NovelToon NovelToon

Suami Dadakan Gadis SMA

A & Z: Bab 1

Seorang gadis berseragam SMA berlari mencari tempat berteduh dari guyuran hujan yang cukup deras. Suara angin yang bergemuruh dan guntur membuat gadis yang memiliki hazel coklat itu ketakutan. Raut wajah gadis itu tampak lega kala melihat pos kamling, Ia semakin mempercepat langkah kakinya menuju ke tempat itu, tak peduli dengan seragamnya yang sudah kotor. Gadis itu hampir jatuh terjungkal ketika kakinya tak sengaja tersandung lobang yang cukup besar di jalan aspal tersebut.

"Akhirnya ada tempat berteduh," gumam Azila Putri Amara, atau orang-orang memanggilnya Zila. Ia segera melepaskan tas bahu yang melekat di punggungnya yang sudah basah kuyup dan ia yakin buku miliknya di dalam tas  juga ikut basah.

Gadis itu mengusap wajah basahnya. Ia menoleh ke samping lalu keningnya mengkerut.

Seorang pria dengan prawakan tinggi tegap  tengah berdiri di dekat tiang pos kamling. Pria itu sudah lebih dulu berteduh di sana dan Zila baru menyadarinya. Mata Zila masih memandangi pria itu dari atas sampai bawah dan tampak pria asing itu menyadari hal itu tapi memilih menghiraukannya.

Badan gadis berusia 18 tahun itu terlonjak dan bergetar ketakutan ketika kilatan cahaya dengan suara mengerikan dari petir. Sedangkan pria di samping tampak biasa saja dari raut wajahnya meski ada sedikit raut kecemasan yang tergambar.

"Heh, apa yang kamu lakukan?!" Pria dengan name tag Zidan Ahmad yang tersemat di kanan kemejanya mendorong gadis yang tiba-tiba memeluknya dan itu membuatnya terkejut.

"Takut Om, aku takut." Zila gemetar ketakutan dengan posisi masih memeluk Zidan yang berusaha melepaskan pelukan gadis asing itu.

Zila memiliki trauma yang sangat buruk di masa lalunya dan itu berhubungan dengan petir dan kilat yang menyambar-nyambar. Biasanya, saat ia ketakutan seperti ini mama selalu memberikan pelukan padanya. Sedangkan Zidan masih berusaha melepaskan pelukannya hingga perlahan hatinya mulai merasa iba melihat tangisan gadis itu yang semakin menjadi-jadi. Dan ia bisa merasakan tubuh bergetar gadis itu. Setiap ada kilatan dan petir pelukan Zila semakin erat pada Zidan.

Zidan menatap ke atas langit hitam pekat yang terus meluruhkan air hujan disertai gemuruh dan kilatan petir. Ia melirik arloji yang melingkar di pergelangan tangannya, jam sudah menujukkan pukul 06: 00 sore, tapi hujan tidak ada tanda-tanda akan berhenti. Mata hitam pekatnya menatap gadis yang memiliki mata bulat itu masih memeluknya. Bahkan menyembunyikan dirinya dalam dada bidangnya.

"Apa kamu tidak takut saya apa-apakan?" Mendadak pertanyaan itu meluncur dari mulut Zidan pada gadis yang masih memeluknya.

Zila mendongak, menatap pria asing itu dengan kerjapan polosnya."Kan Om baik."

"Dari mana kamu tahu saya baik?"

"Feeling."

Suara kicauan burung di pagi hari dan sang surya yang perlahan mulai menampakkan dirinya menyirami bumi dengan cahayanya. Aroma embun tercium dan menenangkan.

"Apa yang kalian lakukan?!" pekik salah satu warga menggerebek pria dan wanita tengah tidur berpelukan di pos kamling.

Zila melenguh dan mengerjabkan matanya menyesuaikan cahaya matahari pagi membias ke wajah pucatnya. Sedangkan pria yang memeluk Zila langsung melepaskan pelukannya dan segera bangkit dengan raut wajah paniknya melihat banyaknya orang.

"Pasti kalian baru saja berbuat mesum!" tuding salah satu wanita paruh baya. Karna sudah beberapa minggu ini sudah tiga  pasangan kekasih kedapatan melakukan kegiatan mesum di tempat ini, mengingat pos kamling ini agak jauh dari perumahan warga.

Zidan, pria itu menggeleng cepat."Kalian salah paham. Kami berdua terjebak___"

"Alah! Tidak usah mengelak. Mana ada orang habis enak-enak ngaku. Ih, apalagi perempuannya masih anak SMA."

Orang-orang menatap miris pada gadis yang menampilkan raut wajah bingungnya melihat orang-orang menggerebunginya. Tampilan Zila saat ini benar-benar kacau dan beberapa kancing seragamnya terbuka dan beruntung gadis itu mengenakan tangktop tidak hanya bra saja.

"Kamu ini dasar pedofil!"

Buk!

Salah satu ibu-ibu maju ke depan dan langsung memberikan pukulan sebuah sapu plastik ke kepala Zidan yang meringis kesakitan. Ia juga memiliki anak perempuan seumuran Zila dan tidak membayangkan putrinya akan di rusak pria hidung belang seperti pria di hadapannya sekarang. Apalagi jika di lihat-lihat pria itu jauh lebih tua dari gadis berseragam tersebut.

"Kalian semua salah paham, kami tidak melakukan hal yang kalian tuduhkan!" Zidan berusaha membantah tuduhan warga dan menyakinkan bila ucapannya memang benar.

"Kami tidak percaya, lihat saja tampilan kalian berdua sudah kacau seperti itu. Kalau mau ehem-ehem mah nikah dulu!"

Lagi, ucapan pedas orang-orang semburkan pada Zidan. Dan pria itu yang paling di salahkan dalam masalah ini. Rasanya Zidan ingin mengubur dirinya hidup-hidup dalam tanah melihat semakin banyak warga menggerumbungi mereka berdua. Dan lebih parah lagi ada beberapa warga yang merekam dan Zidan yakin pasti akan di upload di sosmed, hancurlah reputasinya sebagai guru.

"Dia pacar kamu?" Salah satu ibu bertanya pada Zila, jangan lupakan tatapan ibanya.

Dengan polosnya Zila menggeleng. Saat ini gadis itu masih ngeleg tak paham dengan keadaannya sekarang. Mungkin efek baru bangun tidur nyawa belum terkumpul.

"Astagfirullah, jadi kamu sudah di itu-in? Bahaya sekali laki-laki zaman sekarang." Lagi-lagi ucapan random itu di balas kerjapan polos oleh Zila.

"Sebaiknya kita bawa ke kantor polisi saja laki-laki ini!!" seru para warga serempak.

A & Z: Bab 2

Zidan yang mendengar itu langsung melotot, dan menggelengkan kepalanya kuat."Jangan! Saya bersumpah tidak melakukan apapun dengan gadis ini." Ia menatap gadis itu dengan tatapan yang siap menelan hidup-hidup.

"Nggak usah ngelak lagi kamu. Dia saja sudah mengakui semuanya, iya kan?" ucap wanita paruh baya yang langsung di benarkan semua orang.

Badan Zidan mulai melemas. Hanya menumpang berteduh berakhir menyedihkan seperti ini. Baru sehari jadi guru sudah dapat masalah besar seperti ini. Dan gadis yang juga ikut dalam masalah ini seperti orang bodoh, diam saja dengan tampang polosnya dan itu membuat Ia semakin gregetan penuh kekesalan setengah mati. Tidak ada niat sedikitpun untuk gadis itu membela diri.

"Tidak usah di bawa ke kantor polisi, mereka berdua kita nikahkan saja secara langsung di balai. Takutnya gadis ini nantinya hamil, kasihan. Sudah masa depan hancur hamil di luar nikah pula tanpa suami," ucap salah satu tetua di tempat itu.

Ucapan tetua itu langsung disetujui serempak meskipun ada yang tidak setuju, karna menginginkan Zidan di serahkan ke polisi. Kini, keduanya di giring paksa dengan pengawalan ketat para warga yang hanya sekedar menonton dan menjadikan kejadian itu sebagai bahan gosip saat berkumpul di tukang sayur nanti, dan itu di sebut transfer gosip lewat mulut ke mulut dengan kecepatan kilat.

Zidan masih berusaha untuk menyakinkan semua orang. Ia tidak mungkin menikahi gadis berseragam SMA itu, mengingat usia gadis itu terpaut jauh lebih muda darinya dan Ia juga tidak mengenal gadis asing tersebut.

"Alhamdulillah..."

Semua orang menyerukan kalimat itu setelah pasangan yang diyakini sudah melakukan hal tak senonoh itu sudah sah menjadi suami-istri meskipun mereka berdua menikah siri. Baik Zidan maupun Zila tak berani menghubungi kedua orang tua mereka. Kedua orang itu kompak mencari alasan agar orang tua mereka tidak mengetahui ini. Walaupun tak di hadiri orang tua pernikahan mereka tetap sah secara agama.

"Saya harap ini menjadi pembelajaran untuk kita semua termasuk orang tua yang memiliki anak gadis untuk berhati-hati dan lebih perketat lagi penjagaan kalian. Mereka berdua sebagai contoh," ucap ketua RT yang menjadi wali nikah mereka berdua.

Zidan menutup wajahnya dengan tangan kanan, tak sanggup di tatap semua orang dengan pandangan jijik dan hina. Sedangkan Zila hanya bisa meneguk ludah kasar dengan kejadian yang ia alami sekarang. Setelah kesadarannya sudah terkumpul Ia baru memberontak dan melakukan pembelaan pada dirinya, walaupun harus berakhir sia-sia.

"Ini semua gara-gara kamu!" Zidan menatap tajam pada gadis yang kini berjalan di sampingnya.

"Lho? Kok salah saya sih Om. Jelas-jelas Om yang tidur peluk-peluk saya." Gadis itu membela diri dengan raut wajah tak terima.

Keduanya tengah berjalan kaki menyusuri jalan sekitar komplek menuju ke rumah Zila. Gadis itu terus merengek ingin pulang ke rumah dan Zidan terpaksa ikut karna ingat dengan statusnya sekarang. Ia juga tidak bisa menganggap sepele hubungan mereka berdua yang sudah jadi suami istri.

"Kenapa kamu tidak membela diri waktu di tuduh tadi? Mulut saya sampai berbusa membela diri dan menepis segala tuduhan mereka tapi kamu, hanya diam saja seperti orang bisu!"

Zila langsung memotong jalan Zidan dan berdiri di hadapan pria itu."Kan saya baru bangun tidur, nyawanya belum ke kumpul. Jadi wajar kurang paham."

Zidan berdecih."Alasan."

Pria itu mendorong menyamping badan mungil istrinya yang sontak langsung menepi. Zidan kembali melanjutkan langkah kakinya. Kepalanya sudah pusing karna kehujanan tadi malam, sekarang semakin pusing karna masalah ini.

"Om, guru?" Zila kembali membuka percakapan, matanya menatap tas jinjing hitam milik Zidan yang berisi buku pelajaran yang sama persis seperti miliknya.

"Hmm..."

Pria itu hanya membalas lewat deheman singkat. Gadis itu manggut-manggut.

"Di mana rumahmu? Sudah setengah jam kita jalan kaki tapi belum sampai-sampai," decak Zidan seraya mengusap kasar peluh di wajahnya.

"Sedikit lagi sampai, Om. Sabar," balas Zila dengan bibir mencebik."Emosian banget," gerutunya pelan, melirik sekilas.

"Siapa yang emosian?" sahut Zidan mendengar gumaman gadis itu.

Zidan meneguk ludahnya kasar kala sudah sampai di depan rumah Zila. Rumah minimalis tingkat dua dengan gaya modern bercat putih abu-Abu. Pria itu melirik gadis di sampingnya yang tampak santai tanpa ada raut beban dari wajah polosnya.

"Ayo masuk Om!" ajak Zila dengan semangat. Ia sudah tak sabar mengisi perutnya yang keroncongan.

Zidan geleng-geleng kepala melihat tingkah gadis yang masih bersikap seperti anak kecil. Bagaimana gadis itu menjalankan perannya sebagai seorang istri.

Zila lebih dulu melangkahkan kakinya setelah itu di susul oleh Zidan yang sudah gugup sebelum bertemu. Bagaimana ia menjelaskan semua ini. Salah ucap bisa berakhir kesalah pahaman.

"Mama...!!" Zila berlari masuk ke dalam rumah dan langsung memeluk mama Reni yang terkaget-kaget mendapat pelukan mendadak.

Wanita paruh baya itu melepaskan pelukan putrinya."Kamu ke mana saja, Nak? Mama sama Papa cari-cari kamu ke mana-mana," ucap mama Reni khawatir. Ia mengusap wajah Zila dan mencium kening putrinya penuh kekhawatiran. Terlihat mata wanita paruh baya itu sembab setelah menangis semalaman memikirkan nasib putri bungsunya.

"Papa sudah mau menelpon paman Aris yang polisi itu untuk mencari keberadaan kamu. Kami takut kamu jadi korban penculikan," ucap papa Satria yang juga memeluk Zila.

"Kemarin aku kehujanan terus berteduh di pos kamling."

Mama Reni semakin terkejut mendengarnya."Tapi kamu enggak pa-pa kan, Nak? Untung kamu pulang ke sini tidak kurang apapun. Lain kali telpon Papa atau Mama, minta jemput."

Zila mengangguk. Wanita paruh baya itu kembali memeluk putri bungsunya penuh kelegaan. Ini pertama kalinya putri bungsunya tak pulang semalaman tanpa kabar. Mengingat Zila mempunyai trauma di masa kecilnya.

"Ekhem..."

Suara deheman yang sedikit keras membuat tiga orang yang tengah berpelukan itu langsung merotasikan pandangannya pada sosok pria yang kini tengah berdiri di ambang pintu penuh kecanggungan.

"Kamu siapa?" tanya papa Satria menatap menelisik penampilan pria asing itu dari atas sampai bawah.

"Sa-saya..." Zidan tampak kesusahan untuk mengeluarkan kata-kata. Mungkin rasa gugup yang menjadi faktor penyebabkannya.

Zidan tampak bingung ingin menjelaskan dari mana. Padahal ia bisa saja setelah mengantarkan gadis itu sampai depan rumah langsung pulang dan melupakan kejadian yang tadi. Tapi, masalahnya ia sudah menikah siri dengan gadis ingusan itu. Sebagai pria sejati ia tidak boleh menghindar dari masalah ini.

"Sa-saya suami anak, Om," ucap Zidan ragu-ragu sambil menunjuk ke arah Zila. Hanya kata-kata itu yang terlintas di kepalanya.

"Jangan ngada-ngada kamu! Zila masih 18 tahun, mana mungkin dia punya suami setua kamu. Apalagi dia masih sekolah!" Papa Satria berucap ketus sambil menatap sinis pria di depannya.

Zidan langsung tersindir tertampar dengan ucapan pria paruh baya yang langsung merujuk ke usia. Mulutnya pedas sekali.

"Ini memang benar, Om. Nggak mungkin saya mengada-ada apalagi ini tentang pernikahan. Kalau tidak percaya tanya langsung anaknya."

Kini, tatapan papa Satria langsung mengarah pada Zila yang tampak cengengesan di balik rasa gugup yang melanda.

"Apa benar Zila?" tanya Satria pada sang putri yang membalas dengan anggukan kepala.

Pria paruh baya itu langsung menjatuhkan rahangnya sama halnya dengan mama Reni yang melotot kaget dan refleks melepaskan pelukannya pada Zila. Gadis itu menundukkan kepalanya, seolah merasa bersalah. Sedangkan Zidan bernapas lega, ternyata tak serumit yang ia kira. Senyuman lebar terpapang di wajah tampannya. Berbeda dengan Satria dan Reni yang langsung menampilkan wajah suramnya.

_______

Bagaimana part ini? Semoga suka ya!

A & Z: Bab 3

Kini, Zidan dan Zila duduk di sofa ruang tamu untuk di sidang oleh Satria yang tak habis pikir dengan kabar yang membuat ia dan istrinya shock. Bagaimana bisa putrinya pulang-pulang sudah berstatus istri orang.

"Jadi, kenapa kalian bisa menikah siri?" Satria melontarkan pertanyaannya dengan tegas dan menampilkan raut wajah seriusnya.

Sepasang pengantin baru yang menikah dadakan itu saling berpandangan. Zidan menghela napas kasar dan Zila tertunduk dengan kedua tangan yang saling bertautan.

"Ini hanya kesalah pahaman warga saja, Om. Awalnya kami berdua hanya berteduh di pos kamling saat hujan deras kemarin. Dan karna hujan tidak kunjung berhenti dan semakin deras kami sampai tertidur di sana dan tidak menyangka saat terbangun sudah banyak warga yang mengerumuni kami berdua dan menuduh kami melakukan hal tak senonoh," jelas Zidan apa adanya. Sementara Zila mengangguk-anggukkan kepalanya membenarkan ucapan pria itu.

Papa Satria mengusap wajahnya kasar dengan wajah yang terlihat frustasi. Bagaimana tidak frustasi, usia putri bungsunya masih 18 tahun dan masih duduk di bangku SMA kelas 12. Masa depan Zila masih sangat panjang, lain lagi bila pihak sekolah mengetahui Zila sudah menikah bisa-bisa di keluarkan dari sekolah tersebut.

"Saya bingung mau bicara apalagi dengan kalian berdua, terutama kamu!" Papa Satria menunjuk Zidan."Anak saya ini masih sekolah, dan sekarang sudah jadi istri kamu. Umur Zila masih delapan belas tahun, terlalu dini untuk dia berperan sebagai istri. Mengurus diri saja tidak bisa, dan sekarang mendadak jadi istri." ucap papa Satria bernada tinggi.

Mama Reni yang sedari tadi diam dan duduk di sofa bersebelahan dengan putrinya, kini bangkit dari sofa.

"Jangan salahkan dia saja, Pa. Tapi anak kita juga, sudah Mama bilang setelah pulang sekolah langsung pulang ke rumah bukannya berkeliaran ke mana-mana. Dan lihat sekarang pulang-pulang bawa suami!" ucap mama Reni yang kini menjewer telinga Zila.

"Aw! Sakit, Ma..."

Zila merintih kesakitan kala telinganya sudah di jewer sangat kencang oleh sang mama. Ia berusaha menjauhkan tangan mama Reni yang semakin kuat menjewer telinganya.

"Mama lepas, sakit..." mohon Zila kesakitan.

Mama Reni yang sudah puas menjewer langsung melepaskan telinga Zila yang sudah memerah. Gadis itu mencak-mencak dalam hati dengan raut wajah merengut tak terima dengan perlakuan mama Reni. Dari ketiga anaknya hanya Zila yang paling nakal dan susah di nasehati. Entah bagaimana nanti jadi istri.

Sedangkan Zidan meringis melihat pemandangan di depan matanya. Papa Satria menepuk bahu Zidan yang refleks mendongak menatap pria paruh baya yang berdiri hadapannya sekarang.

"Kamu kerja apa sekarang? Saya tidak mau anak saya hidup sengsara apalagi sampai serba kekurangan," ucap papa Satria menatap serius pada Zidan.

"Dia kerja jadi guru, Pa," sahut Zila tiba-tiba.

"Diam! Papa tidak tanya kamu!" Papa Satria melotot tajam pada Zila yang langsung menciut dan menunduk.

Papa Satria kembali menatap ke arah Zidan."Jawab pertanyaan saya yang tadi."

"Saya bekerja sebagai guru di sekolah Bina Bangsa," jawab Zidan.

Zila membulatkan matanya dan tampak terkejut dari raut wajahnya."Itukan sekolah aku. Kenapa aku baru tahu sekarang Om jadi guru di sana. Kemarin-kemarin aku nggak lihat Om?" tanya Zila yang mengoceh panjang lebar.

"Hanya jadi guru?" Papa Satria kembali bertanya tanpa menghiraukan ocehan putrinya. Sementara mama Reni mendengarkan setiap pembicaraan keduanya walau sesekali mencubit putrinya yang tidak bisa diam terus grasak-grusuk.

Zidan menggeleng."Saya hanya menggantikan ayah saya yang tidak bisa mengajar dalam beberapa waktu. Beliau mengalami kecelakaan tunggal dan sekarang menjalani perawatan."

Papa Satria manggut-manggut mendengarnya.

"Ya sudah, mau bagaimana lagi, kalian berdua sudah menjadi suami istri. Tapi besok saya ingin bertemu dengan wali yang menikahkan kalian berdua tadi," ucap papa Satria yang langsung diangguki oleh Zidan.

"Kamu jaga Zila baik-baik, jangan berani menyakitinya apalagi sampai main fisik dengan putri bungsu saya ini. Jika suatu saat itu terjadi, bukan hanya burungmu saja yang saya potong tapi juga leher kamu!" ancam papa Satria tak main-main.

Zidan yang mendengar itu refleks merapatkan kedua kakinya.

"Dan satu lagi. Selama Zila masih sekolah kamu jangan pernah menggauli dia apalagi memaksa dia melayani kamu di ranjang. Tunggu dia sampai lulus sekolah. Paham?"

Zidan terdiam sejenak tidak langsung mengiakan. Ia menoleh, memandangi Zila dari atas sampai bawah, entah apa yang pria itu pikirkan. Sementara gadis itu tampak ngeri melihat tatapan pria dewasa itu pada dirinya, semoga saja itu bukan tatapan n*fsu. Mendadak seluruh badannya merinding.

Zila melangkah cepat ke arah kamarnya. Ia sudah tak sabar ingin membersihkan badannya yang terasa lengket dan tak nyaman. Satu jam duduk di sofa membuat kaki dan pantatnya keram, tapi syukur semuanya selesai.

Gadis itu melempar tas sekolahnya yang basah ke atas kasur, tak peduli spreinya akan basah dan tentunya akan berakhir mendengarkan ceramah gratis dari sang mama. Dari ketiga anak mama Reni, hanya Zila yang paling susah di atur.

Baru hendak melepaskan seragamnya tiba-tiba pintu terbuka dan menampilkan sosok Zidan yang masuk ke dalam kamar Zila.

"Om kenapa ke sini?" pekik Zila yang kembali memakai seragamnya. Beruntung Ia tidak melepaskan pakaiannya.

"Papa kamu yang menyuruh saya ke sini," jawab Zidan seraya melangkah masuk dan tak lupa menutup pintu kamar.

Zila menjaga jarak dari pria dewasa itu walaupun sudah berstatus halal Ia tidak ingin terjadi hal yang tak dinginkan. Ketakutan dan pikiran buruk waktu itu semakin menjadi-jadi ketika Zidan membuka satu persatu kancing kemejanya.

"O-om mau apa?" Zila menatap takut-takut pada suaminya. Apalagi Zidan sudah melepaskan kemeja yang membalut tubuh atasnya yang kini sudah telanjang.

Gadis itu tampak terpesona menatap tubuh proporsional pria itu hingga matanya tak berkedip apalagi bulu-bulu halus yang tumbuh di dada bidang Zidan, membuat pria itu terlihat sexy. Mendadak pikiran kotor mulai hinggap dalam otak gadis 18 tahun itu.

__________

Terima kasih sudah mampir. Jangan lupa follow akun ini untuk mendapatkan notif karya terbaru aku.

Jangan lupa komen dan like juga ya!^^

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!