Proelium, tahun 2945
Tidak ada yang mengetahui dengan jelas sejarah asli dari awal terciptanya kekejian di dunia ini. Yang pasti, orang orang yang tinggal di dunia ini hanya memiliki dua tujuan hidup, yaitu membunuh dan bertahan hidup. Mereka semua layaknya seorang bandit yang saling bertarung satu sama lain. Mereka semua tidak punya rasa peduli ataupun mengasihi. Tidak peduli seberapa lemah dan tidak berdayanya kalian, mereka tetap akan mengincar mu, lebih tepatnya harta milikmu. Mereka tidak akan peduli tentang umur, jenis kelamin maupun status. Yang paling penting bagi mereka adalah untuk menjadi lebih kuat dan bertahan hidup dari para warden.
Warden adalah pasukan mechanoid yang merupakan dalang di balik semua kekejian di dunia ini. Mereka semua akan terus mengawasi gerak gerik manusia yang tinggal di kota kota. Tindakan apapun selain bertarung, seperti kerja sama, menyelamatkan orang lain, ataupun membiarkan seseorang yang kalah dalam pertarungan tetap hidup akan membuat para warden langsung membunuh orang yang melakukan tindakan tersebut. Di dunia ini, orang yang kejam dan haus akan pertarungan terus menjadi lebih kuat, sementara yang lemah dan yang naif hanya akan menjadi batu pijakan bagi orang orang tersebut.
Dan disinilah aku berdiri sebagai seorang petarung wanita yang paling disegani. Namaku Keres Sanguis, dan aku dikenal sebagai orang yang paling kuat dan kejam diantara para iblis berwujud manusia ini. Saat ini, aku sedang menghunuskan pedangku ke arah seorang anak kecil. Aku tidak peduli akan umurnya, tapi mungkin dia sekitar 5 tahunan. Yang pasti, dia telah mencuri sesuatu yang berharga dariku, yaitu sebuah pisau emas yang aku simpan di kantong celanaku. Perlu kuakui, dia memang seorang pencopet yang handal. Sayangnya, ini bukanlah dunia nya pencopet namun para pembunuh dan juga berandalan.
Satu tetes air matanya pun tidak berhasil membuatku tersentuh. Mataku masih menatap tajam ke arah muka bocah itu yang telah dibasahi oleh air mata. Wajahnya memelas, seolah meminta pengampunan dariku.
“Maafkan aku, kak, biarkan aku tetap hidup. Aku masih ingin tumbuh menjadi orang dewasa sepertimu. Aku tidak mau mati sekarang, kak !”
Permohonan bocah itu terdengar sangat bodoh di telingaku. Bukankah dengan mati di tanganku, dia tidak akan merasakan betapa kejamnya dunia ini. Lagipula aku juga punya keinginan yang sama dengannya. Menjijikkan, menurutku. Namun aku juga masih tidak mau mati sekarang. Aku pun mengangkat pedang panjangku sambil memasang wajah kesal.
“Aku juga tidak mau mati oleh warden sialan itu, bocah.” jawabku. Tangisan bocah itu semakin keras dan menjadi jadi. Kupingku ingin sobek rasanya.
“Siapa pun, tolong aku !”
Bocah itu dengan polosnya berteriak meminta tolong, walaupun seharusnya ia sudah tahu fakta bahwa orang orang di sekelilingnya justru bersorak karena melihat aksiku. Bocah ini, tidak punya pendukung sama sekali.
“Tidak ada yang akan membantumu, bocah.” ucapku sambil mengayunkan pedang ku ke kepala kecilnya sambil memejamkan mata. Pedangku mendarat dan pada akhirnya menebas tubuh seseorang, namun aku yakin itu bukanlah tubuh bocah kecil itu. Aku membuka mataku dan mendapati bocah itu telah menghilang dari hadapanku. Rupanya seorang pria telah menyelamatkan bocah itu dan membiarkan dirinya sendiri sebagai tembok daging untuk menahan serangan ku itu. Sampai sampai aku terkejut karena ada saja orang bodoh yang ingin mengorbankan diri sendiri untuk melindungi bocah kecil sepertinya.
“Katakan padaku, siapa namamu pahlawan gadungan.” ucapku dengan pelan sambil menoleh ke kiri menghadap ke arah 2 orang bodoh ini. Pria itu kemudian menjawab.
“Nama ku Optio. Dan aku adalah orang yang selalu melindungi anak kecil dari iblis bejat sepertimu ini !”
Pria ini sungguh menarik. Dia bahkan berani beraninya memanggilku dengan sebutan 'iblis bejat'. Aku masih heran bagaimana bisa ada orang yang senaif dia berusaha untuk menolong orang lain yang sudah tak tertolong, bahkan sampai rela mengorbankan dirinya sendiri.
“Apa kamu tidak takut mati dibunuh oleh para warden ?” tanyaku.
“Aku lebih takut akan Tuhan daripada para warden sialan ini tau !!”
Pria itu kemudian mengambil kedua pedangnya dan berlari ke arahku. Aku hanya melihatnya mendekat sambil mengamati cara ia berlari ke arahku. Bahkan dia sendiri tidak menyadari ada sebuah warden yang sedang terbang di belakangnya. Aku hanya berpura pura mengangkat pedangku seolah olah menanggapi serangannya dengan serius.
“Kepercayaanmu itu, hanyalah sia sia belaka.”
Seketika itu juga, pria itu terkena ledakan yang ditembakkan oleh warden dari belakangnya. Bagaimana bisa orang ini menyebut dirinya sebagai pelindung anak anak, saat dia sendiri tidak dapat melindungi dirinya sendiri.
Aku hanya berdiam diri sambil menyaksikan wajahnya yang terkena shock akibat serangan tiba tiba dari warden di belakangnya itu. Sudah jelas, dia akan meninggal setelah ini.
“Sayangnya, di dunia ini tidak ada yang namanya Tuhan.” gumamku sambil terus menatap ke tubuh pria itu yang langsung terlontar ke belakangku. Lupakan saja dia. Saat ini aku masih punya urusan dengan bocah pencopet itu.
Aku berjalan mendekat ke arahnya sambil melihat ke arah muka bocah itu yang sudah pupus harapan kehilangan satu satunya penyelamat hidupnya
“Kembalikan pisau ku itu bocah.” ucapku sambil menyodorkan tangan kiriku ke arahnya. Kali ini aku sedikit berbaik hati dengan menancapkan pedang zweihander ku ke tanah, tanda bahwa aku sedang tidak ingin bertarung melawannya. Tentu saja bocah itu diam.
“Hmph, kamu sudah tau, ya ?”
Aku langsung mengambil dan mengangkat zweihander ku dari tanah setinggi tingginya. Bocah itu kemudian bergumam kepada dirinya sendiri. “Maafkan aku, Ardere....... Fraglantia.”
“Aku duga itu adikmu.”
Bocah itu tetap diam mematung.
“Haruskah kubilang, kalau adikmu itu juga tidak akan bertahan lama di dunia ini ?” sambung ku sambil tersenyum sinis. Bocah itu kemudian menyembunyikan pisau emas hasil curiannya ke belakang tubuhnya.
“Tentu saja .....”
Pada akhirnya, aku memutuskan menebas bocah itu dan membunuhnya menggunakan pedangku.
“Sekalipun kamu mengembalikan pisau itu, aku tetap akan membunuhmu.”
Tubuh bocah itu pun terjatuh ke tanah dan meninggalkan bercak darah yang sangat banyak. Aku kemudian menggulingkan mayatnya lalu menunduk untuk mengambil kembali pisau emasku itu.
“Cih, gara gara darah kotor mu, pisau ini sudah tidak berwarna emas lagi.” keluhku. Aku kembali berdiri tegak dan mendapati orang orang di sekelilingku bersorak sorai gembira, sama sekali tidak peduli terhadap kematian bocah itu. Memang benar, merekalah iblis yang sesungguhnya.
Aku berjalan melewati kerumunan itu yang terus menerus memenuhi gendang telingaku dengan pujian dan sorakan. Bahkan, ada beberapa dari mereka yang meminta tanda tangan dariku, benar benar menyebalkan. Mataku kemudian mendapati tiga orang yang berjalan mendekat ke arahku kemudian menunduk secara bersamaan kepadaku.
“Bos, apa ada sesuatu yang anda ingin kami lakukan ?” tanya seorang dari mereka kepadaku.
“Ambil pedang milik mayat pria di belakang itu.” titah ku. Mereka kembali memberi hormat sebelum akhirnya langsung melaksanakan perintahku itu. Mereka adalah budak ku yang paling setia. Anjing anjing yang selalu mengikuti ku kemanapun aku pergi, sekalipun aku tidak menginginkan mereka.
Pada akhirnya, aku dan ketiga anjingku berjalan keluar dari gerbang kota, dan akan pulang menuju ke rumahku satu satunya.
Bersambung .....
Aku dan ketiga 'anjing' setiaku berjalan menjauh dari gerbang kota Mortis. Suasana hening. Tidak ada yang mengajakku bicara sama sekali. Lagipula tidak ada topik yang menyenangkan untuk di diskusikan di dunia ini. Perjalanan ini mulai semakin membosankan. Tidak ada hiburan apa pun selama aku dan ketiga anjingku berjalan ke rumahku. Sepertinya, aku lebih baik mengingat masa lalu ku kembali, yaitu kehidupan pertamaku sebelum akhirnya terlahir di dunia terkutuk ini.
Kehidupan pertamaku cukup damai dan menyenangkan. Aku adalah anak pertama dari 2 bersaudara dan terlahir di keluarga yang cukup kaya. Aku di kehidupan pertamaku bisa di bilang cukup sukses sebagai seorang wanita karir. Ketertarikan ku akan planet dan bintang bintang di luar angkasa berhasil mendorongku untuk menjadi salah satu ilmuwan terbaik yang bekerja di NASA. Bahkan aku sempat dianggap sebagai tokoh penting karena telah memajukan teknologi dalam bidang astrologi. Jika saja sampai sekarang aku masih berada dalam kehidupan pertamaku, mungkin saja 2 atau 3 tahun ke depan umat manusia sudah dapat bertransmigrasi ke planet lain. Namun itu semua berakhir saat aku dibunuh oleh seseorang yang misterius. Yang aku ingat hanyalah fakta bahwa pembunuh itu tidak terlihat seperti manusia pada umumnya. Penemuan terakhirku adalah sebuah penemuan yang dapat mengancam keberadaan manusia, dimana aku dan tim ku menemukan sebuah meteorit yang terjatuh di New York, Amerika. Ledakan besar meteor itu hampir menghancurkan setengah dari New York dan telah menimbulkan banyak korban jiwa. Namun yang lebih berbahaya adalah ledakan meteor tersebut menimbulkan radiasi yang dapat meracuni tubuh manusia. Jika saja aku masih hidup di kehidupan pertamaku itu, aku sudah pasti akan berjuang keras untuk mencari cara mengatasi hal itu. Setidaknya aku bangga karena memiliki banyak teman yang dapat ku andalkan di kehidupan pertamaku, tidak seperti tiga anjingku saat ini, menodongkan senjata hasil curian mereka ke arahku.
“Fulgur, apa yang kau lakukan ? Cepat bunuh orang ini ! Sebelum dia kembali dari lamunannya !”
“Kita terlambat, bodoh ! Dia sudah menyadarinya !”
Aku menghentikan langkahku. Seperti yang dibilang oleh anjingku yang bernama Fulgur itu, aku sudah menyadari niatan mereka, bahkan sejak tadi saat aku sedang terbuai dengan kehidupan masa laluku itu.
“Sudah kuduga. Kalian memanglah seekor anjing liar, yang selalu mengais makanan dari tubuh tuannya sendiri.”
Kali ini aku benar benar marah, hingga mengeluarkan aura sihirku yang berwarna keunguan itu. Aku dapat merasakan ketakutan dari ketiga anjingku yang pengecut itu. Anjingku yang pertama, Fulgur, mulai berjalan mundur menjauhiku saat aku mulai menoleh ke arahnya.
“Apa kamu kira hanya dengan mencuri pedang milik seorang pahlawan, bisa membuat menjadi seorang pahlawan juga ?” tanyaku dengan nada mengancam. Aku mulai mengambil pedang zweihander yang kusimpan di belakang punggungku.
“Hmph, kami bertiga tidak perlu menjadi pahlawan untuk membalaskan dendam ibu kami, ****** !!”
Anjing bernama Fulgur itu akhirnya berlari ke arahku sambil menghunuskan pedang milik pria bernama Optio tadi ke arahku. Dasar makhluk rendahan, dia kira bisa mengalahkan ku dengan menggunakan teknik seperti itu. Aku memegang zweihander ku dengan kedua tangan kemudian mengeluarkan seluruh kekuatan dari energi sihirnya yang membuat ketiga anjing itu terhempas ke belakang.
“Jadi begitulah .....”
“Tonitrui, kita bunuh mereka semua.”
Ketiga anjingku itu mulai bergidik ketakutan. Mereka hanya dapat berpura pura tidak gemetaran di hadapanku.
“Majulah, anjing anjing nakal.” ucapku dengan nada sinis.
“Ignis, kita maju sekarang !”
Yang bernama Fulgur memang berani sekali. Temannya, atau harus kusebut sebagai saudaranya yang bernama Ignis juga ikut berlari ke arahku. Walaupun mereka semua hanyalah segelintir sampah di hadapanku, aku tetap akan melayani mereka dengan serius. Walaupun aku tidak terbiasa dengan cara bertarung yang menghabiskan waktu seperti ini, setidaknya aku akan sedikit menghibur mereka dengan pertarungan sengit yang hanyalah palsu.
Mereka mulai menyerang ku dari dua arah yang berbeda, kiri dan kanan. Walaupun tiap serangan mereka cukup mudah untuk ditangkis, tetap saja serang bergiliran mereka sangat menyebalkan. Si anjing kedua, Ignis, kemudian mulai menyerang ku menggunakan tongkat berapinya dengan gerakan seperti menari dibantu oleh kelenturan tubuhnya. Harus kuakui, anjing yang satu ini layak untuk menjadi petarung tingkat atas.
Serangan terus menerus dari kedua anjing ini akhirnya berhasil membuatku sedikit terpojok. Aku menahan kedua senjata mereka berdua menggunakan zweihander kesayanganku, Tonitrui. Kedua anjing ini sepertinya sudah mulai memiliki harapan bahwa mereka dapat mengalahkan ku. Momen seperti inilah yang aku tunggu. Saatnya melakukan serangan balik dan menghancurkan harapan bodoh mereka itu.
Dengan menggunakan sihir petir milik Tonitrui, aku langsung melesat ke arah kiri dan meninggalkan kedua anjing itu dengan sebuah ledakan petir yang dahsyat, cukup kuat untuk membunuh 10 orang tanpa perlindungan apapun dalam sekali serangan. Aku rasa pelajaran itu sudah cukup untuk mereka, namun dugaanku ternyata salah. Anjing ketiga, Zephyrus, menembakkan sihir anginnya dari kejauhan. Aku pun menghindar dari serangan itu dengan melompat ke kiri. Dilihat dari pola serangannya, itu adalah sihir angin level lima, dan terbuang sia sia begitu saja.
“Sihirmu itu membuat suara terlalu keras, bodoh !” teriakku kepada anjing ketiga itu dari kejauhan.
“Memangnya apa masalahmu dengan sihirku, bodoh !?” balasnya dari kejauhan. Anjing yang satu ini benar benar kurang ajar. Dia kembali menembakkan sihir yang sama itu kembali ke arahku. Bajingan yang satu perlu dihajar dengan keras dan aku tidak ingin menghabiskan tenagaku dengan menghindari sihir ini kembali. Cukup dengan menggunakan kekuatan milik Tonitrui, aku dapat menangkis sihir itu hanya dengan ayunan kecil. Namun, ternyata aku salah sangka. Ledakan angin dari sihir itu sempat membuatku hampir terjatuh. Anjing yang satu ini hebat juga ternyata.
Baru saja saat aku mendapatkan keseimbanganku kembali, anjing kedua, Ignis, melompat ke arahku dari belakang. Aku tidak perlu menghindari yang satu ini. Pertahanan terbuka cukup luas dan dia juga tidak bisa terbang ke arah lain. Tanpa menoleh sedikitpun, aku membalikkan Tonitrui ku ke belakang kemudian menusuknya di bagian perut. Sangat mudah, dan sekarang tinggal 2 lagi anjing yang tersisa.
“Ignis !!”
Aku mendengar si Fulgur meneriakkan nama saudaranya dari kejauhan. Itu tidaklah berguna, teriakanmu tidak akan mengembalikan orang mati hidup kembali, ucapku dalam hati. Aku membanting badan anjing kedua ini ke tanah yang ada di depanku kemudian berjalan mendekatinya saat sadar kalau anjing ini belum mati, namun masih sekarat.
“Apa kata kata terakhirmu ?” tanyaku. Anjing itu hanya tersenyum lebar sambil terbatuk batuk mengeluarkan darah. Dia tidak menjawab dan hanya menatap ke arahku. Setelah beberapa detik tanpa perkataan apapun darinya, aku memutuskan bahwa anjing ini tidak akan menyerukan kata kata terakhirnya.
“Menunggumu hanyalah menghabiskan waktuku, dasar anjing sialan.”
Aku menusukkan pedangku ke dada anjing merah itu, seketika membuatnya terdiam untuk sementara. Aku menarik kembali Tonitrui dari dadanya dan menusuknya sekali lagi di tempat yang sama, hanya untuk memastikan kalau dia memang benar sudah mati. Setelah aku menarik kembali pedangku, aku membalikkan badanku menghadap ke arah dua anjing yang lainnya. Ada Fulgur yang mukanya dipenuhi oleh amarah dan juga kesedihan mendalam yang berada di depanku, dan si Zephyrus, yang mematung karena melihat saudaranya mati terbunuh oleh pedang kebanggaanku Tonitrui, yang berdiri di samping kananku.
“Sialaaaan !!”
Fulgur berlari ke arahku dengan emosi yang meledak ledak. Biasanya, orang yang mudah mengamuk seperti dia akan mati dengan cepat dalam pertarungan. Kita lihat seberapa cepat anjing ini akan mati di tanganku saat dirinya ditelan oleh emosinya sendiri. Aku menangkis semua serangannya dengan mudah. Tidak ada yang spesial dari anjing yang satu ini, kecuali kapasitas energinya yang cukup banyak. Dia terus mempertahankan serangannya tersebut tanpa kelelahan sama sekali. Jika ini terus berlanjut, aku yang tidak punya kapasitas energi sebesar dirinya akan berada dalam bahaya. Sepertinya aku terlalu meremehkan anjing yang satu ini. Bagaimanapun, aku harus menghentikan serangannya jika tidak, aku akan berada dalam posisi yang bahaya.
“Kenapa kau nggak mati aja, bajingan !!?”
Akhirnya dialah yang mengalah duluan. Anjing itu, Fulgur melompat ke belakang menjauhiku, kemudian mengangkat pedangnya tinggi tinggi dan mulai merapal sihir terkuatnya. Padahal anjing itu tadi berada dalam posisi yang lebih menguntungkan dari padaku, sekarang keadaannya telah terbalik.
“o deus omnipotens , hunc gladio imperfectum benedic virtute tua , et fac me - !!”
Fulgur, si anjing pertama yang sedang merapalkan mantra sihirnya itu mengeluarkan darah dari mulutnya. Aku tidak perlu lama lama menunggunya merapal sihirnya kemudian menunggu pedang curiannya itu melepaskan serangan dahsyat ke arahku. Saat ini, pedangku telah menembus perutnya. Tentu saja aku yang melakukan itu. Saat dia sedang merapal mantra, aku langsung melesat ke arahnya dan menusuknya dengan Tonitrui ku.
“Kamu merapal sihir terlalu lama bodoh.” ucapku sambil menarik Tonitrui dari perutnya, kemudian menebasnya sebanyak dua kali yang menyelesaikan kehidupannya di dunia ini seketika. 2 anjing terjatuh, kini tinggal satu lagi. Aku menoleh ke arah anjing yang ketiga, Zephyrus yang saat ini masih berdiri di tempatnya sambil menundukkan kepalanya ke bawah. Entah apa yang dilakukannya, tapi aku mendengar suara seperti cekikikan dari arahnya. Anjing ini baru saja tertawa setelah melihat kematian kakaknya. Ia tertawa semakin keras. Sepertinya karena ia sudah menjadi gila.
“Bajingan ! Bajingan ! Bajingan ! Mati kau !!” Teriak Zephyrus dengan kencang kepadaku. Angin hitam mulai berhembus kencang dan mengelilinginya. Anjing ketiga tersebut kemudian mulai melayang di atas tanah sambil terus mengutuki tuannya, yaitu aku sendiri. Puluhan lingkaran sihir berwarna hijau mulai bermunculan di belakangnya.
“Hebat juga kau. Apa itu sihir angin level 10 ?” gumamku sambil melihat ke arahnya. Anjing itupun kemudian menembakkan sihir anginnya ke arahku. Sepertinya memang benar. Saat aku menangkis tembakan dari sihir angin tersebut, aku dapat merasakan tekanan yang sangat kuat hingga hampir melemparkan ku ke belakang. Anjing ini menggunakan sihir level 10 dengan cuma cuma, tidak mempedulikan jumlah energi sihir yang dihabiskannya sendiri. Bagaimanapun, aku harus mendekat ke arahnya. Aku terus menangkis sihir angin yang dia tembakkan secara terus menerus. Aku terus menghindar, menangkis, dan berlari mendekatinya.
Sialan, sihir orang ini sangat kuat sekali. Pada akhirnya, saat aku menangkis salah satu sihir angin tersebut, aku terhempas ke belakang.
“Kena kau, iblis bajingan !!”
Ia mengepalkan tangannya, dan seketika itu juga aku dikelilingi oleh angin hitam yang sangat gelap. Tentu saja aku tidak akan diam saja sambil menunggu terbunuh oleh sihirnya. Dengan kemampuan milik Tonitrui, aku menerjang keluar dari penjara angin tersebut yang merupakan sihir level 7. Aku sekarang sudah berdiri di belakangnya, dan dia masih saja melepaskan tembakan pedang angin ke dalam penjara angin tersebut. Walaupun bodoh, tetap saja kemampuannya tidak dapat diremehkan.
“Hei, Zephyrus. Apa yang kamu lakukan ? Aku ada di belakangmu, bodoh.” seru ku. Dia langsung menoleh ke belakang dan terkejut saat mendapatiku tengah berdiri di belakangnya.
“Aku baru saja pindah kesini tahu. Kamu tidak sadar ?” tanyaku dengan santai.
“Bajingan !!”
Aku menerjang ke arahnya yang membuat ia menciptakan lingkaran sihir di tangannya. Aku menebas lingkaran sihir itu dan justru terlempar ke belakang. Perisai angin rupanya. Ia kembali menggunakan penjara anginnya, namun aku menerjang ke arahnya, sebelum aku terkurung dalam sihir tersebut sekali lagi. Orang ini benar benar tidak mengerti cara menghemat energi sihirnya sendiri. Aku melompat ke atas dan mengeluarkan seluruh kekuatan Tonitrui. Serangan ini adalah akhir bagi hidupnya. Ia mendecih kesal, kemudian kembali menggunakan perisai anginnya.
“Kamu baru saja membunuh dirimu sendiri bodoh.”
Aku mendorong tubuhku ke arahnya kemudian menebas perisai angin miliknya. Zweihanderku, Tonitrui dengan seluruh kekuatannya, tentu saja dapat menghancurkan perisai angin tersebut yang sudah kekurangan energi sihir. Aku berakhir mendarat di belakangnya dan mendaratkan tebasan yang seketika membunuhnya. Tubuhnya terjatuh ke tanah dan meninggal.
“Kamu.... Adalah satu satunya yng tidak layak dianggap sebagai anjing, Zephyrus.”
Aku berjalan tertatih tatih melewati hutan belantara yang merupakan jalan yang harus ku lewati untuk pulang ke rumahku. Aku menghabiskan terlalu banyak energi hanya untuk membunuh kedua anjing dan si Zephyrus itu. Walaupun aku adalah petarung wanita terkuat, bukan berarti aku tidak punya kelemahan. Justru kelemahan itu sangatlah besar sampai sampai merugikan ku dalam pertarungan yang memakan waktu lama seperti tadi. Tubuhku tidak dapat memulihkan energi sihir sepenuhnya hanya dalam sehari seperti orang normal lain yang ada di dunia ini, dan juga kapasitas sihirku terlalu rendah untuk menggunakan sihir tingkat tinggi. Sudah 25 tahun berlalu sejak aku terlahir kembali di dunia ini, namun kapasitas sihirku tetap sama saja seperti dulu. Selama ini aku hanya terus bergantung kepada senjata kebanggaanku, Tonitrui.
Aku mendongak ke atas, dan disitulah mataku mendapati sebuah mansion di atas bukit. Di situlah rumahku satu satunya berada. Benar benar sebuah perjalanan yang akan menguras tenaga sisa ku. Mansion tersebut merupakan hasil pembunuhan ku kepada seorang duke pengecut yang sama sekali tidak dapat bertarung dan juga tidak becus juga dalam memimpin daerahnya sendiri. Lebih dari satu jam aku habiskan hanya untuk masuk ke mansion ku yang sudah tampak terbengkalai itu. Aku membuka pintu mansion ku dengan keras sambil mengeluarkan nafasku sebanyak banyaknya. Nafasku terengah engah. Hanya untuk masuk ke tempat tinggal saja sampai hampir membunuhku. Mataku seketika tertuju pada sebuah warden yang tertidur di atas meja kayu jati di depan ku.
“Bangunlah, Poppy.” ucapku kepada warden itu. Poppy seketika melayang dan terbang mengelilingiku, seolah menyambut ku pulang. Aku menatap ke arah mata besarnya yang terus berkedip ke arahku. Warden peliharaanku itu berhasil membuatku tersenyum kecil.
“Hmph, lucu.”
Aku berjalan menuju tangga diikuti oleh Poppy yang terbang di belakangku. Aku sudah memelihara Poppy selama 14 tahun. Dia awalnya sama seperti para warden yang lainnya, mengawasi dan terus mengawasi perkotaan tanpa keinginan yang lain. Aku sempat hampir menghancurkannya berkeping keping. Saat itu aku masih berumur 14 tahun. Karena umurku itu, keingintahuanku masih sangat tinggi. Butuh berhari hari untukku membuatnya menjadi sejinak seperti saat ini. Aku duduk di kursi santai ku tepat di sebelah jendela yang mengarah keluar. Aku merendam tangan kiriku ke dalam air es sambil terkadang meringis kesakitan. Poppy yang melihatku kesakitan mendekati tangan kiriku yang ada di dalam baskom.
“Mau ku tenggelamkan ?” tanyaku kepada Poppy yang langsung menoleh ke arahku. Aku tertawa kecil sambil tersenyum. Hanya makhluk kecil ini saja yang bisa membuatku menunjukkan sisi lembut ku. Aku menengok ke arah jendela menikmati malam gelap yang ada di luar. Aku merenung akan kesendirianku di rumah dan di dunia ini. Mungkinkah ini akibat yang harus ku tanggung sebagai seorang pendosa ? Walaupun aku adalah seorang yang duduk di puncak tertinggi di dunia ini, tidak ada sama sekali yang menghormati ku. Tidak ada yang ingin berteman denganku. Hanya Poppy lah yang selalu berada di sisiku. Bukan karena kebaikanku, namun karena eksperimenku saat itu. Tidak ada sama sekali yang namanya kedamaian di kehidupanku saat ini. Lupakan saja hal ini, karena aku sudah hidup sebagai seorang pendosa sejak kematian ibuku yang baru di dunia ini.
Aku beranjak dari kursi santai ku dengan diikuti oleh Poppy yang tebang di belakangku seperti biasa. Aku berjalan menuju kamar tidurku dan meletakkan Tonitrui di meja makan. Lagipula tidak ada yang akan peduli di mana aku akan meletakkan pedangku itu.
Beberapa saat kemudian, aku telah sampai di depan kamar tidurku dan aku masih saja diikuti oleh Poppy yang terus memperhatikan punggungku dengan satu mata besar ciri khas para warden itu. Aku membuka pintu kamar tidurku dan berdiri di ambang ambang pintu.
“Kembalilah ke tempat tidur biasa mu itu, Poppy.” ucapku dengan tatapan tajam yang membuat Poppy menundukkan kepala besinya. Ia terlihat sedih saat itu.
“Cih, masuklah.”
Aku pada akhirnya membiarkan Poppy masuk ke kamarku. Ia langsung terlihat senang kembali dan langsung terbang mengitari kepalaku sebelum akhirnya berhenti dan terus melayang di samping kiriku.
“Terserahlah.” gumamku sambil menutup pintu kamarku. Aku langsung membaringkan tubuhku ke kasur dengan cepat sambil melepaskan rasa lelahku seketika. Entah akan tidur di mana makhluk berwujud seperti ubur ubur terbang itu akan tidur, yang pasti jangan tidur di atas kasur king size ku ini. Sudah pasti dia akan langsung tertendang oleh kakiku saat aku sedang tertidur lelap. Aku sempat duduk kembali hanya untuk melihat Poppy yang terbang merendah kemudian mendaratkan tubuh besinya ke lantai. Tentu saja dia sudah tahu akan posisinya saat ini.
Aku membaringkan tubuhku di kasur empuk untuk beristirahat sejenak, tanpa kusadari kalau ada sesuatu yang sedang mengintai rumahku dari atas dan Poppy sudah menyadari itu. Malamnya, Poppy mulai terbang melingkar secara terus menerus di atas mukaku dan itu tentu saja berhasil membuatku terbangun dan merasa kesal.
“Aaargh, siapa sebenarnya yang sudah ngajarin kamu kurang ajar seperti ini !?” ucapku dengan kesal sambil mengibaskan tangan kiriku yang berusaha untuk mengusirnya. Aku akhirnya terpaksa membuka mataku saat Poppy mulai menggunakan ketiga tentakelnya untuk menyentuh wajahku terus menerus. Setelah ia melihat aku terbangun, ia mulai mengeluarkan suara suara mekanis yang selalu ia gunakan sebagai bahasa komunikasi nya denganku.
“Kalau kamu mau bilang ada yang sedang menggangguku saat ini, itu kamu sendiri tau, dasar ubur ubur bodoh !” seruku sambil tak sengaja menampar Poppy hingga terjatuh ke kasurku. Aku kemudian langsung duduk dan melihat ke arah pintu kamarku. Mataku yang jeli menangkap seberkas cahaya biru yang menurutku terlihat sangat khas. Itu adalah cahaya yang dikeluarkan oleh mata lebar para warden saat sedang mencari sesuatu. Aku langsung menarik selimutku dan bersembunyi di dalamnya, tidak lupa juga menyembunyikan Poppy ke dalamnya.
“Siapa yang mengizinkanmu untuk mengajak teman temanmu masuk ke sini, bangsat ?” tanyaku ke Poppy dengan geram. Mata Poppy tidak membesar atau menciut sekalipun, menandakan bahwa dia sedang tidak berekspresi untuk saat ini. Telingaku kemudian menangkap suara pintu yang perlahan terbuka. Aku membalikkan tubuhku ke kanan kemudian mengintip keluar dari dalam selimutku. Aku melihat 3 warden yang sama persis dengan Poppy, bahkan tidak bisa dibedakan sama sekali. Ketiga warden itu terbang melewatiku sambil terus menerus menggerakkan satu mata besar mereka. Aku berusaha untuk tidak bergerak semaksimal mungkin. Aku kemudian membalikkan tubuhku kembali menghadap Poppy. Mataku terus mengawasi pergerakan para warden yang mengawasi kamarku itu, dan saat mereka akhirnya membelakangiku, aku langsung menarik Poppy ke dalam pelukanku dan berguling ke bawah lantai. Para warden itu seketika berbalik menatap ke belakang mereka. Aku terus bersembunyi di balik kasurku sambil memeluk Poppy dengan erat. Walaupun diriku terlihat tenang saat ini, aku sebenarnya sedang ketakutan. Masih dalam pelukanku, Poppy kemudian melakukan scan menggunakan matanya ke arah para warden yang ada di kamarku itu. Poppy kemudian menoleh ke arahku, seolah mengatakan kalau aku dapat keluar dari dalam sini sekarang juga. aku berbisik kepadanya.
“Apa kamu yakin ?”
Poppy hanya mengangguk. Tentu saja, karena semua warden tidak bisa berbicara bahasa manusia. Aku mengambil nafas sedalam mungkin dan berusaha untuk mengatasi segala ketakutanku. Akan kuhancurkan peliharaan ini jika aku terkena tembakan laser mereka. Setelah beberapa saat, aku akhirnya langsung berlari sekencang mungkin untuk keluar dari kamarku, kemudian langsung menutup pintu itu dengan keras yang membuat ketiga warden itu mengetahui keberadaanku. Aku terus berlari di antara lorong rumahku sambil melepaskan Poppy dari pelukanku, membiarkannya terbang sambil mengawasi bagian belakangku. Kamar tidur itu meledak seketika dan ketiga warden itu gerbang keluar dari dalamnya. Aku pun menghentikan pelarianku dan berbalik ke belakang menghadap ke arah warden liar tersebut ditemani oleh Poppy di sebelah kananku. Mata ketiga warden itu kemudian menyala terang dan beberapa detik kemudian rentetan laser ditembakkan ke arahku.
“Poppy !”
Poppy langsung menciptakan sebuah perisai energi dari matanya dan melindungiku dari rentetan laser itu. Aku meraba bagian belakang tubuhku, dan tentu saja tidak ada senjata apa pun yang dapat kugunakan. Aku terpaksa harus menggunakan sihir petirku. Aku menembakkan sebuah aliran listrik yang seketika mengenai warden paling kiri, mengalihkan perhatian warden yang lainnya. Poppy dengan cepat mematikan perisainya itu dan langsung menembakkan laser yang seketika menghancurkan 2 warden yang lainnya. Aku mengambil nafas lega, kemudian mengelus kepala Poppy sambil tersenyum bangga.
“Anak pintar.”
Poppy memejamkan matanya sembari kepalanya dielus olehku. Setelah beberapa detik, aku berhenti mengelus kepala Poppy dan langsung menoleh ke belakang lagi saat menyadari ada warden yang lainnya yang sedang naik ke atas sini. Aku menoleh ke area sekitar dan tidak ada barang yang cocok kujadikan sebagai tempat persembunyian. Aku tidak tau kemana aku harus bersembunyi saat ini. Poppy kemudian terbang ke samping kananku dan berubah menjadi tidak terlihat, juga memancarkan cahaya biru dari matanya ke arahku, membuatku menjadi tidak terlihat juga. Baiklah, aku harus menggunakan kesempatan ini sebaik mungkin. Dari tangga di depanku, tiga warden yang lain pun akhirnya menampakkan diri mereka. Ada satu yang berwarna hitam di tengah, dan aku tahu itu adalah versi warden yang lebih kuat daripada yang biasanya. Aku dan Poppy diam di tempat dan membiarkan mereka melewati kami terlebih dulu. Saat ketiga warden tersebut terpancing oleh tubuh dari ketiga rekan mereka yang telah hancur, aku pun langsung berlari menuju ke tangga dan menuruninya sambil diikuti oleh Poppy dari belakang. Beruntung warden elit itu tidak menyadari keberadaanku seperti tiga warden yang lainnya. Tangga itu membawaku ke ruang dapur, dan di sanalah aku melihat banyak warden telah menginvasi rumahku ini. Aku dibuat kesal karena ini dan aku langsung mengepalkan tangan kananku, bersiap untuk melepaskan serangan sihir dalam skala besar. Namun Poppy menahanku dengan terbang mendekat sambil mengelus kepalaku dengan tentakel besinya, membuatku tenang seketika.
Ini akan sedikit sulit. Aku hanya perlu mengambil Tonitrui di meja makan di lantai dua ini, dengan begitu aku dapat menggunakan kekuatannya untuk melindungiku dari ketinggian. Dengan cahaya kamuflase yang dipancarkan terus menerus oleh Poppy, aku berjalan mengendap endap melewati puluhan warden yang terbang ke sana kemari di ruangan luas ini. Setelah beberapa saat, aku dan Poppy tiba di meja makan tempatku menaruh Tonitrui saat itu. Namun mengejutkannya, Tonitrui tidak ada di meja itu sama sekali.
“Tidak mungkin, aku menaruhnya di sini tadi.” gumamku. Aku berbalik menghadap ke belakang dan mengawasi barang barang yang tertata rapi di ruangan ini, mungkin saja entah bagaimana Tonitrui berpindah tempat dengan sendirinya, tentu saja itu tidak mungkin. Poppy kemudian terbang mendekat ke arahku dan menggunakan tentakelnya untuk menunjuk nunjuk cahaya biru yang dikeluarkan oleh matanya itu.
“Apa maksudmu menunjuk cahaya itu ?”
Aku berpikir dengan sangat keras hanya untuk mendapatkan jawaban dari tingkah lakunya yang aneh itu. Mungkin saja ada pesan tersembunyi yang mau dia sampaikan, dan itu juga berhubungan dengan cahaya biru ini. Jika cahaya itu dapat membuatku menjadi tidak terlihat, berarti itu juga dapat berlaku untuk benda lain, misalnya senjata seperti Tonitrui. Akhirnya aku mengerti apa yang dimaksud oleh Poppy barusan.
“Apa maksudmu ada salah satu dari mereka yang menyembunyikan Tonitrui menggunakan cahaya biru ini ?” tanyaku kepada Poppy. Poppy mengangguk sebagai jawaban. Ternyata dugaanku itu memang benar. Poppy kemudian menggunakan salah satu tentakelnya kembali untuk menunjuk nunjuk sebuah kursi sofa di kananku.
“Kamu menyuruhku untuk sembunyi ? Buat apa ?” tanyaku kepadanya. Poppy terus menunjuk sofa itu dengan tentakelnya. Akupun menghela nafasku dan berjalan ke belakang sofa itu.
“Baiklah, baiklah. Apa aku harus bersembunyi di sini ?” tanyaku. Poppy pun menjawabnya dengan anggukan kembali. Dengan nafas kesal aku bersembunyi di balik sofa itu sambil menengok ke arah kiri kemudian berbalik menatap Poppy yang mulai mengintip dari balik sofa.
“Apa yang kamu lakukan, Poppy ?” tanyaku kebingungan. Poppy kemudian berhenti memancarkan cahaya biru itu dan membuatku menjadi terlihat kembali. Makhluk itu kemudian memancarkan cahaya berwarna kuning ke sebuah warden yang sedang berpatroli di dalam rumahku ini. Setelah beberapa detik tidak menemukan benda apapun yang disembunyikan oleh warden itu, Poppy kembali bersembunyi di balik sofa dan memancarkan cahaya birunya ke arah ku kembali.
“Jadi begitu. Baiklah aku mengerti. ”
Aku sedikit meninggikan badanku untuk mengintip dari atas sofa. Setelah beberapa detik memperhatikan para warden, aku mendapatkan satu warden yang kuduga adalah dalang yang menyembunyikan Tonitrui.
“Poppy, scan warden itu.” suruhku sambil menunjuk salah satu warden yang sedang terbang di dekat meja makan, lalu kembali bersembunyi. Poppy pun berhenti memancarkan cahaya birunya, kemudian melakukan scan pada warden yang kutunjuk itu. Beberapa detik kemudian, Poppy berhenti dan kembali menyembunyikanku dalam mode kamuflase dengan cahaya birunya itu. Ia menggelengkan kepalanya. Sepertinya warden yang tadi tidak menyembunyikan apapun. Kalau begitu aku akan menunjuk warden yang lebih jauh dari sini. Mungkin saja mereka sudah membawa Tonitrui menjauh.
“Poppy, bagaimana kalau warden yang itu ?” tanyaku sambil menunjuk salah satu warden yang paling jauh dari tempatku saat ini. Poppy justru menggelengkan kepalanya kepadaku. Aku pun menggeram ke arahnya.
“Beraninya kamu menolak perintahku !”
Poppy seketika memancarkan cahaya birunya ke arah warden yang kutunjuk tadi. Cahaya itu tidak dapat menyentuhnya sama sekali karena jarak yang terlalu jauh. Ternyata Poppy menolak perintahku itu karena cahayanya tidak dapat sampai ke warden yang kutunjuk itu.
“Tidak sampaikah ? Maafkan aku.”
Poppy mengangguk kembali dan terbang mendekat ke arahku kemudian menempelkan kepalanya ke kepalaku.
“H - hentikan itu !”
Poppy terbang menjauh dariku kemudian mengeluarkan suara mekanisnya yang terdengar seperti orang tertawa. Aku menatap ke arahnya sebentar karena tak percaya.
“Hei, sejak kapan kamu belajar tertawa !?” tanyaku dengan suara yang agak keras. Aku langsung menutup mulut dengan tangan kanan ku karena keceplosan. Sepertinya masih tidak ada warden yang menyadari keberadaanku itu. Sialan, sifat anak kecilku keluar kembali. Poppy memutar kepalanya 360° seolah mengejekku. Bisa bisanya aku dipermalukan seperti ini oleh peliharaanku sendiri.
Aku menghela nafasku dan memutuskan untuk berpindah tempat persembunyian ke meja kaca di dekat warden itu.
“Poppy, lindungi aku.”
Poppy kembali memancarkan cahaya birunya kepadaku. Aku harus menyelesaikan masalah ini secepat mungkin. Kalau tidak, mungkin saja Tonitrui sudah dibawa keluar oleh warden sialan ini. Aku berjalan menuju meja kaca itu, kemudian Poppy memancarkan cahaya scannya. Lagi lagi tidak ada yang ditemukan pada warden itu. Poppy mematikan scan nya, kemudian diam sejenak. Ia kemudian terbang menjauhiku ke arah meja yang ada di depan sofa tempatku pertama kali bersembunyi. Setelah itu ia kembali dengan sebuah kotak dan menaruhnya di hadapanku.
“Baiklah, apa yang sebenarnya kau lakukan ?”
Lagi lagi tingkah makhluk ini membuatku berpikir keras dan hampir membuatku menggunakan keseluruhan otakku. Tiba tiba aku tersadar akan sesuatu. Mungkin saja Poppy menyuruhku untuk mencari warden yang terbang menjauh dari kawanannya sendiri. Aku menggunakan kedua mataku yang jeli ini untuk mencari cari, dan disitulah aku mendapatkan sebuah warden yang terbang mendekati jendela mansionku. Aku langsung menunjuk warden itu.
“Poppy, scan warden mencurigakan itu !” suruhku. Poppy langsung melakukan scan pada warden yang kutunjuk, dan secara perlahan wujud Tonitrui mulai sedikit terlihat.
“Kena kau.”
Aku menggunakan sihirku kembali dan menembak warden itu yang seketika jatuh ke lantai. Tanpa perlu lama menunggu, aku dan Poppy langsung cepat cepat berlari ke arah Tonitrui yang sudah terjatuh itu. Para warden di sekitar langsung menembaki kami dengan tembakan laser penghancur mereka. Aku pun mengambil Tonitrui dan bersiap untuk mengaktifkan kekuatannya.
“Poppy, lindungi aku !”
Poppy kemudian menciptakan sebuah perisai berwarna kuning dari matanya. Walaupun sudah terlindungi, Poppy masih saja dibuat kewalahan saat melindungiku karena rentetan peluru laser yang terus menyerangnya. Aku tidak boleh lama lama mengakhiri ini. Aku langsung mengangkat Tonitrui di belakang kepalaku, kemudian menggunakan bilah pedangnya untuk melukai telapak tangan kiriku sendiri. Aku sempat meringis kesakitan, dan saat itulah Tonitrui mengeluarkan seluruh kekuatannya.
“Matilah kalian semua, warden sialan !!”
Aku mengayunkan Tonitrui di udara dan seketika rumahku meledak dengan kekuatan dahsyat, sekaligus menghancurkan seluruh warden yang berada di dalamnya. Sementara aku dan Poppy, telah terjun ke bawah dan aku mendarat di tanah dengan sempurna tanpa luka sedikitpun. Itu semua berkat bantuan sihir listrik dari Tonitrui. Reruntuhan rumahku mulai berjatuhan ke bawah di belakangku dan Poppy. Aku berdiri kembali dan mataku melihat sosok seorang humanoid berdiri di balik asap tebal. Matanya yang bersinar terang merah kekuningan membuatku tersadar bahwa itu adalah mata yang sama yang dimiliki para warden pada umumnya.
“Tunggu, sejak kapan ada warden berwujud humanoid ?”
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!