NovelToon NovelToon

Wanita Bayaran Luka Masa Lalu

Gelora Cinta

"Terima, terima, terima." Suara dari siswa yang berada di lapangan.

Wajah Leora merona merah jambu. Saat seorang pria tertampan dan terkeren satu sekolah itu menyatakan cinta di depan teman-teman sekolah. Aliando Smith Alrezi, pria yang saat ini tengah berjongkok di depannya dengan sekuntum bunga mawar merah.

Gadis yang memiliki hobi menulis itu, hanya mampu menunduk malu-malu saat cintanya terbalas. Ya. Al, adalah pria yang selama dua tahun ini Leora kagumi. Akan tetapi, Leora sadar diri. Dalam strata sosial, ia tidak akan mampu menggapai cintanya itu. Bagaimana tidak? Di antara keduanya, terdapat jurang yang begitu dalam memisahkan mereka dalam batas ketidakmungkinan.

Mungkin, hari ini dewi keberuntungan tengah berpihak padanya. Sang idola sekolah, kini tengah menunggu jawaban akan tembakan cinta. Leora sesekali hanya mampu melirik mencuri pandang sang pujaan hati. Dadanya terlalu bergemuruh hebat, hanya untuk sekedar mengangkat kepala.

"Ra? Gimana? aku capek lo, jongkok terus." Al meringis.

"Eh, oh. Em, apa, apa kamu yakin?" tanya Leora meragu.

Dahi Al mengerut dan bertanya. "Kenapa aku tidak yakin? aku rasa, aku sudah dengan posisi begini yang kepalang basah."

"Memalukan jika aku tidak diterima bukan?" Seringai tipis terbit di bibir Al.

"Em, i-iya," jawab Leora terbata.

Al mendongakkan kepala. Menatap dalam Leora, yang tengah dirundung rasa malu. "Benarkah?"

"Iya! To-tolong berdirilah. I-ini memalukan," ucap Leora sembari menoleh ke kiri dan kanan.

"Hore! Diterima!" sorak Al.

Tentu saja diikuti dengan sorak sorai para teman-teman sekolah yang lain. Pemandangan tersebut, membuat Leora semakin merona. Sungguh tak terbayangkan sebelumnya, akan menjadi perhatian satu pusat sekolah.

Seminggu berlalu. Semenjak kejadian hari itu, Al dan Leora semakin dekat. Setiap pagi, mereka bertemu di pertigaan dekat rumah Leora. Jika sang ayah tahu Leora memiliki pacar, bisa-bisa Leora akan diomeli habis-habisan. Hari-hari Leora semakin berwarna, karena gadis itu lolos dari pembulian Meilana. Seorang gadis dari keluarga konglomerat, yang entah dengan alasan apa begitu membenci Leora.

Tiba-tiba, sikap Al berubah. Hal yang cukup membuat Leora kepalang gelisah. Saat-saat Leora tengah dimabuk asmara, entah mengapa sikap Al menjadi berubah. Pria itu bahkan sedikit menjauh. Tak pelak, Leora mengajaknya kencan untuk membicarakan masalah hubungan keduanya.

"Kenapa?" tanya Leora saat mereka berdua telah bertemu.

"Sementara kita menjauh dulu," kata Al.

Pria itu bahkan tak menoleh sedikitpun. Semakin membuat Leora merasa sakit hati. Ditatapnya wajah Al yang sangat tampan dan berkelas. Leora menjadi kelimpungan. Cintanya, hatinya, kini telah tertambat sempurna bak anak muda tengah dimabuk asmara.

"Bisakah, kau mengatakannya kepadaku?" tanya Leora.

"Tidak. Aku masih bisa menanggungnya sendiri." Al menghindari tatapan kedua mata Leora.

"Al, katakan padaku. Jangan begini, aku mohon," lirih Leora.

Nampak Al menghela nafasnya dalam. Beralih menatap Leora lekat dan bertanya, "Aku merasa kau tidak mencintaiku, Ra. Apa mungkin kau terpaksa, menerimaku sebagai pacarmu?"

"Al, kenapa kau bertanya hal ini? Sudah pasti aku menyukaimu. Kenapa kau bertanya lagi?" Leora menatap sendu ke arah Al.

"Leora, ketika aku akan menciummu kau mengelak. Ketika aku berusaha lebih dekat denganmu, kau malah menjauh. Aku merasa ... hanya aku saja yang memiliki rasa, Sedangkan kau! kau lebih banyak menjaga jarak denganku, Kau tidak mencintaiku!" seru Al.

Mendengar penjelasan Al, Leora tersentak. Hatinya menghangat, bahkan kini hatinya terasa dipenuhi bunga-bunga indah yang bermekaran. Al, remaja yang paling populer di sekolahnya menyatakan cintanya secara terang-terangan kepada Leora yang naif.

"Sungguh, Al. Aku juga mencintaimu. Kau meragukan cintaku?" tanya Leora.

Al mengangguk dengan cepat dan menjawab. "Ya! Rasanya selama ini, hanya aku saja yang memiliki rasa. Aku selalu berusaha membuktikan, bagaimana hatiku begitu mencintaimu."

"Begini saja, apa kau ingin bukti jika aku benar-benar mencintaimu?" tanya Leora.

"Ayo, ke rumahku." Al dengan cepat menarik tangan Leora.

Meski bingung, Leora tak lagi protes. Bagaimana bisa Leora berfikir jernih, sedangkan ia sendiri terbelenggu gelora cinta yang tengah membara? Seringai tipis terbit di bibir Al. Merasa rencana tinggal selangkah lagi.

"Al, ini di mana?" tanya Leora saat mereka telah sampai di sebuah rumah mewah.

Al mengukir senyuman. "Rumahku. Ayo, aku akan mengajakmu melihat-lihat tempat aku dibesarkan," ajak Al.

"Rumahmu?" Leora meragu.

Entah mengapa ia merasa saat ini, ia dan Al seakan terhalang oleh jurang perbedaan kasta yang dalam. Bahkan bukti nyata kini terpampang nyata.

"Tenang saja. Mama dan papaku sedang ada di luar negeri. Setidaknya, aku harus membawa kekasihku ini mengenal di mana tempat aku dibesarkan." Lagi-lagi kata-kata yang dilontarkan oleh Al, membuat Leora semakin terperosok dalam.

Kini keduanya mulai memasuki rumah mewah tersebut. Dengan kikuk, Leora mengekor di belakang Al yang antusias memperlihatkan rumah mewahnya. Leora begitu takjub dengan setiap sudut rumah mewah Al.

"Rumahmu besar sekali," kata Leora.

"Bukan rumahku. Lebih tepatnya rumah kedua orang tuaku. Ayo, aku akan membawamu berkeliling lagi." Al menarik tangan Leora kembali.

Kali ini mereka berdua menuju ke kamar milik Al. Sebenarnya Leora ragu, akan tetapi tarikan tangan Al begitu kuat. Membuat Leora mau tak mau masuk ke dalam kamar sang pujaan hati.

"Ya Tuhan. Semakin aku tahu tentang Al, semakin membuatku tidak pantas untuk bersanding dengannya. Apakah, pilihanku ini benar?" Leora membatin. Jantung Leora berpacu lebih cepat ketika ia mendapati banyak sekali foto milik Al di masa kecilnya yang menggemaskan.

"Kau lucu sekali dan tampan saat kecil," celetuk Leora.

"Pria tampan ini kekasihmu, Nona! Terima kasih untuk pujiannya," tukas Al.

Leora terjingkat tatkala mendapati Al telah berdiri di belakang tubuhnya. Bahkan gadis itu bisa dengan mudah menghirup aroma maskulin dari parfum Al. Lagi, Leora dibuat terpaku. Lalu entah bagaimana, Al telah menenggelamkan kepalanya di ceruk leher jenjang Leora. Membuat Leora merasa risih, serta bulu kuduknya meremang.

"Leora, aku mencintaimu. Sangat mencintaimu," bisik Al di telinga Leora.

Setelah itu, Leora dan Al memadu kasih di atas ranjang. Menyatukan dua tubuh atas nama cinta. Sungguh naif. Satu bulan berlalu. Semenjak kejadian itu, Leora semakin kalut. Al menjadi lebih dingin dari sebelumnya. Bukan hanya itu saja, Al tak lagi mengirimkan pesan di aplikasi berwarna hijau.

"Al, kenapa kamu berubah? Aku sudah memberikan semuanya untukmu," gumam Leora.

"Ra, ayo! Waktunya kita berolahraga!" seru Naima sahabat Leora.

"Oh iya, Naima. Aku simpan dulu ponselku." Leora segera menyimpan ponselnya.

Kemudian berlari menuju ke arah Naima. Hari ini pelajaran olahraga. Sebagai pemanasan, mereka akan berlari keliling lapangan terlebih dahulu. Leora dan Naima pada akhirnya berlari keliling lapangan. Entah mengapa perasaan Leora menjadi gelisah dan ia menjadi sedikit tidak enak badan. Gadis itu meringis kesakitan. Rasanya perutnya benar-benar terasa menyakitkan. Membuat Leora terjatuh tak sadarkan diri.

Leora mulai membuka kedua matanya perlahan. Aroma obat yang khas ruang UKS tercium, begitu menyengat hidung. Perasaan Leora menjadi tak enak. Karena gadis itu menyadari kehadiran kepala sekolah, guru BK dan seorang petugas klinik kesehatan.

"Kamu sedang hamil?" sebuah pertanyaan dari kepala sekolah Pak Handoko, menyentak Leora dan menyadarkan kewarasan Leora.

"Ha-hamil?" ulang Leora dengan nada yang bergetar.

sebuah aib

Leora menatap sekali lagi sebuah surat di tangannya. Surat dikeluarkannya ia dari sekolah, tempatnya menimba ilmu. Hamil. Alasan itulah yang membuat Leora di depak oleh kepala sekolah.

"Bagaimana ini? Bapak dan ibu pasti kecewa sekali. Lalu Al? Kenapa dia menjauh dariku? Sikapnya bahkan seolah tak mengenali diriku. Apa Al membuangku? Ah, tidak. Al tidak mungkin membuangku." Leora menggumam di sepanjang perjalanan.

Hingga tanpa sadar, Leora telah sampai di depan rumahnya. Ah, tidak. Itu hanyalah gubuk reyot. Leora menatap pilu rumahnya. Pasti bapak dan ibunya akan kecewa sekali. Bukan prestasi yang Leora raih, akan tetapi sebuah surat di mana anak pertama mereka telah ditendang dari sekolah.

"Jangan masuk ke dalam rumah!" bentak seorang pria paruh baya.

"Ba-bapak?" Leora mematung di ambang pintu. Terlihat sekali sang bapak yang murka.

"Rumah ini haram bagimu. Seorang anak yang telah meruntuhkan seluruh kebanggaan dan mimpi dari kedua orangtuanya. Malah kini melemparkan kotoran ke wajah orangtuanya!" Suara bapak semakin meninggi.

Dalam hati Leora mulai gamang. Dari kata-kata sang bapak, Leora bisa menyimpulkan jika bapaknya telah mengetahui hal besar yang coba Leora sembunyikan.

"Bune! Cepat sini!" Bapak memanggil ibu Leora.

Hingga tiba-tiba datanglah seorang wanita paruh baya dengan kedua mata yang sembab. Air mata bahkan terlihat jelas di kedua pipi wanita itu. Leora tersentak saat wanita itu melemparkan sebuah tas jinjing.

"Pihak sekolah sudah menghubungi kami. Kamu tak perlu menjelaskan apapun. Pergilah! Kamu mengecewakan kami! Kau memberikan aib untuk bapak dan ibumu! Kita ini sudah hina, tapi kamu malah semakin menghinakan kami! Di mana hati nuranimu sebagai anak yang berbakti? Barang-barangmu sudah aku kemasi. Pergilah. Di dalam tas itu, ada uang lima ratus ribu rupiah untukmu bekal. Kami tidak memiliki uang untuk memberimu lebih. Pergilah! Kau aib untuk keluarga ini!" sentak Ibu.

"Bu? Leora anak kandung Bapak dan Ibu. Tolong, jangan tega pada Leora," pinta Leora.

"Tega? Kau bahkan yang lebih tega! Bukan pulang memberikan prestasi, tapi kau malah memberikan aib untuk keluargamu! Kita ini orang miskin. Tapi kamu malah membuat kami menjadi semakin hina! Pergilah, setelah ini aku akan mengurus KK. Kau akan ku-coret dari daftar! Pergi!" Bapak menyeret tubuh Leora keluar pagar rumah.

Leora terus meraung. Akan tetapi nihil. Wajah lelah sang bapak terlihat jelas di kedua mata Leoea. Kekecewaan sang bapak terpampang nyata. Kini pintu rumah itu telah tertutup. Seperti telah tertutupnya pintu hati kedua orangtuanya.

***

Di kediaman Al, tubuh Leora terjungkal di luar gerbang sebuah rumah yang mewah. Seorang wanita paruh baya menatap angkuh serta diliputi kebencian yang mendalam. Dua orang satpam yang melempar tubuh Leora, berdiri di belakang wanita yang masih cantik di usia tuanya.

"Aku sudah memberimu uang! Gugurkan janin haram itu. Jangan sampai aku mengetahuinya lahir ke dunia! Kau itu gadis kampungan! Jangan mimpi untuk menjadi istri dari anakku! Ingat, aku sudah memberimu uang! Pergi kau! Jangan sampai aku semakin murka!" Wanita paruh baya itu memutar tumitnya. Berlalu meninggalkan Leora.

Tak lama Al muncul. Membuat tubuh Leora menegang. Bukannya simpati, Al malah menatap sinis ke arah Leora. Seolah Leora begitu hina untuk dirinya.

"Naif sekali kau, Leora. Gadis miskin yang begitu bangga karena menjadi kekasihku. Ah, aku lupa mengatakan sesuatu. Kamu pikir aku sudi bersamamu? Aku dan teman-temanku taruhan. Siapa yang bisa menjadi pacarmu dan membuatmu memberikan tubuhmu, maka dia sang casanova sejati. Lihat, aku berhasil bukan? Ingat 'kan? Sebelum aku menembakmu, sahabat-sahabatku sudah lebih dulu mengejarmu. Pergilah." Al melenggang meninggalkan pintu gerbang begitu saja.

Tangis Leora semakin tumpah. Teganya Al mengatakan hal itu. Leora menatap dua orang satpam yang telah menutup pintu gerbang itu. Lalu pandangannya mengarah pada segepok uang yang bertulis lima puluh juta. Sebenarnya Leora tak ingin mengambilnya. Akan tetapi, untuk kehidupannya kelak tidak mudah. Terlebih, ia juga membutuhkan tempat tinggal dan makan. Mengingat Al saja membuang dirinya setelah berhasil menodainya. 

"Apa aku gugurkan saja?" lirih Leora putus asa. 

Sesaat kemudian, Leora menggelengkan kepala. "Aku sudah berbuat dosa besar. Apakah aku masih ingin menambah dosaku? Aku harus mempertahankannya apapun yang terjadi."

Leora pun bangkit berdiri. Gadis itu menyeka air matanya. Kemudian menyambar tas jinjing dan juga segepok uang. Untuk terakhir kalinya, Leora menatap sakit hati ke sebuah rumah mewah. Kedua tangannya mengepal. Kedua iris coklat itu menampakkan kilatan kebencian.

"Al. Aku akan mengingat hari ini. Di masa mendatang, aku tak akan sudi mengenalmu. Seujung kuku, aku tidak akan memberikanmu kesempatan melihat anak ini. Aku bersumpah!" Leora segera memutar tumitnya. Berjalan menjauh dari rumah besar yang memberinya luka menganga.

Entah sudah berapa lama, Leora berjalan menyusuri jalanan berdebu. Sesekali Leora menghela napas. Gadis itu tanpa sengaja melihat ATM setor tunai. Setidaknya ia harus menyimpan uangnya. Jangan sampai di tengah jalan ia dirampok. Bisa-bisa ia tak memiliki apapun. Nampaknya di sela kerumitan, Leora masih bisa berfikir cerdas.

Setelah menyetor tunai senilai empat puluh tujuh juta, Leora berjalan kembali. Hari sudah sore, nampaknya ia telah berjalan jauh di sebuah kampung yang asing bagi Leora. Gadis itu segera menuju warung. Perutnya keroncongan sekaligus tenggorokannya terasa kering.

"Loh, Neng. Kok bawa-bawa tas?" tanya pemilik warung saat ia menyodorkan makanan pesanan Leora.

"Iya, Bu. Lagi cari kontrakan. Em. Apa di sekitar sini ada ya?" balas Leora.

"Ada sih. Tapi sempit, Neng. Kebetulan punya ibu sendiri," jawab pemilik warung.

"Boleh! Tidak apa-apa, Bu! Tolong saya, ini sudah hampir malam," ujar Leora dengan kedua mata yang bersinar.

---

"Bella! Ben! Mama pulang," seru Leora.

"Mama!" teriakan dua bocah berumur 6 tahun terdengar menggema di seluruh ruangan.

"Aduh anak-ank mama." Leora segera memeluk tubuh mungil Bella Larasati dan Ben Ardiansyah.

"Mbak, saya pulang ya," ucap seorang wanita paruh baya. Mbak Sumi.

"Iya, Bu Sumi. Terima kasih ya, sudah menjaga Ben dan Bella. Jangan lupa, Bu. Bawa sebagian makanan yang Ibu masak," kata Leora dengan nada lembut.

"Terima kasih lo, Mbak Leora. Sudah dikasih kerjaan, dikasih makanan. Alhamdulillah." Bu Sumi berlalu.

Setelah Bu Sumi menghilang dalam gelapnya malam, Leora segera menutup pintu. Wanita yang kini berusia 25 tahun itu, segera membawa Ben dan Bella menuju ke kamar. Sebuah meja belajar dengan gambar kartun larva, kini menjadi tujuan Leora. 

Rutinitasnya setelah pulang bekerja, Leora akan menyempatkan waktu untuk mendampingi Ben dan Bella belajar. Saat ini Leora bekerja di sebuah butik dengan penghasilan tak seberapa. Akan tetapi cukup untuk kehidupan sehari-hari. 

Setidaknya Leora mendapatkan gaji selain dari menulis novel. Lagi pula pekerjaannya hanya paruh waktu. Setidaknya ia tak pernah kelaparan, sekalipun hidup pas-pasan.

Ketika jam menunjukkan pukul jam sembilan malam, Leora segera menidurkan putranya. Saat wanita itu hendak berlalu menuju kamarnya, tangan mungil milik Ben mencekalnya.

"Ma, apa aku benar-benar tidak punya Ayah?" tanya Ben.

"Benar, Ma. Mengapa kami berdua tidak pernah bertemu dengan ayah kami?" Bella pun ikut meninpali.

Leoea tersentak. Setelah kelahirannya, Ben maupun Bella tak pernah menanyakan tentang ayah. Tak sekalipun putranya itu bertanya kemana sang ayah. Mungkin saja, setelah Ben dan Bella memasuki taman kanak-kanak ia sedikit mengerti. Bagaimana bisa Leora menjelaskan, jika ayahnya sendiri tak menginginkan ia hadir di dunia ini?

"Ma?" cicit Ben. "Maafkan Ben, Ma. Maaf sudah membuat Mama sedih. Ben bobok dulu ya. Ayo, adik. Kita tidur saja. Mama pasti lelah. Selamat malam, Ma." Ben mengakhiri pertanyaannya. Bocah laki-laki itu tidur ambil memaksa sang adik agar mengikutinya.

"Selamat malam, Mama!" Bella melebarkan senyuman.

"Selamat malam, Ben dan Bella." Leora memilih pergi menuju ke kamarnya saat kedua matanya terasa buram.

Setelah sampai di kamar, Leora segera meluapkan kesedihannya. Perjuangan dalam membesarkan Ben dan Bella tidaklah mudah. Cibiran maupun makian kerap terdengar. 

Terlebih, kala itu ia hanya berada di rumah kontrakan. Akan tetapi bisa menghidupi dirinya dan Ben maupun Bella. Tentu saja dibantu uang dari mama bajingan itu. Ah, Leora lagi-lagi mengingat kejadian kelam itu.

Padahal, pekerjaan Leora sebagai menulis memiliki gaji yang lumayan setiap bulannya. Bahkan Leora masih mencari pekerjaan lain, Leora bekerja di butik hanya untuk makan dan membayar Bi Sumi. 

Namun, kebutuhan yang lainnya masih bisa dicukupi dengan tabungan yang selalu bertambah setiap bulannya. Karena jika hanya mengandalkan gaji dari menulis ataupun dari bekerja di butik, rasanya tak akan cukup.

"Sekarang, aku harus bagaimana dengan pertanyaan Ben dan Bella ketika mereka sudah bisa memahami keadaan?" cicit Leora di sela tangisnya.

Awal mula.

Jam sudah menunjukkan pukul 00:00. Di keheningan malam dan dalam cahaya yang temaram, Leora mendengar sesuatu. Sontak kedua matanya terbuka. Wanita itu mulai waspada. Samar-samar Leora mendengar pintu kamarnya terbuka. Spontan, Leora segera memejamkan kedua mata. Seseorang ada di dalam kamarnya. Leora pun merutuki kecerobohannya yang tidak mengunci pintu kamar.

"Ya Allah, aku tidak pernah mengunci pintu kamarku karena takut Ben dan Bella terbangun sewaktu-waktu. Kenapa bisa jadi begini? Aku takut orang yang ada di dalam kamarku adalah orang yang jahat. Ya Allah, tolong lindungi hamba." Leora berdo'a dalam hati.

Tiba-tiba ada yang membekap mulutnya. Membuat Leora membuka kedua mata. Seorang wanita yang cantik dengan beberapa luka di wajahnya, memberikan isyarat untuk Leora tidak bersuara. Setelah kedua mata Leora menelusuri tubuh wanita itu, kedua mata itu semakin melebar. Tak hanya wajah yang terluka, tubuhnya pun juga terluka.

"To-long." Satu patah kata yang dilontarkan wanita itu membuat Leora terkesiap, "to-long aku." Lagi, Leora semakin paham jika wanita itu sedang meminta pertolongan.

Wanita itu pingsan. Membuat Leora bisa kembali bergerak bebas. Leora menghela napas. Sesaat Leora menatap ragu ke arah wanita asing tersebut. Takut jika ia malah dituduh mencoba melukai wanita asing itu. Leora gelisah, mencoba berperang dengan logika dan hati nurani.

"Ah, masa bodohlah! Awas saja, jika dia berniat jahat padaku. Astaga! Lebih baik aku segera membantunya," keluh Leora.

Gadis itu memilih membantu wanita asing. Mengambil kotak obat dan segera membersihkan luka-lukanya. Satu jam kemudian, Leora telah selesai membersihkan luka-luka di tubuh wanita asing itu. Leora terjaga. Harap-harap cemas dengan keadaan wanita itu. Saat Leora melirik jam di dinding, terlihat jam sudah menunjukkan pukul 3 pagi. Leora menyugar rambutnya. Kedua matanya sudah mulai mengantuk.

"Terima kasih sudah menolongku." Sebuah suara yang samar terdengar di telinga Leora saat kedua mata gadis itu terasa berat.

Seketika kedua mata Leora melebar. "Anda sudah bangun? Mau minum?" tawar Leora.

Wanita itu mengangguk. Leora lalu memberinya minum. Wanita itu meminum segelas air putih hingga tandas. Leora mengamati wajah wanita itu. Cukup cantik, bahkan tanpa polesan make up sekalipun. Saat Leora menatapnya lekat, wanita itu tersenyum.

"Terima kasih. Sudah mau repot merawatku, bahkan tak pernah tahu siapa aku. Kau tidak takut padaku?" tanya wanita asing itu.

Leora mengendikkan bahu. "Takut. Tapi hati nurani bertolak, ingin membantumu. Siapa namamu? Mengapa kau terluka?" tanya Leora.

"Aku? Namaku Maria. Aku akan jujur padamu. Sekalipun kau membawaku ke polisi, aku akan menerimanya. Aku seorang pembunuh. Tadi, aku telah membunuh mantan suamiku yang sedang memadu kasih bersama istri barunya. Begitu pula dengan istrinya, juga telah meninggal di saat yang sama. Ah, tidak. Bukan istri barunya. Tapi, seorang pelakor yang tega mencuri suami dan ayah dari kedua anakku yang telah meninggal. Aku sudah menepati janjiku membunuh ayah mereka. Supaya ayahnya menemani kedua putraku di alam baka!" Maria menggebu.

Leora membeku di tempatnya. Kesalahan di masa lalu kini berkelebatan di dalam ingatannya. Di mana ia memberikan mahkota berharganya untuk sang kekasih. Sedangkan Maria, yang sudah memberikan dua putra untuk seorang pria saja dikhianati begitu kejam. Padahal mereka telah mengarungi bahtera rumah tangga. Leora sedikit tersentil dengan penuturan dari Maria.

"Kenapa anakmu bisa meninggal?" tanya Leora.

"Karena mereka sakit. Aku harus bekerja sembari menggendong mereka. Aku keluar dari rumah suamiku tanpa membawa apapun. Bagaimana bisa aku memberikan mereka makan sekaligus obat? Sedangkan aku terusir begitu saja tanpa sepeserpun uang. Pelakor itu justru memamerkan suami dan semua yang kumiliki ke media sosial. Bagaimana aku tidak pilu? Perlahan, anakku sakit-sakitan. Aku meminta sedikit uang kepada ayah mereka, ayahnya justru berkata jika semua uang yang ia miliki dibawa oleh mama baru! Siapa yang tidak sakit hati?" Maria mulai terisak.

"Sakit hati? Jika dipikir, aku juga merasakannya. Terlebih, saat Ben dan Bella menanyakan keberadaan ayahnya. Rasa sesak itu terus hadir. Aliando, ingin sekali aku menginjak harga dirinya. Hati ini juga menuntut balas dendam. Tapi, aku dan Aliando bagai langit dan bumi. Aku juga baru saja bangkit dalam keterpurukanku." Leora membatin.

Setelah kejadian malam itu, kini telah dua bulan berlalu. Sejak saat itu, Leora akan menjalani perannya sebagai ibu ketika siang hari. Kemudian sebagai mawar hitam, ketika wanita itu tengah bertugas di malam hari.

"Tiga ratus juta. Apa itu sudah cukup untuk satu misi yang berhasil kau bereskan?" tanya seorang pria berusia paruh baya.

"Terima kasih. Aku akan mencairkannya sejauh mungkin. Lalu mengambil jarak satu minggu setelah kejadian ini. Ternyata Anda menambahkan 5 juta? Terima kasih." Seorang wanita berpakaian serba hitam segera menyimpan cek tersebut ke tempat yang aman.

"Sama-sama. Aku suka kinerjamu. Begitu rapi. Kau akan pergi, dengan tali itu? Nona Black Rose, ini adalah lantai tujuh!" Pria itu mengingatkan. Sedikit terpana dengan siluet tubuh Black Rose.

Wanita itu menarik ring di ujung yang lain. Di mana ring tersebut terdapat tali climbing yang panjang. Tak hanya itu, ring besi ujung lain ia tambatkan di sebuah tiang yang Black Rose perkirakan mampu menopang beban berat. Mendengar pria itu mengingatkan di mana ia berada, Rose mengulum senyuman menawan.

"Selamat tinggal," ucap Rose sebelum akhirnya terjun ke bawah dengan begitu mudah. Sesampainya di bawah, wanita itu masih sempat tersenyum sebelum akhirnya menghilang di kegelapan.

Rose segera mengendarai mobil yang sebelumnya ia parkir di suatu tempat. Wanita itu dengan cepat berlalu dari sana. Mengemudikan lamborghini dengan kecepatan tinggi. Harus segera menghilang dari sana. Setelah Rose rasa jauh dari lokasi sebelumnya, Rose menghentikan mobil. Di dalam mobil, ia mulai melepaskan topeng wajahnya.

"Saatnya menjadi Leora." Leora kembali menginjak pedal gas. Mengemudikannya sejauh mungkin.

Ceklek.

Maria, wanita paruh baya itu tersenyum saat melihat Leora telah kembali dari misi. "Mau aku bikinkan kopi?" tawar Maria.

"Tidak perlu. Bagaimana Ben dan Bella? Apa mereka rewel saat kutinggal?" tanya Leora.

Semenjak kejadian kala itu. Leora dan Maria hidup bersama. Maria mengambil alih peran Leora saat Leora menjalankan misi. Leora mengamati dengan seksama ekspresi wajah Maria.

"Kenapa?" Leora kembali melontarkan pertanyaan.

"Ben dan Bella tidak rewel," sahut Maria kemudian.

"Bukan. Bukan itu yang aku tanyakan. Kenapa dengan wajahmu?" Leora keras kepala.

"Bagaimana keadaanmu? Aku menyesal telah membiarkanmu terseret arus. Harusnya aku bisa mencegahmu. Kenapa kamu malah bersusah payah berlatih semua hal tentang kekerasan bahkan memainkan senjata api," sesal Maria.

Leora tersenyum. "Keadaanku baik-baik saja. Selagi aku tidak ada, tolong jaga Ben dan Bella untukku," pinta Leora.

Maria menggelengkan kepala perlahan. "Tanpa kamu minta sekalipun, aku akan menjaga Ben dan Bella seperti anakku sendiri. Tapi kamu, Ra. Aku menyesal dan menyadari dosaku. Kenapa kamu malah mengikuti jalan kegelapanku?" tanya Maria dengan wajah yang sendu.

"Bu, seperti yang pernah kamu katakan. Seorang penjahat, pasti terlahir dari orang yang terluka. Leora tidur dulu. Hentikan topik pembicaraan ini. Leora tahu resikonya," tukas Leora.

"Aku sudah memilih jalan kegelapan ini untuk mengejar kesetaraan dengan si brengsek itu. Setelah aku memiliki kemampuan, aku akan menginjak pria itu dengan perlahan." Kata Leora dalam hati.

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!