terpancing lalu berdiri dan ingin menghampiri wanita berdiri di rimbunan pohon bambu yang tidak jauh dari rumahnya.

Namun saat Yoga ingin menghampiri wanita itu, Lasmi keluar dan menegurnya.

“Yoga mau ke mana?” tanya Lasmi.

Dengan wajah polosnya Yoga menjelaskan kepada ibunya.

“Mau ke sana bu ada wanita yang memanggil Yoga,” sahut Yoga menunjuk rimbunan pohon bambu yang tidak ada siapa-siapa di sana.

“Tidak ada siapa-siapa di sana,” tegur Lastri.

Saat Yoga menoleh kembali wanita itu pun hilang Yoga yang melihat wanita itu tidak ada lagi pun kaget.

“Tadi wanita itu di sana Bu,” sahut Yoga dengan sangat polos.

“Ya sudah mainnya jangan jauh-jauh ya nanti Yoga di marahin Bapak dan sebentar lagi kita sarapan pagi ibu sudah mau selesai masaknya,” sahut Lastri menasihati Yoga.

“Iya Bu,” ujar Yoga kembali ke permainan kelerengnya.              

 Yoga pun meneruskan permainannya yang tertunda tadi.

Namun beberapa menit kemudian sosok wanita itu kembali muncul di rimbunan pohon bambu dan memanggil-manggil Yoga.

“Yoga Sini, kemarilah,” ujar sesosok wanita itu.

Yoga yang kembali mendengar pun menghentikan permainannya dan kembali berdiri menghampiri wanita itu.

Sampai akhirnya Yoga mendekati sesosok wanita itu dengan baju putih yang lusuh dan compang-camping dan berambut panjang terlihat dari baju lusuh yang di kenalan wanita itu dada wanita itu berukuran sangat besar tidak selayaknya wanita pada umumnya.

Yoga pun di ajak masuk ke rimbunan pohon bambu itu lalu menghilang entah ke mana.

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!